PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS DONGENG MELALUI MEDIA POP UP DALAM MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA PADA SISWA KELAS IVA SD NEGERI JAGERAN SEWON BANTUL YOGYAKARTA.
PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS DONGENG MELALUI MEDIA POP UPDALAM MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA PADA SISWA
KELAS IVA SD NEGERI JAGERAN SEWON BANTUL YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Haryati Kamaludin NIM 12108249054
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
(2)
(3)
SURAT PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama : Haryati Kamaludin
NIM : 12108249054
Program Studi : Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Fakultas : Ilmu Pendidikan
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali dengan acuan atau kutipan dengan tata penulisan karya ilmiah yang telah berlaku.
Tanda tangan yang tertera dalam lembar pengesahan adalah asli. Apabila terbukti tanda tangan dosen penguji palsu, maka saya bersedia memperbaiki dan mengikuti yudisium periode berikutnya.
Yogyakarta, 28 Oktober 2016 Yang Menyatakan
Haryati Kamaludin NIM 2108249054
(4)
(5)
MOTTO
Ungkapan lidah itu terasa hanya pada sesuatu yang dekat dan hadir, sedangkan
ungkapan tulisan itu berguna bagi yang menyaksikan, bagi yang dulu dan yang akan
datang. Ia seperti orang yang berdiri sepanjang waktu
(Ibnu al-Muqaffa)
Kita mampu menjadi ilmuan walaupun tanpa sekolah, tetapi tidak tanpa tulisan
(penulis)
(6)
PERSEMBAHAN
1. Bapak Kamaludin Kapitan dan ibu Salma Kamaludin serta keluarga yang senantiasa memberikan do’a dan dukungannya.
2. Nusa, bangsa, dan agama. 3. Almamaterku UNY tercinta.
(7)
PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS DONGENG MELALUI MEDIA POP UPDALAM MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIAPADA SISWA
KELAS IVA SD NEGERI JAGERAN SEWON BANTUL YOGYAKARTA Oleh
Haryati Kamaludin NIM 12108249054
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan proses pembelajaran dan keterampilan menulis dongeng melalui media pop up pada siswa kelas IVA SD Negeri Jageran, Sewon, Bantul, Yogyakarta.
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IVA SD Negeri Jageran yang berjumlah 27 siswa yang terdiri dari 14 siswa laki-laki dan 13 siswa perempuan. Objek penelitian ini adalah keterampilan menulis dongeng melalui media pop up. Desain penelitian ini menggunakan model Kemmis dan Mc Taggart yang terdiri atas tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes, observasi, dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik kuantitatif yaitu dengan mencari nilai rerata menulis dongeng siswa.
Berdasarkan hasil analisis data melalui media pop up dapat: 1) meningkatkan proses pembelajaran, dan 2) meningkatkan keterampilan menulis dongeng pada siswa kelas IVA SD Negeri Jageran Sewon, Bantul, Yogyakarta. Peningkatan proses pembelajaran. Siswa lebih termotivasi dalam mengikuti proses pembelajaran menulis dongeng. Perhatian siswa lebih meningkat, siswa sangat antusias dan bersemangat ketika diberikan tugas menulis dongeng. Siswa juga bersungguh-sungguh dalam mengerjakan tugas menulis dongeng yang diberikan dan antar siswa saling berlomba-lomba membacakan hasil tulisannya di depan kelas. Peningkatan keterampilan menulis dongeng pada siklus 1 sebesar 15,8, yang kondisi awalnya 66,8 meningkat menjadi 82,6 dan pada siklus 2 sebesar 24,83, yang kondisi awalnya 66,8 meningkat menjadi 91,63.
(8)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS DONGENG MELALUI MEDIAPOP UPDALAM MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA PADA SISWA KELAS IVA SD NEGERI JAGERAN SEWON BANTUL YOGYAKARTA”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Jurusan Pendidikan Prasekolah dan Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.
Selama mengerjakan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan berupa petunjuk, bimbingan maupun pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat bapak/ibu di bawah ini.
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta bapak Prof. Dr. H Rochmad Wahab, M.Pd MA yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta.
2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan bapak Dr. Haryanto, M.Pd yang telah memberikan kemudahan dalam terlaksananya penelitian ini.
3. Ketua Jurusan PPSD bapak Drs. Suparlan, M. Pd. I yang telah memberikan semangat dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Dr. Enny Zubaidah, M. Pd., selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing, memberi masukan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Kepala sekolah SD N Jageran ibu Sumartinah, S.Pd yang telah memberikan izin untuk mengadakan penelitian di kelas IV SD N Jageran.
6. Guru kelas IVA SD N Jageran ibu Titik Dwiyatmi, S.Pd yang telah membimbing, mengajarkan, serta membantu pelaksanaan proses penelitian.
7. Siswa kelas IVA SD N Jageran yang telah bersedia sebagai subjek dalam proses penelitian.
8. Terima kasih kepada Dedi Irmansyah Putra yang telah menyisihkan waktunya untuk membantu memperlancar dalam menyelesaikan skripsi ini.
(9)
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat sesuai dengan fungsinya dan dapat memberikan sumbangan yang positif di bidang ilmu pengetahuan khususnya pembelajaran Bahasa Indonesia.
Yogyakarta, 28 Oktober 2016 Penulis,
(10)
DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN... ii
SURAT PERNYATAAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN... vi
ABSTRAK... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI... x
DAFTAR TABEL... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah... 7
C. Batasan Masalah ...7
D. Rumusan Masalah... 7
E. Tujuan Penelitian ... 8
F. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Tentang Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD... 10
B. Kajian tentang Keterampilan Menulis ...12
1. Pengertian Menulis ... 12
2. Tujuan Menulis ... 13
3. Manfaat Menulis ... 15
4. Menulis di Sekolah Dasar ... 17
5. Keterampilan Menulis... 23
(11)
4. Macam-macam Dongeng ... 32
5. Teknik Penilaian Penulisan Dongeng ... 35
D. Kajian Tentang MediaPop Up... 39
1. Pengertian MediaPop Up... 39
2. Kelebihan MediaPop Up... 40
3. Manfaat MediaPop Up... 41
4. Jenis-jenis MediaPop Up... 42
E. Langkah-langkah Menulis Dongeng dengan MediaPop Up... 43
F. Kajian Tentang Karakteristik Siswa SD ... 46
G. Kerangka Pikir ... 48
H. Hipotesis Tindakan ... 50
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 51
B. Subjek dan Objek Penelitian ... 51
C. Setting Penelitian ... 52
D. Prosedur Penelitian ... 52
E. Metode Pengumpulan Data... 55
F. Instrumen Penelitian ... 56
G. Teknik Analisis Data... 61
H. Kriteria Keberhasilan ... 62
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 63
1. Deskripsi Pelaksanaan Tindakan Siklus 1 ... 63
a. Perencanaan Tindakan ... 63
b. Pelaksanaan Tindakan ... 64
i. Pertemuan 1 ... 64
ii. Pertemuan 2 ... 65
c. Observasi ... 66
d. Refleksi dan Revisi Pelaksanaan Tindakan Siklus 1 ... 70
2. Deskripsi Pelaksanaan Tindakan Siklus 2 ... 74
a. Perencanaan Tindakan ... 74
(12)
c. Observasi ... 78
d. Refleksi Pelaksanaan Tindakan Siklus 2 ... 81
B. Pembahasan ... 86
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 91
B. Saran ... 91
DAFTAR PUSTAKA ... 93
(13)
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1. Kata baku dan kata tidak baku ... 18
Tabel 2. Teknik Penilaian Keterampilan Menulis Dongeng... 37
Tabel 3. Rubrik Penilaian keterampilan menulis dongeng berdasarkan mediapop up... 38
Tabel 4. Pedoman Observasi Siswa pada Proses Pembelajaran Keterampilan Menulis Dongeng Melalui MediaPop Up... 57
Tabel 5. Pedoman Observasi Guru pada Proses Pembelajaran Keterampilan Menulis Dongeng Melalui MediaPop Up... 58
Tabel 6. Kisi-Kisi Penilaian Keterampilan Menulis Cerita Dongeng... 59
Tabel 7. Rubrik Penilaian keterampilan menulis cerita dongeng berdasarkan mediapop up... 60
Tabel 8. Kriteria Keberhasilan Siswa ... 62
Tabel 9. Peningkatan Nilai Rerata Siklus 1 ... 72
Tabel 10. Peningkatan Kriteria Keberhasilan Menulis Dongeng Siklus 1 ... 72
Tabel 11. Peningkatan Nilai Rerata Siklus 2 ... 82
Tabel 12. Peningkatan Kriteria Keberhasilan Menulis Dongeng Siklus 2 ... 83
(14)
DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 1. Model Penelitian Kemmis dan Taggart ... 53
Gambar 2. Foto Kegiatan Siswa Mengamati MediaPop Up... 68
Gambar 3. Foto Kegiatan Guru Menyampaikan Materi Pelajaran ... 70
Gambar 4. Diagram Nilai Rerata Siklus 1 ... 72
Gambar 5. Foto Kegiatan Siswa Menulis Dongeng... 79
Gambar 6. Foto Kegiatan Guru Membimbing Siswa ... 81
(15)
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus 1... 97
Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus 2... 104
Lampiran 3. Bahan Ajar Siklus 1... 110
Lampiran 4. Bahan Ajar Siklus 2... 116
Lampiran 5. Hasil Observasi Guru Siklus 1 ... 120
Lampiran 6. Hasil Observasi Guru Siklus 2 ... 121
Lampiran 7. Hasil Observasi Siswa Siklus 1 ... 122
Lampiran 8. Hasil Observasi Siswa Siklus 2 ... 123
Lampiran 9. Nilai Keterampilan Menulis Dongeng ... 124
Lampiran 10. Hasil Menulis Dongeng Siswa ... 127
Lampiran 11. Dokumentasi... 136
(16)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah program untuk mengembangkan pengetahuan, mempertinggi kemampuan berbahasa dan menumbuhkan sikap positif terhadap Bahasa Indonesia. Henry Guntur Tarigan (2013: 1) menyatakan keterampilan berbahasa (language arts, language skills) dalam kurikulum di sekolah biasanya mencakup empat segi, yaitu keterampilan menyimak (listening skills), keterampilan berbicara (speaking skills), keterampilan membaca (reading skills) dan keterampilan menulis (writing skills). Setiap keterampilan itu erat sekali hubungannya dengan keterampilan yang lain dengan cara beraneka ragam. Keterampilan berbahasa biasanya di peroleh melalui suatu hubungan urutan yang teratur, yaitu dengan belajar menyimak, kemudian belajar berbicara, sesudah itu belajar membaca dan terakhir belajar menulis.
Tarigan, 1983 (Haryadi dan Zamzami, 1996/1997: 77) mengemukakan bahwa menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafis yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafis tersebut, kalau mereka memahami bahasa dan lambang grafis tersebut. Gambar atau lukisan tidak menggambarkan kesatuan-kesatuan bahasa namun dapat menyampaikan makna-makna yang ingin disampaikan. Sependapat dengan Yeti Mulyati, dkk (2010: 2.24) menulis adalah suatu kegiatan menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafis dari suatu bahasa yang disampaikan kepada orang lain (pembaca), sehingga orang lain
(17)
(pembaca) itu dapat membaca dan memahami lambang-lambang grafis tersebut sebagaimana yang dimaksudkan oleh penulis.
Nursisto, (2000:4) menyebutkan menulis merupakan kegiatan mengubah bunyi menjadi tulisan sebagai upaya untuk mengungkapkan menjadi bahasa tulis memerlukan sejumlah potensi pendukung yang untuk mencapai dibutuhkan kesungguhan, kemauan keras, bahkan belajar dengan sungguh-sungguh. Tarigan, (2013: 3) mengatakan menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Daeng Nurjamal, dkk (2011: 69) menulis sebagai sebuah keterampilan berbahasa adalah kemampuan seseorang dalam mengemukakan gagasan, perasaan dan pikiran pemikirannya kepada orang atau pihak lain dengan menggunakan media tulisan. Keterampilan menulis tidak didapatkan seseorang dengan cara yang mudah. Dalam kegiatan menulis, seorang penulis memerlukan latihan dan lebih banyak waktu untuk berpikir dan menuangkan ide-idenya diatas kertas, agar dapat menyusun kalimat dengan struktur bahasa yang baik. Keterampilan menulis bertujuan untuk menyampaikan ide, gagasan, pikiran, atau perasaan dalam bentuk bahasa tulis kepada orang lain, agar orang lain dapat membaca dan memahami apa yang disampaikan penulis.
Henry Guntur Tarigan (2013: 24-25) menyebutkan yang dimaksud dengan tujuan menulis yang diharapkan dari pembaca, adalah : (a). wacana informatif (informative discourse) adalah tulisan atau wacana yang bertujuan untuk memberitahukan atau mengajarkan sesuatu; (b). wacana persuatif (persuasive discourse) adalah tulisan atau wacana yang bertujuan untuk meyakinkan atau
(18)
mendesak pembaca; (c). Tulisan literer (wacana kesusatraan atau literary discourse) adalah tulisan atau wacana yang bertujuan untuk menghibur atau menyenangkan atau yang mengandung tujuan estetik; (d). Wacana ekspresif (expressive discourse) adalah tulisan atau wacana yang mengekspresikan perasaan dan emosi yang kuat.
Menurut Yeti Mulyati, dkk (2010: 2.24) keterampilan menulis merupakan keterampilan berbahasa yang bersifat produktif, yakni menghasilkan tulisan. Tulisan yang dihasilkan dapat berupa puisi, cerpen, naskah drama, karangan deskripsi, prosa, dan lain-lain. Menulis sebagai proses berpikir yang menghasilkan kreativitas berupa karangan, baik karangan ilmiah maupun karangan sastra. Menurut Danandjaya, (1984: 83) dongeng merupakan cerita pendek kolektif kesusatraan lisan dan cerita prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi. Dongeng diceritakan untuk hiburan. Pendapat ini dipertegas dengan pendapat dari Nursisto, (2000: 43) dongeng adalah suatu cerita tentang suatu hal yang tidak mungkin terjadi atau fantastis belaka. Cerita fantastis biasanya berhubungan dengan kehidupan binatang yang mengandung kelucuan, keajaiban, atau kepercayaan.
Wendi Widya Ratna Dewi (2008:3) mengatakan dongeng merupakan cerita lama yang hidup di masyarakat. Dongeng muncul karena nenek moyang kita belum paham tentang gejala alam yang terjadi. Mereka menganggap peristiwa yang terjadi itu merupakan sesuatu yang luar biasa. Kusumo, (2006:14) mengemukakan dongeng merupakan cara termudah, tercepat untuk membina hubungan antara guru-murid, dan salah satu cara paling efektif untuk membentuk tingkah laku dikemudian hari. Kegiatan menulis dongeng sebenarnya tidak sekedar bersifat hiburan belaka,
(19)
melainkan memiliki tujuan yang lebih luhur, yakni pengenalan alam lingkungan, budi pekerti, dan mendorong anak untuk berperilaku positif. Cakrawala pemikiran anak akan berkembang sesuai dengan nalurinya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa menulis dongeng adalah suatu kegiatan mengungkapkan ide, gagasan, pengalaman atau perasaan tentang suatu kejadian yang tidak benar-benar terjadi dengan tujuan sebagai hiburan belaka yang dapat dijadikan sebagai salah satu alat untuk berkomunikasi secara tidak langsung melalui media tulisan.
Muchtar A. Karim dkk (1996 : 20-21) mengatakan umumnya anak SD di Indonesia berumur 7 sampai 12 tahun. Pada umur ini anak masuk dalam tahap operasional konkret. Selama tahap ini anak mengembangkan konsep dengan menggunakan benda-benda konkret untuk menyelidiki hubungan dengan model-model abstrak. Dalam pembelajaran di SD guru belum menggunakan benda-benda konkret untuk menjelaskan kepada anak tentang suatu konsep dari meteri tertentu. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran anak kurang di dorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Pembelajaran didalam kelas diarahkan kepada kemampuan menyimak dan menghafal semua informasi yang disampaikan guru. Proses pembelajaran seperti itu akan membuat anak merasa bosan dan tidak ada minat untuk mengikuti pembelajaran. Ketika anak merasa bosan maka dia tidak akan mengikuti pembelajaran dengan baik.
Dalam pelajaran Bahasa Indonesia, salah satu peran guru dalam proses pembelajaran adalah mendorong dan memberikan motivasi kepada siswa untuk
(20)
mengembangkan kemampuan berpikirnya misalnya melalui kegiatan menulis dongeng. Ketika siswa diberikan tugas untuk menulis dongeng, siswa akan mengembangkan kemampuan berpikirnya namun ketika siswa akan menulis dongeng tersebut, siswa mengalami kesulitan misalnya siswa sulit membayangkan benda atau hal yang berkaitan dengan cerita dongengnya. Sesuai dengan tingkat perkembangan anak SD yang termasuk dalam tahap operasiaonal konkret, jadi pada saat guru memberikan tugas untuk menulis dongeng, guru harus menggunakan alat peraga untuk menarik perhatian siswa dan meningkatkan motivasi siswa untuk tetap mengikuti proses pembelajaran.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas IVA pada tanggal 28 Oktober 2015 di SD Negeri Jageran, keterampilan siswa untuk menulis dongeng masih rendah. Dari 27 siswa di kelas IV A terdapat 37% siswa yang nilainya memenuhi standar KKM dan terdapat 63% siswa yang nilainya belum memenuhi standar KKM. Hal ini karena pada saat guru memberikan tugas menulis dongeng kepada siswa, guru tidak tepat dalam menggunakan alat peraga yang dapat membantu mendorong pemikiran siswa dalam mengembangkan ide-idenya. Selain itu, tulisan siswa juga belum memperhatikan EYD. Hal inilah yang menyebabkan siswa kurang termotivasi dalam menulis dongeng.
Berdasarkan permasalahan di atas seharusnya guru mampu mengelola pembelajaran pada materi menulis dongeng secara efektif dan menyenangkan. Untuk mengatasi rendahnya keterampilan menulis dongeng siswa maka diperlukan suatu strategi yang tepat. Salah satunya yaitu melalui mediapop up.
(21)
Mediapop upadalah media pembelajaran tiga dimensi, yang bisa di lihat dari sisi manapun. Mediapop-up merupakan sebuah alat peraga tiga dimensi yang dapat menstimulasi imajinasi anak serta menambah pengetahuan sehingga dapat mempermudah anak dalam mengetahui penggambaran bentuk suatu benda, memperkaya perbendaharaan kata serta meningkatkan pemahaman anak.
Menurut Bluemel dan Taylor mengatakanpop-up bookadalah sebuah buku yang menampilkan potensi untuk bergerak dan interaksinya melalui penggunaan kertas sebagai bahan lipatan, gulungan, bentuk, roda atau putarannya (http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/b). Menurut Joko Muktiono mengatakan pop-up book adalah sebuah buku yang memiliki tampilan gambar yang bisa ditegakkan serta membentuk obyek-obyek yang indah dan dapat bergerak atau memberi efek yang menakjubkan (http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/b). Pengertian lain menurut Montanaro pop-up book merupakan sebuah buku yang memiliki bagian yang dapat bergerak atau memiliki unsur 3 dimensi (http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/b.). Sependapat dengan Dzuanda menjelaskan pop up bookadalah sebuah buku yang memiliki bagian yang dapat bergerak atau memiliki unsur 3 dimensi serta memberikan visualisasi cerita yang lebih menarik, mulai dari tampilan gambar yang dapat bergerak ketika halamannya dibuka (http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/b).
Berdasarkan uraian latar belakang di atas penelitian ini menerapkan strategi menulis dongeng dengan menggunakan media pop up. Hal itu untuk mengatasi masalah kesulitan siswa kelas IVA SD Negeri Jageran terkait materi menulis
(22)
dongeng. Berdasarkan alasan tersebut, layak jika penelitian tindakan tentang menulis dongeng dengan mediaPop Upuntuk dilaksanakan di SD Jageran tersebut. B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentfikasi masalah-masalah sebagai berikut.
1. Keterampilan menulis dongeng siswa masih rendah yaitu dari 27 siswa kelas IV terdapat 37% siswa yang mendapat nilai kurang dari nilai KKM. 2. Selama ini pembelajaran menulis dongeng yang telah dilakukan sudah menggunakan media namun media hanya digunakan sebagai pengantar saja.
3. Siswa kurang termotivasi dalam meningkatkan keterampilannya menulis dongeng.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut, perlu adanya pembatasan masalah dengan harapan semua pembahasan dapat mencapai sasaran peneliti yang telah ditentukan. Penelitian ini, di batasi pada masalah keterampilan siswa dalam menulis dongeng masih rendah.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah meningkatkan proses pembelajaran keterampilan menulis dongeng melalui mediapop updalam mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas IVA SD Negeri Jageran?
(23)
2. Bagaimanakah meningkatkan keterampilan menulis dongeng melalui mediapop updalam mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas IVA SD Negeri Jageran?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas tujuan penelitian ini adalah.
1. Meningkatkan proses pembelajaran keterampilan menulis dongeng melalui media pop up dalam mata pelajaran bahasa Indonesia pada siswa kelas IVA SD Negeri Jageran.
2. Meningkatkan keterampilan menulis dongeng melalui media pop up dalam mata pelajaran bahasa Indonesia pada siswa kelas IVA SD Negeri Jageran.
F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu mengembangkan teori keilmuan menulis dongeng melalui mediapop up.
2. Manfaat Praktis a. Bagi siswa
Penelitian ini dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam menulis dongeng, dan meningkatkan kreativitas dan keberanian siswa dalam berpikir.
(24)
b. Bagi guru
Penelitian ini dapat memberikan masukan kepada guru dalam penggunaan media pop up untuk meningkatkan keterampilan menulis dongeng siswa.
c. Bagi pihak sekolah
Penelitian ini dapat memberikan masukan bagi sekolah untuk memperbaiki proses pembelajaran yang nantinya dapat meningkatkan keterampilan menulis dongeng siswa.
d. Bagi penelitian selanjutnya
Penelitian ini diharapkan bisa menjadi acuan bagi peneliti selanjutnya terkait dengan peningkatan keterampilan menulis dongeng melalui mediapop upatau media pembelajaran yang lainnya.
(25)
BAB II KAJIAN TEORI
A. Kajian Tentang Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pembelajaran adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru dan siswa yang terjadi di sekolah atau di luar sekolah untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut, dalam kegiatan pembelajaran guru dan siswa dituntut harus sama-sama aktif. Wina Sanjaya, (2012: 15) mengatakan pembelajaran adalah proses kerja sama dan komunikasi antara siswa dengan guru atau dengan lingkungannya untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar mempunyai peranan yang sangat penting karena di lihat dari tujuannya adalah memberikan bekal kemampuan dasar baca, tulis, hitung serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan tingkat perkembangannya. Pembelajaran bahasa Indonesia semakin penting perannya bila dihubungkan dengan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di bidang pendidikan termasuk sekolah dasar. Zulela, (2013: 4) mengatakan pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk mengingkatkan kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi dengan baik, baik secara lisan maupun tulisan. Selain itu, pembelajaran Bahasa Indonesia juga diharapkan dapat menumbuhkan apresiasi siswa terhadap hasil karya sastra Indonesia. Sabarti Akhadiah, (1992/1993: 11) mengatakan sasaran pembinaan bahasa Indonesia bagi siswa sekolah dasar, adalah sebagai berikut: (1) Agar siswa memiliki kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar, (2) dapat menghayati bahasa dan sastra Indonesia.
(26)
Zulela, (2013: 4-5) mengatakan tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah agar peserta didik dapat berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulisan, menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara, memahami bahasa Indonesia dan dapat menggunakan dengan tepat dan efektif dalam berbagai tujuan, menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial, menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, menghaluskan budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, dan menghargai dan mengembangkan sastra Indonesia sebagai khasanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Keterampilan bahasa dalam kurikulum di sekolah mencakup empat aspek, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca dan keterampilan menulis. Henry Guntur Tarigan (2013: 1) menyatakan keterampilan berbahasa (language arts, language skills) dalam kurikulum di sekolah biasanya mencakup empat segi, yaitu keterampilan menyimak (listening skills), keterampilan berbicara (speaking skills), keterampilan membaca (reading skills) dan keterampilan menulis (writing skills). Sependapat dengan Zuzela, (2013: 5) mengemukakan sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), pembelajaran bahasa Indonesia pada jenjang SD/MI, mencakup empat komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra meliputi empat aspek, yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis.
(27)
Berdasarkan urian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar mempunyai peran yang sangat penting yaitu memberikan bekal kemampuan baca, tulis, hitung serta untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan baik secara lisan maupun tulisan. Keterampilan-keterampilan yang ajarkan dalam Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar mencakup empat aspek keterampilan, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis. Berdasarkan keempat aspek keterampilan tersebut, dalam penelitian ini, lebih difokuskan pada keterampilan menulis.
B. Kajian Tentang Keterampilan Menulis 1. Pengertian Menulis
Menulis adalah salah satu dari empat aspek keterampilan berbahasa. Dalam kegiatan menulis seseorang dapat menuangkan ide atau gagasan, perasaan, pengalaman, ke dalam tulisannya. Menurut Akhadiah dalam Rofi’udin, dkk (2001: 184) menulis sebagai aktivitas pengekspresian ide, gagasan, pikiran, atau perasaan ke dalam lambang-lambang kebahasaan (bahasa tulis). Yeti Mulyati, dkk (2010: 2.24) mengatakan menulis adalah suatu kegiatan menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafis dari suatu bahasa yang disampaikan kepada orang lain (pembaca), sehingga orang lain (pembaca) itu dapat membaca dan memahami lambang-lambang grafis tersebut sebagaimana yang dimaksudkan oleh penulis. Murray (Saleh Abbas, 2006: 127) mengemukakan bahwa menulis adalah proses berpikir yang berkesinambungan, mulai dari mencoba dan sampai mengulas kembali.
(28)
Daeng Nurjamal, dkk (2011: 69) mengatakan menulis sebagai sebuah keterampilan berbahasa adalah kemampuan seseorang dalam mengemukakan gagasan, perasaan dan pikiran pemikirannya kepada orang atau pihak lain dengan menggunakan media tulisan. Nurudin (2012: 3) berpendapat bahwa menulis adalah kegiatan yang dilakukan seseorang untuk menghasilkan tulisan. Orang yang melakukan kegiatan coret mencoret di tembok itu juga bisa dikatakan dia sedang menulis, dengan atau tanpa maksud dan perangkat tertentu. Menurut Nurudin menulis adalah segenap rangkaian kegiatan seseorang dalam rangka mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada orang lain agar mudah dipahami.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan pengertian menulis adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk melahirkan gagasan, ide, pikiran, atau perasaan yang akan disampaikan melalui bahasa tulis kepada orang lain sehingga orang lain dapat memahami tujuan yang disampaikan penulis.
2. Tujuan Menulis
Tujuan menulis adalah dapat mengekspresikan sesuatu mengenai diri seseorang. Dalam kegiatan menulis, penulis harus menentukan siapa yang akan membaca tulisan tersebut dan menentukan tujuan dari tulisan tersebut. Zainurrahman, (2011: 79) mengatakan ada dua tujuan dalam menulis, yaitu tujuan makro dan tujuan mikro. Tujuan makro adalah tujuan menulis dalam arti yang luas sedangkan tujuan mikro adalah tujuan menulis dalam arti yang
(29)
sempit. Untuk mencapai tujuan makro diharuskan terlebih dahulu mengatur tujuan-tujuan mikro. Hal ini dikarenakan tujuan makro akan tercapai jika tujuan-tujuan mikronya telah tercapai.
Henry Guntur Tarigan (2013: 24-25) menyebutkan yang dimaksud dengan tujuan menulis yang diharapkan dari pembaca, adalah.
a). wacana informatif (informative discourse) adalah tulisan atau wacana yang bertujuan untuk memberitahukan atau mengajarkan sesuatu; b). wacana persuatif (persuasive discourse) adalah tulisan atau wacana yang
bertujuan untuk meyakinkan atau mendesak pembaca;
c). Tulisan literer (wacana kesusatraan atauliterary discourse) adalah tulisan atau wacana yang bertujuan untuk menghibur atau menyenangkan atau yang mengandung tujuan estetik; dan
d). Wacana ekspresif (expressive discourse) adalah tulisan atau wacana yang mengekspresikan perasaan dan emosi yang kuat atau berapi-api.
Hugo Hartig (Henry Guntur Tarigan, 2013: 25-26) merangkum tujuan penulisan tulisan, sebagai berikut. (a) assignment purpose (tujuan penugasan) adalah tujuan dari penulis menulis sesuatu karena ditugaskan, bukan atas kemauan sendiri; (b)altruistic purpose (tujuan altruistik) adalah tujuan dari penulis untuk menyenangkan pembaca; (c) persuasive purpose (tujuan persuasif) adalah tujuan dari penulis untuk meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan; (d) informational purpose (tujuan informasional, tujuan penerangan) adalah tujuan penulis untuk memberikan informasi atau keterangan /penerangan kepada para pembaca; (e) self-expressive purpose(tujuan pernyataan diri) adalah tujuan penulis untuk memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang kepada pembaca; (f) creative purpose (tujuan kreatif) adalah tujuan penulis untuk mencapai nilai-nilai artistik dan nilai-nilai kesenian; (g) problem-solving
(30)
purpose (tujuan pemecahan masalah) adalah tujuan penulis ingin memecahkan masalah yang dihadapi.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan menulis adalah untuk memberikan informasi atau keterangan terhadap pembaca secara tidak langsung, untuk meyakinkan pembaca akan suatu bacaan, untuk mengekspresikan perasaan dan emosi sehingga penulis dapat memperkenalkan diri kepada pembaca, untuk menghibur pembaca, untuk mengembangkan kreativitas penulis dan pembaca yang membaca tulisan tersebut, dan untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
Tujuan menulis dalam penelitian ini adalah untuk mengekspresikan ide, gagasan, perasaan, pikiran, atau pengalaman peserta didik dalam mengembangkan kreativitasnya dalam menulis serta meningkatkan keterampilan peserta didik dalam menulis dongeng.
3. Manfaat Menulis
Kegiatan menulis dapat memberikan manfaat bagi penulis. Salah satu manfaat dari menulis adalah penulis dapat mempengaruhi orang lain dengan maksud agar orang lain dapat memahami apa yang disampaikan penulis. Sabarti Akhadiah, dkk (1988- 1-2) menyebutkan keuntungan atau manfaat dari kegiatan menulis, sebagai berikut. (a) menulis dapat membantu kita untuk mengenali kemampuan dan potensi diri kita; (b) menulis dapat mengembangkan berbagai gagasan yang kita miliki; (c) menulis memaksa kita lebih banyak menyerap, mencari, serta menguasai informasi sehubungan dengan topik yang kita tulis; (d) menulis berarti mengorganisasikan gagasan
(31)
secara sistematik serta mengungkapkannya secara tersurat; (e) menulis dapat meninjau serta menilai gagasan kita sendiri secara lebih objektif; (f) menulis memudahkan kita memecahkan permasalahan, yaitu dengan menganalisisnya secara tersurat dalam konteks yang lebih konkret; (g) menulis mendorong kita belajar secara aktif; (h) menulis yang terencana akan membiasakan kita berpikir serta berbahasa secara tertib.
Henry Guntur Tarigan (2013: 22-23) mengatakan manfaat utama dari tulisan adalah sebagai alat komunikasi yang tidak langsung. Selain itu, ada beberapa fungsi dari tulisan antara lain. (a) menulis sangat penting bagi pendidikan karena memudahkan para pelajar untuk berpikir; (b) memudahkan kita merasakan dan menikmati hubungan-hubungan; (c) memperdalam daya tanggap atau persepsi kita; (d) memecahkan masalah-masalah yang kita hadapi; (e) menyusun urutan bagi pengalaman; (f) membantu menjelaskan pikiran-pikiran kita.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan manfaat menulis adalah memudahkan kita untuk berpikir kritis dalam mengungkapkan pemikiran diri, merasakan dan menikmati hubungan-hubungan sosial di lingkungan sekitar, memperdalam daya tanggap atau persepsi terhadap sesuatu yang terjadi, dan membantu memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dengan menganalisisnya secara tersurat dalam konteks yang lebih konkret.
Manfaat menulis dalam penelitian ini adalah untuk mengenali kemampuan dan potensi diri peserta didik, untuk mengembangkan dan
(32)
mengorganisasikan gagasan, ide, pikiran, perasaan, atau pengalaman secara sistematis yang dimiliki peserta didik, serta mendorong peserta didik secara aktif dalam belajar.
4. Menulis di Sekolah Dasar
Menulis merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk melahirkan gagasan, ide, pikiran, pengalaman atau perasaan yang akan disampaikan melalui bahasa tulis kepada orang lain sehingga orang lain dapat memahami tujuan yang ingin disampaikan. Dalam kegiatan menulis di sekolah dasar, peserta didik harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut. a. Pilihan kata atau diksi
Menurut Setyawan pujiyono, (2013: 9) kata adalah satuan terkecil dari kalimat yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai makna. Kata terbentuk dari gabungan huruf atau morfem yang sudah mempunyai makna. Pilihan kata yang digunakan oleh peserta didik di sekolah dasar disesuaikan dengan jenis tulisan yang ingin ditulisnya. Sudah tentu peserta didik akan mencari kata yang terbaik untuk menyampaikan sesuatu dalam tulisannya tersebut. A. Widyamartaya (1993: 40) menyatakan bahwa, kata dikatakan baik apabila tepat arti dan tempatnya, artinya kata yang digunakan itu harus sesuai dengan arti dan tempatnya agar tidak salah sasarannya. Selain itu, kata yang digunakan harus seksama dengan apa yang akan dikatakan, dan lazim dikatakan dalam bahasa umum. Jadi, ketika menulis dongeng peserta didik harus memperhatikan kata yang digunakannya agar tepat arti dan tempatnya, seksama dengan apa yang dikatakannya dan lazim dikatakan yang dapat
(33)
dijadikannya sebagai pedoman untuk memilih kata dalam menulis dongeng berdasarkan mediapop up.
Penggunaan kata yang berkaitan dengan kegiatan menulis, adalah sebagai berikut.
(a) Kata baku dan tidak baku
Pemakaian bahasa Indonesia terdapat dibagi menjadi kata baku dan tidak baku. Berikut contoh kata baku dan kata tidak baku.
Tabel 1. Kata baku dan kata tidak baku
Kata Baku Kata tidak Baku
Apotek Apotik
Istri Isteri
Nasihat Nasehat
Subjek Subyek
(b) Kata majemuk
Kata majemuk adalah gabungan dua kata atau lebih yang membentuk arti baru, termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah. Kata majemuk memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) merupakan gabungan dua kata atau lebih, (2) membentuk arti baru, (3) susunannya tetap, (4) srrukturnya padu artinya tidak dapat disisipi katayang, serta, dan.
Ada dua istilah dalam pembahasaan kata majemuk, yaitu inti atau disebut dengan D (Diterangkan), dan penjelas atau disebut M (Menerangkan).
Contoh:
a. Rumah Sakit D M
(34)
b. Kereta Api M D (c) Kata berimbuhan
Kata berimbuhan adalah kata dasar yang dilekati awalan, akhiran serta awalan dan akhiran sekaligus. Gabungan kata yang dilekati awalan dan akhiran sekaligus ditulis serangkai (contoh: pertanggungjawaban, memberitahukan, ketidakadilan, dll.). Gabungan kata yang dilekati awalan atau akhiran saja ditulis terpisah (contoh: bertanggung jawab, memberi tahu, tanda tangani, dll).
(d) Kata ulang
Kata ulang adalah kata yang mengalami pengulangan. Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung. Kata ulang dibagi menjadi lima jenis, yaitu. (i) kata ulang dwilingga adalah kata ulang utuh. Artinya kata ulang yang tidak mengalami perubahan dari bentuk awal/ bentuk dasar.Contoh:buku-buku, orang-orang, dll; (ii) kata ulangdwipurwaadalah kata ulang yang berupa pengulangan suku awal, dimana setiap vokal pada suku awal berubah menjadi vokal /e/.Contoh: lelaki, tetamu, dll; (iii) kata ulang dwilingga salin swara adalah kata ulang yang berupa pengulangan berubah/bervariasi bunyi. Contoh:gerak-gerik; (iv) kata ulang berimbuhan adalah kata ulang yang bentuk dasarnya mendapat imbuhan. Contoh: kehijau-hijauan, kemerah-merahan,dll; (v) kata ulang sebagian adalah kata ulang yang bentuk dasarnya diulang sebagian. Contoh: tanam-tanaman, tolong-menolong, dll.
(35)
(e) Kata tugas
Kata tugas merupakan kumpulan kata dan partikel. Kata tugas dibagi menjadi lima, yaitu. (i) kata depan atau preposisi( di, ke, dari) adalah kata tugas yang selalu berada di depan kata benda, kata sifat atau kata kerja untuk membentuk bagungan kata depan.Contoh:Baju itu terletakdidalam kamar, Ayah berangkat ke kantor, Andi datang dari Surabaya kemarin; (ii) kata sambung atau konjungsi adalah kata tugas yang berfungsi menghubungkan dua kata atau dua kalimat. Misalnya: dan, dengan, kalau, serta, maupun, tetapi, dan lain-lain. Contoh: Pengetahuannya terbatas karena kurang membaca; (iii) kata seru atauinterjeksiadalah kata tugas yang dipakai untuk mengungkapkan seruan hati seperti rasa kagum, sedih, heran, dan jijik. Misalnya: aduh, ayo, wah, ih, astaga. Contoh: Aduh, perutku sakit sekali, Astaga, dia bukannya belajar, malahan main game; (iv) kata sandang atau artikel adalah kata tugas yang membatasi makna jumlah orang atau benda. Ada tiga macam artikel, yaitu: artikel yang menyatakan makna tunggal (contoh: sang raja), artikel yang menyatakan makna jamak (contoh: para petani), dan artikel yang menyatakan makna netral (contoh:si hitam manis); dan (v) partikel bermakna unsur-unsur kecil dalam bahasa. Partikel dibagi menjadi tiga macam, yaitu: partikel yang berperan membentuk kalimat tanya: -kah,tah,lah(contoh: Apakahyang tersirat dalam surat itu?), partikel yang berperan membentuk kalimat perintahpun(contoh: Jika ibu pergi, ayahpun ingin pergi), dan partikel yang berperan membentuk kalimat pernyataan:-per
(36)
yang berarti ‘mulai/ demi/ tiap (contoh: Mereka masuk ke dalam pesawat satu persatu).
b. Kalimat efektif
Kalimat efektif adalah kalimat yang dengan tepat mampu menyampaikan gagasan dari penulis sehingga menimbulkan gagasan yang sama tepatnya dengan pembaca. Menurut Pusat dan Pengembangan Bahasa Depdiknas Republik Indonesia (2008: 41-54), kalimat efektif adalah kalimat yang dapat melukiskan ide persis seperti yang dimaksud penulis. Dasar-dasar penguasaan kebahasaan yang mendukung keefektifan kalimat antara lain: kosa kata yang tepat, kaidah sintaksis, dan penalaran yang logis.
Fungsi kalimat terdiri dari S, P, O, Pel, Ket. Pola kalimat yang paling sederhana adalah bertipe S-P, dan paling kompleks adalah bertipe S-Po-Ket. Pada pembelajaran keterampilan menulis di sekolah dasar kalimat yang efektif itu adalah kalimat yang terdiri atas subjek, predikat, objek, dan keterangan. Jadi, ketika peserta didik menulis dongeng berdasarkan media pop up, peserta didik harus menggunakan kalimat yang terdiri atas subjek, predikat, objek dan keterangan.
c. Ejaan
Kemampuan yang dituntut dalam menggunakan ejaan menulis antara lain kemampuan menggunakan tanda baca.
(i) Tanda baca
Tanda baca terdiri dari beberapa macam, yaitu : tanda titik ( . ), tanda koma ( , ), tanda titik koma ( ; ), tanda titik dua ( : ), tanda hubung ( - ),
(37)
tanda pisah ( _ ), tanda tanya ( ? ), tanda seru ( ! ), tanda kurang ( - ) tanda garis miring ( / ), dan tanda penyingkat (, ).
(ii) Penulisan kata
Penulisan kata meliputi penulisan kata dasar, kata turunan, kata ulang, gabungan kata, kata ganti, kata depan partikel, angka dan bilangan. Pembahasan mengenai penulisan kata sudah dijelaskan di atas pada bagian pemilihan kata/ diksi. Adapun pembahasan tentang penulisan bilangan adalah sebagai berikut: penulisan bilangan tingkat dapat dilakukan dengan tiga cara. menggunakan angka Romawi, angka Arab, atau memakai huruf, misalnya: Abad XXI, Abad ke-20, dan Abad kedua puluh).
(iii) Penulisan huruf
Cara penulisan huruf kapital dapat dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat, huruf pertama petikan langsung dan dipakai sebagai huruf pertama gelar kehormatan, nama bangsa, suku, dan bahasa, nama tahun, bulan, hari, hari raya, huruf pertama nama geografi, peristiwa sejarah, nama resmi badan, lembaga pemerintahan, ketatanegaraan, dokumentasi resmi, nama buku, huruf pertama nama orang, surat kabar, judul karangan, hubungan kekerabatan seperti Bapak dan Ibu.
Cara penulisan huruf miring dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, surat kabar yang dikutip dalam tulisan, menegaskan atau mengkhususkan huruf, menuliskan nama ilmiah atau ungkapan asing.
(38)
5. Keterampilan Menulis
Keterampilan menulis tidak didapatkan seseorang dengan cara yang mudah. Dalam kegiatan menulis, seorang penulis memerlukan latihan dan lebih banyak waktu untuk berpikir dan menuangkan ide-idenya diatas kertas, agar dapat menyusun kalimat dengan struktur bahasa yang baik. Menurut Henry Guntur Tarigan (2013: 1) keterampilan hanya dapat diperoleh dan dikuasai dengan jalan praktik dan banyak pelatihan karena melatih keterampilan berbahasa berarti juga melatih keterampilan berpikir.
Hock (dalam Yeti Mulyati, dkk, 2010: 2.25) mengatakan kemahiran atau keterampilan menulis dapat diperoleh sesseorang melalui latihan-latihan yang intensif. Keterampilan menulis bertujuan untuk menyampaikan ide, gagasan, pikiran, atau perasaan dalam bentuk bahasa tulis kepada orang lain, agar orang lain dapat membaca dan memahami apa yang disampaikan penulis. Menurut Nursisto (1999: 49) agar tulisan dapat dibaca dan dipahami dengan baik oleh pembaca, tulisan tersebut harus memenuhi ciri-ciri sebagai berikut. (1) berisi hal-hal yang bermanfaat; (2) pengungkapannya jelas; (3) penciptaan kesatuan dan pengorganisasian; (4) efektif dan efesien; (5) ketepatan penggunaan bahasa; (6) adanya variasi kalimat; (7) vitalitas cermat dan objektif.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kemahiran atau keterampian menulis dapat diperoleh dan dikuasai dengan jalan praktik dan melalui latihan-latihan yang intensif. Keterampilan menulis bertujuan untuk menyampaikan ide, gagasan, pikiran, atau perasaan dalam bentuk bahasa
(39)
tulis kepada orang lain, agar orang lain dapat membaca dan memahami apa yang disampaikan penulis.
Zulela, (2013: 10) menjelaskan dalam pembelajaran bahasa Indonesia harus jelas fokusnya, agar pelaksanaan pembelajaran jelas, terarah, efisien dan efektif sesuai tujuan. Fokus pembelajaran bahasa Indonesia pada aspek menulis di kelas tinggi, adalah sebagai berikut: menulis lanjutan, menulis dengan bantuan gambar, menulis paragraf, menulis karangan, menulis surat, menulis formulir, menulis naskah pidato, menulis ceramah, menulis berita, menulis sastra anak , dll. Sastra merupakan bagian kecil dari kebutuhan hidup manusia yang berupa perwujudan dari rasa seni dan keindahan yang menjadikan bahasa sebagai media.
Menurut Lukens, 2003 (Zulela, 2013: 32) mengatakakan dalam menulis sastra harus diperhatikan juga genre. Genre di sini maksudnya macam, jenis atau tipe kesusatraan yang memiliki karakteristiknya. Lebih jelasnya Lukens mengelompokan dua genre sastra yang meliputi genre sastra orang dewasa yang memiliki dua tipe besar, yaitu sastra imajinatif (fiksi, puisi dan drama) dan sastra nonimajinatif (esai, biografi/otobiografi, sejarah, dan catatan harian); dan genre sastra anak (SD), yang terdiri atas realisme,fiksi fomula, fantasi,sastra tradisional,puisi, dansastra nonfiksi.
Penelitian ini lebih difokuskan pada sastra tradisional. Sastra tradisional (traditional literature) menunjukan bahwa bentuk cerita berasal dari cerita yang telah mentradisi, tidak diketahui kapan mulainya dan siapa penciptanya dan dikisahkan secara turun temurun. Burhan Nurgiyantoro, (2013: 22)
(40)
mengatakan jenis cerita yang dikelompokan ke dalam sastra tradisional adalah fabel, dongeng rakyat, mitologi, legenda, dan epos. Dari jenis- jenis cerita sastra tradisional yang disebutkan di atas, dalam penelitian ini difokuskan pada jenis cerita dongeng (fabel).
C. Kajian Tentang Dongeng 1. Pengertian Dongeng
Dongeng adalah cerita yang dianggap tidak benar-benar terjadi yang tidak masuk akal atau fikti belaka yang biasanya bertujuan untuk hiburan. Danandjaya, (1984: 83) mengatakan dongeng merupakan cerita pendek kolektif kesusatraan lisan dan cerita prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi atau tidak dianggap kebenar-benarannya. Kebenar-benaran di sini dikaitkan dengan logika realitas sebagaimana halnya yang ada dan terjadi dalam kehidupan nyata. Artinya, berdasarkan logika biasa apa yang dikisahkan dalam cerita itu kurang masuk akal, paling tidak pada bagian-bagian tertentu. Dongeng sering diidentikan sebagai suatu cerita bohong, bualan, khayalan, atau cerita yang mengada-ada dan tidak ada manfaatnya. Dongeng diceritakan untuk hiburan.
Menurut Nursisto, (2000: 43) dongeng adalah suatu cerita tentang suatu hal yang tidak mungkin terjadi atau fantastis belaka. Cerita fantasi adalah cerita yang menampilkan tokoh, alur, latar, atau tema yang derajat kebenarannya diragukan, baik menyangkut hampir seluruh maupun hanya sebagian cerita. Cerita fantasi menurut Huck, dkk, 1987 (Burhan Nurgiyantoro, 2013: 295) adalah cerita yang memiliki makna lebih dari
(41)
sekedar yang dikisahkan. Cerita fantastis biasanya berhubungan dengan kehidupan binatang yang mengandung kelucuan, keajaiban, atau kepercayaan.
Sependapat dengan Burhan Nurgiyantoro (2013: 198) mengatakan dongeng merupakan salah satu cerita rakyat (folktale) yang cukup beragam cakupannya yang berasal dari berbagai kelompok etnis, masyarakat, atau daerah tertentu di berbagai belahan dunia, baik yang berasal dari tradisi lisan maupun yang sejak semula diciptakan secara tertulis. Istilah dongeng dapat dipahami sebagai cerita yang tidak benar-benar terjadi dan dalam banyak hal sering tidak masuk akal. Dari sudut pandang ini, dongeng dapat dipandang sebagai cerita fantasi, cerita yang mengikuti daya fantasi walau terkesan aneh walau secara logika sebenarnya tidak dapat diterima.
Wendi Widya Ratna Dewi (2008:3) mengatakan dongeng merupakan cerita lama yang hidup di masyarakat. Dongeng muncul karena nenek moyang kita belum paham tentang gejala alam yang terjadi. Mereka menganggap peristiwa yang terjadi itu merupakan sesuatu yang luar biasa. Kusumo Priyono, (2006:14) mengemukakan dongeng merupakan cara termudah, tercepat untuk membina hubungan antara guru-murid, dan salah satu cara paling efektif untuk membentuk tingkah laku dikemudian hari.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dongeng adalah cerita pendek kolektif kesusatraan lisan dan cerita prosa rakyat yang tidak dianggap kebenarannya atau fantastis belaka. Kebenaran di sini dikaitkan dengan logika realitas sebagaimana halnya yang ada dan terjadi dalam
(42)
kehidupan nyata. Artinya, berdasarkan logika biasa apa yang dikisahkan dalam cerita itu kurang masuk akal. Dongeng juga sering diidentikan sebagai suatu cerita bohong, bualan, khayalan, atau cerita yang mengada-ada atau fantasi belaka dan tidak ada manfaatnya. Cerita fantasi maksudnya cerita yang menampilkan tokoh, alur, latar, atau tema yang derajat kebenarannya diragukan, baik menyangkut hampir seluruh maupun hanya sebagian cerita. Cerita fantastis berhubungan dengan kehidupan binatang yang mengandung kelucuan, keajaiban, atau kepercayaan. Dongeng biasanya diceritakan untuk hiburan.
Dalam penelitian ini, dongeng yang akan dikembangkan dalam tulisan anak adalah cerita dongeng berdasarkan media pop up. Media tersebut mengandung unsur tiga dimensi serta dapat bergerak ketika halamannya di buka. Selain itu, media ini memiliki tampilan gambar yang indah dan dapat ditegakan.
2. Manfaat Dongeng
Menulis dongeng dapat bermanfaat untuk memberikan hiburan. Selain itu, menuis dongeng juga dapat bermanfaat untuk mengembangkan daya khayal anak. Menurut Burhan Nurgiyantoro (2013: 200) kemunculan dongeng selain bermanfaat untuk memberikan hiburan, juga sebagai sarana untuk mewariskan nilai-nilai yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat pada waktu itu.
Kusumo Priyono (2006: 13-15) dongeng sebenarnya tidak sekedar untuk hiburan belaka, melainkan memiliki tujuan yang lebih luhur, yakni
(43)
pengenalan alam lingkungan, budi pekerti, dan mendorong anak untuk berperilaku positif. Secara lebih jelas Kusumo Priyono menjelaskan adapun manfaat dari dongeng adalah sebagai berikut.
(a) Meransang dan menumbuhkan imajinasi dan daya fantasi anak secara wajar.
(b) Mengembangkan daya penalaran sikap kritis serta kreatif. (c) Mempunyai sikap kepedulian terhadap nilai-nilai luhur budaya
bangsa.
(d) Dapat membedakan perbuatan yang baik dan perlu ditiru dengan yang buruk dan tidak perlu ditiru.
(e) Punya rasa hormat dan mendorong terciptanya kepercayaan diri dan sikap terpuji pada anak-anak.
Menurut Supriyadi, (2006: 78) adapun manfaat-manfaat dongeng pada anak, antara lain: merangsang dan menumbuhkan imajinasi siswa, mengembangkan daya penalaran terhadap nilai-nilai luhur dalam dngeng, mengembangkan wawasan dunia luar dan kepekaan terhadap masalah sosial, serta memberikan hiburan kepada siswa.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa manfaat dongeng adalah sebagai hiburan, sebagai sarana untuk mewariskan nilai-niai yang diyakini kebenarannya, dan sebagai alat untuk mendorong anak untuk selalu bersikap positif.
3. Unsur-Unsur Dongeng
Unsur dongeng merupakan bagian-bagian dari dongeng atau biasa disebut dengan cerita. Unsur- unsur dalam sebuah cerita biasanya meliputi tema, alur, tokoh, lattar, dan pesan. Menurut Burhan Nurgiyantoro (2005: 23) unsur intrinsik (intrinsic) adalah unsur pembangun karya sastra. Yang termasuk dalam unsur intrinsik pembangun karya sastra, yaitu: ceritaplot, penokohan,
(44)
tema, latar, sudut pandang, gaya bahasa, dan lain-lain. Menurut Wiyanto (2005: 58) dongeng adalah salah satu bentuk prosa lama. Prosa mempunyai struktur pembangun yang berupa unsur intrinsik, yaitu: tema,plot, penokohan (perwatakan),setting(lattar), gaya bahasa dan amanat.
Menurut Suharianto (2005: 17- 27) unsur intrinsik adalah sebagai berikut: a) tema, b) alur, c) penokohan, d) lattar, dan e) gaya bahasa.
a. Tema atau dasar cerita adalah permasalahan yang merupakan titik tolak pengarang dalam menyusun cerita atau karya sastra tersebut, sekaligus merupakan permasalahan yang ingin dipecahkan pengarang dengan karyanya. Menurut Lukens, (melalui Enny Zubaidah. 2012: 63) mengatakan tema dalam sastra adalah ide-ide yang membangun sebuah cerita, seperti masyarakat, sifat-sifat manusia, atau kondisi manusia. Selanjutnya, dinyatakan bahwa tema adalah permasalahan pokok dalam sebuah cerita. Tompkins, (melalui Enny Zubaidah 2012: 63) tema adalah makna tersirat dari cerita dan menunjukkan kebenaran bahwa tema adalah makna tersirat dari cerita dan menunjukkan kebenaran umum tentang sifat manusia.
b. Alur atau plot yaitu cara pengarang menjalin kejadian-kejadian secara beruntun dengan memperhatikan hukum sebab akibat sehingga merupakan kesatuan yang padu, bulat, dan utuh. Menurut Lukens (melalui Enny Zubaidah, 2012: 72) alur atau plot adalah urutan peristiwa yang menunjukkan perilaku tokoh. Pernyataan tersebut di dukung Tompkins
(45)
(melalui Enny Zubaidah: 2012: 72) alur atauplotadalah urutan kejadian yang melibatkan tokoh dengan situasi konflik.
c. Penokohan atau perwatakan adalah pelukisan tentang tokoh cerita, baik keadaan lahirnya maupun pandangan batinnya yang berupa pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, dan sebagainya. Mendukung pendapat di atas Enny Zubaidah (2012: 67) menyatakan bahwa tokoh cerita adalah sebagai pelaku cerita. Ia memiliki sifat, kebiasaan, dan tingkah laku yang secara keseluruhan mampu menggambarkan seseorang.
d. Lattar atau setting yaitu tempat atau waktu terjadinya cerita. Menurut Enny Zubaidah (2012: 78) Latar menggambarkan tempat, suasana, dan waktu terjadinya peristiwa ketika peristiwa tersebut berlangsung.
e. Gaya bahasa dalam karya sastra mempunyai fungsi ganda yaitu sebagai alat penyampai maksud pengarang dan penyampai perasaan pengarang. Sementara itu, menurut Agus Kurniawan (2011: 34- 41) unsur-unsur pembangun dongeng sebagai berikut tema, penokohan atau perwatakan, konflik, lattar, dan alur.
a. Tema adalah inti atau makna dasar sebuah cerita. Tema menjadi dasar bagi pengarang untuk menuliskan karangannya. Dongeng sebagai bacaan anak harus mengacuh pada pola pikir anak. Sehingga tema dari dongeng harus seperti berikut ini: berkisar tentang kehidupan anak, sederhana dan mudah ditangkap kandungan maknanya, mengandung unsur-unsur edukatif yang memberi pendidikan terhadap anak, dengan memberi contoh tentang sifat dan perilaku yang baik, mengandung saran, petuah, dan nasihat-nasihat
(46)
bijak, serta mengungkapkan bentuk kehidupan yang ideal, seperti kebaikan mengalahkan kejahatan, setiap perbuatan akan mendapat balasan yang setimpal dengan perbuatannya, dan sebagainya.
b. Penokohan atau perwatakan. Di dalam dongeng, tokohnya tidak harus manusia, tetapi bisa binatang atau tumbuh-tumbuhan yang oleh pengarang dimanusiakan, atau diberi sifat-sifat seperti halnya manusia.
c. Konflik adalah pertentangan dalam cerita yang dialami tokoh karena suatu keadaan yang dipandang tidak ideal oleh sang tokoh. Konflik berperan dalam membangun ketegangan dan memancing emosi pembaca.
d. Lattar atausettingadalah hal-hal yang berada dalam ruang lingkup cerita. e. Alur adalah gerak cerita dari awal sampai akhir. Alur Cerita dapat digerakan mulai dari waktu yang paling awal terjadi dalam cerita, sampai dengan waktu yang paling akhir. Dongeng hampir selalu menggunakan alur lurus. Pertimbangannya adalah faktor pembaca yang khususkan pada anak-anak. Dengan alur lurus, pembaca dapat mengikuti jalannya cerita dengan baik, tanpa harus berfikir keras.
f. Gaya penceritaan. Charlotte Huck, Sudan Hepler, dan Janet Hickman (melalui Enny Zubaidah, 2012: 83) Gaya penceritaan yang baik itu sesuai antara plot, tema, penokohan (karakter), dan antara gagasan dan penuangan gagasannya.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur dongeng meliputi unsur tema, penokohan atau perwatakan, alur, lattar atau setting, konflik, gaya bahasa, gaya penceritaan, dan amanat. Dalam penelitian
(47)
ini, unsur yang ditekankan adalah tema, penokohan, alur, lattar atau setting, amanat cerita dan gaya bahasa atau kebahasaan.
4. Macam-Macam Dongeng
Selain mempunyai unsur-unsur cerita, dongeng atau cerita ini juga dibagi menjadi beberapa jenis. Jenis-jenis dongeng meliputi fabel, mitos, legenda, epos, dan dongeng rakyat. Burhan Nurgiyantoro, (2013: 22) mengatakan jenis cerita yang dikelompokan ke dalam sastra tradisional adalah sebagai berikut mitos, legenda, epos, dongeng rakyat dan cerita binatang atau fabel.
a. Mitos (myths) merupakan cerita masa lampau yang dimiliki bangsa-bangsa didunia. Mitos biasanya menampilkan cerita tentang kepahlawanan, asal-usul alam, manusia, atau bangsa yang dipahami mengandung sesuatu yang suci atau gaib.
b. Legenda (legends) berkaitan dengan kebenaran sejarah. Legenda sengaja dikaitkan dengan aspek kesejarahan sehingga, selain memiliki pijakan lattar yang pasti, seolah-olah mengesankan bahwa ceritanya memiliki kebenaran sejarah.
c. Epos merupakan sebuah cerita panjang yang berbentuk syair dengan pengarang yang tidak perna diketahui.
d. Dongeng Rakyat (folktales) merupakan salah satu bentuk dari cerita tradisional.
e. Fabel (fable) adalah cerita binatang yang dimaksudkan sebagai personifikasi karakter manusia. Binatang-binatang yang dijadikan tokoh cerita dapat berbicara, bersikap, dan berperilaku sebagaimana halnya manusia.
Menurut Supriyadi, (2006: 28) dongeng dibagi menjadi beberapa macam, antara lain: a) fabel, b) parabel, c) sage, d) mite dan e) legenda.
a. Fabel adalah dongeng yang isinya tentang kehidupan binatang atau tumbuh-tumbuhan yang kehidupannya dihubungkan dengan kehidupan manusia.
(48)
b. Parabel adalah dongeng khayal yang mengandung ajaran yang baik.
c. Sage adalah dongeng/ cerita yang berhubungan dengan sejarah. d. Mite atau mitos adalah cerita khayalan yang berhubungan dengan
hal-hal yang bersifat gaib.
e. Legenda adalah cerita khayal yang dihubung-hubungkan dengan kenyataan alam.
Sementara itu, Kusumo Priyono (2006: 9) mengatakan dongeng dapat dikelompokan kedalam lima macam, yaitu sebagai berikut.
(i) Dongeng yang berhubungan dengan kepercayaan masyarakat (legenda). Dongeng yang menceritakan asal mula terjadinya suatu tempat.
(ii) Dongeng yang berkaitan dengan fungsi pelipur lara.
Dongeng pelipur lara biasanya disajikan sebagai pengisi waktu istirahat, dibawakan secara romantis, penuh humor dan sangat menarik.
(iii)Dongeng yang berkaitan dengan kepercayaan nenek moyang (mite). Dongeng yang bercerita tentang dunia dewa-dewa dan berkaitan dengan kepercayaan masyarakat.
(iv)Dongeng yang beraitan dengan cerita rakyat.
Dongeng cerita rakyat biasanya diciptakan dengan suatu misi pendidikan yang penting bagi dunia anak-anak.
(v) Dongeng yang berkaitan dengan dunia binatang (fabel).
Dongeng tentang kehidupan binatang yang digambarkan bisa bicara seperti manusia, biasanya bersifat sindiran atau kiasan. Pada penelitian ini, lebih difokuskan pada dongeng yang berkaitan dengan dunia binatang atau fabel. Menurut Burhan Nurgiantoro (2013: 190) cerita binatang atau fabel (fables) adalah salah satu bentuk cerita tradisional yang menampilkan binatang sebagai tokoh cerita. Binatang-binatang tersebut dapat berpikir dan berinteraksi layaknya komunitas manusia, juga dengan
(49)
berperasaan, berbicara, bersikap, dan lain-lain sebagaimana halnya manusia dengan bahasa manusia. Menurut Huck, dkk, 1987 dan Mitchell, 2003 (Burhan Nurgiantoro 2013: 191) tujuan cerita fabel adalah untuk memberikan pesan-pesan moral. pada umumnya fabel tidak panjang dan secara jelas mengandung ajaran moral, dan pesan moral itu secara nyata biasanya ditempatkan pada bagian akhir cerita. Tujuan penyampaian atau pemberian ajaran moral inilah yang menjadi fokus penceritaan dan sekaligus menyebabkan hadirnya fabel ditengah masyarakat.
Dipilihnya cerita-cerita binatang atau fabel karena cerita tersebut memiliki kelebihan-kelebihan. Kelebihan dari cerita fabel ini adalah menampilkan tokoh binatang yang tingkah laku, sikap dan perbuatanya menirukan manusia. Selain itu cerita fabel ini dapat memberikan pesan moral atau sindiran kepada manusia tanpa menyinggung perasaan manusia. Menurut Burhan Nurgiantoro (2013: 191) kelebihan dari cerita binatang atau fabel adalah pesan moral atau kritik yang ingin disampaikan menjadi lebih bersifat tidak langsung. Artinya cerita fabel ini dapat digunakan untuk menyindir perilaku manusia tanpa membuat manusia tersinggung. Hal itu menyebabkan pembaca lebih senang dan menikmati, dan jika terkena kritik, menjadi tidak terasa karena baik yang memberikan kritik dan pesan maupun yang ditujuh adalah sama-sama binatang. Hal itu pula yang menyebabkan cerita binatang menjadi lebih populer, disenangi anak-anak, dan orang dewasa, dan bersifat universal.
Dilihat dari waktu kemunculannya, cerita binatang dapat dibagi menjadi dua macam. Menurut Burhan Nurgiantoro (2013: 194) cerita binatang dapat
(50)
dikategorikan kedalam cerita klasik dan modern. Cerita binatang klasik dimaksudkan sebagai cerita yang telah ada sejak zaman dahulu, namun tidak diketahui persis kapan munculnya, yang diwariskan secara turun-temurun sedangkan cerita binatang modern dimaksudkan sebagai cerita yang muncul dalam waktu yang relatif belum lama dan sengaja ditulis oleh pengarang tertentu sebagai ekspresi kesastraan. Perbedaannya adalah cerita binatang klasik hadir semata-mata karena dipakai sebagai sarana mengajarkan moral tertentu, sedangkan cerita binatang modern hadir sebagai manifestasi kreatif penulisan karya sastra. Dalam penelitian ini, difokuskan pada fabel modern yang dapat digunakan melalui mediapop up, seperti yang telah disebutkan di atas.
5. Teknik Penilaian Penulisan Cerita Dongeng
Untuk mengetahui peningkatan keterampilan siswa dalam menulis dongeng dibutuhkan suatu teknik penilaian. Kegiatan menulis melibatkan beberapa aspek dalam penilaiannya seperti yang disampaikan oleh Zaini Machmoed (Burhan Nurgiyantoro, 2009: 305) yang mengatakan bahwa kategori dalam menulis meliputi: (1) kualitas dan ruang lingkup isi, (2) organisasi dan pengajian isi, (3) gaya dan bentuk bahasa, (4) tata bahasa, ejaan, tanda baca, kerapian tulisan dan kebersihan, (5) respon efektif guru terhadap menulisnya. Teknik penilaian unsur-unsur dongeng menurut Suharianto, (2005: 170) meliputi tema, penokohan atau perwatakan, lattar, alur cerita dan gaya bahasa. Burhan Nurgiyantoro, (2013: 221) mengemukakan unsur-unsur dongeng meliputi 7 unsur, yaitu: (a) tokoh, (b)
(51)
alur cerita, (c) lattar, (d) tema, (e) moral atau amanat cerita, (f) sudut pandang, (g) stile dan nada. Menurut Enny Zubaidah, (2012: 63-86) unsur-unsur dongeng itu meliputi tema, alur, tokoh, lattar atausetting, sudut pandang, dan gaya penceritaan.
Unsur-unsur cerita meliputi tema, tokoh, alur cerita, lattar atau setting, amanat cerita, sudut pandang, stile, nada, sudut pandang, gaya penceritaan, dan gaya bahasa. Dalam penelitian ini, teknik penilaian unsur dongeng yang digunakan meliputi 6 unsur dongeng, yaitu: (1) tema, (2) penokohan atau perwatakan, (3) alur, (4) lattar atausetting, (5) amanat cerita, (6) gaya bahasa/ kebahasaan.
Berdasarkan uraian di atas, untuk memudahkan dalam melakukan penilaian hasil menulis dongeng maka perlu di buat tabel teknik penilaian dalam menulis dongeng. Teknik penilaian keterampilan menulis ini dimodifikasi dari pendapat Suharianto, (2005: 17- 27), Burhan Nurgiyantoro, (2013: 221), Zaini Machmoed (Burhan Nurgiyantoro, 2009: 305), dan Enny Zubaidah (2012: 63-83) yaitu sebagai berikut.
(52)
Tabel 2. Teknik Penilaian Keterampilan Menulis Dongeng No. Unsur Yang Dinilai Skor Maksimal
1. Tema 10
2. Tokoh 10
3. Alur 10
4. Lattar atausetting
Settingwaktu 5
Settingtempat 5
Settingsuasana 5
5. Amanat Cerita 15
6. Kebahasaan/ gaya bahasa
Pilihan kata/ diksi 10
Kalimat 15
Ejaan 15
Total 100
Berdasarkan tabel 2. teknik penilaian keterampilan menulis cerita dongeng tersebut, adapun rubrik penilaian keterampilan menulis cerita dongeng berdasarkan mediapop upsebagai berikut.
(53)
Tabel 3. Rubrik Penilaian Keterampilan Menulis Dongeng Berdasarkan MediaPop Up
Unsur yang dinilai
Skor Kriteria penilaian
Tema 10 Tema cerita tepat sesuai dengan cerita dalam mediapop up 6 Tema cerita agak sesuai dengan cerita dalam mediapop up 4 Tema cerita tidak sesuai dengan cerita dalam mediapop up Tokoh 10 Tokoh cerita tepat sesuai dengan cerita dalam mediapop up
6 Tokoh cerita agak sesuai dengan cerita dalam mediapop up 4 Tokoh cerita tidak sesuai dengan cerita dalam mediapop up Alur 10 Alur cerita tepat sesuai dengan cerita dalam mediapop up
6 Alur cerita agak sesuai dengan cerita dalam mediapop up 4 Alur cerita tidak sesuai dengan cerita dalam mediapop up Lattar atau
setting
15 Settingcerita tepat sesuai dengan cerita dalam mediapop up 10 Settingcerita agak sesuai dengan cerita dalam mediapop up 5 Settingcerita tidak sesuai dengan cerita dalam mediapop up Amanat
cerita
15 Amanat cerita tepat sesuai dengan cerita dalam media pop up
10 Amanat cerita agak sesuai dengan cerita dalam media pop up
5 Amanat cerita tidak sesuai dengan cerita dalam media pop up
Kebahasaan/ gaya bahasa Pilihan
kata/ diksi
10 Pilihan kata yang digunakan dalam cerita tepat sesuai dengan cerita dalam mediapop up
6 Pilihan kata yang digunakan dalam cerita agak sesuai dengan cerita dalam mediapop up
4 Pilihan kata yang digunakan dalam cerita tidak sesuai dengan cerita dalam mediapop up
Kalimat 15 Kalimat yang digunakan dalam cerita tepat sesuai dengan cerita dalam mediapop up
10 Kalimat yang digunakan dalam cerita agak sesuai dengan cerita dalam mediapop up
5 Kalimat yang digunakan dalam cerita tidak sesuai dengan cerita dalam mediapop up
Ejaan 15 Ejaan yang digunakan dalam cerita tepat sesuai dengan cerita dalam mediapop up
10 Ejaan yang digunakan dalam cerita agak sesuai dengan cerita dalam mediapop up
5 Ejaan yang digunakan dalam cerita tidak sesuai dengan cerita dalam mediapop up
(54)
D. Kajian Tentang MediaPop Up 1. Pengertian MediaPop Up
Pop upadalah media tiga dimensi yang memiliki gambar tampilan yang menarik dan dapat ditegakan ketika halamannya dibuka. Pop up tersebut, dalam penelitian ini digunakan sebagai media. Menurut Bluemel dan Taylor mengatakan pop up adalah sebuah buku yang menampilkan potensi untuk bergerak dan interaksinya melalui penggunaan kertas sebagai bahan lipatan,
gulungan, bentuk, roda atau putarannya
(http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/b). Menurut Joko Muktiono mengatakanpop upadalah sebuah buku yang memiliki tampilan gambar yang bisa ditegakkan serta membentuk obyek-obyek yang indah dan dapat bergerak atau memberi efek yang menakjubkan (http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/b).
Pengertian lain menurut Montanaropop upmerupakan sebuah buku yang memiliki bagian yang dapat bergerak atau memiliki unsur 3 dimensi (http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/b). Sependapat dengan Dzuanda menjelaskan pop-up adalah sebuah buku yang memiliki bagian yang dapat bergerak atau memiliki unsur 3 dimensi serta memberikan visualisasi cerita yang lebih menarik, mulai dari tampilan gambar yang dapat bergerak ketika halamannya dibuka (http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/b).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwapop up merupakan sebuah buku yang memiliki unsur tiga dimensi serta dapat bergerak ketika halamannya dibuka, selain itu pop up memiliki tampilan
(55)
gambar yang indah dan dapat ditegakkan. Media pop up cocok digunakan sebagai alat peraga di SD karena proses pembelajaran dengan menggunakan media pop up akan jauh lebih menyenangkan, karena tampilan pop up menarik.
2. Kelebihan MediaPop Up
Pop up digunakan dalam penelitian ini sebagai media karena selain mempunyai gambar tampilan yang menarik dan indah, pop upjuga memiiki kelebihan-kelebihan. Kelebihan pop up adalah dapat memberikan kejutan kepada pembaca ketika halamannya di buka. Selain itu,pop up mempunyai kemampuan untuk memperkuat kesan yang ingin disampaikan dalam sebuah cerita. Menurut Dzuanda Tampilan visual yang lebih berdimensi padapop up membuat cerita semakin terasa nyata dan kesan yang ingin ditampilkan dapat lebih tersampaikan. Gambar dapat secara tiba-tiba muncul dari balik halaman sehingga dapat memberikan kejutan kepada pembaca (http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/b). Tampilanpop upsangat menarik karena mempunyai unsur tiga dimensi dan gerak kinetik. Kumpulan potongan-potongan objek pada buku tersebut kadang diikuti gerakan dari gambar dengan cara membuka atau menarik halaman, sehingga dapat terbentuk sesuai dengan benda aslinya serta bertujuan untuk memberikan tampilan visual lebih menarik pada sebuah cerita.
Menurut Sabuda (www.robetsabuda.com diakses pada tanggal 05 Februari 2016 pukul 15.35), pop up dapat digunakan sebagai media pembelajaran karena memiliki kelebihan- kelebihan sebagai berikut.
(56)
a. Dapat mengatasi batasan ruang, waktu, dan pengamatan karena tidak semua benda, objek atau peristiwa dapat dibawa ke dalam kelas atau siswa dapat mengamati peristiwa objek tersebut.
b. Bersifat konkret.
c. Dapat menjadi sumber belajar untuk tingkat usia berapa saja karena setiap halaman buku dapat diisi dengan gambar dan informasi yang sesuai konsep.
d. Pop up memiliki ruang-ruang dimensi yang dimana buku ini bisa berbentuk struktur tiga dimensi sehingga buku ini lebih menarik untuk dibaca.
3. Manfaat MediaPop Up
Menurut Dzuanda mediapop up memiliki berbagai manfaat yang sangat berguna, yaitu.
(i) Mengajarkan anak untuk lebih menghargai buku dan memperlakukannya dengan lebih baik.
(ii) Mendekatkan anak dengan orang tua karena pop up memiliki bagian yang halus sehingga memberikan kesempatan untuk orang tua untuk duduk bersama dengan putra-putri mereka dan menikmati cerita (mendekatkan hubungan antara orang tua dan anak).
(iii) Mengembangkan kreativitas anak. (iv) Merangsang imajinasi anak.
(v) Menambah pengetahuan hingga memberikan penggambaran bentuk
suatu benda (pengenalan benda)
(http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/b).
Sementara itu, Menurut Bluemel dan Taylor menyebutkan beberapa kegunaan mediapop up, yaitu.
(i) Untuk mengembangkan kecintaan anak muda terhadap buku dan membaca.
(57)
(ii) Bagi peserta didik anak usia dini untuk menjembatani hubungan antara situasi kehidupan nyata dan simbol yang mewakilinya.
(iii) Bagi siswa yang lebih tua atau siswa berbakat dan memiliki kemampuan dapat berguna untuk mengembangkan kemampuan berfikir kritis dan kreatif.
(iv) Bagi yang enggan membaca, anak-anak dengan ketidakmampuan belajar bahasa inggris sebagai bahasa kedua dapat membantu siswa untuk menangkap makna melalui perwakilan gambar yang menarik dan untuk memunculkan keinginan serta dorongan membaca secara mandiri dengan kemampuannya untuk melakukan hal tersebut secara terampil (http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/b).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa manfaat media pop up adalah dapat digunakan sebagai media untuk menanamkan kecintaan anak terhadap buku dan membaca, lebih mendekatkan hubungan antara orang tua dan anak, mengembangkan kreativitas anak, merangsang imajinasi anak, menambah pengetahuan hingga memberikan penggambaran bentuk suatu benda serta untuk memunculkan keinginan dan dorongan membaca secara mandiri.
Dalam penelitian ini, manfaat media pop up adalah digunakan sebagai media untuk membantu meningkatkan keterampilan menulis dongeng pada siswa kelas IVA SD Negeri jageran.
4. Jenis-Jenis MediaPop Up
Pop up dapat di bagi kedalam beberapa jenis. Menurut Sabuda dalam Frequenty Asked Question, Creative Questions (www.robetsabuda.com diakses pada tanggal 05 Februari 2016 pukul 15.35) jenispop upada berbagai macam, antara lain:transformations, volvelles,peepsho,carousel,pull-tabs, danbox and cylinder.
(58)
Dalam penelitian ini lebih difokuskan pada media pop up jenis transformations. Menurut pengertiannya mediapop upjenisTransformations adalah tampilan bentukpop up yang terdiri dari potongan-potongan pop up yang disusun secara vertikal. Apabila menarik lembar halaman ke samping atau ke atas sehingga tampilan dapat berubah ke bentuk yang berbeda. Media transformations juga memiliki kelebihan-kelebihan. Kelebihan media transformations adalah dapat memberikan visualisasi cerita yang lebih menarik. Mulai dari tampilan gambar yang terlihat lebih memiliki dimensi dan kinetik, gambar yang dapat bergerak ketika halamannya dibuka atau bagiannya digeser, bagian yang dapat berubah bentuk, memiliki tekstur seperti benda aslinya. Hal seperti ini membuat ceritanya lebih menyenangkan dan menarik untuk dinikmati (www.wp.robertsabuda.com diakses pada tanggal 05 Februari 2016 pukul 15.35). Inilah yang dapat memancing antusias pembaca dalam mengikuti ceritanya karena mereka menanti kejutan apa lagi yang akan diberikan di halaman selanjutnya. Media transformations ini, menggambarkan cerita dongeng fabel tentang Monyet yang Serakah dan Kura-kura pada siklus 1 dan cerita tentang Kancil yang Cerdik dan Buaya pada siklus 2.
E. Langkah-Langkah Menulis Dongeng dengan MediaPop Up
Dalam menulis dongeng biasanya melalui beberapa tahap diantaranya menentukan tema, menentukan tokoh cerita, menulis draf alur cerita, dan pengembangan cerita. Menurut Setyawan Pujiyono (2013: 5) selama proses menulis seseorang perlu serangkaian aktivitas yang melibatkan beberapa fase,
(59)
antara lain: 1) prapenulisan (persiapan), 2) penulisan (pengembangan isi karangan), dan 3) pascapenulisan (telaah dan revisi atau editing).
1. Pramenulis adalah tahap persiapan untuk menulis. Tahap pramenulis sangat penting dan menentukan tahap-tahap menulis selanjutnya. Tompkins, 2002 (Setyawan Pujiyono, 2013: 5) mengatakan bahwa pramenulis adalah tahap persiapan. Hal-hal yang dilakukan pada tahap pramenulis adalah: (1) memilih topik; (2) mempertimbangkan tujuan, bentuk dan pembaca, dan (3) mengidentifikasi dan menyusun ide-ide. 2. Penulisan. Pada tahap ini penulis mulai melakukan kegiatan menulis.
Penulis akan mengekspresikan ide-idenya ke dalam tulisan. Waktu untuk menulis lebih difokuskan pada mengeluarkan ide-ide dan gagasan ke dalam bentuk sebuah tulisan.
3. Pascapenulisan merupakan tahap penghalusan dan penyempurnaan tulisan yang dihasilkan. Kegiatan ini meliputi menyunting dan merevisi. Tomskins dan Hoskisson, 1995 (Setyawan Pujiyono, 2013: 6) menyatakan bahwa penyuntingan adalah pemeriksaan dan perbaikan unsur mekanik karangan seperti ejaan puntuasi, diksi, pengkalimatan, penglineaan, gaya bahasa, dan konvensi penulisan, sedangkan revisi lebih mengarah pada perbaikandan pemeriksaan isi tulisan.
Menurut Tomskins dan Hoskisson, 1991 (Setyawan Pujiyono, 2013: 7) tahap-tahap yang terdapat dalam proses menulis bukan merupakan kegiatan yang linier. Pada dasarnya proses menulis bersifat nonlinier, yang merupakan suatu putaran yang berulang. Ini berarti setelah penulis merevisi tulisannya ia mungkin melihat
(60)
ke tahap sebelumnya dengan maksud melihat kesesuaian isi tulisan dengan tujuan menulis.
Haryadi dan Zamsami (1996/1997: 78-81) mengemukakan bahwa proses menulis terdiri atas lima tahap, yaitu: 1) pramenulis, 2) menulis, 3) merevisi, 4) mengedit, dan 5) mempublikasikan.
1. Pramenulis. Pada tahap ini seorang penulis melakukan persiapan seperti menemukan ide gagasan, menentukan judul karangan, menentukan tujuan, memilih bentuk atau jenis tulisan, membuat kerangka, dan lain-lain.
2. Menulis. Pada tahap ini diperlukan pengetahuan kebahasaan yang digunakan untuk pemilihan kata, penentuan gaya bahasa, pembentukan kalimat dan teknik penulisan yang digunakan untuk penyusunan paragraf sampai dengan penyusunan karangan secara utuh.
3. Merevisi. Pada tahap merevisi, penulis mengoreksi keseluruhan karangan. Koreksi dilakukan pada berbagai aspek, seperti struktur karangan dan kebahasaan.
4. Mengedit. Proses pengeditan dapat diperluas dengan penyediaan gambar atau ilustrasi. Hal ini bertujuan agar tulisan itu lebih mudah dipahami dan menarik. 5. Mempublikasikan berarti menyampaikan hasil tulisan kepada publik baik
melalui media cetak atau media noncetak.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan proses menulis, adalah sebagai berikut: (1) tahap pramenulis. Pada tahap ini penulis menyiapkan ide-ide atau kerangka karangan yang akan dijadikan sebagai sebuah karangan atau tulisan. (2) tahap menulis. Pada tahap ini penulis menuangkan kerangka karangan
(61)
yang ada ke dalam bentuk karangan atau tulisan, dan (3) Pascapenulisan yaitu tahap penghalusan dan penyempurnaan tulisan kasar yang dihasilkan. Kegiatan ini meliputi menyunting dan merevisi.
Dalam penelitian ini, langkah-langkah yang digunakan dalam menulis dongeng adalah sebagai berikut.
a. Tahap pramenulis, pada tahap ini peserta didik mengamati dan menyimak penjelasan guru tentang menulis dongeng berdasarkan media pop up, kemudian menyusun kerangka karangan dari cerita yang akan dikembangkan.
b. Tahap menulis, pada tahap ini peserta didik mulai menuangkan kerangka karangan yang ada kedalam bentuk karangan atau tulisan berdasarkan mediapop up.
c. Tahap pascapenulisan, pada tahap ini peserta didik kembali melihat tulisannya dan melakukan perbaikan jika masih ada kesalahan yang ditemukan dan peserta didik membaca cerita dongeng yang telah dibuat di depan kelas.
F. Karakteristik Siswa SD
Muchtar A. Karim dkk (1996 : 20-21) mengatakan umumnya anak SD di Indonesia berumur 7 sampai 12 tahun. Pada umur ini anak masuk dalam tahap operasional konkret. Selama tahap ini anak mengembangkan konsep dengan menggunakan benda-benda konkret untuk menyelidiki hubungan dengan model-model abstrak. Pada tahap ini anak sudah mulai berpikir logis.
(62)
Menurut Piaget (Rita Eka Izzaty, dkk: 105-106), masa kanak-kanak akhir berada dalam tahap operasi konkret dalam berfikir (usia 7-12 tahun). Dimana anak berfikir logis terhadap objek yang konkret, berkurang rasa egonya dan mulai bersikap sosial. Pada masa operasi konkret anak dapat melakukan banyak pekerjaan pada tingkat yang lebih tinggi.
Rita Eka Izzaty, dkk (2008: 16) Masa kanak-kanak akhir dibagi menjadi dua fase, antara lain: masa kelas-kelas rendah Sekolah Dasar yang berlangsung antara usia 6/7 tahun- 9/10 tahun, biasanya mereka duduk di kelas 1, 2, dan 3 Sekolah Dasar. Masa kelas-kelas tinggi Sekolah Dasar, yang berlangsung antara usia 9/10 tahun- 12/13 tahun, biasanya mereka duduk di kelas 4, 5, dan 6 Sekolah Dasar.
Siswa kelas IV SD tentunya memiliki sifat ciri khas sendiri. Noehi Nasution (1992: 44) mengatakan beberapa ciri khas anak-anak pada masa ini ialah sebagai berikut.
a. Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret. Hal ini menimbulkan adanya kecendrungan membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis.
b. Amat realisti, ingin tahu dan ingin belajar.
c. Menjelang akhir masa ini telah ada minat terhadap hal-hal dan mata pelajaran khusus, yang oleh ahli-ahli mengikuti faktor ditafsirkan sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor.
d. Sampai kira-kira umur 11,0 anak membutuhkan guru atau orang-orang dewasa lain untuk menyelesaikan tugasnya dan memenuhi keinginannya.
(63)
e. Pada masa ini anak memandang nilai (angka kotor) sebagai ukuran yang tepat (sebaik-baiknya) mengenai prestasi sekolah.
f. Pada masa ini anak-anak gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Didalam permainan ini biasanya anak tidak terikat pada aturan permainan tradisional, mereka membuat peraturan sendiri.
Rita Eka Izzaty, dkk (2008: 116) menyebutkan beberapa ciri khas anak pada masa kelas tinggi Sekolah Dasar yaitu: perhatiannya tertuju kepada kehidupan praktis sehari-hari, ingin tahu, ingin belajar dan realistis, dan timbul minat kepada pelajaran-pelajaran khusus.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa siswa kelas IV SD masuk pada tahap operasional konkret, dimana anak belajar sesuatu dari benda-benda konkret. Selain itu anak sudah berpikir logir sehingga siswa dinilai sudah bisa menerima pembelajaran menulis dongeng melalui mediapop up.
G. Kerangka Pikir
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar terdapat empat aspek keterampilan. Keempat aspek keterampilan tersebut, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis. Kemahiran atau keterampian menulis dapat diperoleh dan dikuasai dengan jalan praktik dan melalui latihan-latihan yang intensif. Keterampilan menulis bertujuan untuk menyampaikan ide, gagasan, pikiran, atau perasaan dalam bentuk bahasa tulis kepada orang lain, agar orang lain dapat membaca dan memahami apa yang disampaikan penulis. Dalam kegiatan menulis, seseorang dapat menulis berbagai
(64)
bentuk tulisan, misalnya menulis surat, menulis pengumuman, menulis ceramah, menulis puisi, menulis dongeng, dan lain-lain.
Menulis dongeng berarti menulis tentang cerita dongeng. Dongeng adalah cerita pendek kolektif kesusatraan lisan dan cerita prosa rakyat yang tidak dianggap kebenarannya atau fantastis belaka. Kebenaran di sini dikaitkan dengan logika realitas sebagaimana halnya yang ada dan terjadi dalam kehidupan nyata. Artinya, berdasarkan logika biasa apa yang dikisahkan dalam cerita itu kurang masuk akal. Dongeng juga sering diidentikan sebagai suatu cerita bohong, bualan, khayalan, atau cerita yang mengada-ada atau fantasi belaka dan tidak ada manfaatnya. Cerita fantasi maksudnya cerita yang menampilkan tokoh, alur, latar, atau tema yang derajat kebenarannya diragukan, baik menyangkut hampir seluruh maupun hanya sebagian cerita. Cerita fantastis berhubungan dengan kehidupan binatang yang mengandung kelucuan, keajaiban, atau kepercayaan. Dongeng biasanya diceritakan untuk hiburan. Selain sebagai hiburan, dongeng juga bermanfaat sebagai sarana untuk mewariskan nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan sebagai alat untuk mendorong anak untuk selalu bersikap positif.
Untuk mewujudkan tujuan di atas, diperlukan suatu strategi. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan media pop up. Pop up merupakan sebuah buku yang memiliki unsur tiga dimensi serta dapat bergerak ketika halamannya dibuka, selain itupop upmemiliki tampilan gambar yang indah dan dapat ditegakkan. Media pop up cocok digunakan sebagai alat peraga di SD karena proses pembelajaran dengan menggunakan media pop up akan jauh lebih menyenangkan, karena tampilan pop up menarik. Selain itu, media pop up dapat
(65)
digunakan sebagai media untuk menanamkan kecintaan anak terhadap buku dan membaca, lebih mendekatkan hubungan antara orang tua dan anak, mengembangkan kreativitas anak, merangsang imajinasi anak, menambah pengetahuan hingga memberikan penggambaran bentuk suatu benda serta untuk memunculkan keinginan dan dorongan membaca secara mandiri. Yang lebih penting lagi bahwa mediapop updapat meningkatkan motivasi belajar siswa dalam meningkatkan minat siswa dalam menulis dongeng.
Dalam menulis dongeng melalui media pop up digunakan langkah-langkah sebagai berikut, tahap pramenulis, penulisan dan pascamenulis. Selain itu, dalam menulis dongeng harus memperhatikan unsur-unsur dongeng. Dalam penelitian ini, unsur yang ditekankan adalah tema, penokohan, alur, lattar atau setting, amanat cerita dan gaya bahasa atau kebahasaan.
H. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka pikir di atas, hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan bahwa melalui media pop up dapat meningkatkan proses pembelajaran keterampilan menulis dongeng pada siswa kelas IVA Sekolah Dasar Negeri Jageran Kecamatan Sewon Bantul Yogyakarta.
(66)
BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK).
Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru kelas melalui refleksi diri yang dilakukan bersama peserta didik yang bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. Untuk mewujudkan tujuan penelitian tindakan kelas ini diperlukan suatu strategi. Dalam penelitian ini, strategi yang digunakan adalah melalui media pop up untuk meningkatkan keterampilan menulis dongeng pada siswa kelas IVA SD Negeri Jageran.
B. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IVA SD Negeri Jageran, Sewon, Bantul, Yogyakarta. Jumlah siswa kelas IV SD Negeri Jageran adalah 27 siswa yang terdiri dari 14 siswa laki-laki dan 13 siswa perempuan.
2. Objek penelitian
Objek penelitian ini adalah keterampilan menulis dongeng pada siswa kelas IVA SD Negeri Jageran, melalui mediapop up.
(1)
136
Lampiran. 11 Dokumentasi Pada Saat Proses Pembelajaran Menulis Dongeng Berdasarkan MediaPop Up.
Saat kegiatan proses pembelajaran berlangsung, siswa mendengarkan penjelasan guru tentang
unsur-unsur dongeng.
Saat siswa mengamati cerita dongeng melalui mediaPop Up
(2)
137
Lampiran. Dokumentasi Pada Saat Proses Pembelajaran Menulis Dongeng Berdasarkan Media Pop Up.
Kegiatan pada saat siswa menulis dongeng Kegiatan pada saat siswa membacakan dongengnya di depan kelas.
(3)
138 Lampiran 12. Surat-surat Izin Penelitian.
(4)
(5)
(6)