Pengertian Akhlak Pembentukan Akhlak Peserta Didik

32 Sedangkan akhlak kepada sesama manusia adalah sebagaimana antara manusia yang satu memperlakukan manusia yang lainnya dengan baik. Berkenaan dengan akhlak sesama manusia, al- Qur’an banyak memberikan rincian mengenai hal itu. Petunjuk mengenai hal itu tidak hanya dalam bentuk larangan melakukan hal negatif seperti membunuh, mencuri dan lain sebagainya tetapi juga sampai kepada penyakit hati dengan cara menceritakan aib seseorang di belakangnya. dan juga terkait dengan memaafkan kesalahan orang lain. Q.S Al-Baqarah: 263.              Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan perasaan si penerima. Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun. Jika bertemu saling mengucapkan salam dan ucapan yang keluar adalah ucapan yang baik, Lihat Q.S An-Nur: 58                                                         33 “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak lelaki dan wanita yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali dalam satu hari Yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian luarmu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya. Itulah tiga aurat bagi kamu. tidak ada dosa atasmu dan tidak pula atas mereka selain dari tiga waktu itu. mereka melayani kamu, sebahagian kamu ada keperluan kepada sebahagian yang lain. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana ”. Dan Lihat Al-Baqarah: 83                               “dan ingatlah, ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil yaitu: janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling. Memaafkan kesalahan orang lain, Lihat Q.S Ali Imran:134                34 “yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan ”. Selain itu dianjurkan mementingkan kepentingan orang lain dibandingkan kepentingan sendiri dan lain sebagainya. 53 Selain di atas termasuk juga akhlak kepada orang lain adalah akhlak kepada guru. Guru adalah orang yang sangat berjasa dalam memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didiknya, oleh karena itu seorang peserta didik wajib menghormati dan menjaga wibawa guru, dan berprilaku sopan di depan guru. Imam ghazali adalah seorang tokoh akhlak yang sangat menghargai guru, dalam kitabnya Bidayatul Hidayah sebagaimana yang telah dikutip oleh Zainudin, ia memberikan contoh bagaimana cara berakhlak kepada guru, yaitu: kepada guru harus menghormati dan memberikan salam terlebih dahulu, jangan banyak bicara kepada guru, jangan bicara sambil tertawa, hendaklah menundukkan kepala jika duduk dihadapan guru, jika ingin bertanya mintalah ijin dahulu dan lain sebagainya. 54 Hubungan guru dan peserta didik amat dekat, tapi jalinan tersebut tidak boleh meniadakan jarak, dan rasa hormat peserta didik terhadap guru, wibawa harus senantiasa ditegakkan namun, keakraban juga harus terjalin. Inilah seni hubungan yang harus diciptakan dalam situasi pendidikan. 55 Jika hal tersebut di atas dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka akan terwujudlah nilai yang positif yang akan mempengaruhi keberhasilan dalam proses pendidikan dan pengajaran antara lain: 1. Mempertahankan kemuliaan, kehormatan dan kewibawaan guru sehingga hubungan antara guru dan murid dapat berjalan secara harmonis. 2. Memperhatikan konsentrasi dan suasana belajar mengajar di dalam kelas. 3. Sopan santun dan tata krama dalam pergaulan sehari-hari. 53 Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996, cet.7 h. 149 54 Zainudin dkk, Seluk-beluk Pendidikan Al- Ghazali, Jakarta: Bumi Aksara, 1991, h. 70 55 Zakiyah Daradjat, dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995, cet.1 h.273 35 Tentang akhlak terpuji ada empat sendi yang cukup mendasar dan menjadi induk seluruh akhlak. Induk-induk akhlak yang baik itu seperti disebut Al- Ghazali, adalah sebagai berikut: a. Kekuatan ilmu wujudnya adalah hikmah kebijaksanaan, yaitu keadaan jiwa yang bisa menemukan hal-hal yang benar diantara yang salah dalam urusan ikhtiariah perbuatan yang dilakukan dengan pilihan dan kemauan sendiri. b. Kekuatan marah wujudnya adalah syaja’ah berani, yaitu keadaan marah yang tunduk kepada akal pada waktu dilahirkan atau dikekang. c. Kekuatan nafsu syahwat wujudnya adalah „iffah pewira, yaitu keadaan syahwat yang terdidik oleh akal dan syari’at agama. d. Kekuatan keseimbangan diantara kekuatan yang tiga di atas wujudnya adalah adil, yaitu kekutan jiwa yang dapat menuntun amarah dan syahwat sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh hikmah. Dari empat sendi akhlak yang terpuji itu maka akan lahirlah perbuatan- perbuatan baik seperti: jujur, suka member kepada sesama, tawadu’, tabah, tinggi cita-cita, pemaaf, kasih sayang terhadap sesama, berani dalam kebenaran, menghormati orang lain, sabar pemalu, pemurah, memelihara rahasia, qona’ah, dan sebagainya. Pembahasan selanjutnya adalah akhlak yang tercela. Untuk ini pun ada sendi- sendi yang patut diketahui, yang menjadi sumber timbulnya perbuatan-perbuatan yang tidk baik. Sendi-sendi akhlak tercela tersebut merupakan kebalikan dari sendi-sendi akhlak terpuji, yaitu: a. Khubtsan wa jarbazah keji dan pintar, dan balhan bodoh yaitu keadaan jiwa yang terlalu pintar atau tidak bisa menentukan yang benar diantara yang salah karena bodohnya, di dalam urusan ikhtiaroh. b. Tahawur berani tetapi sembrono, jubun penakut dan khauran lemah, tidak bertenaga, yaitu kekuatan amarah yang tidak bisa dikekang atau tidak pernah dilahirkan, sekalipun sesuai dengan yang dikehendaki akal. 36 c. Syarhan rakus dan jumud beku, yaitu keadaan syahwat yang tidak terdidik oleh akal dan syari’at agama, tetapi ia bisa berkelebihan atau sama sekali tidak berfungsi. d. Zalim, yaitu kekuatan syahwat dan amarah yang tidak terbimbing oleh hikmah. Keempat sendi-sendi akhlak tercela ini akan melahirkan berbagai perbuatan buruk yang dikendalikan hawa nafsu: congkak, riya, mencaci maki, khianat, dusta, dengki, keji, serakah, „ujub, pemarah, malas, membukakan rahasia, kikir, dan sebagainya dan kesemuanya akan mendatangkan mudharat dan kerugian bagi individu dan masyarakat. Akhlak yang baik akan selalu mendapat pujian dri orang yang ada disekitarnya, sedangkan akhlak yang buruk akan menimbulkan sebuah permasalahan dalam kehidupan seseorang. walau terkadang kebaikan seseorang seringkali diartikan sebagai sesuatu yang tidak mengenakkan bagi orang yang memiliki akhlak yang kurang baik, namun sesuatu yang baik pasti akan menghasilkan sesuatu yang baik pula. Sebagaimana terdapat dalam firman Allah SWT:                           Artinya:Jika kamu berbuat baik berarti kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, Maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi kejahatan yang kedua, kami datangkan orang-orang lain untuk menyuramkan muka-muka kamu 37 dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai. Ayat ini menjelaskan bahwa apabila manusia itu berbuat baik atau berbuat kebajikan maka kebajikannya itu akan dirasakannya, baik di sunia maupun di akhirat. Tetapi apabila mereka berbuat jahat, yaitu melakukan perbuatan yang bertentangan dengan bimbingan wahyu, serta bertentangan dengan fitrah kejadian mereka sendiri, sehingga mereka berani menentang kebenaran dan menentang norma-norma dalam tata kehidupan mereka sendiri, maka akibat dari perbuatan mereka itu adalah kemurkaan Allah SWT. 56 Jelaslah bahwa jika manusia dapat membawa dirinya pada sebuah pergaulan yang baik, maka akan mendapat perlakuan yang baik pula, akan tetapi hal tersebut tidak bermaksud menjadikannyamendidiknya menjadi orang munafik. Karenanya agar terhindar dari julukan yang seperti itu, maka manusia haruslah menentukan sebuah sikap dan sifat yang sesuai dengan akhlakul kar imah, yang tida imahk bertentangan dengan apa yang dimiliki dalam hati nurani serta hidayah yang telah dianugerahi oleh Allah pada tiap-tiap makhluknya Dengan demikian akhlak adalah kelakuan antar manusia dengan Tuhan, dan manusia dengan manusia, manusia dengan dirinya sendiri, dan antara manusia dengan makhluk lainnya.

2. Proses Pembentukan Peserta Didik Berakhlak Mulia

Peserta didik merupakan salah satu unsur dalam dunia pendidikan. Dan tujuan utama yang akan dicapai dari pendidikan adalah: hendak menciptakan produk-produk yang bermutu baik, cakap lahir batin dalam berbagai aspek. 56 UII, Al- qur’an dan Tafsirnya, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995, jilid. V,h. 529- 530 38 Dalam hal ini siswa sebagai peserta didik diharapkan berakhlak mulia. Karena pembentukan akhlak mulia adalah jiwa pendidikan islam. 57 Selain itu peserta didik tidak akan berhasil dalam belajar dan pendidikan, kalau tanpa petunjuk, bimbingan dan nasehat dari seorang guru kiranya tepat apa yang dikatakan oleh Ali bin Abi Thalib, bahwa syarat keberhasilan peserta didik dalam belajar adalah petunjuk dari seorang guru. Karena biar bagaimanapun juga guru sangat besar perannya dalam proses pendidikan. Proses pendidikan dan belajar akan berhasil serta membentuk akhlak mulia, jika memenuhi syarat-syarat berikut: belajar, pelatihan, motivasi, pembiasaan dan keteladanan seorang figure agar dapat dijadikan teladan dalam pembentukan peserta didik yang berakhlak mulia.dalam pembentukan peserta didik yang berakhlak mulia memerlukan proses dan dalam proses tersebut membutuhkan metode atau cara dalam merealisasikan pembentukan akhlak. Ada beberapa cara dan pendekatan yaitu: peniruan, dan pembiasaan, motivasi dan keteladanan. Namun demikian, masih banyak cara dan metode yang ditawarkan para pakar, namun dalam penelitian ini hanya dibatasi oleh beberapa cara, diantaranya sebagai berikut: 1. Menanamkan rasa cinta kepada Allah swt pada diri peserta didik. 2. Memelihara jiwa dengan keluhuran dan kemuliaan. 3. Selalu memperteguh nilai-nilai cinta antar sesama 4. Meluruskan kesalahan pribadi pada peserta didik melalui: a Dengan tindakan langsung Pengarahan seorang guru dalam meluruskan kesalahan peserta didik dengan cara islamibenar adalah hal yang sangat penting, tentunya dengan tidak merendahkan peserta didiknya. Dengan demikian para peserta didik akan menerima arahan dan pandangan seorang guru secara patuh dan tanpa tekanan dan paksaan. b Tindakan secara tidak langsung 57 A. mujab Mahalli, Adab dan Pendidikan dalam Syari’at Agama islam, Yogyakarta: Liberty, 1984,h. 39 39 Yaitu teladan yang baik seorang guru yang berakhlak baik dalam bergaul sehari-hari dengan para peserta didik, karena tindakan ini adalah tujuan yang sangat penting dalam agama. 5. Membentuk akhlak yang baik melalui kisah-kisah orang yang Alim. Demikianlah beberapa pendekatan yang sedikit banyaknya ikut mendukung para guru dalam membentuk peserta didik yang berakhlak mulia. Tapi semua itu tidak akan tercapai dan menjadi bukti nyata bila tidak ada pembiasaan, motivasi, dan keteladanan yang baik dari para guru.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak

Peserta didik Agar pembentukan akhlak dapat berjalan dengan efektif ada beberapa factor lain yang perlu diperhatikan dalam proses pembentukan akhlak yaitu:

a. Faktor Internal

Adapun faktor internal yang mempengaruhi pembentukan akhlak meliputi: 1 Faktor kepercayaan Agama Agama bukan saja kepercayaan yang harus dimiliki oleh setiap manusia, tetapi ia harus berfungsi dalam dirinya untuk menuntun segala aspek kehidupannya, misalnya berfungsi sebagai sati sistem kepercayaan, system ibadah dan kemasyarakatan yang terkait dengan nilai akhlak. Di sinilah agama menjadi faktor mendasar bagi perubahan perilaku. 58 2 Faktor Pembawaan Naluriah Sebagai makhluk biologis, ada factor pembawaan sejak lahir yang menjadi pendorong perbuatan setiap manusia. Faktor ini disebut dengan naluri atau tabiat meneurut J.J. Rosseau. Naluri itu dapat merusak diri dan dapat pula memberi manfaat, hal ini tergantung kepada cara penyalurannya. Kecenderungan naluriah dapat dikendalikan oleh akal 58 Mahjuddin, Konsep Dasar Pendidikan Akhlak, Jakarta: Kalam mulia, 2000 cet. 1 h. 25 40 atau tuntunan agama, sehingga manusia dapat mempertimbangkan kecenderungannya, apakah itu baik atau buruk. 59 Dengan demikian akal dan naluri dalam Islam keduanya perlu dimanfaatkan dan disalurkan dengan sebaik-baiknya dengan bimbingan dan pengarahan yang ditetapkan Al-Quran dan As-sunnah. 3 Faktor sifat-sifat keturunan A hmad Amin mengatakan: “bahwa perpindahan sifat-sifat tertentu dari orang tua kepada keturunannya disebut Al-Warasah warisan sifat- sifat”. 60 Di samping adanya sifat bawaan anak sejak lahir naluri dan sifat keturunan, sebagai potensi dasar untuk mempengaruhi perbuatan setiap manusia, ada juga faktor lingkungan yang mempengaruhinya, misalnya pendidikan dan tuntunan agama.

b. Faktor Eksternal

Yang dimaksud dengan faktor eksternal disini adalah lingkungan sekitar peserta didik, salah satunya adalah lingkungan sekolah, lingkungan sekolah merupakan salah satu faktor lingkungan yang turut mempengaruhi pembentukan akhlak peserta didik, corak hubungan antara guru dengan peserta didik atau antara peserta didik dengan peserta didik lainnya akan banyak mempengaruhi aspek- aspek kepribadian, termasuk nilai-nilai moral yang masih mengalami perubahan. Corak hubungan guru dengan peserta didik itu terdapat dalam proses belajar- mengajar yang berlangsung di lingkungan sekolah. Belajar dapat dipandang sebagai hasil, dimana guru terutama melihat bentuk terahir dari berbagai pengalaman interaksi edukatif. Belajar juga dapat dikatakan sebagai proses, di mana guru melihat apa yang terjadi selama peserta didik menjalani pengalaman-pengalaman edukatif untuk mencapai satu tujuan. Yang diperhatikan adalah pola-pola perubahan tingkah laku sselama pengalaman belajar itu berlangsung. 59 Ibid,. h. 25 60 Ibid,. h. 25