Konsep Keterampilan Mengajar Akidah Akhlak sebagai Keterampilan Menutup Pembelajaran

23

d. Mengadakan Test Pendahuluan Pre-test

Fungsi dari pretest ini adalah untuk menilai sampai dimana peserta didik telah menguasai kemampuan atau keterampilan yang tercantum dalam indikator hasil belajar, sebelum mereka mengikuti program pengajaran yang telah disampaikan.

2. Keterampilan dalam Memproses Kegiatan Inti Pembelajaran

Kegiatan inti pembelajaran merupakan proses pembentukan kompetensi pada peserta didik, dan merealisasikan tujuan-tujuan pembelajaran. Proses pembentukan kompetensi dikatakan efektif apabilaseluruh peserta didik terlibat aktif baik mental, fisikmaupun sosialnya. 33

a. Penguasaan materi pembelajaran

Penguasaan materi bagi guru merupakan hal yang sangat menentukan, khususnya dalam proses belajar mengajar yang melibatkan guru mata pelajaran. Ada beberapa hal dalam upaya meningkatkan penguasaan materi bagi guru, antara lain: melalui musyawarah guru, atau kelompok kerja guru, melalui buku sumber yang tersedia atagu kegiatan mandiri, malalui pendalaman materi dengan mengikuti seminarpelatihan.

b. Keterampilan menggunakan metode

Penggunaan metode mengajar dipengaruhi oleh beberapa factor seperti: metode mengajar harus sesuai dengan tujuan, metode mengajar harus sesuai dengan peserta didik, harus serasi dengan lingkungan dan pelajaran terkoordinasi dengan baik. Selain beberapa factor tersebut, dipersyaratkan pula kepada setiap guru untuk mengetahui dan menguasai metode yang akan digunakannya. 34 33 E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat satuan pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008, cet. 5 h. 256 34 Syafruddin Nurdin dan Basyiruddin Usman, guru professional dan implementasi 24

c. Keterampilan Memberi Penguatan

Penguatan merupakan respon terhadap suatu perilaku yang dapat meningkatkan kemungkinan terulangnya kembali perilaku tersebut. Keterampilan memberikan penguatan merupakan keterampilan yang arahnya untuk memberikan dorongan, tanggapan atau hadiah bagi peserta didik agar dalam mengikuti pembelajaran merasa dihormati dan diperhatikan. 35

d. Menggunakan waktu

Yang dimaksud dengan menggunakan waktu dalam hal ini adalah ketepatan guru dalam mengalokasikan mengatur waktu yang tersedia dalam suatu interaksi belajar mengajar, kesulitan yang dialami guru dalam kegiatan interaksi adalah: dalam hal penggunaan waktu yang tersedia dari membuka pelajaran sampai menutup pelajaran.

e. Keterampilan Bertanya

Bertanya merupakan stimulus yang efektif yang mendorong kemampuan berfikir. 36 Keterampilan bertanya sangat perlu untuk dikuasai oleh seorang guru untukmenciptakan pembelajaran yang efektif dan menyenangkan, karena hampir dalam setiap tahap pembelajaran guru dituntut untuk mengajukan pertanyaan, dan kualitas pertanyaan yang diajukan guru akan menentukan kualitas jawaban peserta didik. 37

f. Keterampilan Mengadakan Variasi

Mengadakan variasi merupakan keterampilan yang harus dikuasai guru yang bertujuan untuk meningkatkan perhatian peserta didik terhadap materi standar yang relevan, memberikan kesempatan bagi perkembangan bakat peserta didik terhadap berbagai hal baru dalam pembelajaran, memupuk 35 Hamzah B. Uno, Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006, cet ke 1, h.168 36 Hamzah B. Uno, Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran, …, cet ke 1, h.170 37 Whandi, Bagaimana Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, PT. Persada 2008, cet 1, h.23 25 perilaku positif peserta didik dalam pembelajaran, serta member kesempatan kepada peserta didik untuk belajar sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuannya. Komponen keterampilan mengadakan variasi dibagi menjadi 3 kelompok sebagai berikut: 1. Variasi dalam gaya mengajar yang meliputi variasi suara, pemusatan perhatian, kesenyapan, perantian posisi guru, kontak pandang serta gerakan badan dan mimik. 2. Variasi pola interaksi dan kegiatan 3. Variasi penggunaan alat bantu pengajaran yang meliputi alatbahan yang dapat didengar, dilihat dan dimanipulasi. Dalam mengadakan variasi guru perlu mengingat-ingat prinsip-prinsip penggunaanya yang meliputi kesesuaian, kewajaran, kelancaran, dan kesinambungan serta perencanaan bagi alatbahan yang memerlukan penataan khusus.

g. Keterampilan Menjelaskan

Menjelaskan adalah mendeskripsikan secara lisan tentang sesuatu benda, keadaan, fakta dan data sesuai dengan waktu dan hukum-hukum keterampilan menjelaskan sangat penting bagi guru karena sebagian besar percakapan guru yang mempunyai pengaruh terhadap pemahaman peserta didik adalah berupa penjelasan. Komponen keterampilan menjelaskan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu: 1. Merencanakan materi penjelasan 2. Menyajikan penjelasan Penjelasan dapat diberikan pada awal, tengah dan akhir pelajaran, dengan selalu memperhatikan karakteristik peserta didik yan diberi penjelasan serta materi masalah yang dijelaskan. 26

3. Keterampilan Menutup Pembelajaran

Untuk memeperoleh gambaran secara utuh pada waktu akhir kegiatan ada beberapa cara yang dapat dilakukan guru dalam menutup pembelajaran yakni: 1. Meninjau kembali dengan cara merangkum inti pelajaran dan membuat ringkasan 2. Mengevaluasi dengan berbagai bentuk evaluasi, misalnya mendemonstasikan keterampilan, meminta peserta didik mengaplikasikan ide baru, dalam situasi yang lain, mengekspresikan pendapat peserta didik dan memberikan soal tertulis. Dari apa yang telah diuraikan di atas terbukti bahwa membuka dan menutup pembelajaran bukanlah urutan yang bersifat rutin dari itu ke itu saja, melainkan merupakan suatu perbuatan guru yang perlu direncanakan secara sistematis dan rasional. Penutup dalam hal ini yang dimaksudkan sebagai cara guru dalam mengakhiri penjelasan atau pembahasan suatu pokok bahasan. Penutup yang lengkap berupa ringkasan, kesimpulan dan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat menguji tentang pencapaian tujuan intruksional. Apabila dalam pengujian tersebut ternyata beberapa tujuan belum tercapai maka guru wajib menjelaskan kembali secara singkat sehingga tugas-tugasnya benar-benar dirasa tuntas. Belajar dapat dikatakan suatu proes yang tidak pernah berhenti karena merupakan suatu proses yang berkelanjutan menuju kea rah kesempunaan. Setiap kali berakhir dari suatu interaksi edukatif antara guru dengan peserta didik, itu adalah merupakan suatu terminal saja untuk kemudian beranjak ke interaksi selanjutnya pada hari atau pertemuan yang berikutnya. Jadi akhir pelajaran bukan berarti seluruh proses belajar mengajar atau interaksi edukatif selesai sama sekali. Oleh karena itu kesan perpisahan yang baik pada akhir pelajaran sangat diperlukan agar pertemuan pada kesempatan yang lain 27 dapat diterima dan interaksi edukatif antara guru dan peserta didik dapat berlangsung dengan baik.

5. Ciri-ciri interaksi edukatif

Sebagai interaksi yang bernilai normatif, maka interaksi edukatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a. Interaksi edukatif mempunyai tujuan. Tujuan dalam interaksi edukatif adalah untuk membantu anak didik dalam suatu perkembangan tertentu. Inilah yang dimaksud intraksi edukatif saddar akan tujuan, dengan menempatkan anak didik sebagai pusat perhatian, sedangkan unsur lainya sebagai pengantar dan pendukung. b. Interaksi edukatif ditandai dengan penggarapan materi khusus. Dalam hal ini materi harus didesain sedemikian rupan dan disiapkan sebelum berlangsungnya interaksi edukatifsehingga cocok untuk mencapaitujuan. Dalam hal ini perlu memperhatikan komponen-komponen pengajaran yang lain. c. Ditandai dengan aktivitas anak didik Sebagai konsekuensi, bahwa peserta didik merupakan sentral, maka aktivitas peserta didik merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya interaksi edukatif. Aktivitas peserta didik dalam hal ini baik secara fisik maupun mental aktif. Inilah yang sesuai dengan konsep CBSA. 38 dan sekarang dikenal dengan istilah Activ learning, dimana seorang pendidik menggunakan strategi pembelajaran untuk mengkondisikan peserta didik agar dapat aktif di kelas. d. Guru berperan sebagai pembimbing. Guru berperan sebagai pembimbing dalam belajar, guru diharapkan mampu untuk mengenal dan memahami setiap peserta didik baik secara individu maupun kelompok, memberikan penerangan kepada peserta didik mengenai hal-hal yang diperlukan dalam proses belajar, memberikan kesempatan yang memadai agar setiap peserta didik dapat belajar sesuai dengan kemampuan pribadinya, membantu peserta didik dalam mengatasi masalah-masalah pribadi yang 38 Edi Suardi, Pedagogik, Bandung: Angkasa, 1980, h. 15-16 28 dihadapinya, menilai keberhasilan setiap langkah kegiatan yang telah dilakukanya. 39 Dalam penerapanya sebagai pembimbing, guru harus berusaha menghidupkan dan memberikan motivasi agar terjadi proses interaksi edukatif yang kondusif. Guru harus siap sebagai mediator dalam sebagai situasi proses interaksi edukatif, sehingga guru merupakan tokoh yang akan dilihat dan ditiru tingkah lakunya oleh pendidik. e. Mempunyai batas waktu Untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam sistem berkelas kelompok peserta didik, batas waktu menjadi salah satu ciri yang tidak bisa ditinggalkan. Setiap tujuan akan diberikan waktu tertentu, kapan tujuan harus sudah tercapai. f. Menggunakan metode. Metode mengajar adalah sistem penggunaan teknik-teknik di dalam interaksi antara guru dan peserta didik dalam program belajar-mengajar sebagai proses pendidikan. Teknik yang dapat digunakan dalam interaksi dan komunikasi itu antara lain: bermain, tanya jawab, ceramah, diskusi, peragaan eksperimen, kerja kelompok, sosio drama, karya wisata, dan modul. Seyogyanya guru dapat mengenal berbagai teknik, agar dapat menerapkanya secara tepat, sesuai keadaan. 40 g. Diakhiri dengan evaluasi. Sebagai alat penilaian hasil pencapaaian tujuan dalam pengajaran, evaluasi harus dilakukan secara terus menerus. Evaluasi tidak hanya sekedar menentukan angka keberhasilan belajar, tetapi yang lebih penting adalahsebagai dasar untuk umpan balik feed back dari proses interaksi edukatif yang dilaksanakan. 41 39 Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 19950, Cet Ke-3, h. 100 40 Zakiyah Darajat, pendidkian Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Jakarta: CV. Ruhama, 1995, Cet. Ke-2, h. 97 41 Muhammad Ali, Guru dalam Prosews Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru, 1992, Cet. Ke-7, h. 113 29

B. Pembentukan Akhlak Peserta Didik

1. Pengertian Akhlak

Dilihat dari sudut bahasa etimologi, perkataan akhlak adalah bentuk jamak dari khulk. Kata khulk di dalam kamus Al-munjid berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabi’at. 42 Menurut Khalil al- Musawi “bahwa kata akhlak berasal dari akar khalaqa yang berarti lembut, halus, dan lurus, dari kata khalaqa yang berarti bergaul dengan akhlak yang baik juga dari kata takhallaqa yang berarti berwatak”. 43 Di dalam Dairatul Ma’arif dikutip oleh Asmaran AS, kata akhlak diartikan sebagai berikut: اْخاْلا َّبداْلا ناسْناْلا ا ص يه “ Akhlak ialah sifat-sifat manusia yang terdidik”. 44 Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa akhlak ialah sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya. Sifat itu dapat lahir berupa perbuatan baik yang disebut dengan akhlak mulia, atau perbuatan buruk yang disebut akhlak tercela sesuai dengan pembinaanya. Adapun pengertian akhlak secara terminologi adalah sebagai berikut: Di dalam Ensiklopedi Pendidikan dikatakan bahwa akhlak ialah budi pekerti, watak, kesusilaan kesadaran etik dan moral yaitu kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap khaliknya dan terhadap sesama manusia. 45 Defenisi lain mengatakan bahwa akhlak adalah suatu daya yang telah bersemi dalam jiwa seseorang sehingga dapat menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa dipikir dan direnungkan lagi. 46 Menurut para ahli, akhlak dapat diartikan sebagai berikut: 42 Luis Ma’luf, Kamus Al-munjid, Beirut: Al-Maktabah Al-katulikiyah t.t, h. 194 43 Khalil Al-Musawi, Bagaimana Menjadi Orang Bijaksana, Terjemah Ahmad Subandi, Jakarta: Lentara, 1994, Cet. Ke-9, h. 1 44 Asnaran AS, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994, Cet. Ke- 2, h. 1 45 Soegarda Poerbakawatja, Ensiklopedi Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung, 1976, h. 9 46 M. Sukarda Sadili, Bimbingan Akhlak Yang Mulia, Tasik Malaya: Widya Graha, 1986, Cet. Ke-1, h. 5 30 a. Ahmad amin mengemukakan bahwa akh;lak ialah “ilmu untuk menetapkan segala perbuatan manusia, yang baik atau yang buruk, yang benar atau yang salah, yang hak atau yang batil”. 47 b. Imam Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumudin berpendapat bahwa akhlak adalah: “ Khuluq jamaknya akhlak ialah ibarat keterangan tentang keadaan dalam jiwa yang menetap di dalamnya dari padanyalah terbit perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pada pemikiran dan penelitian. kalau keadaan itu, di mana terbit padanya perbuatan-perbuatan yang baik dan terpuji menurut akal dan sy ara’, keadaan itu dinamai akhlak yang baik. Dan kalau yang terbit itu perbutan-perbuatan yang jelek, keadaan yang menerbitkanya dinamai akhlak yang buruk”. 48 c. Ibn Miskawaih secara singkat mengatakan, bahwa akhlak adalah: “Khuluq ialah keadaan jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikran dan pertimbangan”. 49 d. Dalam Mu’jam al-Wasith, Ibrahim Anis mengatakan bahwa akhlak adalah: “sifat yang tertanam dalam jiwa, yang denganya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan”. 50 e. Menurut Abdullah Darraz “ akhlak adalah suatu keinginan iraddah yang kuat yang telah meresap dalam jiwa dan menimbulkan suatu perbuatan bebas kearah yang baik dan benar bila akhlak itu terpuji, atau kearah yang buruk dan jahat bila akhlak itu tercela f. Menurut Moh. Ardani Akhlak adalah: suatu keadan yang tertanam dalam jiwa berupa keinginan kuat yang melahirkan perbuatan secara langsung dan berturut-turut tanpa memerlukan pemikiran-pemikiran. 51 47 Ahmad Amin, Ilmu Akhlak Terjemahan, Jakarta:Bulan Bintang, 1991, Cet. Ke-6, h. 1 48 Imam al-Ghazali, Ihya Ulumudin, Beirut: Dar al-fikri, 1996, Jilid III, h. 56 49 Ibn Miskawaih, Tahzib al-Akhlak wa Tathhir al-A,raqi, mesir: al- Mathba’ah al-Mishiriyah, 1934, Cet. Ke-1, h. 40 50 Ibrahim Anis, Al- Mu’jam al-wasith, Mesir Dar al-Ma’arif, 1972, h. 88 51 Moh. Ardani, Alqur ’an dan Sufisme Mangkunegara IV, Studi Serat-Serat Piwulang, yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995, h. 271