Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
Metode yang digunakan guru dalam proses pembelajaran pun monoton. Seperti metode ceramah, guru menjelaskan materi kepada siswa hanya dengan
tipe komunikasi satu arah. Siswa dibiarkan untuk mendengarkan dengan seksama apa yang guru jelaskan. Tetapi guru terkadang tidak pernah mengetahui sampai
sejauh mana siswa dapat menerima materi yang guru jelaskan. Dengan tipe komunikasi yang hanya satu arah siswa menjadi pasif dalam belajar. Hal ini
menjadikan siswa tidak berkembang dalam segala potensi yang dimiliki, termasuk potensi mereka untuk berpikir kreatif. Tentu keadaan semacam ini tidak dapat
terus dibiarkan. Guru sebagai ujung tombak keberhasilan tercapainya tujuan pembelajaran harus melakukan suatu inovasi dan reformasi dalam kegiatan
belajar. Selain masalah-masalah yang telah dikemukakan di atas, masalah lain
yang juga menjadi batu sandungan di kelas adalah terlalu banyaknya materi yang harus diajarkan kepada siswa tetapi waktu pembelajaran yang ada hanya sedikit.
Sehingga gurupun terpaksa menjelaskan materi dengan terburu-buru tanpa memperdulikan kualitas pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan.
Akibatnya potensi-potensi yang dimiliki oleh siswa pun termasuk potensi berpikir kreatifnya tidak tergali karena model dan stategi yang digunakan tidak
memfasilitasi siswa untuk mengembangkannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk dapat menggali segala
potensi yang siswa miliki ialah dengan merubah metode yang digunakan dalam pembelajaran di kelas yang semula monoton menjadi inovatif dan menyenangkan.
Hal ini sejalan dengan yang dinyatakan Djamarah bahwa pembelajaran matematika yang selama ini terjadi di sekolah-sekolah harus mengalami
perubahan paradigma yaitu dari teacher centered menjadi learner centered.
5
Learner centered atau student centered merupakan paradigma baru dalam dunia pendidikan yang dianggap mempunyai kelebihan dibandingkan dengan teacher
centered. Paradigma ini memberikan ruang yang lebih luas kepada siswa untuk
5
Gelar Dwi rahayu, “Strategi Pembelajaran Berorientasi Aktivitas siswa untuk
meningkatkan prestasi Belajar Siswa SMP ”, Algoritma Jurnal Matematika dan Pendidikan
Matematika, Jakarta: CeMED, 2007, Vol. 2 No. 2, h. 220.
berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya, karena siswa tidak pasif di kelas tetapi siswa didorong untuk menggali sendiri pengetahuannya, berinteraksi
dengan temannya di kelas, berdiskusi, presentasi di depan kelas. Selain model pembelajaran di kelas yang monoton, ketakutan siswa
terhadap pelajaran matematika juga mempengaruhi proses pembelajaran. Hampir pada setiap jenjang pendidikan, siswa merasa takut dan jenuh dengan matematika
karena bahasanya yang formal. Guru biasanya memulai pelajaran dengan dasar teori, pernyataan-pernyataan yang mengandung simbol-simbol atau definisi-
definisi. Padahal teori-teori atau konsep formal tidak harus diberikan di awal materi, pada awal materi guru bisa memaparkan materi menjadi sebuah cerita
yang menarik.
6
Sehingga dari awal siswa tidak merasa takut ataupun jenuh justru sebaliknya siswa jadi tertarik untuk mengetahui materi dengan bertanya kepada
gurunya ataupun berdiskusi dengan siswa lain. Rasa takut dan jenuh terhadap pelajaran ini mempengaruhi motivasi belajar siswa yang akhirnya membuat siswa
jadi malas belajar dan tidak merespon apa yang guru jelaskan. Kekeliruan-kekeliruan dalam proses pembelajaran dapat menyebabkan
rendahnya kemampuan matematis siswa mulai dari pemahaman konsep, komunikasi matematis, penalaran, kemampuan dalam pemecahan masalah dan
kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa seperti kemampuan berpikir kreatif dan kritis siswa. Beberapa fakta yang menunjukkan kemampuan berpikir kreatif
matematis siswa yang rendah ditemukan penulis. Pertama, penulis melakukan tes kemampun berpikir kreatif matematis tingkat rendah kepada 41orang siswa di
sebuah SMP di daerah Tangerang Selatan. Soal yang digunakan mengukur indikator berpikir lancar fluency. Hasilnya menunjukkan kemampuan berpikir
kreatif matematis siswanya rendah, yaitu dari 41 siswa hanya ada 9 siswa yang dapat menjawab soal yang diberikan dengan banyak jawaban. Rata-rata nilai
indikator fluency hanya mencapai 39. Fakta lainnya yang menunjukkan rendahnya
6
Gaguk Margono , “Keterkaitan antara Problem Solving dengan kreativitas dalam
Pembelajaran Matematika”, Algoritma Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika, Jakarta: CeMED, 2007, Vol. 2 No. 1, h. 49.
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yaitu ditemukan pada penelitian Intan Jatiningrum, rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematis dari 36 siswa
yang ada pada kelas kontrol sebesar 47, 39, tentu nilai ini masih rendah dan masih perlu ditingkatkan.
Berdasarkan fakta-fakta di atas, maka sudah seharusnya guru matematika melakukan suatu reformasi dalam pembelajaran. Guru sebaiknya tidak
menggunakan metode yang membiarkan siswa hanya pasif mendengarkan penjelasan dari guru. Tetapi lebih ditekankan pada metode pembelajaran yang
menstimulus siswa untuk lebih aktif membangun pemahamannya sendiri. Hal ini sejalan dengan teori belajar konstruktivisme. Tugas guru matematika adalah
memotivasi dan menstimulus perkembangan setiap individu di dalam kelas untuk bereksplorasi, mengajukan pertanyaan, dan menguatkan kompetensi matematika
siswa dalam kemampuan berpikir kreatifnya. Model pembelajaran yang mengacu pada teori belajar konstruksivisme
diantaranya adalah pembelajaran kooperatif, yaitu suatu pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, sehingga siswa dapat belajar bersama-sama, saling
membantu dan melengkapi satu dengan yang lainnya dalam menyelesaikan tugas atau permasalahan yang diberikan oleh guru. Dengan menerapkan pembelajaran
kooperatif, setiap siswa dapat mendiskusikan pendapat, bertanya, belajar dari pendapat orang lain, memberikan kritik dan menyimpulkan penemuan mereka,
sehingga mendapatkan pemahaman yang lebih baik daripada dengan mempelajarinya secara individu.
Kreativitas merupakan produk berpikir kreatif seseorang. Berpikir kreatif merupakan suatu proses yang digunakan ketika kita mendatangkan atau
memunculkan suatu ide baru. Hal itu menggabungkan ide-ide yang sebelumnya yang belum dilakukan.
7
Pernyataan tersebut sesuai dengan tahapan dalam salah satu tipe dalam model pembelajaran kooperatif yaitu FSLC. Tahap yang sesuai
7
Tatag Yuli Eko Siswono dan Abdul Haris Rosyidi, Menilai Kreativitas Siswa dalam Matematika,
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika “Peranan Matematika dan terapannya dalam meningkatkan Mutu Sumber Daya Manusia Indonesia”,
Surabaya : Matematika FMIPA UNESA, 2005, h.2
dengan pernyataan di atas yaitu formulate dan create. Formulate dalam konteks ini yaitu merumuskan atau memformulasikan jawaban dari permasalahan yang
guru berikan secara individual. Sedangkan create yang berarti membuat sebuah jawaban baru yang menggabungkan ide-ide terbaik.
Peneliti memilih model pembelajaran kooperatif tipe FSLC Formulate- Share-Listen-Create untuk menjadi solusi dari permasalahan telah dipaparkan di
atas. Hal ini disebabkan karena FSLC dapat mengakomodasi kepentingan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Berdasarkan latar
belakang masalah tersebut, dalam penelitian ini peneliti mengambil judul yaitu :
“Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe FSLC Formulate-Share-Listen-Create terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif
Matematis Siswa ”.