“Successful positioning only can be achieved by adopting a costumer perspective, understanding how customers perceive products in the class
and how they attach importance to particular attributes.” Tadevosyan et
al, 2008:18
Sebelum melakukan analisa terhadap persepsi publik, penulis merasa bahwa analisa terhadap strategi positioning internal The Body Shop perlu
dilakukan. Maka dari itu, analisa strategi positioning The Body Shop, baik secara internasional ataupun nasional, akan penulis kemukakan berikut ini.
1. Analisa Positioning The Body Shop Secara Internasional
Pada awal berdiri sampai dengan awal 2000-an, The Body Shop merupakan merek perawatan tubuh dan kosmetik massal. Harga yang terjangkau,
target pasar yang kebanyakan adalah pejalan kaki, pelajar, dan masyarakat ekonomi menengah ke bawah, dan toko yang ”seadanya”, merupakan indikator
bahwa The Body Shop awalnya didesain untuk mejadi merek massal. Namun, sejak tahun 2004, merek ini melakukan reposisi pada positioning nya, khususnya
dari sisi Price-Value Mix Positioning, dengan menjadi merek masstige. Dengan reposisi ini,diharapkan The Body Shop mampu menanggalkan image produk
massal untuk kalangan menengah ke bawah. Selain itu, reposisi ini juga ditujukan untuk menjangkau aspirasi konsumen dengan lebih luas, mengingat ekspektasi
konsumen dan iklim persaingan cenderung berubah. Posisi merek massal yang melekat erat pada merek ini, mulai tahun 2004
berangsur – angsur pudar dengan strategi reposisi yang dilakukan dan
penyesuaian fisik merek, sehingga berubah menjadi merek dengan masstige positioning
. Peter Smith 2007, dalam artikelnya yang berjudul “Masstige : A New Profile of Consumption”, mengartikan masstige sebagai merek yang secara
image prestijius, namun massal dalam jumlah produknya.
“Masstige is a word used to refer to a massive and at the same time prestigious product, even if it may sound like a contradiction.”
www.livinginperu.com , diakses 8112009
Selain itu, masstige juga memiliki harga yang dapat menjangkau dua kelas yang berbeda, yaitu kelas menengah massal dan kelas menengah ke atas bahkan
kelas atas premium. Hal ini dikarenakan posisi masstige terletak di antara mass brand
dan premium brand, dengan harga di atas mass brand namun tetap di bawah premium brand
www.guardian.co.uk , diakses pada 8112009.
Reposisi yang dilakukan The Body Shop dari merek massal menjadi masstige
pun dilakukan bukan tanpa sebab. Menurut Pimpinan salah satu konsultan pemasaran terkemuka McKinsey’s Marketing Practice, John
T.Copeland, dalam artikelnya yang berjudul ”Successful Brand Repositioning”, reposisi tidak hanya mencakup pemenuhan kebutuhan fisik tangible dan emosi
intangible konsumen, namun juga harus memperhatikan dinamika persaingan situasi yang kemungkinan terjadi.
”When repositioning a brand, it’s essential for marketers to capture not just the emotional dan physical needs of the customer, but the dynamics of the
situation in which those needs occur. We John T. Copeland refer to this
as the Customer’s Point of Reference.” www.mckinsey.com
, diakses pada 28122009
Selain itu, Copeland 2001 menambahkan bahwa dalam mereposisi mereknya, sebuah perusahaan tidak boleh merubah positioning merek
terlalu jauh dari apa yang sudah konsumen kenal selama ini terhadap merek tersebut. Apabila produsen mereposisi merek terlalu jauh dari persepsi konsumen
sebelumnya, hal ini akan menciptakan kebingungan dalam benak konsumen. Dia mencontohkan, Gatorade yang merupakan minuman isotonik penghilang rasa haus
dan pengganti cairan tubuh, dipersepsikan konsumen sebagai minuman yang berhubungan dengan olah raga dan aktivitas fisik. Mereposisi Gatorade sehingga
memiliki asosiasi pertemanan dan kebersamaan, akan membingungkan persepsi konsumen dan dianggap reposisi tersebut terlalu jauh. Reposisi pun selayaknya
harus mendapatkan ”izin” dari konsumen. Sebagai contoh adalah merek Victoria’s Secret yang memiliki positioning keintiman dan sensualitas sebuah
merek lingerie, yang telah melekat kuat dalam benak konsumen. Akan sangat merusak positioning yang sudah ada, apabila merek ini tiba-tiba mengeluarkan
koleksi tas dan sepatu sebagai upaya dari brand extension.
Reposisi The Body Shop Internasional Sejalan Dengan Pendapat Copeland Dari pendapat John T. Copeland 2001 di atas, dapat dikatakan bahwa
reposisi sebuah merek tidak hanya mempertimbangkan aspek tangible dan intangible
merek untuk memenuhi kebutuhan konsumennya, namun juga harus mempertimbangkan dinamika persaingan pasar, maupun segala kemungkinan
dan situasi yang bisa terjadi. The Body Shop secara internasional pun mempertimbangkan reposisi mereknya juga berdasar dinamika persaingan dan
segala kemungkinan yang terjadi, dimana reposisi tersebut dilakukan antara lain karena semakin banyaknya kompetitor dan keinginan The Body Shop untuk
memperluas target pasar. The Body Shop juga mereposisi mereknya tidak terlalu jauh dari positioning sebelumnya, yakni hanya meningkatkan positioning dalam
koridor Price-Value Mix Positioning saja, sehingga menjadi lebih berkelas. i. Reposisi Karena Banyaknya Peniru me-too product
Penulis melihat, The Body Shop secara internasional telah mempertimbangkan dengan matang reposisi yang dilakukan.
Perubahan positioning dari mass brand menjadi masstige brand ini tidak hanya berlandaskan pada kebutuhan konsumen akan
pemenuhan aspek tangible dan intangible semata, namun juga dikarenakan dinamika pasar dan persaingan yang semakin
kompetitif. Banyaknya merek yang berusaha meniru konsep dan strategi pemasaran The Body Shop, atau yang lebih dikenal dengan
”me too product”, juga menjadi alasan utama The Body Shop melakukan penyegaran pada positioning nya. Meskipun demikian,
para kompetitor tersebut, menurut pihak The Body Shop, belum sepenuhnya meniru hati, jiwa, dan semangat The Body Shop.
ii. The Body Shop Menginginkan Perluasan Target Pasar Selain itu, terbatasnya konsumen The Body Shop apabila
merek ini tetap berada dalam ranah merek massal, akan membatasi
aspirasi konsumen The Body Shop, sehingga merek tersebut cenderung dikonsumsi hanya oleh warga kelas menengah.
Sementara dengan naiknya positioning ini, The Body Shop mampu menjangkau warga menengah ke atas dan kelas atas, sehingga akan
memperluas target pasar yang berujung pada meningkatnya profit. Di sisi lain, dengan positioning sebagai merek massal, hal ini juga
akan semakin menenggelamkan potensi The Body Shop untuk memenuhi aspirasi masyarakat ’berduit’ dan berpengaruh yang
notabene merupakan para opinion leader, yang keberadaannya sangat dibutuhkan oleh The Body Shop untuk menularkan values –
values merek ini kepada masyarakat luas.
iii. Reposisi The Body Shop Tidak Jauh dari Positioning Awal Dari penjelasan dan ilustrasi Copeland di atas, penulis pun
menemukan bahwa reposisi yang dilakukan The Body Shop terhadap brand nya, merupakan langkah yang tepat. The Body
Shop tidak merubah positioning terlalu jauh dari inti merek, yaitu sebagai merek yang berbahan dasar alami dan memiliki etika
bisnis. The Body Shop hanya merubah positioning nya dari sisi Price-Value Mix, yaitu dengan meningkatkan image merek
tersebut di mata konsumen sehingga menjadi lebih berkelas. Dengan demikian, peningkatan positioning dari massal menjadi
masstige , sejalan dengan pendapat dari Copeland 2001 dimana
reposisi sebaiknya tidak terlalu jauh dari positioning semula.
2. Analisa Positioning The Body Shop Secara Nasional