dengan Financing to Deposit Ratio pada Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, hubungan terlihat positif tetapi tidak signifikan.
Tabel 4.17 Estimasi VECM Jangka Panjang dan Jangka Pendek BOPO
Variabel Koefisien
t-statistik keterangan
Jangka Pendek
CointEq1 0.03383
-0.38743 -
Industrial Production Index -1 0.15534
-0.84338 Tidak Signifikan
Inflasi -1 0.76047
-1.38521 Tidak Signifikan
BI Rate -1 3.97082
0.75897 Tidak Signifikan
IHSG -1 3.20142
-1.53685 Tidak Signifikan
Nilai Tukar -1 0.31146
1.90259 Tidak Signifikan
Jangka Panjang
Industrial Production Index -1 4.607623
6.20734 Signifikan
Inflasi -1 6.771608
3.44690 Signifikan
BI Rate -1 -1.837163
-0.36895 Tidak Signifikan
IHSG -1 -20.86969
-3.45756 Signifikan
Nilai Tukar -1 2.367383
4.81255 Signifikan
Sumber: Output Eviews 8 data diolah
Diperoleh nilai t-tabel sebesar 1,963683 maka dapat dilakukan analisis hubungan jangka pendek dan jangka panjang. Berdasarkan tabel di atas dalam jangka panjang,
Industrial Production Index IPI, inflasi dan nilai tukar memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap Biaya Operasional Pendapatan Operasional BOPO.
Sedangkan pada BI Rate dalam jangka panjang memiliki hubungan yang terlihat negatif dan tidak signifikan tehadap BOPO, adapun untuk variabel Indeks Harga
Saham Gabungan IHSG dalam jangka panjang memiliki hubungan yang negatif dan signifikan terhadap BOPO pada Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah di
Indonesia.
Pada analisis jangka pendek ini variabel Industrial Production Index, Inflasi BI Rate, Indeks Harga Saham Gabungan IHSG dan Nilai Tukar terdapat hubungan
dengan Biaya Operasional Pendapatan Operasional BOPO pada Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah dengan hubungan yang terlihat positif tetapi tidak
signifikan.
a. Impulse Respose Function IRF
Perilaku dinamis dari model VECM dapat dilihat melalui respon dari setiap variabel terhadap kejutan dari variabel lainnya. Impulse Respose Function IRF
memberikan gambaran bagaimana respon dari suatu variabel di masa mendatang jika terjadi gangguan pada suatu variabel lainnya. Dengan demikian, lamanya pengaruh
dari gangguan shock suatu variabel terhadap variabel lain dampak pengaruhnya hilang atau kembali ke titik keseimbangan dapat dilihat.
Menurut Juanda dan Junaidi
1
jika grafik impulse response menunjukan pergerakan yang semakin mendekati titik keseimbangan convergence atau kembali
ke keseimbangan sebelumnya, ini berarti respon suatu peubah akibat suatu guncangan makin lama akan menghilang sehingga guncangan tersebut tidak meninggalkan
pengaruh permanen terhadap peubah tersebut. Berikut hasil analisis impulse response function IRF.
1
Bambang Juanda dan Junaidi, Ekonometrika Deret Waktu Bogor: IPB Press. 2012, h. 157
Tabel 4.18 Nilai Impulse Respon Return on Asset ROA
Response of ROA: Period
ROA IPI
Inflasi BI Rate
IHSG Nilai
Tukar 1
0.344874 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 2
0.270500 0.060378 0.047893 -0.08488
0.038711 0.002579 3
0.248382 0.097232 0.069753 -0.09489
0.049780 0.019764 4
0.246630 0.076401 0.070964 -0.0865
0.052476 0.018000 5
0.257425 0.064247 0.066818 -0.08578
0.050283 0.015012 6
0.259063 0.067502 0.064601 -0.09015
0.051941 0.014357 7
0.256834 0.070045 0.064256 -0.09194
0.052762 0.014769 8
0.256282 0.070056 0.064036 -0.09185
0.052779 0.014914 9
0.256533 0.069552 0.063731 -0.09169
0.052704 0.014794 10
0.256683 0.069494 0.063560 -0.09177
0.052685 0.014729 Sumber: output eviews 8 data diolah
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa variabel return on asset ROA merespon shock yang diberikan variabel Industrial Production Index IPI, Inflasi, Indeks Harga
Saham Gabungan IHSG dan Nilai Tukar adalah positif diawal hingga akhir periode atau dapat dikatakan positif permanen. Sedangkan shock yang diberikan oleh variabel
BI Rate adalah negatif permanen atau negatif di awal periode sampai akhir periode. Grafik 4.1 menunjukan bahwa kecenderungan variabel Industrial Production
Index IPI, Inflasi, Indeks Harga Saham Gabungan IHSG dan Nilai Tukar berada diatas garis horizontal yang menunjukan bahwa variabel-variabel tersebut adalah
berdampak positif. Sedangkan untuk variabel BI Rate berada dibawah garis horizontal yang artinya bahwa variabel-variabel tersebut memberikan dampak
negatif.
Grafik 4.1 Respon ROA terhadap guncangan makroekonomi
-.2 -.1
.0 .1
.2 .3
.4
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Response of ROA to ROA
-.2 -.1
.0 .1
.2 .3
.4
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Response of ROA to IPI
-.2 -.1
.0 .1
.2 .3
.4
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Response of ROA to INFLASI
-.2 -.1
.0 .1
.2 .3
.4
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Response of ROA to BIRATE
-.2 -.1
.0 .1
.2 .3
.4
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Response of ROA to IHSG
-.2 -.1
.0 .1
.2 .3
.4
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Response of ROA to NILAITUKAR
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Dapat dilihat bahwa respon ROA terhadap guncangan yang diberikan oleh Industrial production index IPI, pada periode ke-3 shock yang diberikan adalah
sebesar 0,097232 yang berarti jika terjadi kenaikan pada IPI yang merupakan
indikator pengukur produksi output riil meningkat sebesar satu satuan akan mengakibatkan kenaikan pada return on asset 0,097. Semakin tinggi IPI maka
semakin tinggi pula ROA, hasil penelitian ini yang menunjukan guncangan pada IPI yang direspon positif ROA sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Silvia
2013 yang menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi memberikan pengaruh yang positif tetapi tidak signifikan dan sama seperti penelitian yang dilakukan oleh Sara
dan Nadeem 2013 di Pakistan. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Rismon dan Henny 2015 yang
menunjukan bahwa gross domestic product memberikan pengaruh negatif terhadap ROA. Tetapi hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang ada bahwa besarnya output
nasional merupakan tentang seberapa efisien sumber daya yang ada dalam perekonomian tenaga kerja, barang modal, uang dan kemampuan kewirausahaan
digunakan untuk memproduksi barang dan jasa. Secara umum makin semakin besar pendapatan suatu Negara, semakin baik efisiensi alokasi sumber daya ekonomi.
Shock yang diberikan Inflasi terhadap ROA positif sebesar 0,070964 pada periode ke-4 yang artinya jika terjadi kenaikan pada inflasi maka akan meningkatkan
ROA. Sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa jika inflasi diantisipasi penuh, maka tingkat suku bunga yang diberlakukan bank akan meningkat untuk meng-cover
risiko inflasi sehingga peningkatan pendapatan lebih cepat dibandingkan dengan peningkatan biaya, sehingga berdampak positif terhadap kinerja bank khususnya
tingkat profitabilitas. Hasil sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Silvia
2013, Rismon dan Henny 2015 bahwa inflasi memiliki pengaruh yang positif terhadap ROA. Tetapi penelitian yang dilakukan di Pakistan menunjukan hal yang
berbeda Sara dan Nadeem 2013 bahwa inflasi memberikan dampak yang negatif terhadap ROA.
Sama halnya dengan respon positif yang diberikan IHSG, dimana shock yang diberikan oleh IHSG pada periode ke-8 sebesar 0.052779 yang artinya kenaikan
IHSG sebesar satu satuan akan mengakibatkan kenaikan ROA sebesar 0,053. Guncangan pada pasar saham dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif,
jika antara kondisi pasar saham yang berkembang dengan kinerja bank saling melengkapi maka itu dapat memberikan dampak yang positif. hasil sejalan dengan
penelitian Budi 2009 yang menunjukan bahwa korelasi IHSG terhadap kinerja keuangan pada profitabilitas adalah positif.
Shock variabel nilai tukar yang diberikan adalah sebesar 0,019764 pada periode ke-3 yang berarti penguatan nilai tukar mata uang domestik akan meningkatkan ROA
sebesar 0,20. Penelitian ini sejalan dengan teori jika diasumsikan bank mengambil posisi terbuka disaat bank ada pada posisi membeli, keuntungan akan terjadi bila nilai
mata uang lokal menguat naik dan nilai dollar rendah menurun. Penelitian yang sudah dilakukan Budi 2009 menunjukan hasil yang serupa bahwa nilai tukar rupiah
terhadap dollar AS positif.
Mengenai guncangan yang respon negatif permanen oleh return on asset diantaranya BI Rate jika dilihat pada hasil uji IRF periode ke-3 sebesar -0,09489 yang
berarti jika terjadi kenaikan pada BI Rate maka akan menurunkan ROA sebesar 0,095. Hasil penelitian ini didukung oleh temuan pada penelitian yang dilakukan
oleh Ahmad 2015 yang menyatakan bahwa BI Rate memberikan pengaruh yang negatif terhadap return on asset. Sejalan dengan teori yang ada bahwa tingkat suku
bunga akan mempengaruhi keputusan untuk melakukan investasi, apakah pemilik modal akan berinvestasi pada real asset ataukah pada financial asset, tingkat suku
bunga akan mempengaruhi keberlangsungan usaha pihak bank dan lembaga keuangan lainnya.
Tabel 4.19 Nilai Impulse Respon Financial to Deposit Ratio FDR
Response of FDR: Period
FDR IPI
Inflasi BI Rate
IHSG Nilai
Tukar 1
3.243038 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
2 2.539387 0.472170 0.818657
-0.26578 0.605766
0.113868 3
2.291988 0.405236 0.894259 -0.082
0.524369 0.103223
4 2.417454 0.135607 0.889576
-0.01075 0.434943
0.098601 5
2.502948 0.151385 0.909928 -0.04913
0.498087 0.111405
6 2.479306 0.154493 0.913302
-0.06421 0.527656
0.107313 7
2.482605 0.142943 0.903749 -0.06706
0.522790 0.105616
8 2.487605 0.146526 0.900561
-0.07277 0.525170
0.106094 9
2.485301 0.150022 0.899181 -0.07518
0.527064 0.105784
10 2.484466 0.150192 0.897941
-0.07543 0.526233
0.105534 Sumber: output eviews 8 data diolah
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa variabel Financial to Deposit Ratio FDR merespon shock yang diberikan variabel Industrial Production Index IPI, Inflasi,
Indeks Harga Saham Gabungan IHSG dan Nilai Tukar adalah positif diawal hingga akhir periode atau dapat dikatakan positif permanen. Sedangkan shock yang diberikan
oleh variabel BI Rate adalah negative permanen atau negatif di awal periode sampai akhir periode.
Grafik 4.2 Respon FDR terhadap guncangan makroekonomi
-1 1
2 3
4
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Response of FDR to FDR
-1 1
2 3
4
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Response of FDR to IPI
-1 1
2 3
4
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Response of FDR to INFLASI
-1 1
2 3
4
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Response of FDR to BIRATE
-1 1
2 3
4
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Response of FDR to IHSG
-1 1
2 3
4
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Response of FDR to NILAITUKAR
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Grafik 4.2 menunjukan bahwa kecenderungan variabel Industrial Production Index IPI, Inflasi, Indeks Harga Saham Gabungan IHSG dan Nilai Tukar berada
diatas garis horizontal yang menunjukan bahwa variabel-variabel tersebut adalah berdampak positif. Sedangkan untuk variabel BI Rate berada dibawah garis
horizontal yang artinya bahwa variabel tersebut memberikan dampak negatif terhadap financial to deposit ratio.
Mengenai respon FDR terhadap variabel yang memberikan respon positif permanen diantarnya industrial production index IPI adalah positif permanen, pada
period k-2 shock yang diberikan adalah sebesar 0,472170 yang berarti jika terjadi kenaikan pada IPI yang merupakan indikator pengukur produksi output riil
meningkat mengakibatkan kenaikan pada financial to deposit ratio 0,47. Semakin tinggi IPI maka semakin tinggi juga FDR. Begitu juga dengan respon tehadap Inflasi,
shock yang diberikan sebesar 0,913302 pada periode ke-6 yang artinya jika terjadi kenaikan pada inflasi maka akan meningkatkan FDR.
Sama halnya dengan respon yang diberikan IHSG, dimana shock yang diberikan oleh IHSG pada periode ke-2 sebesar 0,605766 yang artinya kenaikan IHSG sebesar
satu satuan akan mengakibatkan kenaikan FDR sebesar 0,605. Shock yang diberikan variabel nilai tukar adalah sebesar 0,113868 pada periode ke-2 yang berarti
penguatan nilai tukar mata uang domestik sebesar 1 akan meningkatkan FDR sebesar 0,114. Hal ini sejalan dengan penelitian yang sudah dilakukan oleh Rinal
2006 bahwa nilai tukar berpengaruh positif terhadap FDR.
Adapun respon financial to deposit ratio terhadap guncangan shock BI rate negative permanen yang mana responnya sebesar -0,265777 pada periode ke-2 yang
artinya jika terjadi kenaikan pada BI rate sebesar satu satuan maka hal itu akan menurunkan financial to deposit ratio sebesar 0,265. Hasil tersebut sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Rinal 2006 dan Budi 2009 yang menyatakan bahwa suku bunga memberikan dampak yang negatif terhadap FDR.
Tabel 4.20 Nilai Impulse Respon Biaya Operasional Pendapatan Operasional
BOPO
Response of BOPO: Period
BOPO IPI
Inflasi BI Rate
IHSG Nilai
Tukar 1
3.873528 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 2
1.650935 0.100802
-0.15963 0.153218
-0.14092 0.893808
3 1.778997
0.988736 0.159434
0.041377 -0.10616
0.49176 4
1.673461 0.719445
0.291003 0.502153
-0.25164 0.495022
5 1.680588
0.77332 0.460041
0.640806 -0.35818
0.49161 6
1.684044 0.759233
0.556822 0.750745
-0.39909 0.49689
7 1.702586
0.741957 0.607909
0.810863 -0.42553
0.49676 8
1.712489 0.728307
0.632136 0.839375
-0.43816 0.500537
9 1.719067
0.722414 0.642365
0.849557 -0.44258
0.50244 10
1.722598 0.718682
0.645355 0.852737
-0.44365 0.503507
Sumber: output eviews 8 data diolah Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa variabel Biaya Operasional Pendapatan
Operasional BOPO merespon shock yang diberikan variabel Indeks Harga Saham Gabungan IHSG adalah negatif diawal hingga akhir periode atau dapat dikatakan
negatif permanen.
Jika melihat hasil IRF pada BOPO merespon positif secara permanen yang artinya dari awal periode hingga akhir periode bernilai positif terhadap guncangan
variabel Industrial Production Index, BI rate dan Nilai Tukar. Adapun untuk variabel Inflasi hanya pada periode ke-2 yang memberikan guncangan negatif, untuk periode
selanjutnya sampai akhir periode memberikan guncangan yang positif terhadap biaya operasional pendapatan operasional.
Mengenai respon BOPO terhadap variabel yang memberikan guncangan positif permanen adalah BI rate, pada akhir periode memberikan respon terhadap BOPO
sebesar 0,852737 berarti jika terjadi kenaikan pada BI rate sebesar satu satuan mengakibatkan kenaikan pada biaya operasional pendapatan operasional sebesar
0,85. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Dadang dkk 2014 bahwa BI Rate memberikan pengaruh yang positif terhadap BOPO. Teori
mengatakan jika terjadi inflasi, otoritas moneter akan mengambil kebijakan dengan memainkan instrument moneter seperti menaikan tingkat suku bunga. Akibatnya
bank konvensional akan menaikan tingkat suku bunga nya sehingga deposan yang memiliki mindset rational akan menarik dananya dari bank syariah dan
memindahkannya ke bank konvensional, maka hal tersebut dapat meningkatkan BOPO.
Guncangan variabel nilai tukar di respon positif dan permanen oleh BOPO, pada akhir periode sebesar 0,503507 yang artinya jika terjadi penguatan nilai tukar rupiah
maka akan mengakibatkan kenaikan pada biaya operasional pendapatan operasional
sebesar 0,50. Berbeda dengan IHSG yang memberikan shock pada BOPO dengan negatif permanen, shock yang diberikan pada akhir periode sebesar -0.443648 berarti
jika terjadi kenaikan pada IHSG sebesar satu satuan maka akan menurunkan BOPO sebesar 0,44.
Inflasi memberikan shock yang di respon positif, tetapi pada periode ke-2 guncangan yang terjadi di respon negatif oleh BOPO. Jadi ketika terjadi guncangan
pada inflasi di periode ke-2 sebesar -0.159631 maka akan mengakibatkan penuruan sebesar 0,16 terhadap BOPO.
Grafik 4.3 menunjukan bahwa variabel Industrial Production Index, BI rate dan nilai tukar kecenderungan variabel tersebut berada diatas garis horizontal yang
menunjukan bahwa variabel tersebut adalah berdampak positif. Sedangkan untuk variabel IHSG berada dibawah garis horizontal yang mengindikasikan bahwa variabel
tersebut memberikan dampak yang negatif. Melihat pada grafik tersebut, beberapa variabel lainnya berada pada posisi yang
fluktuatif. Pada satu periode berada dibawah garis horizontal sedangkan periode lainnya ada diatas garis horizontal seperti yang terjadi pada inflasi.
Grafik 4.3 Respon BOPO terhadap guncangan makroekonomi
-1 1
2 3
4
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Response of BOPO to BOPO
-1 1
2 3
4
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Response of BOPO to IPI
-1 1
2 3
4
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Response of BOPO to INFLASI
-1 1
2 3
4
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Response of BOPO to BIRATE
-1 1
2 3
4
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Response of BOPO to IHSG
-1 1
2 3
4
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Response of BOPO to NILAITUKAR
Response to Cholesky One S.D. Innovations
b. Variance Decompotion VD
Analisis Variance Decompotion VD atau analisis dekompsisi bermanfaat untuk menjelaskan kontribusi dari masing-masing variabel terhadap guncangan yang
ditimbulkannya terhadap variabel endogen utama yang diamati. Analisis ini digunakan untuk memprediksi seberapa besar kontribusi varians setiap variabel
berpengaruh tehadap variabel lainnya pada saat ini dan periode kedepannya. Berikut ini hasil analisis Variance Decompotion untuk melihat pengaruh variabel
makroekonomi yaitu industrial production index, inflasi, BI rate, indeks harga saham gabungan dan nilai tukar terhadap kinerja keuangan perbankan yang dilihat dari rasio
return on asset, financial to deposit ratio dan biaya operasional pendapatan operasional.
Tabel 4.21 Hasil analisis Variance Decompotion VD Return on Asset ROA
Variance Decomposition of ROA: Period
S.E. ROA
IPI Inflasi
BI Rate IHSG
Nilai Tukar 1
0.344874 100.0000
0.000000 0.000000
0.000000 0.000000
0.000000 2
0.456387 92.23146
1.750193 1.101204
3.458798 0.719439
0.003192 3
0.547801 84.57639
4.365259 2.385687
5.401291 1.325127
0.132383 4
0.621044 81.57434
4.909752 3.161832
6.142540 1.744954
0.187000 5
0.687584 80.56647
4.878521 3.523840
6.567605 1.958353
0.200227 6
0.749541 79.74365
4.916372 3.708186
6.973311 2.128177
0.205183 7
0.806601 78.99928
4.999512 3.836720
7.320873 2.265614
0.210708 8
0.859701 78.42843
5.065024 3.932220
7.585896 2.371279
0.215579 9
0.909678 78.00030
5.108365 4.002855
7.791173 2.453555
0.218992 10
0.957072 77.65934
5.142198 4.057262
7.958019 2.519600
0.221525 Sumber: output eviews 8
Tabel 4.21 diatas menjelasakan hasil uji VD dimana pada periode pertama return on asset dipengaruhi oleh return on asset itu sendiri. Namun seiring bertambahnya
periode, variabel-variabel lain mulai mempengaruhi ROA walaupun besarnya tidak sebesar pengaruh return on asset itu sendiri.
BI rate memberikan pengaruh terbesar kedua setelah variabel ROA, dimana awal periode pengaruhnya sebesar 3,45 persen dan terus meningkat sampai akhir periode
pengaruhnya sebesar 7,96 persen terhadap pertumbuhan return on asset. Pengaruh yang paling kecil diberikan oleh variabel nilai tukar terhadap ROA sebesar 0,22
persen di akhir periode, adapaun untuk variabel lainnya yang dilihat dari uji variance decompotion mengenai variabel industrial production index berada diurutan ke-3
pengaruhnya terhadap return on asset sebesar 5,14 persen pada akhir periode. Selanjutnya untuk pengaruh inflasi berada pada urutan ke-4 terhadap return on asset,
adapun variabel indeks harga saham gabungan memberikan pengaruh sebesar 2,52 persen dengan nilai tersebut pengaruhnya tidak terlalu besar terhadap return on asset.
Tabel 4.22 Hasil analisis Variance Decompotion VD Financial to Deposit Ratio FDR
Variance Decomposition of FDR: Period
S.E. FDR
IPI Inflasi
BI Rate IHSG
Nilai Tukar 1
3.243038 100.0000
0.000000 0.000000
0.000000 0.000000
0.000000 2
4.280487 92.59504
1.216774 3.657778
0.385521 2.002734
0.070764 3
4.987617 89.31785
1.556342 5.908820
0.310981 2.580426
0.094953 4
5.633147 88.43682
1.278032 7.125988
0.244156 2.619064
0.105076 5
6.253898 87.76974
1.095509 7.898530
0.204265 2.759262
0.116984 6
6.812580 87.20900
0.974624 8.453408
0.181020 2.925158
0.123397 7
7.328131 86.84694
0.880363 8.826745
0.164820 3.036995
0.127417 8
7.811217 86.57903
0.810025 9.097918
0.153744 3.124990
0.130592 9
8.265482 86.36501
0.756379 9.308840
0.145583 3.197556
0.133012 10
8.695636 86.19503
0.713230 9.476977
0.139061 3.255258
0.134907 Sumber: output eviews 8
Tabel 4.22 diatas menjelasakan hasil uji VD dimana pada periode pertama financial to deposit ratio dipengaruhi oleh financial to deposit ratio itu sendiri.
Namun seiring bertambahnya periode, variabel-variabel lain mulai mempengaruhi FDR walaupun besarnya tidak sebesar pengaruh financial to deposit ratio tersebut.
Inflasi memberikan pengaruh terbesar kedua setelah variabel FDR, dimana awal periode pengaruhnya sebesar 3,66 persen dan terus meningkat sampai akhir periode
pengaruhnya sebesar 9,47 persen terhadap pertumbuhan financial to deposit ratio. Pengaruh yang paling kecil diberikan oleh variabel nilai tukar terhadap FDR sebesar
0,07 persen, adapun untuk variabel lainnya yang dilihat dari uji variance decompotion mengenai variabel indeks harga saham gabungan berada diurutan ke-3 pengaruhnya
terhadap financial to deposit ratio sebesar 3,25 persen pada akhir periode. Selanjutnya untuk pengaruh industrial production index berada pada urutan ke-4
terhadap financial to deposit ratio yang mana pada awal periode memberikan pengaruh sebesar 0,71 persen. Adapun variabel BI rate ada pada urutan ke-5 yang
memberikan pengaruh sebesar 0,13 persen diakir periode terhadap FDR.
Tabel 4.23 Hasil analisis Variance Decompotion VD Biaya Operasional
Pendapatan Operasional BOPO
Variance Decomposition of BOPO: Period
S.E. BOPO
IPI Inflasi
BI Rate IHSG
Nilai Tukar 1
3.873528 100.0000
0.000000 0.000000
0.000000 0.000000
0.000000 2
4.671089 93.42044
0.426228 1.332314
1.173759 0.279233
3.051267 3
5.429712 93.48739
0.419749 1.736556
0.904636 0.239181
2.854564 4
6.105941 92.54541
0.455224 2.192017
1.013721 0.232407
3.140942 5
6.697598 92.16762
0.454820 2.365931
1.102203 0.278821
3.278436 6
7.251702 91.79279
0.532759 2.439198
1.201875 0.300330
3.404349 7
7.768622 91.50168
0.567514 2.463707
1.323094 0.332304
3.504142 8
8.252967 91.26987
0.600251 2.464736
1.428794 0.359701
3.585391 9
8.711835 91.08375
0.625674 2.456813
1.521639 0.383002
3.649820
10 9.147697
90.93122 0.644535
2.446716 1.601607
0.403213 3.703301
Sumber: output eviews 8
Tabel 4.23 diatas menjelasakan hasil uji VD dimana pada periode pertama biaya operasional pendapatan operasional dipengaruhi oleh biaya operasional pendapatan
operasional itu sendiri. Namun seiring bertambahnya periode, variabel-variabel lain mulai mempengaruhi BOPO walaupun besarnya tidak sebesar pengaruh biaya
operasional pendapatan operasional tersebut. Nilai tukar memberikan pengaruh terbesar kedua setelah variabel BOPO, dimana
awal periode pengaruhnya sebesar 3,05 persen dan meningkat sampai akhir periode pengaruhnya sebesar 3,70 persen terhadap pertumbuhan biaya operasioanal
pendapatan operasional. Pengaruh yang paling kecil diberikan oleh variabel indeks harga saham gabungan yang nilainya hanya sebesar 0,40 persen pengaruhnya
terhadap biaya operasional pendapatan operasional BOPO, adapun untuk variabel lainnya yang dilihat dari uji variance decompotion diantaranya variabel inflasi berada
diurutan ke-3 pengaruhnya terhadap biaya operasional pendapatan operasional sebesar 2,45 persen pada akhir periode. Selanjutnya untuk pengaruh BI rate berada
pada urutan ke-4 terhadap biaya operasional pendapatan operasional dimana pengaruhnya sebesar 1,60 persen, adapun variabel IPI memberikan pengaruh yang
rendah terhadap BOPO dengan ada pada urutan ke-5 sebesar 0,64 persen pengaruhnya terhadap biaya operasional pendapatan operasional BOPO.
106
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan tujuan meneliti pengaruh guncangan makroekonomi terhadap kinerja keuangan yang dilihat dari return on
asset, financial to deposit ratio dan biaya operasional pendapatan operasional untuk jangka pendek dan jangka panjang. Dengan menggunakan data time series dengan
model vector error correction model VECM pada software eviews 8 maka didapatkan kesimpulan hasil penelitian ini, yakni:
1. Pengaruh jangka pendek kondisi makroekonomi Industrial Production Index, inflasi, BI rate, Indeks Harga Saham Gabunga dan nilai tukar terhadap kinerja
keuangan yang melihat pada rasio profitabilitas Return on Asset, likuiditas Financial to Deposit Ratio dan efisiensi Biaya Operasional Pendapatan
Operasional bersama-sama menunjukan hubungan yang positif tetapi tidak signifikan.
2. Pengaruh jangka panjang yang menggambarkan kondisi makroekonomi terhadap kinerja keuangan perbankan syariah di Indonesia secara umum menunjukan
hubungan yang siginfikan. Adapun yang memberikan pengaruh positif adalah BI
107 Rate dan indeks harga saham gabungan IHSG terhadap rasio profitabilitas dan
likuiditas, variabel industrial production index, inflasi dan nilai tukar memberikan
pengaruh positif terhadap rasio efisiensi, variabel harga minyak mentah dunia yang berpengaruh positif terhadap rasio profitabilitas. Kemudian jika melihat
hubungan negatif dan signifikan ditunjukan oleh variabel industrial production index, inflasi dan nilai tukar terhadap rasio profitabilitas ROA dan likuiditas
FDR , variabel BI Rate dan IHSG terhadap rasio efisiensi BOPO. 3. Pada hasil impulse response function, secara umum guncangan shock dari
kondisi makroekonomi direspon oleh kinerja keuangan perbankan syariah yang dilihat dari rasio profitabilitas ROA, likuiditas FDR dan efisiensi BOPO di
Indonesia baik secara positif maupun negatif dengan lamanya shock yang diberikan permanen ataupun tidak permanen. Adapun dari hasil variance
decompotion pada forecast yang dilakukan, indikator kinerja keuangan perbankan syariah tidak banyak dipengaruhi oleh kondisi makroekonomi, kemungkinan
variabel lain yang di luar makroekonomi yang lebih berpengaruh terhadap kinerja keuangan perbankan syariah di Indonesia.
B. Saran
Dari hasil penelitian ini dan pembahasan di atas, maka penulis menyarankan beberapa hal berikut:
1. Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah di Indonesia agar dapat terus menganalisis kinerja keuangan setiap periode dengan mengamati perkembangan
kondisi perekonomian nasional dan internasional. Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syaiah di Indonesia terus mengingkatkan kinerja keuangan dalam beberapa
hal diantaranya tingkat profitabilitas, menjalankan tugas sebagai media intermediasi yang lebih baik lagi dalam penyaluran dana nya, meningkatkan
tingkat efisiensi bank dan memperhatikan pergerakan kondisi makroekonomi pada saat membuat pertimbangan dalam pengambilan keputusan serta
perencanaan dimasa yang akan datang agar siap menghadapi resiko yang ditimbulkan dari guncangan kondisi makroekonomi di Indonesia maupun
internasional. 2. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat memperluas penelitian dengan
menambah periode penelitian dan menambahkan variabel internal yang dapat mempengaruhi kinerja keuangan Perbankan Syariah di Indonesia, memperbanyak
jumlah sampel dengan menambahkan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah atau melakukan studi komparasi dengan Perbankan Syariah di Negara lain.