5.1.5. Sarana dan Prasarana
Pada penelitian ini diketahui bahwa sarana media cetak yang dibuat dan didistribusikan untuk mendukung program Promosi Kesehatan sangat terbatas. Selain
karena ketiadaan anggaran, Dinas Kesehatan juga tidka menyediakan media penyuluhan berupa buku petunjuk dan leaflet yang menunjukkan PHBS dalam
kedaruratan. Menurut Terry dalam Sutopo 2000, berpendapat bahwa agar fungsi dapat dilaksanakan dengan baik, maka diperlukan adanya sumber-sumber atau
sarana- sarana yang mendukung agar pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen berjalan baik. Alat peraga atau media promosi kesehatan sangat membantu untuk
meningkatkan pengetahuan masyarakat merubah perilaku ke arah positif terhadap kesehatan Notoatmodjo, 2005. Dalam Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan
2006 menyebutkan salah satu strategi dasar promosi kesehatan dan PHBS adalah melakukan Gerakan Pemberdayaan, yaitu proses pemberian informasi secara terus-
menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses membantu sasaran agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau
sadar aspek knowledge, dari tahu menjadi mau aspek attitude, dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan aspek practice.
Disamping itu untuk menyampaikan informasi tentang perilaku hidup bersih sehat ini perlu juga dilakukan secara multi media dengan memanfaatkan relawan dari
berbagai instansi dan lembaga untuk menekankan pada pengungsi untuk mepertahakan dan meningkatkan PHBS di pengungsian ketika melakukan kegiatan
sosial untuk pengungsi. Untuk mendapatkan pelaksanaan promosi kesehatan yang berjalan dengan baik maka harus didukung dengan ketersediaan sarana dan prasarana
Universitas Sumatera Utara
sesuai dengan disediakannya posko kesehatan di hampir semua titik pengungsian. Dan juga disediakan sarana pendukung lainnya seperti alat peraga, karena dengan
mencontohkan lansung kepada masyarakat akan lebih memudahkan masyarakat untuk memahami apa yang disampaikan tentang PHBS di pengungsian.
Agar pelaksanaan promosi kesehatan dapat berjalan dengan baik maka harus didukung dengan ketersediaan sarana dan prasarana sesuai dengan disediakannya
posko kesehatan di hamper semua titik pengungsian. Dan juga disediakan sarana pendukung lainnya seperti alat peraga, karena dengan mencontohkan lansung kepada
masyarakat akan lebih memudahkan masyarakat untuk memahami apa yang disampaikan tentang PHBS di pengungsian
Sarana dan prasarana sanitasi menjadi salah satu faktor penunjang yang penting dalam upaya pelaksanaan PHBS di pengungsian. Ketidak mampuan
memenuhi sarana dan prasarana menjadi faktor yang memperburuk PHBS di pengungsian. Air menjadi penting dalam melaksanakan PHBS tentang menggunakan
air bersih dan mencuci tangan mengggunakan sabun. Yang menjadi tolak ukur sarana dan prasarana sanitasi di lokasi pengungsian menutut Depkes 2001 adalah
tersedianya dua alat pengambil air di setiap keluarga, setiap keluarga memiliki sabun ukuran 250 gram per bulan, dan memiliki kamar mandi umum dengan tiap jamban
yang digunakan paling banyak 20 orang, pembuangan limbah padat dan limbah cair . Ketersediaan fasilitas menyusui juga sangat diperlukan untuk mendukung
pelaksanaan PHBS tentang pemberian ASI Eksklusif. Kenyataannya, Ibu menyusui tidur menyatu dengan pengungsi lain.
Universitas Sumatera Utara
Begitu juga halnya dengan kamar mandi umum dan jamban, jumlahnya masih belum sesuai dengan jumlah pengungsi. Hal ini ditemukan di posko pengungsi
GBKP. Jamban yang masih dapat digunakan di lokasi adalah 8 buah yang digunakan oleh 1.131 pengungsi. Hal ini tidak sesuai dengan standar minimal di pengungsian
dengan perbandingan 1:20. Lokasi pengungsian juga tidak mendukung untuk Ibu menyusui bayinya dengan nyaman karena laki-laki dan perempuan, baik yang
berkeluarga maupun yang berkeluarga tinggal bersama di ruangan yang sama dengan anak-anak, ibu hamil, ibu menyusuidan lansia. Selain itu, perilaku pengungsi yang
merokok di lokasi pengungsian akan menimbulkan efek kesehatan bagi kelompok rentan.
Dalam Kepmenkes RI Nomor 1529MenkesSKX2010 dinyatakan bahwa salah satu PHBS yang harus dipraktikkan oleh masyarakat adalah pergi berobat atau
membawa orang lain berobat ke PoskesdesPustuPuskemas. Salah satu indicator PHBS dalam kedaruratan adalah mencari pengobatan melalui tenaga kesehatan
dimana Ibu bersalin ditolong oleh tenaga kesehatan. Untuk menunjang hal tersebut dibutuhkan fasilitas kesehatan yang cukup dan dapat diakses oleh pengungsi.
Berdasarkan laporan KIAKB di Dinas Kesehatan, semua Ibu yang bersalin ditolong oleh tenaga kesehatan dan pengungsi sangat dipermudah dalam mengakse pelayanan
kesehatan karena di setiap pos pengungsian didirikan posko kesehatan dan dibebaskan dari biaya pengobatan baik di Rumah Sakit Pemerintah dan di 2 dua
rumah sakit rujukan yaitu RS Efarina Etaham dan RS Amanda.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan data profil kesehatan Kabupaten Karo tahun 2012, jumlah Puskesmas sebanyak 19 buah. Setiap kecamatan telah memiliki paling sedikit 1
Puskesmas, bahkan Kecamatan Berastagi dan Tiga Panah memiliki dua Puskesmas. Dengan jumlah penduduk sebanyak 358.823 jiwa maka setiap Puskesmas melayani
18.885 jiwa, yang berarti melebihi kemampuan standar nasional sebanyak 30.000 jiwa setiap 1 Puskesmas. Sumber daya kesehatan di Kabupaten Karo sampai tahun
2012 memiliki 8 delapan rumah sakit dengan rincian, 1 satu rumah sakit umum daerah milik pemerintah, 4 empat rumah sakit umum swasta, 2 dua rumah sakit
ibu dan anak dan 1 rumah sakit khusus yaitu Rumah Sakit Kusta Lau Simomo.
5.2. Komponen Proses