suatu merek memanfaatkan gerainya untuk mengkomunikasikan positioning
dan kegiatan branding nya kepada publik. Semakin premium suatu saluran distribusi, tentunya akan sangat selektif
dalam memilih atau mengundang suatu merek untuk membuka gerainya di saluran distribusi tersebut. Selain itu, penerapan zoning
akan sangat diperlukan, untuk memisahkan lokasi gerai merek premium dengan gerai merek yang bukan premium. Pun demikian
dengan merek premium, tentunya akan memilih saluran distribusi yang merepresentasikan image nya untuk memasarkan produk
sekaligus memperkuat positioning merek tersebut sebagai premium brand
. Dalam penelitian ini, saluran distribusi yang dimaksud adalah tiga
buah mal yang berlokasi di Jakarta. Ketiga mall tersebut adalah
Pondok Indah Mall , Grand Indonesia, dan Plaza Senayan,
dimana ketiganya memposisikan diri sebagai mal premium.
2.1. Perencanaan Distribution Channel The Body Shop
Bagi sebuah merek, sangatlah penting untuk menentukan distribution channel
yang tepat untuk memasarkan produknya. Saluran distribusi tersebut harus mampu merepresentasikan image
yang diusung
oleh merek
tersebut, sekaligus
mampu mengakomodir ekspektasi pelanggan. Sebagai merek yang sudah
mapan dan dikenal cukup baik oleh masyarakat, The Body Shop memiliki banyak keuntungan dari kuatnya merek yang dimiliki.
Dengan berbagai Unique Selling Proposition dan nilai – nilai sosial kemanusiaan yang dimiliki, menjadikan merek The Body Shop
telah mengakar kuat di benak publik, khususnya masyarakat Jakarta.
Maka tak heran, untuk menjaga agar brand image The Body Shop yang telah mengakar kuat ini tidak goyah, pihak
manajemen menerapkan beberapa kebijakan, salah satunya adalah selektivitas dalam memilih saluran distribusi. Sedangkan saluran
distribusi yang
dipilih, khususnya
mal, harus
mampu merepresentasikan image yang diusung The Body Shop, tanpa
membuatnya seolah – olah dingin, arogan, dan tak terjangkau, karena strategi positioning The Body Shop bukanlah premium
brand melainkan masstige brand. Selektivitas ini penting
dilakukan, karena di saat brand image dan awareness suatu merek sudah sedemikian kuat, managemen dihadapkan pada tuntutan
untuk mempertahankan image tersebut, dengan menerapkan strategi dan kebijakan yang justru tidak akan menjadi bumerang
bagi merek.
a. Mal Menawarkan Diri Pada The Body Shop Salah satu keuntungan dari kuatnya merek The Body Shop
menancap dalam benak masyarakat brand awareness adalah tingginya bargaining position The Body Shop di mata publik, tak
terkecuali pihak mal. Sehingga, justru pihak mal-lah yang meminta
The Body Shop untuk membuka gerainya di mal yang mereka kelola, bukan The Body Shop yang mengajukan penawaran untuk
membuka gerainya di dalam mal tersebut. Hal ini cukup menarik, karena sebagian besar tenant yang
mendapat keistimewaan tersebut adalah tenant merek premium skala internasional, yang tentu saja mampu mendongkrak citra mal
secara keseluruhan. Namun dalam kasus The Body Shop, merek ini sudah dianggap sedemikian kuat dan prospektif oleh pihak mal.
Hal ini dijelaskan oleh salah satu informan dari pihak internal The Body Shop, Andrei Aksana, yang mengatakan bahwa pihak mal lah
yang melakukan approaching dan nantinya The Body Shop yang akan memutuskan untuk mengambil atau tidak tawaran tersebut.
” Biasanya sebelum mal itu buka, mereka akan nawarin kita untuk menjadi salah satu tenant di mal tersebut. Selain itu, pihak mal juga akan kasih
tahu siapa saja tenant di sana dan siapa anchor nya. Jadi kalau anchor tuh kaya department store yang ada di mal itu. Kaya misal di Plaza Senayan
ada Metro dan Sogo, di Grand Indonesia ada Harvey Nichols dan Seibu, dan segala macem.” Andrei Aksana – GM PR Marketing The Body
Shop Indonesia, wawancara pada 1 November 2009
Ditambahkan oleh Andrei, banyaknya pihak mal yang meminta The Body Shop untuk membuka gerainya di mal yang mereka
kelola, dikarenakan kekuatan merek The Body Shop yang sudah sedemikian kuat.
”Kekuatan merek The Body Shop sudah ada di level dimana dia yang diminta oleh pihak mal untuk membuka gerainya. Jadi mereka yang selalu datang
ke kita.” Andrei Aksana – GM PR Marketing The Body Shop Indonesia, wawancara pada 1 November 2009
b. Pertimbangan Pemilihan Mal Seperti yang telah disebutkan di atas, implikasi dari kuatnya posisi
tawar The Body Shop adalah banyaknya mal premium yang justru meminta The Body Shop untuk membuka gerainya di dalam mal
yang mereka kelola. Namun, bagaimanapun, kehati – hatian dalam menerima tawaran tersebut tetap patut dikedepankan, karena tidak
semua mal cocok untuk The Body Shop. Pihak manajemen akan mempertimbangkan tawaran pihak mal tersebut, dengan
memperhatikan beberapa aspek, seperti aspek positioning, lokasi, heterogenitas tenant, dan anchor dari mal tersebut.
b.i. Positioning Mal Dalam memustuskan tawaran pihak mal kepada The Body
Shop dalam hal pembukaan gerai, positioning mal menjadi pertimbangan utama pihak internal perusahaan. Menurut
penjelasan salah satu informan, Andrei Aksana, suatu mal harus mampu mengakomodir aspirasi The Body Shop sebagai merek
yang ditujukan bagi pelanggan menengah ke atas. Menurutnya,
indikator untuk melihat positioning suatu mal adalah dari anchor dan tenant apa saja yang dimiliki oleh mal tersebut. Apabila di
dalam mal tersebut terdapat anchor department store maupun terlalu banyak tenant yang berpotensi merusak image The Body
Shop dan mal itu sendiri, The Body Shop tidak akan bersedia membuka gerainya di dalam mal tersebut. Andrei
pun mencontohkan, apabila anchor di dalam suatu mal adalah
Ramayana, pihak manajemen tidak akan melihat mal tersebut sesuai dengan aspirasi The Body Shop.
“Nah kalau di mal itu anchor nya Ramayana, berarti The Body Shop nggak bisa masuk ... berarti positioning mal itu nggak cocok dengan kita The
Body Shop” Andrei Aksana – GM PR Marketing The Body Shop Indonesia, wawancara pada 1 November 2009
Ramayana yang diidentikkan dengan anchor kelas menengah ke bawah tidaklah cocok dengan aspirasi The Body
Shop. Dari anchor tersebut, pihak manajemen The Body Shop mampu menarik kesimpulan, bahwa mal dengan Ramayana di
dalamnya, cenderung memiliki positioning menengah ke bawah. Dari situ terlihat, bahwa mal dengan positioning menengah ke
bawah bukanlah saluran distribusi yang dikehendaki oleh The Body Shop.
b.ii. Lokasi Mal Salah satu pertimbangan utama The Body Shop dalam memilih mal
untuk membuka gerainya adalah faktor lokasi. Masih menurut Andrei, lokasi mal tersebut haruslah strategis dan mudah
dijangkau, sehingga akan menghasilkan traffic yang baik bagi mal tersebut.
”…kita musti lihat lokasi mal tersebut. Di mana dia berada, environment nya seperti apa, akses menuju ke mal mudah tidak, traffic di dalam mal nya
seperti apa, strategis engga dia lokasinya. Pokoknya lokasi menjadi pertimbangan penting.” Andrei Aksana – GM PR Marketing The Body
Shop Indonesia, wawancara pada 1 November 2009
Traffic yang dimaksud dalam kutipan di atas adalah rata -
rata jumlah pengunjung yang datang ke mal tersebut setiap harinya. Menurut Andrei, lokasi yang kurang strategis akan mempengaruhi
traffic pengunjung. Apabila traffic pengunjung tidak sesuai dengan
harapan, tentunya akan mengurangi prospektivitas mal tersebut, yang akan berdampak pada keberlangsungan gerai The Body Shop
di dalamnya. Tak heran, faktor lokasi mal menjadi pertimbangan penting bagi pihak manajemen.
b.iii. Heterogenitas Tenant Sedangkan pertimbangan ketiga bagi The Body Shop dalam
memilih mal untuk membuka gerai adalah siapa saja tenant di
dalam mal tersebut. Hal ini penting, karena tenant – tenant yang ada merupakan representasi mal tersebut. Semakin premium suatu
mal, tentunya tak sembarangan dalam memilih dan menerima suatu merek.
“Selanjutnya adalah tenant dari mal itu siapa saja. Kita musti milih mal yang sesuai dengan aspirasi merek kita, yang bisa kita lihat dari tenant mix
nya.” Andrei Aksana – GM PR Marketing The Body Shop Indonesia, wawancara pada 1 november 2009
Tenant mix atau heterogenitas merek yang membuka
gerainya di dalam suatu mal, menjadi sebuah pertimbangan yang sangat penting bagi The Body Shop dalam menentukan apakah mal
tersebut sesuai dengan aspirasi The Body Shop. Hal ini dikarenakan, tenant mix
sangat berhubungan erat dengan positioning
sebuah mal. Apabila aspirasi mal tidak sesuai dengan The Body Shop, tentunya The Body Shop tidak akan memilih mal
tersebut sebagai saluran distribusinya.
b.iv. Anchor Sedangkan faktor terakhir yang menjadi pertimbangan The Body
Shop dalam memilih mal adalah anchor. Selain tenant, anchor atau yang biasa di sebut dengan department store juga menjadi penegas
untuk siapa mal tersebut ditujukan. Anchor dengan aspirasi
menengah ke bawah, menurut Andrei, tidaklah sesuai dengan aspirasi merek The Body Shop.
“Terakhir adalah anchor nya…kalau anchor nya Harvey Nichols, Metro, Sogo, Seibu…kita mau buka gerai…Seperti yang saya bilang, kalau
anchor nya semacam kaya Ramayana, kita ngga mau masuk.” Andrei
Aksana – GM PR Marketing The Body Shop Indonesia, wawancara pada 1 November 2009
2.2. Aspirasi Distribution Channel