1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah program untuk mengembangkan pengetahuan, mempertinggi kemampuan berbahasa dan menumbuhkan sikap
positif terhadap Bahasa Indonesia. Henry Guntur Tarigan 2013: 1 menyatakan keterampilan berbahasa language arts, language skills dalam kurikulum di
sekolah biasanya mencakup empat segi, yaitu keterampilan menyimak listening skills, keterampilan berbicara speaking skills, keterampilan membaca reading
skills dan keterampilan menulis writing skills. Setiap keterampilan itu erat sekali hubungannya dengan keterampilan yang lain dengan cara beraneka ragam.
Keterampilan berbahasa biasanya di peroleh melalui suatu hubungan urutan yang teratur, yaitu dengan belajar menyimak, kemudian belajar berbicara, sesudah itu
belajar membaca dan terakhir belajar menulis. Tarigan, 1983 Haryadi dan Zamzami, 19961997: 77 mengemukakan bahwa
menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafis yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain
dapat membaca lambang-lambang grafis tersebut, kalau mereka memahami bahasa dan lambang grafis tersebut. Gambar atau lukisan tidak menggambarkan kesatuan-
kesatuan bahasa namun dapat menyampaikan makna-makna yang ingin disampaikan. Sependapat dengan Yeti Mulyati, dkk 2010: 2.24 menulis adalah
suatu kegiatan menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafis dari suatu bahasa yang disampaikan kepada orang lain pembaca, sehingga orang lain
2
pembaca itu dapat membaca dan memahami lambang-lambang grafis tersebut sebagaimana yang dimaksudkan oleh penulis.
Nursisto, 2000:4 menyebutkan menulis merupakan kegiatan mengubah bunyi menjadi tulisan sebagai upaya untuk mengungkapkan menjadi bahasa tulis
memerlukan sejumlah potensi pendukung yang untuk mencapai dibutuhkan kesungguhan, kemauan keras, bahkan belajar dengan sungguh-sungguh. Tarigan,
2013: 3 mengatakan menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka
dengan orang lain. Daeng Nurjamal, dkk 2011: 69 menulis sebagai sebuah keterampilan berbahasa adalah kemampuan seseorang dalam mengemukakan
gagasan, perasaan dan pikiran pemikirannya kepada orang atau pihak lain dengan menggunakan media tulisan. Keterampilan menulis tidak didapatkan seseorang
dengan cara yang mudah. Dalam kegiatan menulis, seorang penulis memerlukan latihan dan lebih banyak waktu untuk berpikir dan menuangkan ide-idenya diatas
kertas, agar dapat menyusun kalimat dengan struktur bahasa yang baik. Keterampilan menulis bertujuan untuk menyampaikan ide, gagasan, pikiran, atau
perasaan dalam bentuk bahasa tulis kepada orang lain, agar orang lain dapat membaca dan memahami apa yang disampaikan penulis.
Henry Guntur Tarigan 2013: 24-25 menyebutkan yang dimaksud dengan tujuan menulis yang diharapkan dari pembaca, adalah : a. wacana informatif
informative discourse adalah tulisan atau wacana yang bertujuan untuk memberitahukan atau mengajarkan sesuatu; b. wacana persuatif persuasive
discourse adalah tulisan atau wacana yang bertujuan untuk meyakinkan atau
3
mendesak pembaca; c. Tulisan literer wacana kesusatraan atau literary discourse adalah tulisan atau wacana yang bertujuan untuk menghibur atau
menyenangkan atau yang mengandung tujuan estetik; d. Wacana ekspresif expressive discourse adalah tulisan atau wacana yang mengekspresikan perasaan
dan emosi yang kuat. Menurut Yeti Mulyati, dkk 2010: 2.24 keterampilan menulis merupakan
keterampilan berbahasa yang bersifat produktif, yakni menghasilkan tulisan. Tulisan yang dihasilkan dapat berupa puisi, cerpen, naskah drama, karangan
deskripsi, prosa, dan lain-lain. Menulis sebagai proses berpikir yang menghasilkan kreativitas berupa karangan, baik karangan ilmiah maupun karangan sastra.
Menurut Danandjaya, 1984: 83 dongeng merupakan cerita pendek kolektif kesusatraan lisan dan cerita prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi.
Dongeng diceritakan untuk hiburan. Pendapat ini dipertegas dengan pendapat dari Nursisto, 2000: 43 dongeng adalah suatu cerita tentang suatu hal yang tidak
mungkin terjadi atau fantastis belaka. Cerita fantastis biasanya berhubungan dengan kehidupan binatang yang mengandung kelucuan, keajaiban, atau kepercayaan.
Wendi Widya Ratna Dewi 2008:3 mengatakan dongeng merupakan cerita lama yang hidup di masyarakat. Dongeng muncul karena nenek moyang kita belum
paham tentang gejala alam yang terjadi. Mereka menganggap peristiwa yang terjadi itu merupakan sesuatu yang luar biasa. Kusumo, 2006:14 mengemukakan
dongeng merupakan cara termudah, tercepat untuk membina hubungan antara guru- murid, dan salah satu cara paling efektif untuk membentuk tingkah laku dikemudian
hari. Kegiatan menulis dongeng sebenarnya tidak sekedar bersifat hiburan belaka,
4
melainkan memiliki tujuan yang lebih luhur, yakni pengenalan alam lingkungan, budi pekerti, dan mendorong anak untuk berperilaku positif. Cakrawala pemikiran
anak akan berkembang sesuai dengan nalurinya. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa menulis dongeng
adalah suatu kegiatan mengungkapkan ide, gagasan, pengalaman atau perasaan tentang suatu kejadian yang tidak benar-benar terjadi dengan tujuan sebagai hiburan
belaka yang dapat dijadikan sebagai salah satu alat untuk berkomunikasi secara tidak langsung melalui media tulisan.
Muchtar A. Karim dkk 1996 : 20-21 mengatakan umumnya anak SD di Indonesia berumur 7 sampai 12 tahun. Pada umur ini anak masuk dalam tahap
operasional konkret. Selama tahap ini anak mengembangkan konsep dengan menggunakan benda-benda konkret untuk menyelidiki hubungan dengan model-
model abstrak. Dalam pembelajaran di SD guru belum menggunakan benda-benda konkret untuk menjelaskan kepada anak tentang suatu konsep dari meteri tertentu.
Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran anak kurang di dorong untuk
mengembangkan kemampuan berpikir. Pembelajaran didalam kelas diarahkan kepada kemampuan menyimak dan menghafal semua informasi yang disampaikan
guru. Proses pembelajaran seperti itu akan membuat anak merasa bosan dan tidak ada minat untuk mengikuti pembelajaran. Ketika anak merasa bosan maka dia tidak
akan mengikuti pembelajaran dengan baik. Dalam pelajaran Bahasa Indonesia, salah satu peran guru dalam proses
pembelajaran adalah mendorong dan memberikan motivasi kepada siswa untuk
5
mengembangkan kemampuan berpikirnya misalnya melalui kegiatan menulis dongeng. Ketika siswa diberikan tugas untuk menulis dongeng, siswa akan
mengembangkan kemampuan berpikirnya namun ketika siswa akan menulis dongeng tersebut, siswa mengalami kesulitan misalnya siswa sulit membayangkan
benda atau hal yang berkaitan dengan cerita dongengnya. Sesuai dengan tingkat perkembangan anak SD yang termasuk dalam tahap operasiaonal konkret, jadi pada
saat guru memberikan tugas untuk menulis dongeng, guru harus menggunakan alat peraga untuk menarik perhatian siswa dan meningkatkan motivasi siswa untuk tetap
mengikuti proses pembelajaran. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas IVA pada tanggal 28 Oktober
2015 di SD Negeri Jageran, keterampilan siswa untuk menulis dongeng masih rendah. Dari 27 siswa di kelas IV A terdapat 37 siswa yang nilainya memenuhi
standar KKM dan terdapat 63 siswa yang nilainya belum memenuhi standar KKM. Hal ini karena pada saat guru memberikan tugas menulis dongeng kepada
siswa, guru tidak tepat dalam menggunakan alat peraga yang dapat membantu mendorong pemikiran siswa dalam mengembangkan ide-idenya. Selain itu, tulisan
siswa juga belum memperhatikan EYD. Hal inilah yang menyebabkan siswa kurang termotivasi dalam menulis dongeng.
Berdasarkan permasalahan di atas seharusnya guru mampu mengelola pembelajaran pada materi menulis dongeng secara efektif dan menyenangkan.
Untuk mengatasi rendahnya keterampilan menulis dongeng siswa maka diperlukan suatu strategi yang tepat. Salah satunya yaitu melalui media pop up.
6
Media pop up adalah media pembelajaran tiga dimensi, yang bisa di lihat dari sisi manapun. Media pop-up merupakan sebuah alat peraga tiga dimensi yang dapat
menstimulasi imajinasi anak serta menambah pengetahuan sehingga dapat mempermudah anak dalam mengetahui penggambaran bentuk suatu benda,
memperkaya perbendaharaan kata serta meningkatkan pemahaman anak. Menurut Bluemel dan Taylor mengatakan pop-up book adalah sebuah buku
yang menampilkan potensi untuk bergerak dan interaksinya melalui penggunaan kertas sebagai bahan lipatan, gulungan, bentuk, roda atau putarannya
http:journal.unnes.ac.idsjuindex.phpb . Menurut Joko Muktiono mengatakan
pop-up book adalah sebuah buku yang memiliki tampilan gambar yang bisa ditegakkan serta membentuk obyek-obyek yang indah dan dapat bergerak atau
memberi efek yang menakjubkan http:journal.unnes.ac.idsjuindex.phpb
. Pengertian lain menurut Montanaro pop-up book merupakan sebuah buku yang
memiliki bagian yang dapat bergerak atau memiliki unsur 3 dimensi http:journal.unnes.ac.idsjuindex.phpb
.. Sependapat
dengan Dzuanda
menjelaskan pop up book adalah sebuah buku yang memiliki bagian yang dapat bergerak atau memiliki unsur 3 dimensi serta memberikan visualisasi cerita yang
lebih menarik, mulai dari tampilan gambar yang dapat bergerak ketika halamannya dibuka
http:journal.unnes.ac.idsjuindex.phpb .
Berdasarkan uraian latar belakang di atas penelitian ini menerapkan strategi menulis dongeng dengan menggunakan media pop up. Hal itu untuk mengatasi
masalah kesulitan siswa kelas IVA SD Negeri Jageran terkait materi menulis
7
dongeng. Berdasarkan alasan tersebut, layak jika penelitian tindakan tentang menulis dongeng dengan media Pop Up untuk dilaksanakan di SD Jageran tersebut.
B. Identifikasi Masalah