disebabkan oleh semakin langkanya kalong kapauk yang membantu proses penyerbukan durian.
Gambar 28 Penyebab berkurangnya produksi durian berdasarkan wawancara petani durian n=59.
5.10 Pembahasan umum
5.10.1 Kalong kapauk
Meskipun memerlukan biaya awal yang besar Rp 500.000-600.000 untuk membeli jaring jala, pemburu lebih memilih menggunakan alat ini karena hasil
tangkapan lebih banyak dan kalong kapauk didapat dalam keadaan hidup. Selain itu jaring juga dapat bertahan dalam waktu yang lama lebih dari 10 tahun,
sehingga dapat dipergunakan secara turun temurun. Perburuan kalong kapauk dengan menggunakan jaring sudah umum terjadi dan juga dapat dijumpai di
Sulawesi, Malaysia Serawak, Thailand, dan Vietnam Mickleburgh et al. 2009. Hasil penelitian Mickleburgh et al. 2009 menyatakan, selain menggunakan
jaring, perburuan kalong kapauk juga dilakukan dengan menggunakan layangan yang diberi mata kail pancing pada talibenangnya, ketapel, panah, tongkat
pemukul, tiang bambu yang diikatkan pengait pada bagian ujung, dan perekat yang ditempelkan di cabang pohon.
Perburuan kalong kapauk dengan menggunakan jaring dilakukan di sekitar tumbuhan pakan dan di punggung bukit, yaitu dengan memasang jaring di lorong-
lorong yang sengaja dibuat dengan menumbang sejumlah pohon untuk dilalui kalong kapauk. Perburuan di sekitar tumbuhan pakan dilakukan karena di tempat
tersebut banyak dijumpai kalong kapauk yang posisi terbangnya lebih rendah, sedangkan perburuan di punggung bukit dilakukan dengan tujuan menjerat kalong
kapauk yang melintas di bukit tersebut. Menurut pengalaman peburu, untuk
melintasi daerah perbukitan ketika dalam kondisi sedang mencari makan kalong kapauk cenderung lebih memilih jalur yang lebih rendah dan terbuka lorong-
lorong. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suyanto 2001, dimana kelelawar lebih menyukai daerah yang terbuka untuk dilalui, karena dapat menggunakan sayapnya
terbang dengan bebas. Kalong kapauk dikenal sangat menyukai bunga durian. Di dalam dan
sekitar KHBT banyak dijumpai tumbuhan durian, bahkan pada tahun 2008 luasnya mencapai sekitar 3.197,88 ha BPS 2009. Tumbuhan durian tersebut
tersebar di kebun karet milik masyarakat dan di kawasan hutan. Dengan demikian lokasi perburuan kalong kapauk oleh masyarakat di dalam dan sekitar KHBT
dilakukan di kebun karet dan kawasan hutan yang di dalamnya terdapat tanaman durian.
Musim perburuan kalong kapauk di dalam dan sekitar KHBT bersamaan dengan musim bunga durian yang terjadi secara menyeluruh serentak, karena
penyebaran kalong kapauk umumnya mengikuti ketersediaan sumber pakannya Liat 1966; Payne et al. 1985 diacu dalam Kunz Jones 2000. Hasil wawancara
kepada pemburu dan petani durian menunjukkan bahwa musim bunga durian sekarang ini cukup bervariasi dan sulit diprediksi, namun sebahagian besar
responden mengatakan musim bunga durian terjadi pada bulan Juli-Agustus. Perburuan kelelawar pada musim bunga durian juga terjadi di Kalimantan Tengah,
yaitu sekitar bulan November-Desember Struebig et al. 2007. Meskipun berlangsung musiman, perburuan kalong kapauk di dalam dan
sekitar KHBT belum dapat dikatakan lestari, karena umumnya masa kelahiran bayi kalong kapauk terjadi pada saat sumber pakannya melimpah Lecagul
McNeely 1977; Fujita 1988; Azlan at al. 2001; Struebig et al. 2007. Perburuan kalong kapauk yang terjadi bersamaan dengan masa perkembang biakannya dapat
mengakibatkan penurunan populasi, karena kurangnya kesempatan untuk berkembang biak. Selain itu perburuan kalong kapauk yang terjadi musiman ini
juga dilakukan setiap malam, sehingga semakin mempercepat laju penurunan populasi kalong kapauk.
Perburuan kalong kapauk pada malam hari dilakukan dengan alasan aktivitas kalong kapauk yang tinggi pada malam hari, sehingga memudahkan
untuk menemukan dan memburu hewan tersebut. Perburuan pada siang hari juga dapat dilakukan di sekitar pohon sarang. Namun itu tidak terjadi karena pemburu
tidak mengetahui lokasi pohon sarang tersebut. Kalong kapauk umumnya tinggal di tajuk pohon yang tinggi, memiliki cabang-cabang yang banyak dan menyebar
luas, serta aman dari gangguan manusia Liat 1966; Dharmawan 1987; Suyanto 2001.
Jumlah orang yang ikut serta dalam perburuan kalong kapauk mempengaruhi hasil tangkapan. Jumlah pemburu dalam satu lokasi penjaringan
idealnya adalah 3 orang, dimana 2 orang bertugas menaikkan dan menurunkan jaring, sedangkan seorang lagi berperan dalam mengambil kalong kapauk yang
terperangkap di jaring. Jumlah pemburu yang terlalu banyak 5 −7 orang
menimbulkan suasana yang ramai, sehingga hasil tangkapan berkurang. Begitu pula dengan pemburu yang hanya satu orang saja dalam satu lokasi penjaringan,
akan kesulitan lama dalam menaikkan dan menurunkan jaring. Berdasarkan hasil penelitian ini, jumlah kalong kapauk yang diburu di
dalam dan sekitar KHBT dalam semalam sebanyak 9.041 ekor, dan dalam setahun jumlahnya sekitar 189.861 ekor Lampiran 9. Jumlah ini tergolong sangat besar,
dan metode wawancara saja sepertinya belum cukup. Perlu dilakukan survei lapangan lanjutan yang waktu pelaksanaannya dilakukan saat musim perburuan
kalong kapauk tiba. Namun dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa perburuan kalong kapauk terjadi di 42 desadusun, dengan jumlah kelompok pemburu
sebanyak 375 kelompok. Jumlah pteropus vampyrus natunae subspecies dari kalong kapauk yang diburu di salah satu lokasi perburuan di sekitar hutan
Palangkaraya pada tahun 2003 selama 30 hari adalah sebanyak 4.500 ekor Struebig et al. 2007.
Wawancara terhadap responden yang berprofesi sebagai pemburu menunjukan bahwa masyarakat di dalam dan sekitar KHBT melakukan perburuan
kalong kapauk untuk matapencaharian tambahan 62,32, sebagai hiburan 17,39, menganggap kalong kapauk sebagai hama 13,04, dan karena adanya
pesanan pembeli 7,25. Namun setelah ditelusuri lebih lanjut, ada 4 alasan utama yang menjadi pemicu terjadinya perburuan kalong kapauk di dalam dan
sekitar KHBT. Pertama, pada waktu-waktu tertentu jumlah kalong kapauk di
dalam dan sekitar KHBT melimpah jumlahnya dan mudah untuk diburu. Kedua, permintaan akan daging kalong kapauk di dalam dan sekitar KHBT tinggi, karena
rasa daging yang banyak disukai dan dipercaya berkhasiat obat. Ketiga, belum adanya aturan yang melarang perburuan kalong kapauk. Keempat, kalong kapauk
dianggap sebagai hama pertanian Kunz Jones 2000; Suyanto 2001. Perburuan kalong kapauk termasuk mudah untuk dilakukan karena
aktivitas perburuannya dapat dilakukan di kebun sendiri 38 responden; 55,07. dan dilakukan bersama anggota keluarga 21 responden; 30,43, sehingga
pendapatan yang diterima dari penjualan hasil buruan lebih banyak. Selain itu keberadaan kalong kapauk juga dapat diprediksi, karena kehadirannya bersamaan
dengan musim bunga atau buah Mickleburgh et al. 2009. Tingginya permintaan konsumen akan daging kalong kapauk menciptakan
sebuah peluang usaha bagi masyarakat di dalam dan sekitar KHBT untuk memburu dan memperdagangkan kalong kapauk. Begitu pula yang terjadi di
beberapa daerah di Kalimantan Tengah, kalong kapauk banyak diburu karena daging dan hati kalong kapauk dipercaya dapat mengobati penyakit asma
Struebig et al. 2007. Dari hasil penelitian sebanyak 26 responden 70,27 merasa ketagihan dan mengkonsumsi daging kalong kapauk secara teratur. Sama
halnya dengan hasil wawancara pedagang kalong kapauk yang seluruhnya mengatakan bahwa kalong kapauk selalu habis terjual.
Tingginya permintaan akan daging kalong kapauk juga membuat pemburu rela pergi berburu kalong kapauk ke daerah lain. Perburuan kalong kapauk di
Panti awalnya dilakukan oleh pemburu yang berasal dari Tano Tombangan, Kabupaten Tapanuli Selatan. Alat dan teknik berburunya sama, hanya saja waktu
perburuannya yang berbeda. Perburuan kalong kapauk di Panti berlangsung dari pukul 03.00-06.00 WIB, yaitu ketika kalong kapauk akan kembali ke pohon
sarang. Jumlah kelompok pemburu di Panti dalam satu malam sebanyak 15 kelompok. Jumlah kalong kapauk yang ditangkap dalam satu malam sekitar 225
ekor. Perburuan kalong kapauk juga kerap terjadi karena belum adanya
peraturan nasional yang melindungi kalong kapauk. Hal serupa juga terjadi di Malaysia Azlan at al. 2001; Burns 2009. Tidak ada perlindungan kalong kapauk
secara adat, bahkan perburuan sudah menjadi tradisi yang dilakukan secara turun temurun.
Kalong kapauk juga dianggap sebagai hama pertanian karena kalong kapauk mencari makan di kebun dan kurangnya informasi mengenai fungsi kalong
kapauk Suyanto 2001; Kencana 2002. Jumlah pemburu yang berburu kalong kapauk karena menganggapnya sebagai hama ada 9 responden 13,04. Hal ini
bertentangan dengan fungsi kelelawar yang sebenarnya berperan sebagai penyerbuk dan pemencar biji dari tanaman penting dan memiliki nilai ekonomis
tinggi Fujita Tuttle 1991; Kunz Jones 2000; Suyanto 2001. Perburuan kalong kapauk lebih diutamakan untuk tujuan kemersial dan
sebahagian kecil untuk konsumsi. Perdagangan kalong kapauk yang ditangkap di dalam dan sekitar KHBT bersifat lokal, sedangkan di Panti tidak. Hasil buruan
umumnya dijual kepada pengumpul. Kalong kapauk kemudian dijual ke daerah- daerah yang sebahagian besar masyarakatnya beragama Kristen, karena di daerah
ini peminat daging kalong kapauk banyak. Kalong kapauk hasil buruan di Panti dikirimdijual ke Tapanuli Tengah Gunung Marijo Kecamatan Pinangsori dan
Tapanuli Utara Pasar Sarulla Kecamatan Pahae Jae dan Onan hasang Kecamatan Pahae Julu, karena di Panti peminatpengkonsumsi kalong kapauk sedikit.
Pemburu lebih memilih menjual hasil tangkapannya kepada pengumpul karena harga yang ditawarkan pengumpul relatif stabil dan seluruh hasil
tangkapan pemburu dapat ditampung oleh pengumpul. Harga kalong kapauk dari pengumpul atau pedagangpengecer kepada pembeli kalong kapauk lebih tinggi
dibanding dengan harga kalong kapauk dari pemburu kepada pengumpul. Kenaikan harga tersebut dipengaruhi oleh risiko dan biaya lebih yang dikeluarkan
oleh pengumpul dan pedagangpengecer. Tidak jarang beberapa ekor kalong kapauk mati dalam pengiriman. Selain itu, pengumpul dan pedagangpengecer
juga harus mengeluarkan biaya untuk transportasipengangkutan. Pembeli kalong kapauk dari kalangan rumah tangga lebih banyak
jumlahnya bila dibanding dengan pembeli dari pemilik rumah makan dan warung tuak yang menjual kalong kapauk siap saji. Hal ini disebabkan oleh pembeli pada
umumnya tidak sanggup membeli kalong kapauk yang sudah diolah masak di rumah makan atau warung tuak. Harga seekor kalong kapauk yang masih hidup
berkisar Rp 15.000-40.000, sedangkan harga kalong kapauk siap saji berkisar Rp 5.000-10.000 per piring.
5.10.2 Lalai kembang dan kusing dayak