FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELELAHAN KERJA PADA KARYAWAN DI INSTALASI GIZI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) PASAR REBO JAKARTA TAHUN 2011

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELELAHAN KERJA PADA KARYAWAN DI INSTALASI GIZI RUMAH SAKIT

UMUM DAERAH (RSUD) PASAR REBO JAKARTA TAHUN 2011

SKRIPSI

Oleh :

Sulistya Virgy

NIM: 106101003358

Program Studi Kesehatan Masyarakat

Fakultas kedokteran dan Ilmu Kesehatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2011


(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELELAHAN KERJA PADA KARYAWAN DI INSTALASI GIZI RUMAH SAKIT

UMUM DAERAH (RSUD) PASAR REBO JAKARTA TAHUN 2011

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh :

Sulistya Virgy

106101003358

Program Studi Kesehatan Masyarakat

Fakultas kedokteran dan Ilmu Kesehatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2011


(3)

i

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Maret 2011


(4)

ii UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, Maret 2011

SULISTYA VIRGY, NIM : 106101003358

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Kerja pada Karyawan di Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011

(xxiv + 177 halaman, 43 tabel, 27 gambar, 3 bagan, 3 lampiran)

ABSTRAK

Kelelahan kerja biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh. Karyawan di Instalasi gizi Rumah Sakit merupakan salah satu pekerja yang berisiko mengalami kelelahan, karena pekerjaan di Instalasi gizi umumnya merupakan pekerjaan yang dinamis, beban kerja yang berat dimana persediaan makanan harus ada bagi pasien dan pegawai, pekerjaan berulang pada satu jenis otot, pada bagian pengolahan makanan (memasak) berinteraksi dengan benda tajam seperti pisau dan gunting, terjadi paparan panas pada proses pengolahan (memasak), panas dari peralatan dalam mengolah makanan. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 karyawan di Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo diketahui sebanyak 7 responden merasakan kelelahan kerja kategori sedang.

Penelitian ini merupakan studi analitik observasional dengan pendekatan Cross Sectional dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja pada karyawan di instalasi gizi. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 32 karyawan yang diambil dari total seluruh karyawan yang ada di Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo. Kelelahan ini diukur dengan Reaction Timer Test dan wawancara menggunakan kuesioner IFRC yang dilakukan pada saat sebelum dan setelah bekerja, dan observasi aktifitas kerja karyawan. Data dianalisis secara univariat untuk mengetahui gambaran masing-masing variabel dan analisis secara bivariat dengan menggunakan uji kruskall wallis untuk mengetahui hubungan antara umur dengan kelelahan kerja dan chi square untuk mengetahui hubungan variabel jenis kelamin, masa kerja, status gizi, shift kerja, beban kerja, dan risiko ergonomi pekerjaan terhadap kelelahan kerja.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar karyawan di Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo tahun 2011 termasuk dalam kategori kelelahan kerja berat lebih banyak yaitu sebanyak 17 orang (53,1%). Kelelahan Kerja yang dialami oleh karyawan pada saat setelah bekerja sebagian besar disertai gejala menguap (97%), lelah pada seluruh badan (94%), mengantuk


(5)

iii

(91%). Variabel yang menunjukkan adanya hubungan dengan kelelahan kerja yaitu jenis kelamin (Pvalue 0,036) dan beban kerja (Pvalue 0,035).

Untuk mereduksi kelelahan kerja pada karyawan Instalasi Gizi disarankan agar Rumah Sakit memberikan materi pelatihan dan penyuluhan pada karyawan tentang kelelahan kerja dan dampak kelelahan kerja serta pencegahannya, menyesuaikan kemampuan fisik dan kapasitas kerja yang dapat diterima masing-masing karyawan dalam melakukan aktifitas kerja agar hasil kerja yang dicapai dapat maksimal.

Kata Kunci : Kelelahan Kerja, Instalasi Gizi


(6)

iv JAKARTA STATE ISLAMIC UNIVERSITY

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH

Undergraduated Thesis, March 2011

SULISTYA VIRGY, NIM : 106101003358

Factors Associated With Work Fatigue In Employees Working At The Installation Of Nutrition RSUD Pasar Rebo Jakarta In 2011

(xxiv + 177 pages, 43 tables, 27 pictures, 3 diagram, 3 attachments)

ABSTRACT

Fatigue is usually show differents condition by individu, but all disembogue to lost eficiency, reduction in work capacity and endurance. Employees at the Installation of nutrition is one of the workers who are at risk of fatigue, because the work on nutrition Installation is generally a dynamic work, heavy workload where food supplies should be available to patients and employees, repetitive work on one type of muscle, on the part of food processing (cooking) interacting with sharp objects like knives and scissors, heat exposure occurred in the processing (cooking), the heat from the equipment in food processing. Installation of Nutrition is part of medical support in Pasar Rebo Hospital which is divided into 5 parts warehouse, production, Inpatient Clinical Nutrition, Nutrition Outpatient Clinic, and R & D (Research and Development) Nutrition. Based on preliminary studies conducted on 10 employees at Pasar Rebo Hospital Installations Nutrition is known as much as 7 respondents felt the fatigue of work middle categories.

This study is an observational analytic study with Cross Sectional approach with the aim to determine the factors associated with work fatigue in employees working at the installation of nutrition. The sample in this study as many as 32 employees are taken of the total employees in Installation of Nutrition RSUD Pasar Rebo. This research data obtained from the measurement results of Reaction Timer Test and interviews using questionnaires IFRC conducted at the time before and after work, besides that the data obtained from measurements of weight, height, and observations of employee activities. Data were analyzed by univariate to look the description of each variable and bivariate analysis using kruskall wallis test to look at the relationship between the age variable with work fatigue and chi square to look the relationship variables of sex, period of employment, nutritional status, shift work, workload , and ergonomic risk job of work fatigue.

The result show that most employees in the Installation of Nutrition RSUD Pasar Rebo in 2011 included in the category of more severe fatigue work as many as 17 people (53.1%).


(7)

v

Work fatigue experienced by employees at the time after work mostly accompanied by symptoms of yawning (97%), fatigue on the whole body (94%), drowsiness (91%). Variables that showed an association with the work fatigues are sex (Pvalue 0.036) and workload (Pvalue 0.035).

Suggestions put forward by researchers is recommended that the Hospital provides training materials and counseling to employees on work fatigue and their effects and prevention, adjusting the physical ability and work capacity that can be accepted by each employee in performing work activities so that results can be achieved maximal work.

Key words: Work Fatigue, Installation of Nutrition


(8)

vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN Skripsi Dengan Judul

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELELAHAN KERJA PADA KARYAWAN DI INSTALASI GIZI RUMAH SAKIT

UMUM DAERAH (RSUD) PASAR REBO JAKARTA TAHUN 2011

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, Maret 2011

Mengetahui,

Dr. Arif Sumantri, SKM, M.Kes Iting Shofwati, ST, MKKK Pembimbing Skripsi I Pembimbing Skripsi II


(9)

vii

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, Maret 2011

Penguji I

(Dr. Arif Sumantri, SKM, M.Kes)

Penguji II

(Iting Shofwati, ST, MKKK)

Penguji III


(10)

viii

Lembar Persembahan

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang

lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap” (Al Insyirah 6-8)

“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya, dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang

paling sempurna” (An Najm 39-41)

”Kembalilah kepada keduanya (orang tuamu). Buatlah keduanya tertawa sebagaimana kamu telah membuat keduanya menangis”

(HR. Abu Dawud, dishahihkan oleh Syekh Al-Albani)

Dengan cinta dan kasih sayang karena ALLAH

Kupersembahkan karya ini untuk Mama dan Papa

Tercinta, Sofiyah dan Romli P “The Greatest oF My

Spirit”, My bBYaN “loVeLY”, dan adik

-AdikKu

teRsayang “RyandiKa” n ”taNty”, serta semua yang

ku sayang dan sayang aku yang telah melimpahkan


(11)

ix

DAFTAR RIWAYAT HIDUP (Curriculum Vitae)

Data Pribadi

Nama : Sulistya Virgy R.L

Alamat / Address : Jln. H. Rean No. 51 RT 007/05

Desa Benda Baru Kec. Pamulang, Tangerang Selatan

Kode Post / Postal Code : 15416

Nomor Telepon / Phone : 0857 8250 7513

Email : listyavirgy_k3@yahoo.com

Jenis Kelamin / Gender : Perempuan

Tanggal Kelahiran : 01 September 1988 Warga Negara / Nationality : Indonesia

Agama / Religion : Islam

Riwayat Pendidikan dan Pelatihan Educational and Professional Qualification

Jenjang Pendidikan :

Education Information

1994 – 2000 : SDN 03 Serua Ciputat 2000 – 2003 : SMPN 02 Pamulang 2003 – 2006 : SMAN 01 Pondok Aren

2006 – sekarang : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat

Pendidikan Non Formal / Training – Seminar 1. Kursus English New Concept

2. Seminar Pengembangan Profesi K3 “Ergonomi pada Penggunaan Laptop“ 3. Seminar Pengembangan Profesi K3 “Kontroversi PLTN”

4. Seminar Pengembangan Profesi Gizi “Gizi Pra Nikah”

5. Training/ Pelatihan ISO 14001 : 2004 dan OHSAS 18001 : 2007 Riwayat Organisasi

Tahun 2000-2003 : Anggota Madya PMR di SMPN 02 Pamulang Tahun 2003-2006 : Ketua PMR di SMAN 01 Pondok Aren


(12)

x

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim,

Alhamdulillahi Rabbil „alamin, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan dan karunia-Nya sehingga Skripsi ini dapat terselesaikan sebagai slah satu syarat dalam menyelesaikan jenjang pendidikan Strata-1 pada program studi Kesehatan Masyarakat peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Program Sarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Shalawat serta salam semoga senantiasa Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan para sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Atas kekuasaan dan izin Allah SWT, Laporan Penelitian dengan judul “”, telah selesai

ditulis. Dalam penulisan laporan ini tidak luput dari kekurangan dan kelemahan. Namun dengan bantuan berbagai pihak, laporan ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, tiada ungkapan yang lebih pantas diucapkan kecuali puji syukur dan rasa terimakasih yang tak terhingga dengan ketulusan dan kerendahan hati yang dihaturkan kepada :

1. Mama papaku tercinta yg selalu memberikan dukungan baik moril, materil hingga spiritual sehingga anakmu ini bisa mandiri dalam mengahadapi masalah dan

menyelesaikan laporan magang ini. Teruntuk do’a kalian yang tidak pernah putus -putusnya kalian berikan untuk anakmu ini. Luv u, so much mom n dad.. Adik-adik ku Ryandika Hadi Saputra dan Tanti Riandiany Putri. Semoga kalian bisa lebih baik dari kakak. Jangan ngecewain mama sama papa ya sayang…

2. Bpk Prof. DR. dr. Hc. M.K. Tadjudin Spd. Md. Selaku Dekan Fakultas Kedeokteran dan Ilmu Kesehatan


(13)

xi

3. Bpk Yuli Satar, Mars. Selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat

4. Ibu Iting Sofwati, SKM, MK3 selaku Penanggung Jawab Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja

5. Bpk. Dr. H. Arif Sumantri SKM, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang senantiasa memberikan waktu dan bimbingannya kepada penulis selama penyusunan laporan Skripsi

6. Teman-teman KESMAS „06 K3 dan Gizi: Iyum, Nda, Nur, Lenie, Hikmah, Iik dan semua yang tidak bisa di sebutkan satu persatu.

7. Untuk sahabat-sahabatku Pipit, Anti, Inna, Yuli, Putry, Dian, Eka, Trie, Dewi, Ayu, Bunny thanks atas spirit yang kalian kasih sma qu dan udah ngasih persahabatan begitu luar biasanya, juga untuk Bbyan, makasih atas spirit yang kaw berikan. kalian begitu

berarti bwt q. makasih yaa… Smoga Allah swt membalas semua kebaikan kalian sahabat -sahabatku…

Dengan segala rasa kerendahan hati, penyusun menyadari bahwa kesempurnaan tidak akan mutlak di dapat pada setiap hal apapun di dunia ini. Demikian juga dengan hasil laporan ini yang masih jauh dari sempurna. Namun, penulis mengharapkan semoga karya ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan serta keselamatan dan kesehatan kerja khususnya. Untuk itu, mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan maupun dalam penyampaian.

Penyusun Sulistya Virgy


(14)

xii DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... vi

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI ... vii

LEMBAR PERSEMBAHAN ... viii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR GAMBAR ... xxi

DAFTAR BAGAN ... xxiii

LAMPIRAN ... xxiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 8

1.4 Tujuan Penelitian ... 9


(15)

xiii

1.4.2 Tujuan Khusus ... 9

1.5 Manfaat Penelitian ... 10

1.5.1 Bagi Institusi Tempat Penelitian (RSUD Pasar Rebo) ... 10

1.5.2 Bagi karyawan Instalasi Gizi ... 10

1.5.3 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN ... 11

1.5.4 Bagi Peneliti ... 11

1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1 Kelelahan Kerja ... 13

2.1.1 Definisi Kelelahan Kerja ... 13

2.1.2 Dampak Kelelahan Kerja ... 15

2.1.3 Metode Pengukuran Kelelahan Kerja ... 16

2.2 Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kelelahan Kerja ... 23

2.2.1 Umur ... 23

2.2.2 Jenis Kelamin ... 25

2.2.3 Masa Kerja ... 27

2.2.4 Status Gizi ... 29

2.2.5 Status Kesehatan ... 32

2.2.6 Jam Kerja ... 35

2.2.7 Kerja Shift ... 36

1) Definisi kerja shift ... 36


(16)

xiv

3) Sistem Kerja Shift ... 38

4) Strategi dalam Penyusunan Shift Kerja ... 47

2.2.8 Keadaan yang Monoton ... 56

2.2.9 Beban Kerja ... 57

2.2.10 Risiko Ergonomi Pekerjaan ... 61

1) Metode Pengukuran RULA ... 61

2) Metode Pengukuran REBA ... 72

2.2.11 Faktor Lingkungan Kerja ... 84

1) Suhu ... 84

2) Kebisingan ... 85

3) Penerangan/Pencahayaan ... 86

4) Getaran ... 86

2.3 Upaya penanggulangan Kelelahan Kerja ... 87

2.4 Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) ... 90

2.4.1 Pengertian PGRS ... 90

2.4.2 Ketenagaan ... 91

2.4.3 Kegiatan Penyelenggaraan Makanan ... 91

2.4.4 Kegiatan Pengadaan dan Penyiapan Makanan ... 91

2.4.5 Pengolahan dan Distribusi Makanan ... 92


(17)

xv

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN

HIPOTESIS ... 95

3.1 Kerangka Konsep ... 95

3.2 Definisi Operasional ... 97

3.2.1 Variabel Dependen ... 97

3.2.2 Variabel Independen ... 98

3.3 Hipotesis ... 102

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 103

4.1 Desain Penelitian ... 103

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 103

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 103

4.4 Pengumpulan Data ... 105

4.5 Instrumen Penelitian ... 107

4.6 Pengolahan Data ... 111

4.7 Analisis Data ... 113

BAB V HASIL PENELITIAN ... 115

5.1 Gambaran Umum RSUD Pasar Rebo ... 115

5.1.1 Sejarah Berdirinya RSUD Pasar Rebo ... 115 5.1.2 Visi dan Misi Rumah Sakit ...

5.1.3 Motto RSUD Pasar Rebo ... 5.1.4 Kebijakan Mutu ...

116 116 116


(18)

xvi

5.1.5 Gambaran Umum Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo ... a. Visi dan Misi Instalasi Gizi ... b. Struktur Organisasi Instalasi Gizi ... c. Gambaran Penerapan Shift Kerja Karyawan Instalasi Gizi

RSUD Pasar Rebo ... d. Gambaran Alur/Proses Kerja Instalasi Gizi ...

116 116 117

118 118 5.2 Hasil Analisis Univariat ... 127

5.2.1 Gambaran Kelelahan Kerja pada Karyawan di Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011 ... 5.2.2 Gambaran Karakteristik Pekerja (Umur) pada Karyawan di

Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011 ... 5.2.3 Gambaran Karakteristik Pekerja (Jenis Kelamin, Masa Kerja,

Status Gizi) pada Karyawan di Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011 ... 5.2.4 Gambaran Karakteristik Pekerjaan (Shift Kerja, Beban Kerja,

Risiko Ergonomi Pekerjaan) pada Karyawan di Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011 ...

127

131

131

133 5.3 Analisis Bivariat ... 135

5.3.1 Hubungan antara Karakteristik Pekerja (Umur) dengan Kelelahan Kerja pada Karyawan di Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta


(19)

xvii

5.3.2 Hubungan antara Karakteristik Pekerja (Jenis Kelamin, Masa Kerja, Status Gizi) dengan Kelelahan Kerja pada Karyawan di Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011 ... 5.3.3 Hubungan antara Karakteristik Pekerjaan (Shift Kerja, Beban

Kerja, Risiko Ergonomi Pekerjaan) dengan Kelelahan Kerja pada Karyawan di Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011

136

139

BAB VI PEMBAHASAN ... 143

6.1 Keterbatasan Penelitian ... 143

6.2 Kelelahan Kerja ... 144

6.3 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelelahan Kerja ... 146

6.3.1 Hubungan Antara Umur dengan Kelelahan Kerja ... 6.3.2 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Kelelahan Kerja ... 6.3.3 Hubungan Antara Masa Kerja dengan Kelelahan Kerja ... 6.3.4 Hubungan Antara Status Gizi dengan Kelelahan Kerja ... 6.3.5 Hubungan Antara Shift Kerja dengan Kelelahan Kerja ... 6.3.6 Hubungan Antara Beban Kerja dengan Kelelahan Kerja ... 6.3.7 Hubungan Antara Risiko Ergonomi Pekerjaan dengan Kelelahan Kerja ... 146 149 152 155 158 166 168 BAB V11 SIMPULAN DAN SARAN ... 171

7.1 Simpulan ... 7.2 Saran ... 171 172 DAFTAR PUSTAKA ... 174


(20)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kelebihan dan Kekurangan Metode Pengukuran Kelelahan Kerja ... 21

Tabel 2.2 Klasifikasi Status Gizi berdasarkan IMT menurut WHO (2003) ... 30

Tabel 2.3 Klasifikasi Status Gizi berdasarkan IMT menurut Depkes RI (2003) .. 31

Tabel 2.4 Metropolitan Rota Shift System ... 43

Tabel 2.5 Continental Rota Shift System ... 44

Tabel 2.6 Sistem 4 orang siklus 32 jam ... 45

Tabel 2.7 Circadian Strategy (Richard M. Coleman) ... 48

Tabel 2.8 Anchor Sleep Strategy (Richard M. Coleman) ... 49

Tabel 2.9 Penilaian pekerjaan ... 58

Tabel 2.10 NAB Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) Berdasarkan TLV 2007 ... 59

Tabel 2.11 Tingkat Metabolik Tubuh Berdasarkan TLV 2007 ... 60

Tabel 2.12 Skor Bagian Lengan Atas (Upper Limb) ... 63

Tabel 2.13 Skor Lengan Bawah (lower Arm) ... 64

Tabel 2.14 Skor Pergelangan Tangan ... 65

Tabel 2.15 Skor Group A ... 66

Tabel 2.16 Skor Aktifitas ... 67

Tabel 2.17 Skor Beban ... 67

Tabel 2.18 Skor Bagian Leher (Neck) ... 68


(21)

xix

Tabel 2.20 Skor bagian Kaki (legs) ... 70

Tabel 2.21 Skor Group B Trunk Posture Score ... 70

Tabel 2.22 Skor Aktifitas ... 71

Tabel 2.23 Skor Beban ... 71

Tabel 2.24 Grand Total Score Table ... 72

Tabel 2.25 Kategori Tindakan RULA ... 72

Tabel 2.26 Penilaian Skor Tabel A ... 77

Tabel 2.27 Penilaian Skor Beban ... 78

Tabel 2.28 Penilaian Skor Tabel B ... 80

Tabel 2.29 Penilaian Skor Coupling ... 80

Tabel 2.30 Penilaian Skor C ... 81

Tabel 2.31 Penilaian Skor Aktivitas ... 82

Tabel 2.32 Level aksi dari skor REBA ... 82

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Dependen ... 97

Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel Independen ... 98

Tabel 4.1 Tenaga Kerja Di Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Jabatan Tahun 2011 ... 104

Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Kelelahan Kerja pada Karyawan di Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011 ... 128

Tabel 5.2 Prevalence Rate pada Keluhan Kelelahan Kerja Sebelum dan Setelah Bekerja Pada karyawan di Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011 ... 129


(22)

xx

Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pekerja (Umur) pada

Karyawan di Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011 .... 131 Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pekerja (Jenis

Kelamin, Masa Kerja, Status Gizi) pada Karyawan di Instalasi Gizi

RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011 ... 132 Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pekerjaan (Shift

Kerja, Beban Kerja, Risiko Ergonomi Pekerjaan) pada Karyawan di

Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011 ... 133 Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pekerja (Umur)

dengan Kelelahan Kerja pada Karyawan di Instalasi Gizi RSUD Pasar

Rebo Jakarta Tahun 2011 ... 135 Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pekerja (Jenis

Kelamin, Masa Kerja, Status Gizi) dengan Kelelahan Kerja pada

Karyawan di Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011 ... 136 Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pekerjaan (Shift

Kerja, Beban Kerja, Risiko Ergonomi Pekerjaan) dengan Kelelahan Kerja pada Karyawan di Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta


(23)

xxi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Postur Tubuh Bagian Lengan Atas (Upper Arm) ... 63 Gambar 2.2 Postur Tubuh Bagian Lengan Bawah (Lower Arm) ... 64 Gambar 2.3 Postur Tubuh Pergelangan Tangan (Wrist) ... 65 Gambar 2.4 Postur Tubuh Putaran Pergelangan Tangan (wrist twist) ... 65 Gambar 2.5 Postur Tubuh Bagian Leher (Neck) ... 68 Gambar 2.6 Postur Tubuh Bagian Batang Tubuh (Trunk) ... 69 Gambar 2.7 Posisi Kaki (Legs) ... 70 Gambar 2.8 Penilaian Group A Posisi Leher ... 76 Gambar 2.9 Penilaian Group A Posisi Punggung ... 76 Gambar 2.10 Penilaian Group A Posisi kaki ... 77 Gambar 2.11 Penilaian Group A Posisi Lengan Atas ... 79 Gambar 2.12 Penilaian Group A Posisi Lengan Bawah ... 79 Gambar 2.13 Penilaian Group A Posisi Pergelangan Tangan ... 79 Gambar 5.1 Postur kerja pada proses penerimaan bahan makanan dari supplier .. 119 Gambar 5.2 Postur kerja ketika pembagian bahan makanan kering untuk

pengeluaran kepada juru masak ... 119 Gambar 5.3 Postur kerja ketika penaataan bahan makanan kering ke dalam rak 120 Gambar 5.4 Postur kerja ketika pencucian bahan makanan lauk 121 Gambar 5.5 Postur kerja ketika pengupasan dan pemotongan Bahan makanan

sayur


(24)

xxii

Gambar 5.6 Postur kerja ketika pemotongan bahan makanan sayur 122 Gambar 5.7 Postur kerja ketika pemotongan bahan makanan sayur dengan

menggunakan mesin potong

122

Gambar 5.8 Postur kerja pada proses memasak bahan makanan nasi, bubur, dan Tim

124

Gambar 5.9 Postur kerja pada proses memasak bahan makanan sayur dan snack 124

Gambar 5.10 Postur kerja pada proses pemorsian 125

Gambar 5.11 Postur kerja pada proses pemorsian 126

Gambar 5.12 Postur kerja pada proses pendistribusian makanan ke pasien 126

Gambar 5.13 Postur kerja pada pekerja kantor 142


(25)

xxiii

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori Kelelahan Kerja ... 94 Bagan 3.1 Kerangka Konsep Kelelahan Kerja ... 96 Bagan 5.1 Struktur Organisasi Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo tahun 2011 ... 117


(26)

xxiv LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner

Lampiran 2 Output Hasil SPSS


(27)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelelahan kerja menurut Suma’mur (1996) merupakan proses menurunnya efisiensi, performance kerja dan berkurangnya kekuatan / ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan. Sedangkan Tarwaka (2004) mendefinisikan kelelahan kerja yaitu merupakan suatu mekanisme perlindungan agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut, sehingga dengan demikian terjadilah pemulihan setelah istirahat. Kelelahan kerja adalah suatu yang lazim dijumpai pada kehidupan tenaga kerja. Lelah tersebut mempunyai arti sendiri bagi setiap individu dan sangat

subyektif sifatnya (Suma’mur, 1989).

Kelelahan kerja merupakan bagian dari permasalahan umum yang sering dijumpai pada tenaga kerja. Permasalahan kelelahan kerja selayaknya mendapatkan perhatian khusus dari pihak perusahaan maupun instansi yang memperkerjakan tenaga kerja. Hal itu dikarenakan kelelahan pada pekerja yang tidak teratasi akan berdampak negatif yaitu menurunnya produktifitas kerja yang ditandai dengan menurunnya motivasi kerja, menurunnya fungsi fisiologis motorik, serta menurunnya semangat kerja. Selain itu, dapat juga berdampak terhadap menurunnya konsentrasi ketika melakukan pekerjaan. Dan kemudian tentu saja hal ini dapat menimbulkan kesalahan dalam bekerja. Menurut beberapa peneliti, kelelahan secara nyata dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja dan dapat menurunkan produktifitas. Investigasi di beberapa negara menunjukkan bahwa kelelahan (fatigue) memberi kontribusi yang signifikan terhadap kecelakaan


(28)

2

kerja. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kementrian Tenaga Kerja Jepang terhadap 12.000 perusahaan yang melibatkan sekitar 16.000 pekerja di negara tersebut yang dipilih secara acak telah menunjukkan hasil bahwa ditemukan 65% pekerja mengeluhkan kelelahan fisik akibat kerja rutin, 28% mengeluhkan kelelahan mental dan sekitar 7% pekerja mengeluh stres berat dan merasa tersisihkan. (Hidayat, 2003)

Menurut Silaban (1998), kelelahan kerja seringkali terjadi pada saat pelaksanaan proses kerja. Berdasarkan hasil survey di negara maju, dilaporkan bahwa antara 10-50% penduduk mengalami kelelahan. Kelelahan merupakan masalah bagi K3, yang apabila tidak ditangani dengan baik dan benar dapat mengakibatkan gangguan kesehatan bagi tenaga kerja dan pada akhirnya akan mengakibatkan penurunan produktifitas. Oleh karena itu, kelelahan pada tenaga kerja tidak boleh diabaikan begitu saja mengingat tenaga kerja merupakan aset utama yang menjalankan operasional produksi.

Di dalam proses kerja, banyaknya faktor-faktor yang dapat menjadi pencetus timbulnya kelelahan kerja. Faktor-faktor penyebab tersebut antara lain seperti yang disebutkan oleh Grandjean (1988) dalam Budiono, dkk (2003) yaitu intensitas dan lamanya kerja, status kesehatan dan nutrisi, serta lingkungan kerja. Menurut Suma’mur (1989) yang menjadi penyebab kelelahan akibat kerja yaitu keadaan monoton, beban dan lamanya pekerjaan baik fisik maupun mental, keadaan lingkungan seperti cuaca kerja, penerangan dan kebisingan, keadaan kejiwaan seperti tanggung jawab, penyakit, perasaan sakit dan keadaan gizi. Silaban (1998) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kelelahan kerja adalah karakteristik pekerja (jenis kelamin, usia, masa kerja, status gizi, beban kerja, kondisi kesehatan, dan waktu kerja). Menurut Tarwaka et al (2004) kelelahan kerja dipengaruhi oleh postur kerja, keadaan monoton, lingkungan


(29)

3

kerja, dan waktu kerja. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa faktor individu seperti umur, pendidikan, masa kerja, dan status gizi mempunyai hubungan yang signifikan terhadap terjadinya kelelahan kerja (Oentoro, 2004). Apabila pengaruh-pengaruh ini terkumpul di dalam tubuh maka akan berakibat pada terjadinya kelelahan.

Hasil studi penelitian di Amerika Serikat yang dilakukan Claire (2004) menyatakan bahwa jenis kelamin dapat mempengaruhi tingkat kelelahan seseorang. hal ini dapat dilihat dari waktu kerja lembur yang mempengaruhi wanita. Penelitian yang dilakukan Akerstdt et al (2002) yang menyebutkan bahwa dari 58.115 sampel 18.828 (32,8%) menderita kelelahan (Fatigue). Studi lain oleh yang dilakukan oleh Ades (1998) kelelahan hebat (Intense Fatigue) dilaporkan 15% pada pekerja shift siang dan 30% pada pekerja shift malam.

Masalah yang berkaitan dengan kelelahan kerja pada pekerja juga terjadi di Indonesia dan sudah dilakukan penelitian. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Nugraha (2009) mengenai kelelahan pada pekerja di Instalasi Gizi Rumah Sakit (studi pada pekerja Instalasi Gizi RS. Pusdik Gasum Porong), diperoleh bahwa sebanyak 100% pekerja mengalami kelelahan kerja subjektif. Penelitian menunjukkan bahwa semua pekerja (100%) di instalasi gizi Rumah Sakit Bhayangkara Pusdik Gasum Porong mendapatkan beban kerja ringan. Semua pekerja (100%) juga membutuhkan kalori 1200–2399 Kcal. Kemudian asupan kalori pekerja 40% telah mencukupi kebutuhan kalorinya dan 60% pekerja masih belum dapat mencukupi kebutuhan kalorinya. Terdapat 80% pekerja memiliki status gizi normal dan 20% memiliki status gizi tinggi.

Penelitian lain dilakukan oleh Farida (2008) yaitu tentang hubungan beban kerja dan tekanan panas dengan tingkat kelelahan pada pekerja pembuatan tahu di kelurahan


(30)

4

jomblang kecamatan candi sari kota semarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari sampel sebanyak 30 orang diperoleh data beban kerja tertinggi yang diukur dengan pengukuran denyut nadi adalah 134,50 denyut/menit dan terendah 82,50 denyut/menit; tekanan panas terendah 26,7 0C dan tekanan panas tertinggi 34,9 0C; kelelahan tertinggi 452,69 millidetik dan terendah 206,38 millidetik. Hasil uji Korelasi Product Moment antara beban kerja dengan tingkat kelelahan diperoleh nilai p = 0,001 yang berarti ada hubungan yang bermakna antara beban kerja dengan tingkat kelelahan. Hasil uji Rank Spearman antara tekanan panas dengan tingkat kelelahan diperoleh nilai p = 0,001 yang berarti ada hubungan yang bermakna antara tekanan panas dengan tingkat kelelahan.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2005) pada pekerja yang terpapar tekanan panas di PT. Baja Kurnia Ceper, hasil penelitian menunjukkan rata-rata umur 34,35 tahun; rata-rata status gizi 19,89; rata-rata masa kerja 8,23 tahun; rata-rata denyut nadi kerja 127,98 denyut per menit; rata-rata waktu reaksi rangsang cahaya sebelum kerja 352,46 milidetik; rata-rata waktu reaksi rangsang cahaya sesudah bekerja 500,78 milidetik; 27 pekerja dari 43 sampel yang diamati (63%) dalam kondisi sehat dan 16 pekerja (27%) dalam kondisi tidak sehat. Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara umur dengan waktu reaksi rangsang cahaya dengan nilai pvalue 0,028, ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan waktu reaksi rangsang cahaya (pvalue=0,001), ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan waktu reaksi rangsang cahaya (p=0,022), ada hubungan yang bermakna antara beban kerja dengan waktu reaksi rangsang cahaya (p=0,004).


(31)

5

Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) merupakan tanggung jawab Instalasi Gizi. Dalam SK Menkes No. 134/MenKes/SK/1978 dinyatakan bahwa Instalasi Gizi merupakan salah satu unit penunjang medis dimana kedudukannya dibawah wakil direktur Penunjang Medis dan bertanggung jawab kepada Direktur. PGRS adalah pelayanan gizi yang diberikan kepada pasien untuk mencapai kondisi yang optimal dalam memenuhi kebutuhan gizi orang sakit, baik untuk keperluan metabolisme tubuh, peningkatan kesehatan ataupun untuk mengoreksi kelainan metabolisme dalam upaya penyembuhan pasien dirawat dan berobat jalan (Dep.Kes RI, 1991).

Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pasar Rebo merupakan bagian penunjang medik di RSUD Pasar Rebo yang terbagi dalam 5 bagian yaitu gudang, produksi, Gizi Klinik Rawat Inap, Gizi Klinik Rawat Jalan, dan Litbang (Penelitian dan Pengembangan) Gizi. Bagian produksi terbagi menjadi produksi makanan diet dan produksi makanan non diet. Instalasi gizi mencakup kegiatan penyelenggaraan makanan bagi pasien dan pegawai, pelayanan gizi rawat jalan dan rawat inap, penelitian dan pengembangan gizi klinik. Proses penyelenggaraan makanan dilakukan di instalasi gizi dimulai dari proses penerimaan bahan makanan, persiapan bahan makanan, produksi, sampai pendistribusian makanan kepada pasien. Karyawan di Instalasi gizi merupakan salah satu pekerja yang berisiko mengalami kelelahan, karena pekerjaan di Instalasi gizi umumnya merupakan pekerjaan yang dinamis, beban kerja yang berat dimana persediaan makanan harus ada bagi pasien dan pegawai, pekerjaan berulang pada satu jenis otot, pada bagian pengolahan makanan (memasak) berinteraksi dengan benda tajam seperti pisau dan gunting, terjadi paparan panas pada proses pengolahan (memasak), panas dari peralatan dalam mengolah makanan.


(32)

6

Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti berdasarkan subjective self rating test dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) dengan pengukuran secara subyektif diketahui dari 10 pekerja di Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo didapatkan bahwa sebanyak 7 responden (70%) mengalami kelelahan kerja. Hal ini dimungkinkan karena pekerja mendapatkan beban kerja yang berat, pekerjaan yang terlalu banyak dimana seorang pekerja melakukan banyak pekerjaan.

Mengingat pentingnya uraian diatas, maka perlu dilakukan upaya pencegahan agar tidak terjadi kelelahan kerja dimana akan terjadi penurunan produktifitas pekerja yang akan berkaitan dengan hasil kerja. Faktor tersebut dapat disebabkan oleh pekerja, pekerjaannya, maupun lingkungan kerjanya. Berdasarkan gambaran tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor seperti umur, jenis kelamin, masa kerja, status gizi, shift kerja, beban kerja, risiko ergonomi pekerjaan terhadap kelelahan kerja pada karyawan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011. Belum adanya penelitian serupa juga mendorong penulis untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja pada karyawan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dan dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti berdasarkan subjective self rating test dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) dengan pengukuran secara subyektif diketahui dari 10 pekerja di Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo didapatkan bahwa sebanyak 7 responden (70%) mengalami kelelahan kerja kategori sedang. Di duga banyak faktor yang dapat


(33)

7

menyebabkan terjadinya kelelahan kerja tersebut. Misalnya umur, jenis kelamin, masa kerja, status gizi, status kesehatan, shift kerja, beban kerja, risiko ergonomi pekerjaan, sebagaimana yang telah dikemukakan pada beberapa sumber dan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.

Permasalahan kelelahan kerja selayaknya mendapatkan perhatian khusus dari pihak perusahaan maupun instansi yang mempekerjakan tenaga kerja. Hal itu dikarenakan kelelahan pada pekerja yang tidak teratasi akan berdampak negatif yaitu menurunnya produktifitas kerja yang ditandai dengan menurunnya motivasi kerja, menurunnya fungsi fisiologis motorik, serta menurunnya semangat kerja. Selain itu, dapat juga berdampak terhadap menurunnya konsentrasi ketika melakukan pekerjaan. Dan kemudian tentu saja hal ini dapat menimbulkan kesalahan dalam bekerja.

Berdasarkan gambaran tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor seperti umur, jenis kelamin, masa kerja, status gizi, shift kerja, beban kerja, postur kerja terhadap kelelahan kerja pada karyawan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011. Belum adanya penelitian serupa juga mendorong penulis untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja pada karyawan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011.


(34)

8

1.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, disusun pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran kelelahan kerja pada karyawan di instalasi gizi RSUD

Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011?

2. Bagaimana gambaran karakteristik pekerja (umur, jenis kelamin, masa kerja, status gizi) pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011?

3. Bagaimana gambaran karakteristik pekerjaan (shift kerja, beban kerja, risiko ergonomi pekerjaan) pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011?

4. Apakah ada hubungan antara umur dengan kelelahan kerja pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011?

5. Apakah ada hubungan antara jenis kelamin dengan kelelahan kerja pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011?

6. Apakah ada hubungan antara masa kerja dengan kelelahan kerja pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011?

7. Apakah ada hubungan antara status gizi dengan kelelahan kerja pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011?

8. Apakah ada hubungan antara shift kerja dengan kelelahan kerja pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011?

9. Apakah ada hubungan antara beban kerja dengan kelelahan kerja pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011?


(35)

9

10. Apakah ada hubungan antara risiko ergonomi pekerjaan dengan kelelahan kerja pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011? 1.4 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran kelelahan kerja pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011.

b. Diketahuinya gambaran karakteristik pekerja (umur, jenis kelamin, masa kerja, status gizi) pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011.

c. Diketahuinya gambaran karakteristik pekerjaan (shift kerja, beban kerja, risiko ergonomi pekerjaan) pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011.

d. Diketahuinya hubungan antara umur dengan kelelahan kerja pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011.

e. Diketahuinya hubungan antara jenis kelamin dengan kelelahan kerja pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011.

f. Diketahuinya hubungan antara masa kerja dengan kelelahan kerja pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011.


(36)

10

g. Diketahuinya hubungan antara status gizi dengan kelelahan kerja pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011.

h. Diketahuinya hubungan antara shift kerja dengan kelelahan kerja pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011.

i. Diketahuinya hubungan antara beban kerja dengan kelelahan kerja pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011.

j. Diketahuinya hubungan antara risiko ergonomi pekerjaan dengan kelelahan kerja pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Bagi Intitusi tempat penelitian (RSUD Pasar Rebo)

Dapat menjadi bahan masukan mengenai kelelahan kerja dan faktor-faktor yang menyebabkan kelelahan kerja dan evaluasi kelelahan kerja sebagai solusi pencegahan untuk mengurangi tingkat guna perencanaan, pengembangan, pengorganisasian dalam meningkatkan pelayanan dan produktifitas kerja pada karyawan serta menambah bahan kepustakaan RSUD Pasar Rebo Jakarta. 2. Bagi karyawan Instalasi Gizi

Memperoleh gambaran nyata tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja sehingga pekerja dapat mengelola agar tidak terjadi kelelahan kerja yang akan berakibat pada menurunnya produktifitas kerja dan tidak terjadi kesalahan kerja.


(37)

11

3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Sebagai sarana pemantapan keilmuan bagi mahasiswa dengan mempraktekkan ilmu yang didapat di Dunia Kerja. Sarana pengembangan keilmuan K3 dan media untuk menyalurkan lulusan S1 kedunia kerja. Serta menambah bahan-bahan informasi dan pengembangan keilmuan yang berkelanjutan khususnya pada penelitian yang sejenis selanjutnya.

4. Bagi Peneliti

Dapat menerapkan keilmuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang diperoleh di perkuliahan dalam praktek pada kondisi kerja yang sebenarnya. Selain itu dapat mengembangkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan dalam menganalisa masalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja serta dapat menambah wawasan dan pengalaman terutama dalam penelitian. Selain itu penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi peneliti selanjutnya. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan studi analitik observasional dengan pendekatan cross sectional dengan tujuan untuk mengetahui gambaran dari variabel independen (umur, jenis kelamin, masa kerja, status gizi, shift kerja, beban kerja, risiko ergonomi pekerjaan) yang berhubungan dengan variabel dependen yaitu kelelahan kerja pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2011 mengingat kelelahan pada pekerja yang tidak teratasi akan berdampak negatif yaitu menurunnya produktifitas kerja yang ditandai dengan menurunnya motivasi kerja, menurunnya fungsi fisiologis motorik, serta menurunnya semangat kerja. Selain itu, dapat juga berdampak terhadap menurunnya


(38)

12

konsentrasi ketika melakukan pekerjaan. Dan kemudian tentu saja hal ini dapat menimbulkan kesalahan dalam bekerja.

Yang menjadi sasaran dalam penelitian ini adalah karyawan Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Rebo. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 s.d Maret 2011. Data yang digunakan yaitu data primer dengan wawancara menggunakan lembaran kuesioner yaitu mengenai umur, jenis kelamin, masa kerja, status gizi, shift kerja, dan kelelahan kerja (diukur dengan Reaction Timer Test). Selain itu dilakukan wawancara terhadap kuesioner skala IFRC untuk mengetahui gejala kelelahan kerja yang diukur pada saat sebelum bekerja dan pada saat setelah bekerja; pengukuran Berat Badan dan Tinggi Badan untuk menghitung IMT yang hasil akhirnya didapatkan distribusi pekerja berdasarkan status gizi; pengukuran beban kerja yang di dapat dari aktivitas pekerja; pengukuran risiko ergonomi pekerjaan dari beberapa aktivitas kerja responden dengan penilaian metode RULA dan REBA. Kemudian dilakukan analisis univariat dan analisis bivariat terhadap variabel independen yang di duga berhubungan dengan variabel dependennya menggunakan uji statistik dengan rumus uji Kruskall Wallis, uji Chi Square dan uji Paired T-test. Selain itu juga digunakan data sekunder yaitu data mengenai profil Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pasar Rebo Jakarta, distribusi karyawan menurut shift kerja, data profil K3 Rumah Sakit, dan profil mengenai instalasi gizi Rumah Sakit serta data terkait yang relevan dengan penelitian.


(39)

13 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelelahan Kerja

2.1.1 Definisi Kelelahan Kerja

Kelelahan dapat diartikan sebagai suatu kondisi menurunnya efisiensi, performa kerja, dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan (Wignjosoebroto, 2003). Perasaan atau kondisi lemah merupakan kondisi yang sering dialami oleh seseorang setelah melakukan aktifitasnya. Perasaan capek, ngantuk, bosan dan haus biasanya muncul beriringan dengan adanya gejala kelelahan. Selain kondisi-kondisi tersebut pada sebagian orang disertai pula dengan gejala fisik seperti pegal-pegal, kesemutan bahkan nyeri pada anggota tubuhnya. Kondisi ini bisa pulih apabila kita beristirahat sejenak dari aktivitas yang sedang kita lakukan. Menurut Grandjean (1997) kelelahan kerja merupakan gejala yang ditandai adanya perasaan lelah dan kita akan merasa segan dan aktifitas akan melemah serta ketidakseimbangan. Selain itu, keinginan untuk berusaha melakukan kegiatan fisik dan mental akan berkurang karena disertai perasaan berat, pening dan capek. Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh. (Tarwaka et al, 2004).

Suma’mur (1996) menyatakan bahwa kelelahan kerja merupakan proses menurunnya efisiensi, performance kerja dan berkurangnya kekuatan/ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan. Kelelahan kerja menurut


(40)

14

Nurmianto (2003) akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja. Meningkatnya kesalahan kerja akan memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri.

Kelelahan berbeda dengan kejemuan, sekalipun kejemuan adalah suatu faktor dari kelelahan (Suma’mur, 1999). Kelelahan adalah suatu kondisi yang disertai penurunan efisiensi dan kebutuhan dalam bekerja (Budiono, 2003). Jadi dapat disimpulkan bahwa kelelahan kerja bisa menyebabkan penurunan kinerja yang dapat berakibat pada peningkatan kesalahan kerja dan kecelakaan kerja. Menurut Nurmianto (2003), kelelahan merupakan akibat dari kebanyakan tugas pekerjaan yang sama. Pada pekerjaan yang berulang, tanda pertama kelelahan merupakan peningkatan dalam rata-rata panjang waktu yang diambil untuk menyelesaikan suatu siklus aktivitas. Waktu pendistribusian yang hati-hati sering menunjukkan kelambatan performansi sebagaimana yang tampak dalam pendistribusian proporsi yang lebih besar dari siklus lambat yang tidak normal.

Setiap orang pernah mengalami kondisi lelah baik lelah fisik maupun lelah mental, karena kemampuan tubuh untuk tetap terjaga memiliki batas tertentu. Hampir seluruh orang merasakan kondisi lelah setelah melakukan aktifitasnya seharian. Begitupun dengan para pekerja yang harus tetap terjaga selama 8 jam demi memenuhi tugas dan shift kerjanya. Job dan Dalziel (2001) dalam Australian Safety and Compensation Council (2006) mendefinisikan kelelahan berdasarkan pada tingkatan keadaan otot tubuh, viscera atau sistem syaraf pusat dimana didahului oleh aktifitas fisik dan proses mental, serta waktu istirahat yang mencukupi, sebagai hasil dari kapasitas sel yang tidak mencukupi atau cakupan energi untuk memelihara tingkatan aktifitas yang alami dan


(41)

15

atau diproses dengan menggunakan sumber-sumber yang normal. Kondisi kelelahan di tempat kerja memang tidak bisa dipandang sebelah mata, karena sangat berpengaruh terhadap efektifitas, produktifitas serta keselamatan pekerja pada umumnya.

Suma’mur (1996) menyatakan bahwa produktifitas mulai menurun setelah empat jam bekerja terus menerus (apapun jenis pekerjaannya) yang disebabkan oleh menurunnya kadar gula di dalam darah. Itulah sebabnya istirahat sangat diperlukan minimal setengan jam setelah empat jam bekerja terus menerus agar pekerja memperoleh kesempatan untuk makan dan menambah energi yang diperlukan tubuh untuk bekerja. Manuaba (1990) menjelaskan bahwa jam kerja berlebihan, jam kerja lembur diluar batas kemampuan akan mempercepat timbulnya kelelahan, menurunkan ketepatan, dan ketelitian. Oleh karena itu setiap fungsi tubuh memerlukan keseimbangan yang ritmis antara asupan energi dan penggantian energi (kerja-istirahat), maka diperlukan adanya waktu istirahat pendek dengan sedikit kudapan (15 menit setelah 1,5-2 jam kerja) untuk mempertahankan efisiensi dan performa kerja.

2.1.2 Dampak Kelelahan Kerja

Kelelahan kerja merupakan bagian dari permasalahan umum yang sering dijumpai pada tenaga kerja. Permasalahan kelelahan kerja selayaknya mendapatkan perhatian khusus dari pihak perusahaan maupun instansi yang memperkerjakan tenaga kerja. Hal itu dikarenakan kelelahan pada pekerja yang tidak teratasi akan berdampak negatif yaitu menurunnya produktifitas kerja yang ditandai dengan menurunnya motivasi kerja, menurunnya fungsi fisiologis motorik, serta menurunnya semangat kerja. Selain itu, dapat juga berdampak terhadap menurunnya konsentrasi ketika melakukan pekerjaan.


(42)

16

Dan kemudian tentu saja hal ini dapat menimbulkan kesalahan dalam bekerja. Menurut beberapa peneliti, kelelahan secara nyata dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja dan dapat menurunkan produktifitas. Investigasi di beberapa negara menunjukkan bahwa kelelahan (fatigue) memberi kontribusi yang signifikan terhadap kecelakaan kerja. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kementrian Tenaga Kerja Jepang terhadap 12.000 perusahaan yang melibatkan sekitar 16.000 pekerja di negara tersebut yang dipilih secara acak telah menunjukkan hasil bahwa ditemukan 65% pekerja mengeluhkan kelelahan fisik akibat kerja rutin, 28% mengeluhkan kelelahan mental dan sekitar 7% pekerja mengeluh sres berat dan merasa tersisihkan. (Hidayat, 2003)

2.1.3 Metode Pengukuran Kelelahan Kerja

Sampai saat ini belum ada cara untuk mengukur tingkat kelelahan secara langsung. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya hanya berupa indikator yang menunjukkan terjadinya kelelahan akibat kerja. Grandjean (1993) yang dikutip oleh Tarwaka et al (2004) mengelompokkan metode pengukuran kelelahan kedalam 6 kelompok yang berbeda, yaitu:

1) Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan

Metode ini kadang digunakan sebagai cara pengukuran kelelahan kerja. Pada metode ini, kuantitas output digambarkan sebagai jumlah proses kerja, waktu yang digunakan setiap item atau jumlah operasi yang dilakukan setiap unit waktu. Kelelahan dan jumlah produksi tentu saja saling berhubungan dengan beberapa tingkatan namun demikian metode ini tidak bisa digunakan sebagai pengukuran langsung karena banyak


(43)

17

faktor yang harus dipertimbangkan seperti target produksi, faktor sosial, dan perilaku psikologis dalam kerja.

Terkadang kelelahan membutuhkan pertimbangan dalam hubungannya dengan kualitas output (kerusakan produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah merupakan causal factor.

2) Pengujian psikomotorik

Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motorik. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan. Terjadinya pemanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk adanya perlambatan pada proses faal syaraf dan otot.

Sanders dan McCormick (1987) yang dikutip oleh Tarwaka et al (2004) menyatakan bahwa waktu reaksi adalah waktu untuk membuat suatu respon yang spesifik saat suatu stimulasi terjadi. Waktu reaksi terpendek biasanya berkisar antara 150 s/d 200 milidetik. Waktu reaksi tergantung dari stimuli yang dibuat; intensitas dan lamanya perangsangan; umur subjek; dan perbedaan-perbedaan individu lainnya. Alat ukur waktu reaksi telah dikembangkan di Indonesia biasanya menggunakan nyala lampu dan denting suara sebagai stimuli.

Kroemer (1997) menyatakan bahwa kerugian dari uji psikomotorik yakni muncul suatu kenyataan bahwa pada uji ini seringkali membuat permintaan yang sulit pada subyek yang diteliti, sehingga dapat mengakibatkan peningkatan ketertarikan, pada


(44)

18

pandangan sebelumnya, sangat memungkinkan bila uji ini akan menyebabkan beberapa jenis kegiatan yang berhubungan dengan penggunaan otak, dimana dapat memungkinkan untuk menimbulkan kelelahan.

Menurut Koesyanto dan Tunggul (2005), tingkat kelelahan kerja dapat diklasifikasikan berdasarkan waktu reaksi yang diukur dengan reaction timer yaitu :

a. Normal (N) : waktu reaksi 150.0-240.0 milidetik b. Kelelahan Kerja Ringan (KKR) : waktu reaksi >240.0-<410.0 milidetik c. Kelelahan Kerja Sedang (KKS) : waktu reaksi 410.0-<580.0 milidetik d. Kelelahan Kerja Berat (KKB) : waktu reaksi >580.0 milidetik

3) Mengukur frekuensi subjektif kelipan mata (flicker fusion eyes test)

Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipan. Uji kelipan, disamping untuk mengukur kelelahan juga menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja (Tarwaka et al, 2004).

Frekuensi kerlingan mulus (Flicker Fusion Frequency) dari mata adalah kemampuan mata untuk membedakan cahaya berkedip dengan cahaya kontinu. Cara mengujinya ialah sebagai berikut: responden yang diteliti kemampuannya didudukan di depan sumber cahaya yang berkedip. Kedipan dimulai dari lambat (frekuensi rendah), kemudian perlahan-lahan dinaikkan semakin cepat dan cahaya tersebut dianggap bukan sebagai cahaya kedipan lagi, melainkan sebagai cahaya yang kontinu (mulus).

Frekuensi batas/ambang dari kelipan itulah disebut “frekuensi kelipan mulus”. Bagi

orang yang tidak lelah, frekuensi ambang itu 2 Hertz jika memakai cahaya pendek atau 0,6 Hertz jika memakai cahaya siang (day light). Jika seseorang dalam keadaan lelah,


(45)

19

maka angka frekuensi berkurang dari 2 Hertz atau 0,6 Hertz. Pada seseorang yang lelah sekali atau setelah menghadapi pekerjaan monoton, angka frekuensi kerling mulus bias antara 0,5 Hertz atau lebih dibawah frekuensi kerling mulus dari orang yang sedang dalam keadaan tidak lelah (Suyatno, 1985).

4) Perasaan kelelahan secara subjektif

Subjective Self Rating Test dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang dapat untuk mengukur tingkat kelelahan subjektif. Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri dari:

a) 10 pertanyaan tentang pelemahan kegiatan: 1. Perasaan berat di kepala

2. Lelah di seluruh badan 3. Berat di kaki

4. Menguap 5. Pikiran kacau 6. Mengantuk

7. Ada beban pada mata 8. Gerakan canggung dan kaku 9. Berdiri tidak stabil

10. Ingin berbaring

b) 10 pertanyaan tentang pelemahan motivasi: 1. Susah berfikir

2. Lelah untuk bicara 3. Gugup

4. Tidak berkonsentrasi

5. Sulit untuk memusatkan perhatian 6. Mudah lupa

7. Kepercayaan diri berkurang 8. Merasa cemas

9. Sulit mengontrol sikap 10. Tidak tekun dalam pekerjaan


(46)

20

c) 10 pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik: 1. Sakit dikepala

2. Kaku di bahu 3. Nyeri di punggung 4. Sesak nafas

5. Haus 6. Suara serak 7. Merasa pening

8. Spasme di kelopak mata 9. Tremor pada anggota badan 10. Merasa kurang sehat

Metode pengukuran kelelahan menggunakan skala yang dikeluarkan oleh Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) atau dapat disebut Subjective Symptoms Test (SST) dimana berisi sejumlah pertanyaan yang berhubungan dengan gejala-gejala kelelahan. Skala IFRC ini terdapat 30 gejala kelelahan yang disusun dalam bentuk daftar pertanyaan (Susetyo, 2008). Jawaban untuk kuesioner IFRC tersebut terbagi menjadi 4 kategori besar yaitu sangat sering (SS) dengan diberi nilai 4, sering (S) dengan nilai 3, kadang-kadang (K) dengan nilai 2, dan tidak pernah (TP) dengan nilai 1. Dalam menentukan tingkat kelelahan, jawaban tiap pertanyaan dijumlahkan kemudian disesuaikan dengan kategori tertentu. Kategori yang di berikan antara lain :

-Nilai 30 = Tidak Lelah -Nilai 31-60 = Kelelahan ringan

-Nilai 61-90 = Kelelahan menengah/sedang -Nilai 91-120 = Kelelahan Berat


(47)

21

5) Pengujian mental

Pada metode ini konsentrasi merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan menyelesaikan pekerjaan. Bourdon Wiersma test merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk menguji kecepatan, ketelitian dan konsentrasi. Hasil test akan menunjukkan bahwa semakin lelah seseorang maka tingkat kecepatan, ketelitian dan konsentrasi akan semakin rendah atau sebaliknya. Namun demikian Bourdon Wiersma test lebih tepat untuk mengukur kelelahan akibat aktivitas atau pekerjaan yang lebih bersifat mental.

Dari uraian metode pengukuran kelelahan kerja di atas dapat disimpulkan bahwa masing-masing metode pengukuran tersebut memiliki kelebihan maupun kekurangan yang disajikan dalam tabel 2.1 di bawah ini:

Tabel 2.1

Kelebihan dan Kekurangan Metode Pengukuran Kelelahan Kerja

No. Metode Kelebihan Kekurangan

1. Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan

Kuantitas output digambarkan sebagai jumlah proses kerja, waktu yang digunakan setiap item atau jumlah operasi yang dilakukan setiap unit waktu

-Banyak faktor yang harus dipertimbangkan seperti target produksi, faktor sosial, dan perilaku psikologis dalam kerja.

-Terkadang kelelahan membutuhkan pertimbangan dalam hubungannya dengan kualitas output (kerusakan produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya


(48)

22

kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah merupakan causal factor.

2. Pengujian psikomotorik

Dapat di amati secara langsung seseorang mengalami kelelahan kerja

Pada pengukuran ini, waktu reaksi tergantung dari stimuli yang dibuat, intensitas dan lamanya perangsangan, umur subjek, dan perbedaan-perbedaan individu lainnya, serta muncul suatu kenyataan bahwa pada uji ini seringkali membuat permintaan yang sulit pada subyek yang diteliti, sehingga dapat mengakibatkan peningkatan ketertarikan, pada pandangan sebelumnya, sangat meungkinkan bila uji ini akan menyebabkan beberapa jenis kegiatan yang berhubungan dengan penggunaan otak,dimana dapat memungkinkan untuk menimbulkan kelelahan. 3. Mengukur

frekuensi

subjektif kelipan mata (flicker fusion eyes test)

Disamping untuk mengukur kelelahan juga menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja

Bisa terjadi bias dalam menentukan besar frekuensi yang dihasilkan pada pengukuran.

4. Perasaan

kelelahan secara subjektif

Kelelahan dapat di analisis langsung dari gejala-gejala yang dirasakan oleh seseorang


(49)

23

5. Pengujian mental Pengukuran berdasarkan pengujian mental yaitu didapatkan hasil test yang akan menunjukkan bahwa semakin lelah seseorang maka tingkat kecepatan, ketelitian dan konsentrasi akan semakin rendah atau sebaliknya

Lebih tepat untuk mengukur kelelahan akibat aktivitas atau pekerjaan yang lebih bersifat mental

2.2 Faktor - faktor yang berhubungan dengan Kelelahan Kerja 2.2.1 Umur

Faktor individu seperti umur juga dapat berpengaruh terhadap waktu reaksi dan perasaan lelah tenaga kerja. Pada umur yang lebih tua terjadi penurunan kekuatan otot, tetapi keadaan ini diimbangi dengan stabilitas emosi yang lebih baik dibanding tenaga kerja yang berumur muda yang dapat berakibat positif dalam melakukan pekerjaan (Setyawati, 1994). Menurut Hidayat (2003) Faktor individu yaitu umur mempunyai hubungan yang signifikan terhadap terjadinya kelelahan, bukti di negara jepang menunjukkan bahwa pekerja yang berusia 40-50 tahun akan lebih cepat menderita kelelahan dibandingkan dengan pekerja yang relatif lebih muda.

Permaesih (2000), peningkatan kekuatan otot pada usia 12 tahun pada pria lebih banyak dibandingkan pada wanita dan akan maksimal ketika berusia 25 tahun. Pada usia 65-70 tahun secara berangsur-angsur akan menurun dan kekuatan otot yang dimilikinya hanya sekitar 65-70% daripada yang dimiliki oleh orang yang berusia 20-30 tahun.


(50)

24

Penurunan kekuatan otot ini dipengaruhi oleh aktifitas fisik yang dilakukan dan dipercepat jika seseorang tidak melakukan latihan.

Caffin dalam Tarwaka et al, 2004, kelelahan kerja biasanya mulai dirasakan lebih menonjol pada usia 25-65 tahun dimana tingkat keluhan atau kelelahan akan bertambah seiring dengan bertambahnya umur. Hal ini dikarenakan terjadi penurunan kekuatan dan ketahanan otot, sehingga ririko terjadinya kelelahan akan semakin meningkat. Hasil penelitian Mulyana, dkk (2006) menunjukkan adanya hubungan yang tidak selalu linier antara usia dengan kelelahan kerja. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa kelelahan kerja paling besar terjadi pada kelompok usia 20-29 tahun dan pada kelompok usia > 29 tahun.

Kebanyakan kinerja fisik mencapai puncak dalam usia pertengahan dua puluhan dan kemudian menurun dengan bertambahnya usia (Lambert, 1996). Departemen Kesehatan RI menyebutkan bahwa usia produktif adalah antara 15-54 tahun (www.Depkes-RI.go.id). Proses menjadi tua serta kurangnya kemampuan kerja oleh karena perubahan-perubahan pada alat tubuh, sistem kardiovaskular, hormonal

(Suma’mur, 1996). Untuk wanita kekuatan otot yang optimal ada pada usia 20-39 tahun.

Menurut Suma’mur (1989), pekerja yang telah berusia lanjut akan merasa cepat

lelah dan tidak bergerak dengan gesit ketika melaksanakan tugasnya sehingga mempengaruhi kinerjanya. Kemampuan untuk dapat melakukan pekerjaan dengan baik setiap individu berbeda dan dapat juga dipengaruhi oleh usia individu tersebut. Misalnya pada umur 50 tahun kapasitas kerja tinggal 80% dan pada umur 60 tahun menjadi 60%

dibandingkan dengan kapasitas yang berumur 25 tahun. Kemudian Suma’mur (1999)


(51)

25

seseorang semakin besar tingkat kelelahan. Fungsi faal tubuh yang dapat berubah karena faktor usia mempengaruhi ketahanan tubuh dan kapasitas kerja seseorang.

Dalam Amalia (2007), kemampuan kerja seseorang dapat ditentukan oleh beberapa faktor salah satunya adalah usia. Usia seseorang mempengaruhi BMR (Basal Metabolisme Rate) individu tersebut, semakin bertambahnya usia maka BMR akan semakin menurun dan kelelahan akan mudah terjadi. BMR adalah jumlah energi yang digunakan untuk proses metabolisme dasar untuk mengolah bahan makanan dan oksigen untuk mempertahankan kehidupan individu, apabila BMR menurun maka kemampuan untuk melakukan metabolisme tersebut menurun sehingga kemampuan individu tersebut untuk mempertahankan kehidupan juga menurun.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2005) pada 43 sampel pekerja yang terpapar tekanan panas di PT. Baja Kurnia Ceper Klatena, didapatkan hasil bahwa rata-rata umur pekerja yaitu 34,35 tahun yang mengalami kelelahan dengan pengukuran waktu reaksi rangsang cahaya. Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa umur memiliki hubungan bermakna dengan tingkat kelelahan (waktu reaksi rangsang cahaya) dengan nilai pvalue sebesar 0,028. Tetapi berdasarkan hasil akhir uji regresi linier berganda menunjukkan bahwa umur tidak berhubungan dengan kelelahan.

2.2.2 Jenis Kelamin

Penggolongan jenis kelamin terbagi menjadi pria dan wanita. Secara umum wanita hanya mempunyai kekuatan fisik 2/3 dari kemampuan fisik atau kekuatan otot laki-laki. Dengan demikian, untuk mendapatkan hasil kerja yang sesuai maka harus diusahakan pembagian tugas antara pria dan wanita. Hal ini harus disesuaikan dengan kemampuan, kebolehan, dan keterbatasannya masing-masing (Tarwaka et, al, 2004). Menurut Depkes


(52)

26

RI (2003), kapasitas kerja adalah kemampuan bekerja seseorang yang dipengaruhi oleh jenis kelamin. Kapasitas yang dimiliki seorang pekerja erat hubungannya dengan pekerjaannya. Jenis kelamin berpengaruh dalam melakukan pekerjaan, sebab laki-laki dan perempuan berbeda dalam kemampuan fisiknya dan kekuatan ototnya. Ukuran-ukuran tubuh juga mempengaruhi dalam menjalankan sebuah aktivitas kerja. Laki laki dan wanita berbeda dalam hal kemampuan fisiknya, kekuatan kerja ototnya. Menurut pengalaman ternyata siklus biologi pada wanita tidak mempengaruhi kemampuan fisik, melainkan lebih banyak bersifat sosial dan kultural (Depnaker, 1993).

Jenis kelamin dapat menentukan tingkat kelelahan kerja. Biasanya wanita lebih mudah lelah dibanding pria. Hal tersebut dikarenakan ukuran tubuh dan kekuatan otot tenaga kerja wanita relatif kurang dibanding pria, secara biologis wanita mengalami siklus haid, kehamilan dan menopouse, dan secara sosial kultural, yaitu akibat kedudukan sebagai ibu dalam rumah tangga dan tradisi-tradisi sebagai pencerminan

kebudayaan (Suma’mur PK, 1996).

Menurut Harrington dan Gill (2003) pekerja wanita lebih teliti dan lebih tahan atau lentur dibandingkan dengan laki-laki, seperti pada wanita yang telah menikah dan bekerja, waktu kerjanya lebih lama 4-6 jam jika dibandingkan dengan pria (suaminya) karena selain mencari nafkah wanita juga bertanggung jawab terhadap keluarga dan rumah. Studi di Amerika Serikat yang dilakukan Claire (2004) menyatakan bahwa jenis kelamin dapat mempengaruhi tingkat kelelahan seseorang. hal ini dapat dilihat dari waktu kerja lembur yang mempengaruhi wanita. Wanita yang menjalani kerja lembur ternyata memiliki potensi yang lebih besar terjadi kelelahan, hal ini dikarenakan posisi wanita didalam rumah tangga yang mengharuskannya untuk selalu menyediakan waktu


(53)

27

bagi keluarga. Biasanya setelah menjalankan lembur kerja, tenaga kerja wanita sesampainya di rumah masih mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti mengasuh anak, mencuci dan lain-lain. Sehingga mengakibatkan kurangnya waktu bagi tenaga kerja wanita untuk beristirahat dan memulihkan kondisi dari kegiatan pekerjaan.

Masih dalam Claire (2004) Hasil studi dari Fredrikson (1999) menyatakan bahwa resiko kerusakan otot akan meningkat, jika jam kerja yang panjang (lembur) ditambah dengan kerja di rumah. Dan ternyata siklus biologi pada wanita tidak mempengaruhi kemampuan fisik, melainkan lebih banyak bersifat sosial dan kultural, kecuali pada mereka yang mengalami kelainan haid (dysmenorrhoea).

2.2.3 Masa Kerja

Salah satu faktor yang termasuk ke dalam komponen ilmu kesehatan kerja yakni masa kerja. Pekerjaan fisik yang dilakukan secara kontinyu dalam jangka waktu yang lama akan berpengaruh terhadap mekanisme dalam tubuh (sistem peredaran darah, pencernaan, otot, syaraf dan pernafasan). Dalam keadaan ini kelelahan terjadi karena terkumpulnya produk sisa dalam otot dan peredaran darah di mana produk sisa ini bersifat membatasi kelangsungan kegiatan otot (Soedarmayanti, 1996).

Masa kerja merupakan akumulasi waktu dimana pekerja telah menjalani pekerjaan tersebut. Semakin banyak informasi yang kita simpan, semakin banyak keterampilan yang kita pelajari, akan semakin banyak hal yang kita kerjakan (Malcom, 1998).

Masa kerja dapat mempengaruhi pekerja baik positif maupun negatif. Akan memberikan pengaruh positif bila semakin lama seseorang bekerja maka akan berpengalaman dalam melakukan pekerjaannya. Sebaliknya akan memberikan pengaruh negatif apabila semakin lama bekerja akan menimbulkan kelelahan dan kebosanan.


(54)

28

Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak seorang pekerja telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut. Secara garis besar masa kerja dapat dikategorikan menjadi 3 (Budiono, 2003), yaitu:

1. Masa kerja < 6 tahun 2. Masa kerja 6-10 tahun 3. Masa kerja >10 tahun

Tingkat pengalaman kerja seseorang dalam bekerja akan mempengaruhi terjadinya kelelahan kerja. Hal ini dikarenakan orang yang lebih berpengalaman mampu bekerja secara efisien. Mereka dapat mengatur besarnya tenaga yang dikeluarkan oleh karena seringnya melakukan pekerjaan tersebut. Selain itu, mereka telah mengetahui posisi kerja yang terbaik atau nyaman untuk dirinya, sehingga produktifitasnya terjaga. Hal tersebut diperkirakan dapat mencegah atau mengurangi terjadinya kelelahan kerja (Sutjana dalam Mulyana, dkk 2006).

Penelitian yang dilakukan oleh Purnawati, et al (2006) di PT “X” diperoleh bahwa kelelahan banyak terjadi pada pekerja yang memiliki masa kerja > 5 tahun dengan Pvalue 0,839 yang menyatakan tidak ada hubungan bermakna antara masa kerja dengan kelelahan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2009), hasil menunjukkan bahwa rata-rata pekerja memiliki masa kerja 8,23 tahun sebagian besar mengalami kelelahan tingkat berat. Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa masa kerja memiliki hubungan bermakna dengan tingkat kelelahan dengan nilai pvalue sebesar 0,022. Berdasarkan hasil akhir uji regresi linier berganda dapat disimpulkan bahwa variabel masa kerja juga merupakan salah satu faktor yang paling dominan mempengaruhi tingkat kelelahan pada pekerja.


(55)

29

2.2.4 Status Gizi

Status gizi berhubungan erat dan berpengaruh pada produktifitas dan efisiensi kerja. Dalam melakukan pekerjaan tubuh memerlukan energi, apabila kekurangan baik secara kualitatif maupun kuantitatif kapasitas kerja akan terganggu (Tarwaka et, al, 2004). Menurut Suma’mur (1982) dan Grandjean (1993) dalam Tarwaka (2004) bahwa selain jumlah kalori yang tepat, penyebaran persediaan kalori selama masa bekerja adalah sangat penting. Menurut Annis & McConville dalam Tarwaka et al (2004) merekomendasikan bahwa penggunaan energi tidak melebihi 50% dari tenaga aerobik maksimum untuk kerja 1 jam, 40% untuk kerja 2 jam dan 33% untuk kerja selama 8 jam terus-menerus. Nilai tersebut didesain untuk mencegah kelelahan yang dipercaya dapat meningkatkan risiko cidera otot skeletal pada tenaga kerja. Adanya gejala kekurangan gizi pada pekerja wanita tentunya sangat tidak diharapkan, karena gangguan gizi pekerja itu akan menurunkan tingkat produktivitas mereka (Clerc, 1985; Grandjean, 1985; Soerjodibroto, 1993).

Status gizi merupakan salah satu penyebab kelelahan. Seorang pekerja dengan keadaan gizi yang baik akan memiliki kapasitas kerja dan ketahanan tubuh yang lebih baik, begitu juga sebaliknya (Budiono, 2003). Pada keadaan gizi buruk dengan beban kerja berat akan mengganggu kerja dan menurunkan efisiensi serta ketahanan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit dan mempercepat timbulnya kelelahan. Tubuh memerlukan zat-zat dari makanan untuk pemeliharaan tubuh, dan diperlukan juga untuk pekerjaan yang meningkat sepadan dengan lebih beratnya pekerjaan. Menurut teori Hartz et al (1999) dalam safitri (2008) kelelahan terjadi pada IMT yang lebih tinggi


(56)

30

yaitu obesitas. Secara persentase dapat dilihat bahwa kelelahan kerja berat yang dialami oleh karyawan lebih banyak terjadi pada karyawan yang memiliki status gizi obesitas.

Status gizi dapat di hitung dengan Indeks Masa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) yang merupakan perbandingan antara berat badan dalam kilogram dengan kuadrat tinggi badan dalam meter (Kg/m2) (WHO, 2000), yaitu:

IMT = Berat badan (kg)

Tinggi badan (m) x Tinggi badan (m)

WHO (2003) mengklasifikasikan status gizi berdasrkan nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) seseorang dikatakan overweight (kelebihan berat badan) jika IMT ≥ 25 dan

dikatakan obesitas jika IMT ≥ 30.

Tabel 2.2

Klasifikasi Status Gizi berdasarkan IMT menurut WHO (2003) Indeks Massa Tubuh Klasifikasi

< 18,5 Underweight (kurus)

18,5 – 24,9 Normal

≥ 25 Overweight (gemuk)

25 – 29,9 Pre-obese

30,0 – 34,9 Obese tingkat 1 35,0 – 39,9 Obese tingkat 2

≥ 40 Obese tingkat 3

Sumber: WHO, 2003

Depkes RI (2003) juga mengklasifikasikan status gizi berdasarkan IMT. Pengklasifikasian status gizi oleh Depkes lebih sederhana dibandingkan pengklasifikasian oleh WHO, hal ini didasari oleh postur tubuh orang indonesia yang lebih kecil dibandingkan postur tubuh orang luar sehingga pengklasifikasian WHO tidak


(57)

31

cocok dengan keadaan fisik orang Indonesia. Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT menurut Depkes dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3

Klasifikasi Status Gizi berdasarkan IMT menurut Depkes RI (2003)

Kategori

Perempuan Laki-laki

Indeks Massa Tubuh Indeks Massa Tubuh

Kurus ‹ 17 kg/m2 ‹ 18 kg/m2

Normal 17-23 kg/m2 18-25 kg/m2

Kegemukan 23-27 kg/m2 25-27 kg/m2

Obesitas › 27 kg/m2 › 27 kg/m2

Sumber : Pedoman praktis terapi gizi medis Departemen Kesehatan RI, 2003 Ada beberapa faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang menurut indeks massa tubuh, diantaranya faktor biologis (umur, jenis kelamin, genetik dan hormon), faktor psikologis (emosi), faktor sosial budaya (ekonomi, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan dan pengetahuan gizi), pola konsumsi makanan, faktor perilaku (kebiasaan merokok dan aktifitas fisik) dan keadaan kesehatan.

Menurut cicih (1996), status gizi yang baik dengan asupan kalori dalam jumlah dan waktu yang tepat berpengaruh secara positif terhadap daya kerja pekerja. Sebaliknya status gizi yang kurang atau berlebihan dan asupan kalori yang tidak sesuai dengan jumlah maupun waktu menyebabkan rendahnya ketahanan kerja ataupun perlambatan gerak sehingga menjadi hambatan bagi tenaga kerja dalam melaksanakan aktifitasnya. Artinya apabila asupan kalori tenaga kerja tidak sesuai dengan kebutuhannya maka tenaga kerja tersebut akan lebih cepat merasakan lelah dibandingkan dengan tenaga kerja dengan asupan kalori yang memadai, sehingga tenaga kerja tersebut harus


(1)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 5.104a 4 .277

Likelihood Ratio 7.014 4 .135

Linear-by-Linear

Association .356 1 .551

N of Valid Cases 32

a. 7 cells (77,8%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,50.

Status Gizi * Kelelahan Kerja

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

status gizi responden *

kelelahan kerja rsponden 32 100.0% 0 .0% 32 100.0%

masa kerja responden * kelelahan kerja rsponden Crosstabulation

kelelahan kerja rsponden

Total kelelahan

kerja berat

kelelahan kerja sedang

kelelahan kerja ringan masa kerja

responden

Masa kerja > 10 thn

Count 7 1 3 11

% within masa kerja

responden 63.6% 9.1% 27.3% 100.0%

Masa kerja 6-10 thn

Count 5 5 3 13

% within masa kerja

responden 38.5% 38.5% 23.1% 100.0%

Masa kerja < 6 thn

Count 5 3 0 8

% within masa kerja

responden 62.5% 37.5% .0% 100.0%

Total Count 17 9 6 32

% within masa kerja


(2)

status gizi responden * kelelahan kerja rsponden Crosstabulation

kelelahan kerja rsponden

Total kelelahan

kerja berat

kelelahan kerja sedang

kelelahan kerja ringan status gizi

responden

obesitas Count 3 0 1 4

% within status gizi

responden 75.0% .0% 25.0% 100.0%

gemuk Count 3 1 2 6

% within status gizi

responden 50.0% 16.7% 33.3% 100.0%

normal Count 11 8 3 22

% within status gizi

responden 50.0% 36.4% 13.6% 100.0%

Total Count 17 9 6 32

% within status gizi

responden 53.1% 28.1% 18.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 3.418a 4 .490

Likelihood Ratio 4.402 4 .354

Linear-by-Linear

Association .004 1 .952

N of Valid Cases 32

a. 7 cells (77,8%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,75.

Shift kerja * Kelelahan Kerja

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

shift kerja responden *


(3)

shift kerja responden * kelelahan kerja rsponden Crosstabulation

kelelahan kerja rsponden

Total kelelahan

kerja berat

kelelahan kerja sedang

kelelahan kerja ringan shift kerja

responden

shift 3/shift malam

Count 2 2 1 5

% within shift kerja

responden 40.0% 40.0% 20.0% 100.0%

shift 2/ shift sore

Count 5 1 0 6

% within shift kerja

responden 83.3% 16.7% .0% 100.0%

shift 1/ shift pagi

Count 10 6 5 21

% within shift kerja

responden 47.6% 28.6% 23.8% 100.0%

Total Count 17 9 6 32

% within shift kerja

responden 53.1% 28.1% 18.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 3.261a 4 .515

Likelihood Ratio 4.248 4 .373

Linear-by-Linear

Association .202 1 .653

N of Valid Cases 32

a. 7 cells (77,8%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,94.

Beban Kerja * Kelelahan Kerja

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

beban kerja responden *


(4)

beban kerja responden * kelelahan kerja rsponden Crosstabulation

kelelahan kerja rsponden

Total kelelahan

kerja berat

kelelahan kerja sedang

kelelahan kerja ringan beban

kerja responden

beban kerja sedang

Count 8 2 0 10

% within beban kerja

responden 80.0% 20.0% .0% 100.0%

beban kerja ringan Count 9 7 6 22

% within beban kerja

responden 40.9% 31.8% 27.3% 100.0%

Total Count 17 9 6 32

% within beban kerja

responden 53.1% 28.1% 18.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 5.046a 2 .080

Likelihood Ratio 6.707 2 .035

Linear-by-Linear

Association 4.884 1 .027

N of Valid Cases 32

a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,88.


(5)

Risiko Ergonomi Pekerjaan * Kelelahan Kerja

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

risiko ergonomi kerja *

kelelahan kerja rsponden 32 100.0% 0 .0% 32 100.0%

risiko ergonomi kerja * kelelahan kerja rsponden Crosstabulation

kelelahan kerja rsponden

Total kelelahan

kerja berat

kelelahan kerja sedang

kelelahan kerja ringan risiko

ergonomi kerja

risiko ergonomi sedang

Count 4 1 1 6

% within risiko

ergonomi kerja 66.7% 16.7% 16.7% 100.0%

risiko ergonomi rendah

Count 13 8 5 26

% within risiko

ergonomi kerja 50.0% 30.8% 19.2% 100.0%

Total Count 17 9 6 32

% within risiko

ergonomi kerja 53.1% 28.1% 18.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square .617a 2 .735

Likelihood Ratio .649 2 .723

Linear-by-Linear

Association .291 1 .590

N of Valid Cases 32

a. 4 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,13.


(6)

Tingkat Kelelahan berdasarkan Waktu Reaksi yang di tempuh

No.

Responden

Pengukuran ke- (dalam sekon)

Kategori

kelelahan

1

2

3

4

5

Rata-rata

1

0.722

0.558

0.592

0.666

1.081

0.724

KKB

2

0.351

0.333

0.497

0.371

0.427

0.396

KKR

3

0.677

0.489

0.401

0.873

0.471

0.582

KKB

4

1.564

1.194

0.426

0.882

0.168

0.847

KKB

5

0.403

0.695

0.521

0.517

0.461

0.519

KKS

6

0.486

0.518

0.515

0.433

0.584

0.507

KKS

7

0.957

0.735

0.872

1.601

0.486

0.930

KKB

8

2.279

0.427

0.794

0.685

0.633

0.964

KKB

9

0.647

0.716

0.543

0.467

0.358

0.546

KKS

10

1.765

0.579

0.481

1.276

0.477

0.916

KKB

11

0.595

0.539

0.765

0.575

0.611

0.617

KKB

12

0.632

0.257

0.741

1.053

0.905

0.718

KKB

13

0.493

0.583

0.572

0.623

0.484

0.551

KKS

14

1.233

0.997

0.578

0.597

0.959

0.873

KKB

15

0.053

1.485

0.437

0.843

0.455

0.655

KKB

16

0.660

0.605

0.538

0.536

0.320

0.532

KKS

17

1.542

0.692

0.369

0.409

0.366

0.676

KKB

18

1.285

0.871

0.427

0.833

0.723

0.828

KKB

19

0.491

0.527

0.581

0.332

0.634

0.513

KKS

20

1.325

1.520

0.958

0.907

0.255

0.993

KKB

21

0.397

0.712

0.491

0.519

0.481

0.520

KKS

22

0.476

0.618

0.415

0.473

0.674

0.531

KKS

23

1.347

1.067

0.921

0.755

0.881

0.994

KKB

24

0.568

0.367

0.438

0.382

0.279

0.407

KKR

25

0.391

0.343

0.323

0.323

0.299

0.336

KKR

26

0.509

0.360

0.565

0.894

0.784

0.622

KKB

27

0.843

0.878

0.365

1.153

0.505

0.749

KKB

28

0.584

0.343

0.324

0.386

0.278

0.383

KKR

29

1.849

0.705

0.549

0.589

0.653

0.869

KKB

30

0.548

0.330

0.358

0.352

0.288

0.375

KKR

31

0.463

0.685

0.561

0.537

0.491

0.547

KKS

32

0.303

0.323

0.276

0.303

0.276

0.296

KKR

Ket:

KKB : Kelelahan Kerja Berat

KKS : Kelelahan Kerja Sedang

KKR : Kelelahan Kerja Ringan