2.3.3. Evaluasi
Evaluasi atau penilaian merupakan salah satu fungsi dalam siklus manajamen, yang dapat diartikan sebagai suatu proses untuk menyediakan
informasi tenang sejauh mana suatu kegiatan tertentu telah dicapai, sebagaimana perbedaan pencapaian itu dengan suatu standart tertentu untuk
mengetahui apakah selisih diantara keduanya, serta bagaimana manfaat yang telah dikerjakan itu bila dibandingkan dengan harapan-harapan yang
ingin diperoleh Umar, 2002. Definisi lain evaluasi adalah suatu proses untuk membuat penilaian
secara sistemx atik mengenai suatu kebijakan, program, proyek, atau kegiatan berdasarkan informasi dan hasil analisis dibandingkan terhadap relevansi,
keefekifan biaya, dan keberhasilannya untuk keperluan pemangku kepentingan BAPPENAS, 2010.
Bagi para manajer yang melakukan evaluasi atau penilaian akan menemukan satu dari tiga bentuk temuan, yaitu Siagian, 2007:
a. Hasil yang dicapai melebihi harapan dan target. Dalam hal ini, manajemen harus waspada agar jangan sampai
terlalu cepat merasa puas. Sikap proaktif tetap diperlukan dalam arti menumbuhkan kesadaran bahwa keberhasilan yang diraih perlu
digunakan sebagai modal untuk meningkatkan kinerja organisasi di masa depan. Dalam hal keberhasilan diperlukan penilaian tentang
faktor-faktor organisasional yang mendukung keberhasilan tersebut dan kendala atau masalah apa yang berhasil diatasi dan bagaimana
cara mengatasinya. Faktor-faktor organisasional yang sifatnya mendukung dapat berupa:
1. Tepatnya sasaran yang ditetapkan untuk dicapai. 2. Tersedianya dana, sarana dan prasarana yang diperlukan.
3. Pengetahuan dan ketrampilan manajerial yang mutakhir, tidak ketinggalan zaman dan sesuai dengan tuntutan lingkungan
eksternal. 4. Keunggulan produk organisasi sehingga para pesaing tidak
dapat menandinginya. 5. Loyalitas, dedikasi dan semangat kerja yang tinggi dari para
pelaksana berbagai kegiatan operasional. 6. Interaksi positif antara berbagai satuan kerja yang membuahkan
kerja sama yang intim dan serasi. 7. Tepatnya rincian strategi bidang fungsional dan operasional
dikaitkan dengan tujuan, misi, sasaran jangka panjang dan strategi induk organisasi.
b. Hasil yang dicapai sama dengan harapan dan target Dalam hal ini yang harus dinilai adalah kinerja semua satuan
bisnis, semua bidang fungsional dan semua satuan kerja operasional dan penjumlahan keseluruhan hasil itulah yang digunakan untuk
melihat apakah hasil yang dicapai sama dengan harapan dan target atau tidak. Perhatian manajemen puncak terhadap berbagai faktor
organisasional, baik yang mendukung maupun yang menjadi sumber kendala sangat diperlukan.
c. Hasil yang dicapai kurang dari harapan dan target.
Dalam menghadapi kondisi seperti ini, manajemen puncak perlu bersikap ”lapang dada dan kepala dingin”. Artinya, kalau pun ada rasa
kecewa dan perasaan demikian wajar, perasaan tersebut tidak demikian ”menguasai” cara berpikir dan cara bertindak sedemikian
rupa sehingga para pelaksana kegiatan operasional serta merta ”dituding” tidak cakap, tidak terampil, tidak loyal, semangat kerja
rendah dan berbagai ”predikat negatif” lainnya. Manajemen puncak perlu ”dengan lebih jernih” melihat faktor-faktor organisasional yang
mungkin menjadi penyebab ketidakberhasilan itu. Dengan demikian, evaluasi
dalam penelitian
ini adalah
rangkaian kegiatan
membandingkan realisasi terhadap rencana dan standar serta untuk dapat mengetahui pencapaian hasil, kemajuan dan kendala yang
dijumpai dalam pelaksanaan rencana.
2.4. Mutu
Mutu pelayanan kesehatan adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang di satu pihak dapat menimbulkan
kepuasan pada pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta di pihak lain tata cara penyelengggaraannya sesuai dengan standart dan
kode etik profesi yang telah ditetapkan Azwar,1996.
Arti mutu pelayanan kesehatan dari sudut pandang pasien, petugas kesehatan dan manajer mutu merupakan fokus sentral dari tiap upaya untuk
memberikan pelayanan kesehatan. Sudut pandang lainnya dari pasien dan masyarakat mutu pelayanan berarti empati, respek dan tanggap akan
kebutuhannya, pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan mereka serta diberikan cara yang ramah pada saat mereka berkunjung Georson, 2002.
Direkomendasikan juga oleh BAPPENAS 2010 untuk menjadi pertimbangan utama dalam menentukan unit adalah terselenggaranya
pengelolaan komplain dalam instansi pemerintah. Keputusan untuk memilih apakah aktor tersebut ada secara struktural atau fungsional maka akan
disesuiakan dengan konteks pelayanan publiknya, situasi, serta kemampuan instansi masing-masing. Terdapat dua alternatif unit pelaksana manajemen
komplain dimana salah satunya adalah pengadaan unit independen yang ada di unit pelayanan publik. Terdapat unit atau bagian pengelola pengaduan
masyarakat di tingkat unit pelayanan publik, yang didukung dengan SDM, infrastruktur, memiliki tupoksi penyelenggaraan manajemen pengaduan
masyarakat. Contoh: Tim penanganan keluhan di Puskesmas Jagir Surabaya. Mutu pelayanan kesehatan harus terus dijagadikendalikan. Kontrol mutu
merupakan proses deteksi dan koreksi adanya penyimpangan atau perubahan segera setelah terjadi, sehingga mutu dapat dipertahankan Carr, 1992.
Menurut Leboeuf 2002, beberapa faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan ialah: