Ciri-ciri interaksi edukatif Kajian Teori

30 a. Ahmad amin mengemukakan bahwa akh;lak ialah “ilmu untuk menetapkan segala perbuatan manusia, yang baik atau yang buruk, yang benar atau yang salah, yang hak atau yang batil”. 47 b. Imam Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumudin berpendapat bahwa akhlak adalah: “ Khuluq jamaknya akhlak ialah ibarat keterangan tentang keadaan dalam jiwa yang menetap di dalamnya dari padanyalah terbit perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pada pemikiran dan penelitian. kalau keadaan itu, di mana terbit padanya perbuatan-perbuatan yang baik dan terpuji menurut akal dan sy ara’, keadaan itu dinamai akhlak yang baik. Dan kalau yang terbit itu perbutan-perbuatan yang jelek, keadaan yang menerbitkanya dinamai akhlak yang buruk”. 48 c. Ibn Miskawaih secara singkat mengatakan, bahwa akhlak adalah: “Khuluq ialah keadaan jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikran dan pertimbangan”. 49 d. Dalam Mu’jam al-Wasith, Ibrahim Anis mengatakan bahwa akhlak adalah: “sifat yang tertanam dalam jiwa, yang denganya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan”. 50 e. Menurut Abdullah Darraz “ akhlak adalah suatu keinginan iraddah yang kuat yang telah meresap dalam jiwa dan menimbulkan suatu perbuatan bebas kearah yang baik dan benar bila akhlak itu terpuji, atau kearah yang buruk dan jahat bila akhlak itu tercela f. Menurut Moh. Ardani Akhlak adalah: suatu keadan yang tertanam dalam jiwa berupa keinginan kuat yang melahirkan perbuatan secara langsung dan berturut-turut tanpa memerlukan pemikiran-pemikiran. 51 47 Ahmad Amin, Ilmu Akhlak Terjemahan, Jakarta:Bulan Bintang, 1991, Cet. Ke-6, h. 1 48 Imam al-Ghazali, Ihya Ulumudin, Beirut: Dar al-fikri, 1996, Jilid III, h. 56 49 Ibn Miskawaih, Tahzib al-Akhlak wa Tathhir al-A,raqi, mesir: al- Mathba’ah al-Mishiriyah, 1934, Cet. Ke-1, h. 40 50 Ibrahim Anis, Al- Mu’jam al-wasith, Mesir Dar al-Ma’arif, 1972, h. 88 51 Moh. Ardani, Alqur ’an dan Sufisme Mangkunegara IV, Studi Serat-Serat Piwulang, yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995, h. 271 31 Pada hakikatnya akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian sehingga dari situ timbulah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran. Apabila dari kondisi tersebut timbul kelakuan yang baik dan terpuji menurut pandangan syari’at dan akal pikiran, maka ia dinamakan akhlak terpuji dan sebaliknya apabila yang lahir kelakuan buruk, maka disebutlah akhlak yang tercela. Tentang akhlak terpuji ada empat sendi yang cukup mendasar dan menjadi induk seluruh akhlak. Induk-induk akhlak yang baik itu seperti disebut al-Ghazali, adalah sebagai berikut: a. Kekuatan ilmu wujudnya adalah hikmah kebijaksanaan, yaitu keadaan jiwa yang bisa menemukan hal-hal yang benar diantara yang salah dalam urusan ikhtiariah perbuatan yang dilaksanakan dengan pilihan dan kemauan sendiri. b. Kekuatan marah wujudnya adalah Syaja’ah berani, yaitu keadaan marah yang tunduk kepada akal pada waktu dilahirkan atau dikekang. c. Kekuatan nafsu syahwat wujudnya adalah „iffah perwira, yaitu keadaan syahwat yang terdidik oleh akal dan syari’at agama. d. Kekuatan keseimbangan diantara kekuatan yang tiga di atas wujudnya adalah adil, yaitu kekuatan jiwa yang dapat menuntun amarah dan syahwat sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh hikmah. Dari empat sandi akhlak yang terpuji itu, akan lahirlah perbuatan-perbuatan baik seperti: jujur, suka memberi pada sesama, tawadhu, tabah, tinggi cita-cita, pemaaf, kasih sayang terhadap sesama, berani dalam kebenaran, menghormati orang lain, sabar, malu, pemurah, memelihara rahasia, qonaah, dan sebagainya. Berakhlak baik pada diri sendiri dapat diartikan menghargai diri sendiri, menghormati, menyayangi, dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya, karena sadar bahwa dirinya itu sebagai ciptaan dan amanah Allah yang harus dijaga dan dipertanggung jawabkan sebaik-baiknya. 52 52 Moh Ardani, Nilai-Nilai Akhlak dan Budi Pekerti dalam Ibadah, Jakarta: CV. Karya Mulia, 2001 cet 1, h.46 32 Sedangkan akhlak kepada sesama manusia adalah sebagaimana antara manusia yang satu memperlakukan manusia yang lainnya dengan baik. Berkenaan dengan akhlak sesama manusia, al- Qur’an banyak memberikan rincian mengenai hal itu. Petunjuk mengenai hal itu tidak hanya dalam bentuk larangan melakukan hal negatif seperti membunuh, mencuri dan lain sebagainya tetapi juga sampai kepada penyakit hati dengan cara menceritakan aib seseorang di belakangnya. dan juga terkait dengan memaafkan kesalahan orang lain. Q.S Al-Baqarah: 263.              Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan perasaan si penerima. Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun. Jika bertemu saling mengucapkan salam dan ucapan yang keluar adalah ucapan yang baik, Lihat Q.S An-Nur: 58                                                        