dapat dikatakan bahwa bank tersebut tidak menjalankan fungsinya dengan baik. Kemungkinan jika rasio FDR bank mencapai 110 berarti total pembiayaan yang
diberikan bank tersebut melebihi dana yang dihimpun. Oleh karena dana yang dihimpun dari masyarakat sedikit, maka bank dalam hal ini juga dapat dikatakan tidak
menjalankan fungsinya sebagai pihak intermediasi perantara yang baik.
F. Efisiensi
Working paper Bank Indonesia
25
yang menjelaskan mengenai efisiensi telah mendefinisikan efisiensi sebagai indikator yang menunjukan kemampuan manager
dan staf perusahaan dalam menjaga tingkat kenaikan pendapatan laba diatas tingkat kenaikan biaya operasional. Penilaian aspek efisiensi dimaksudkan untuk mengukur
kemampuan bank dalam memanfaatkan dana yang dimiliki dan biaya yang dilakukan untuk mengoperasikan dana tersebut.
Pengukuran efisiensi menurut Bank Indonesia dilihat dari nilai Biaya Operasional Pendapatan Operasional BOPO. Dalam penelitiannya Rahmat
26
memaparkan bahwa semakin kecil nilai BOPO menunjukan semakin baik tingkat efisiensi bank dalam
menjalankan aktivitas usahanya. Bank yang sehat memiliki nilai BOPO kurang dari satu, sebaliknya bank yang kurang sehat nilai BOPO nya lebih dari satu.
25
Dadang Muljawan dkk, “Faktor-Faktor Penentu Efisiensi Perbankan Indonesia Serta Dampaknya Terhadap Perhitungan Suku Bunga Kredit”, Working Paper Bank Indonesia. Desember
2014, h. 6-7
26
Rahmat Abdillah, “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Profitabilitas dan Likuiditas pada Bank Umum Syariah di Indonesia Periode 2008-
2005”, Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2015, h. 37-38.
Biaya operasional pendapatan operasional BOPO sering disebut rasio efisiensi digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan
biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Menurut Almilia dan Herdiningtyas
27
semaki kecil rasio ini berarti semakin efisiensi biaya operasional yang dikeluarkan bank yang bersangkutan. Biaya operasional dihitung berdasarkan
penjumlahan dari total beban bunga dan total beban operasional lainnya. Pendapatan operasional adalah penjumlahan dari total pendapatan bagi hasil dan total pendapatan
operasional lainnya. Perhitungan adalah seperti berikut ini: BOPO=
Total Beban Operasional Total Pendapatan Operasional
100 BOPO menggambarkan beban bunga yang harus dibayar dan pendapatan bank.
Beban bunga yang harus dibayar sangat tergantung dengan variabel makro, terutama BI Rate yang menjadi acuan penentuan baik bunga pinjaman maupun simpanan.
Selain tingkat suku bunga yang dapat mempengaruhi BOPO tersebut, salah satu aspek yang juga dapat mempengaruhi yaitu aspek ketidakpastian, sumber aspek
ketidakpastian ini merupakan tingginya tingkat inflasi yang terjadi.
27
Tiara Kusuma Hapsari, “Analisis pengaruh CAR, NPL, BOPO, LDR, GWM dan Rasio Konsetrasi terhadap ROA studi empiris pada Bank Umum yang Listing di BEI 2005
– 2009”, Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang, 2011, h. xxvii
G. Variabel Makroekonomi
1. Industrial Production Index IPI
Rinal
28
dalam penelitiannya menjelaskan mengenai teori makro yang menyatakan bahwa tabungan merupakan fungsi dari suku bunga dan pendapatan nasional.
Besarnya pendapatan menunjukan sebarapa besar kemampuan ability seseorang untuk menabung. Apabila pendapatan masyarakat meningkat, maka Jumlah
pendapatan yang bisa dibelanjakan akan meningkat. Jika konsumsi diasumsikan tetap atau peningkatannya relatif lebih kecil daripada peningkatan pendapatannya, maka
akan semakin banyak jumlah dana yang bisa ditabungkan masyarakat di perbankan. Dalam penjelasan pada penelitian yang dilakukan oleh Sri
29
Industiral Production Index IPI adalah sebuah indikator ekonomi yang mengukur produksi output riil. IPI
sering digunakan sebagai representasi bagi pendapatan nasional untuk menggantikan ketiadaan data PDB bulanan. Sejalan dengan teori yang ada pada penelitian yang
dilakukan oleh Aviliani
30
mengungkapkan bahwa indeks produksi industri IPI sebagai proksi dari pendapatan nasional memiliki hubungan kuat dengan hampir
semua indicator kinerja bank.
28
Rinal Satria Anugrah, “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Likuiditas Bank Umum Syariah di Indonesia”, Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, 2006, h.
31.
29
Sri Wulan Fatmawati, “Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi dan Indeks Harga Saham Syariah di Beberapa Negara Terhadap Jakarta Islamic Index
JII”. Skripsi Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. 2013, h. 9
30
Aviliani dkk. “The Impact of Macroeconomic Condition on The Bank’s Performance in Indonesia. Bulletin Ekonomi Moneter dan Perbankan”, Volume 17, Nomor 4, April 2015, h. 398.
2. Inflasi
Inflasi adalah naiknya harga-harga komiditi secara umum yang disebabkan oleh tidak singkronnya antara program pengadaan komoditi produksi, penentuan harga,
pencetakan uang dan sebagainya dngan tingkat pendapatan yang dimiliki oleh masyarakat
31
. Inflasi merupakan presentasi kecepatan kenaikan harga-harga dalam suatu tahun tertentu. Atau dengan kata lain, adanya penurunan dari nilai mata uang
yang berlaku. Menurut Sukirno
32
terdapat tiga akibat penting dari inflasi yang terkait dengan investasi, yaitu:
a. Inflasi menimbulkan penanaman modal secara spekulatif, dalam hal ini pemilik modal cenderung menggunakan uangnya untuk investasi yang bersifat spekulatif.
Mereka menganggap membeli rumah atau menyimpan barang berharga lebih menguntungkan daripada investasi pada sektor produktif
b. Tingkat bunga meningkat sehingga mengurangi investasi, untuk menghindati penurunan dari nilai modal yang dipinjamkan. Makin tinggi nilai inflasi maka
makin tinggi pula tingkat bunganya. Tingkat bunga yang tinggi akan mengurangi kemauan pemilik modal untuk mengembangkan sektor-sektor profuktif. Apabila
dikaitkan dengan kinerja bank, maka dengan redahnya investasi maka akan menghambat likuditas bank, penyaluran dana jadi menurun dan secara otomatis
profit juga akan lebih kecil jika dana yang disalurkan semakin sedikit.
31
Iskandar Putong, “Teknik Pemanfaatan Analisis SWOT Tanpa Skala Industri A-SWOT- TSI”. Jurnal Ilmuan Ekonomi dan Bisnis, Vol. 8 no. 2, h. 65 – 72.
32
Sadono Sukirno, Pengantar Teori Ekonomi Makro Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1998.