Pada dasarnya, dua kelompok ini member dan non member mempersepsi The Body Shop sebagai merek premium.
Hanya ada satu informan Fathia Syarief yang mempersepsi The Body Shop sesuai dengan strategi positioning internal perusahaan,
yaitu sebagai merek masstige. Berikut akan penulis jelaskan alasan para informan mempersepsi positioning The Body Shop.
3.3. Alasan Persepsi Member dan Non Member Terhadap Positioning The
Body Shop
Berdasarkan pemaparan data di atas, lima dari enam konsumen mempersepsikan positioning The Body Shop sebagai
merek premium. Namun, ada satu informan Fathia Syarief yang memposisikan The Body Shop sebagai merek masstige. Untuk itu,
dalam penjelasan berikut, penulis akan menjelaskan mengapa informan tersebut mempersepsi The Body Shop sebagai merek
masstige dan mengapa informan yang lain mempersepsi The Body
Shop sebagai merek premium.
a. The Body Shop Sebagai Masstige Brand Dari keenam informan dari pihak konsumen, satu – satunya yang
mempersepsi The Body Shop sebagai merek masstige adalah Fathia Syarif. Menurut Fathia, ada beberapa faktor yang mendasari
persepsi tersebut, antara lain USP, inovasi, servis, dan harga yang
diterapkan The Body Shop mampu memenuhi aspirasi masstige positioning
.
i. Produk Berbahan Alami dan Beretika Bisnis USP Menurut Fathia, salah satu faktor penyebab dia menganggap The
Body Shop sebagai merek yang memiliki posisi masstige adalah karena USP Unique Selling Proposition dan positioning The
Body Shop yang jelas, yaitu sebagai merek dengan bahan alami dan beretika bisnis. Pendapat Fathia mengenai positioning tersebut
masuk dalam koridor Positioning Through Attributes Benefits Gorchels, 2005, yang mengandung pengertian bahwa suatu
positioning di dasari pada atribut merek, seperti bahan baku,USP,
manfaat, fitur, dan lain sebagainya.
”.... dia The Body Shop positioning nya jelas gitu ya. Dia merupakan merek dengan bahan-bahan alami dan memiliki etika bisnis yang sangat bagus.
Kan jarang banget ya merek massal memiliki pemikiran sejauh itu.” Fathia Syarif – member The Body Shop People, wawancara pada 4
September 2009
Menurut Fathia, USP yang dimiliki oleh The Body Shop telah menjadi pembeda antara The Body Shop dengan merek – merek
kosmetik dan perawatan tubuh yang lain. Selain itu, bahan – bahan alami yang digunakan dan etika bisnis yang digalakkan The Body
Shop telah memisahkan merek ini dari kesan massal, dimana
menurut Fathia, merek massal tidak memiliki kepedulian sebesar The Body Shop.
ii. Inovasi Tidak hanya USP The Body Shop saja yang membuat Fathia
mempersepsikan The Body Shop sebagai merek masstige, namun juga karena inovasi yang dilakukan oleh merek ini. Inovasi,
khususnya pada pengembangan varian produk serta ukuran, dipandang Fathia sebagai salah satu indikator bahwa The Body
Shop lebih dari sekedar mass brand.
” Setiap produknya tuh aku lihat kayaknya resize sama varian produknya cukup banyak gitu ya. Dari sini aku lihat dia The Body Shop inovasinya
pesat banget, sedangkan suatu merek dengan inovasi secepat itu aku lihatnya yang lebih mengarah ke premium, tapi ngga yang premium
banget lah. Masih agak di bawah premium dikit.” Fathia Syarif – member The Body Shop People , wawancara pada 4 September 2009
iii. Servis Servis yang merupakan salah satu keunggulan The Body Shop
dalam melayani pelanggannya pun, menurut Fathia, juga berperan dalam persepsinya mengenai positioning The Body Shop sebagai
merek masstige. Hal ini ditambah dengan adanya suatu booth khusus di dalam gerai yang berfungsi bagi pelanggan yang ingin
mencoba suatu rangkaian produk The Body Shop seperti make up, wellbeing product
, massage oil, dll.
” Trus servisnya, bagus banget ya. Apalagi dia punya booth untuk kita experience treatment
atau make up lah. Jadi kita yang jadi customer tuh kaya dimanjain gitu.” Fathia Syarif – member The Body Shop People,
wawancara pada 4 September 2009
iv. Harga Bagaimanapun, harga merupakan salah satu penentu utama
positioning suatu merek. Hal ini disadari betul oleh Fathia yang
menganggap harga The Body Shop berada di atas harga merek massal.
” Harganya juga di atas harga rata-rata mass product.” Fathia Syarif – member The Body Shop People, wawancara pada 4 September 2009
b. The Body Shop Sebagai Premium Brand Pada bagian ini, dalam memaparkan data, penulis akan
menggabungkan alasan kelompok member dan non member mempersepsi The Body Shop sebagai merek premium. Patut
diingat, dua informan dari sisi member dan tiga informan dari sisi non member mempersepsi positioning The Body Shop sebagai
merek premium. Menariknya, ada beberapa faktor yang paling
menonjol dalam mempengaruhi persepsi para informan terhadap positioning
The Body Shop, yaitu faktor harga, lokasi, dan kepedulian The Body Shop terhadap lingkungan dan kemanusiaan
values. Penulis mengatakan ketiga faktor tersebut paling menonjol, dikarenakan, baik kelompok member maupun non
member berpendapat sama bahwa harga, lokasi, dan values yang dimiliki The Body Shop lah yang membuat merek ini premium.
i. Harga Faktor pertama yang paling dominan dalam mempengaruhi
persepsi informan dari kelompok konsumen adalah harga. Semua informan sepakat bahwa harga yang diterapkan The Body Shop
lebih tinggi dari merek massal, sehingga mereka mempersepsikan The Body Shop sebagai merek premium.
” Kupikir karena dia The Body Shop harganya masih mahal kalau dibandingkan dengan merek kosmetik dan perawatan tubuh yang lain.”
Retno Wulandari – member The Body Shop People, wawancara pada 4 November 2009
Pendapat yang sama juga diutarakan oleh Aditya Rangga, yang melihat bahwa harga The Body Shop berada di atas harga rata –
rata merek massal, yang merupakan merek yang kebanyakan dipakai oleh orang Indonesia.
“… segmented gitu, karena harganya juga di atas harga merek yang rata – rata orang kita pakai, yaitu mass brand.” Aditya Rangga – member The Body
Shop People, wawancara pada 8 Oktober 2009 Baik Retno Wulandari maupun Aditya Rangga melihat
bahwa harga yang diterapkan oleh The Body Shop untuk produk – produknya berada di atas rata – rata harga merek massal yang
sanggup dijangkau oleh sebagian besar konsumen Indonesia. Di sisi lain, ketiga informan dari kelompok member
memiliki pandangan yang sama bahwa harga The Body Shop lebih tinggi dibandingkan dengan merek – merek kosmetik dan
perawatan tubuh lain yang mampu dijangkau oleh sebagian besar konsumen Indonesia. Salah satunya adalah Alexander Sriewijono
yang melihat harga The Body Shop yang tinggi adalah dikarenakan konsekuensi dari added value yang terkandung oleh merek ini.
”Harga yang dibayarkan untuk nilai produknya juga telah mencakup added value
yang terkait dengan eco-friendly concern tersebut, dan konsumennya pun sudah tidak mempertanyakan harga produk yang relatif bisa lebih
mahal bila dibandingkan dengan produk sejenis dari kelompok mass brand
.” Alexander Sriwiejono – informan non-member, wawancara melalui email pada 18 Oktober 2009
Sedangkan Sofie Syarief berpendapat bahwa harga yang diterapkan oleh The Body Shop lebih tinggi dibanding dengan merek lain,
yang memiliki positioning sebagai merek massal.
”... harga The Body Shop juga untuk orang Indonesia terlalu mahal.” Sofie Syarief – informan non-member, wawancara pada 3 Oktober 2009
Sepaham dengan pendapat Sofie, Beril pun melihat bahwa harga produk – produk The Body Shop berada diluar jangkauan
sebagian besar konsumen Indonesia. Beril juga menilai bahwa merek massal identik dengan harga yang terjangkau. Sedangkan
harga The Body Shop tidak mudah dijangkau oleh konsumen kelas menengah.
” ... dari harganya juga bukan mass brand. Kalau mass brand kan yang affordable
. Sabun cuman berapa ribu perak. Cuman kalau The Body Shop kan engga. Jadi kategorinya termasuk premium brand.” Beril Masdiary –
informan non-member, wawancara pada 4 September 2009
Harga yang diterapkan oleh The Body Shop terhadap produk - produknya masih dipandang oleh kelima informan
tersebut cukup tinggi. Hal ini jika dibandingkan dengan rata – rata daya beli sebagian besar konsumen Indonesia yang aspirasinya
sudah terakomodasi dari merek menengah. Harga yang tinggi inilah yang menjadi salah satu penyebab persepsi kelima informan
di atas mengenai kepremiuman merek The Body Shop. ii. Lokasi
Faktor kedua yang paling menonjol dalam membentuk persepsi konsumen dalam melihat The Body Shop sebagai merek
premium adalah lokasi. Menurut Aditya Rangga, lokasi tempat The Body Shop membuka gerainya pun dia lihat sebagai lokasi yang
premium dan strategis. Walaupun The Body Shop tak jarang ditemukan di lokasi yang kurang sesuai untuk image yang
dipersepsikan oleh informan ini, namun dia menganggap bahwa itu adalah strategi marketing The Body Shop untuk lebih mendekatkan
diri pada konsumennya.
”Trus tempat dia jualan juga pasti di mal – mal yang berkelas. Walaupun mungkin di mal menengah juga ada, tapi ya itu mungkin strategi mereka
untuk lebih mendekatkan diri dengan pelanggan.” Aditya Rangga – member The Body Shop People, wawancara pada 7 Oktober 2009
Retno Wulandari pun memiliki pendapat yang sama dengan Aditya Rangga, bahwa The Body Shop memiliki lokasi – lokasi
penjualan yang strategis dan bergengsi. Adanya The Body Shop di beberapa mal dengan segmentasi menengah, menurut Retno,
adalah dikarenakan keinginan The Body Shop untuk mendekatkan diri pada konsumen sekaligus mengakomodir demand konsumen
yang cukup tinggi terhadap produk – produk The Body Shop.
” Aku lihat sih dia ada di mal menengah dan premium yah, tapi kan memang harga The Body Shop tuh macem – macem, mulai dari lip balm yang 50
ribu sampai produk-produk yang harganya 400 ribu. Ini strategi dia biar lebih dekat ke pelanggan sih menurut aku. Karena outlet dia banyak, yang
cari dia banyak, sementara kalau cuman buka di mal premium aja kaya Senayan City, atau Grand Indonesia aja ya sayang dong market seluas itu.”
Retno Wulandari – member The Body Shop People, wawancara pada 4 November 2009
Selain dari kelompok member, pendapat serupa juga muncul dari kelompok non member yang berpendapat bahwa
lokasi The Body Shop sangat berpengaruh dalam membentuk kepremiuman merek ini. Hal ini seperti yang diutarakan oleh Sofie
Syarief, bahwa The Body Shop berada di toko yang representatif.
” Dia The Body Shop berada di toko yang bagus....” Sofie Syarief – informan non-member, wawancara pada 3 Oktober 2009
Selain Sofie, informan yang lain yaitu Beril Masdiary melihat bahwa The Body Shop hanya dijual di mal – mal terkemuka.
”... The Body Shop cuman dijual di mal-mal terkemuka di Indonesia.” Beril Masdiary – informan non-member, wawancara pada 4 September 2009
Sebagai merek yang memposisikan diri sebagai masstige brand
, The Body Shop memilih saluran distribusi yang mengakomodir aspirasi positioning tersebut. Hal ini disadari pula
oleh keempat informan tersebut yang melihat The Body Shop dipasarkan di dalam gerai yang representatif yang terletak di mal –
mal terkemuka.
iii. Kepedulian The Body Shop Terhadap Lingkungan dan Kemanusiaan values
Faktor ketiga yang mempengaruhi peresepsi informan baik dari kelompok member maupun non member adalah values yang
dimiliki The Body Shop, dimana merek ini memiliki kepedulian besar terhadap isu – isu lingkungan, sosial, dan kemanusiaan.
Sebagai merek yang diciptakan oleh seorang aktivis lingkungan dan kemanusiaan, The Body Shop berkembang menjadi merek
yang selalu memperjuangkan kelestarian lingkungan dan orang – orang yang bergantung kepada lingkungan tersebut. Filosofi inilah
yang dipegang oleh The Body Shop sampai sekarang. Dan ternyata, filosofi The Body Shop ini dilihat oleh kedua informan
dari kelompok member Retno Wulandari dan Aditya Rangga sebagai salah satu faktor mengapa The Body Shop mereka
persepsikan sebagai merek premium. The Body Shop dinilai berbeda dengan merek kosmetik lain karena memiliki kepedulian
terhadap lingkungan dan komunitas, dimana merek massal jarang sampai ke ranah sana, bahkan merek premium pun sangat sedikit
yang memiliki kepedulian seperti The Body Shop. ”...Trus yang pasti, dia punya added value dari kampanye tentang lingkungan
dan kemanusiaan. Itu yang bikin dia beda dengan merek massal, bahkan jarang juga merek premium yang seperti The Body Shop.” Aditya Rangga
– member The Body Shop People, wawancara pada 8 Oktober 2009
Nilai – nilai sosial, lingkungan, dan kemanusiaan pun menjadi salah satu dasar Retno Wulandari melihat The Body Shop sebagai
merek yang unik. Hal ini ditambah dengan bahan – bahan alami yang dipakai The Body Shop, menjadikan merek ini tidak hanya
memiliki positioning lebih tinggi dibanding merek massal, namun juga memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri.
” Campaign dia yang pakai bahan alami, trus mengusung nilai-nilai sosial, kemanusiaan, lingkungan, itu yang bikin dia beda dengan merek kosmetik
lain. Itu jadi aspek emosional yang dia tonjolkan.” Retno Wulandari – member The Body Shop People, wawancara pada 4 November 2009
Penulis sempat menanyakan pendapat Retno Wulandari mengenai sebuah merek kosmetik yang memang memposisikan
diri sebagai merek premium, berharga premium, menyasar segmen premium, dan berbagai strategi permerekan yang memang
merepresentasikan image premium, seperti Lancome. Lancome adalah merek kosmetik terkemuka asal Perancis. Ketika penulis
meminta Retno untuk membandingkan Lancome dengan The Body Shop, pendapatnya tentang kepremiuman The Body Shop tidak
bergeming. Menurutnya, The Body Shop maupun Lancome sama – sama premium, namun yang membedakan diantara keduanya
adalah ada tidaknya ”nyawa” dalam kedua merek tersebut.
” Dia Lancome memang merek premium. Tapi yang buat The Body Shop beda, mereka punya nyawa. Sementara Lancome aku ngerasanya dia ngga
punya nyawa. Customer profile nya pun pasti kaya ibu-ibu arisan gitu. Bandingkan dengan The Body Shop yang sangat wise dan concern
terhadap alam dan manusia. Retno Wulandari – member The Body Shop People, wawancara pada 4 November 2009
Tidak hanya informan kelompok member saja yang menilai values The Body Shop sebagai salah satu faktor kepremiuman merek ini.
Informan dari kelompok non member pun berpendapat yang sama. Salah satu informan dari kelompok non member yang berpendapat
demikian adalah Beril Masdiary.
” Dia The body Shop punya kampanye sendiri yang dia angkat melalui packaging
nya, melalui tagline-tagline di tokonya. Jadi bikin dia kelihatan lux
, kelihatan care sama masalah-masalah sosial. Itu bikin The Body Shop beda dan persepsi orang tuh yang langsung mengidentikkan The Body
Shop dengan masalah-masalah sosial, dan produk untuk menengah ke atas….” Beril Masdiary – informan non-member, wawancara pada 4
September 2009
Pendapat Beril di atas sama dengan apa yang diutarakan oleh informan yang lain, Alexander Sriewijono. Menurut
Alexander, salah satu faktor penyebab dia mempersepsi The Body Shop sebagai merek premium adalah dikarenakan pencitraan merek
The Body Shop sebagai merek yang peduli terhadap isu – isu lingkungan, sosial dan kemanusiaan, serta kemampuan The Body
Shop untuk mempengaruhi pelanggannya untuk terlibat dalam aktivitas yang mereka lakukan, sebagai agent of change.
” salah satu faktor adalah Pencitraan produk dengan added value yang terkait dengan eco-friendly, dan juga emotional connection yang dibangun
dengan konsumennya sebagai community yang peduli akan bumi, lingkungan, dan kelestariannya.” Alexander Sriwiejono – informan non-
member, wawancara melalui email pada 18 Oktober 2009 iv. Persepsi Konsumen Indonesia Bahwa Merek Luar Negeri Adalah Merek
Premium Penilaian mengenai positioning The Body Shop ternyata tidak
hanya diambil dari perspektif internal merek ini semata. Namun, dua informan dari kelompok non member berpendapat bahwa
kepremiuman The Body Shop juga disebabkan oleh kecenderungan konsumen Indonesia yang menganggap setiap merek luar negeri
atau internasional sebagai merek yang premium, dan terkagum – kagum pada internasionalitas merek tersebut. Salah satu dari dua
informan yang menyatakan pendapat tersebut adalah Sofie Syarief.
” Orang Indonesia kan suka heboh ngeliat merek luar negeri, padahal belum tentu juga dia bagus.” Sofie Syarief – informan non-member, wawancara
pada 3 Oktober 2009
Sependapat dengan Sofie, Beril Masdiary pun melihat bahwa faktor perilaku konsumen Indonesia tersebut juga sedikit banyak
mempengaruhi persepsinya terhadap positioning The Body Shop sebagai merek premium.
”.... kalau di sini kan orang-orang Indonesia terlalu konsumtif dan terlalu terkagum-kagum pada produk dari luar, jadi itulah yang membuat
premium.” Beril Masdiary – informan non-member, wawancara pada 4 September 2009
Dari pendapat para informan, baik dari kelompok member maupun non member The Body Shop People, nampak bahwa
faktor – faktor yang paling menonjol yang mempengaruhi persepsi mereka terhadap kepremiuman The Body Shop adalah faktor
harga, lokasi, dan values yang menjadi ciri khas The Body Shop. Namun, ada beberapa faktor lain yang juga mempengaruhi
kepremiuman merek asal Inggris ini, yaitu faktor target pasar dan juga kecenderungan konsumen Indonesia yang selalu melihat
merek internasional sebagai merek premium. Dua faktor terakhir yang disebutkan penulis bukan merupakan faktor yang paling
menonjol. Namun demikian, penulis tetap merasa perlu menyampaikannya untuk menampung pendapat para informan dan
memperluas pandangan dalam penelitian ini.
C. PERGESERAN PERSEPSI PUBLIK
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, keberhasilan suatu positioning
tergantung pada
kemampuan publik
untuk