PPH PASAL 25 1. PPh Pasal 25 atas Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (OPPT)
N. PPH PASAL 25 N.1. PPh Pasal 25 atas Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (OPPT)
I. DASAR HUKUM
A. Pasal 25 UU Nomor 36 TAHUN 2008 (berlaku sejak 1 Januari 2009) tentang perubahan keempat atas UU Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan
tentang perubahan PMK 255/PMK.03/2008 tentang penghitungan besarnya angsuran PPh dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa dan Wajib Pajak Lainnya yang berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu
B. PMK-208/PMK.03/2009 (Berlaku sejak 10 Desember 2009)
C. PER-32/PJ/2010 (Berlaku sejak 12 Juli 2010) tentang pelaksanaan pengenaan PPh Pasal 25 bagi WP OPPT
II. SURAT EDARAN TERKAIT o SE-77/PJ/2010 (Berlaku sejak 12 Juli 2010) tentang pengawasan atas pelaksanaan pengenaan
PPh Pasal 25 bagi WP OPPT
III. DEFENISI TERKAIT (Pasal 1 PER-32/PJ/2010)
A. OPPT adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha sebagai pedagang pengecer yang mempunyai 1 (satu) atau lebih tempat usaha.
B. Yang dimaksud dengan pedagang pengecer adalah Orang Pribadi yang melakukan :
1. Penjualan barang baik secara grosir maupun eceran; dan/atau
2. Penyerahan jasa
Melalui suatu tempat usaha
IV. KEWAJIBAN PENDAFTARAN NPWP
1. WP OPPT harus mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal dan masing-masing tempat usaha walaupun tempat tinggal dan tempat usahanya tersebut berada dalam satu wilayah kerja KPP. (Pasal 2 PER-32/PJ/2010)
▪ Di tempat tinggal →→ akan diberikan NPWP domisili ▪ Di masing- masing tempat usaha→→akan diberikan NPWP cabang
2. Jika WP OPPT hanya mempunyai 1 tempat usaha yang sekaligus merupakan tempat
tinggalnya, maka akan diberikan NPWP domisili (tidak perlu NPWP cabang) (SE- 77/PJ/2010 angka 5)
V. BESAR TARIF
o PPh Pasal 25 = 0,75 % dari jumlah peredaran bruto per bulan dari masing-masing tempat
usaha. ( Pasal 3 ayat (1) PER-32/PJ/2010)
o Dengan kode MAP 411125 KJS 101
VI. CARA PEMBAYARAN DAN PELAPORAN VI. CARA PEMBAYARAN DAN PELAPORAN
o Pelaporan Angsuran PPh Pasal 25 : SSP
Ada pembayaran, dan Dianggap telah melapor PPh Pasal 25 bulanan sesuai dengan tangggal validasi di SSP
Ada NTPN (telah mendapat validasi dengan NTPN) SSP
Nihil, atau Tetap harus melapor PPh Pasal 25 bulanan dengan menggunakan SSP lembar ke-3
Bayar tetapi tidak mendapat validasi dengan NTPN
• WP OPPT yang tidak melakukan usaha sebagai pedagang pengecer di tempat tinggalnya maka tidak wajib untuk melaporkan PPh Pasal 25 ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal
(NPWP Pusat) (Pasal 4(3) PER-32/PJ/2010)
VII. PELAPORAN SPT TAHUNAN PPh o Pada saat melaporkan SPT Tahunan, WP OPPT Wajib melampirkan daftar jumlah penghasilan
dan pembayaran PPh Pasal 25 dari masing-masing tempat usaha dengan menggunakan formulir lampiran PER-32/PJ/2010 (Pasal 5 PER-32/PJ/2010) o SPT Tahunan dilaporkan ke KPP tempat NPWP domisili (NPWP Pusat) terdaftar
VIII. PENGAWASAN o SE-77/PJ/2010 menyebutkan bahwa KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat usaha harus
mengirimkan alat keterangan atas pembayaran PPh Pasal 25 WP OPPT selama 1 tahun pajak ke KPP domisili, ini bertujuan untuk diequalisasi dengan laporan SPT Tahunan WP OPPT tersebut. o KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat usaha (KPP lokasi) harus melakukan :
▪ Sosialisasi peraturan tentang pelaksanaan PPh Pasal 25 Bagi WP OPPT ▪ Penyisiran tempat-tempat usaha yang memenuhi kriteria WP OPPT di wilayah kerjanya masing-masing
▪ Himbauan kepada WP OPPT untuk membayar angsuran PPh Pasal 25 WP OPPT ▪ Menerbitkan STP bagi WP OPPT yang tidak menyampaikan SPT masa PPh Pasal 25 ▪ KPP lokasi mengirimkan alat keterangan atas pembayaran PPh Pasal 25 WP OPPT
selama 1 Tahun Pajak kepada KPP domisili o KPP domisili melakukan equalisasi terhadap data alat keterangan dengan data SPT Tahunan
PPh yang disampaikan WP OPPT o Kanwil DJP diminta untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan pengenaan PPh Pasal 25
Bagi WP OPPT oleh KPP yang berada di wilayah kerjanya.
IX. KETENTUAN TERKAIT PP 46 TAHUN 2013 (Butir E SE-32/PJ/2014)
o Perlakuan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (Wajib Pajak OPPT) :
a. Bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha yang memiliki peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000 ,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak yang memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak OPPT dan kriteria sebagai Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan PP 46 TAHUN 2013 , atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tersebut dikenai Pajak Penghasilan bersifat final sebesar 1% (satu persen) dari jumlah peredaran bruto setiap bulan.
▪ KLIK DISINI UNTUK KETENTUAN LEBIH LANJUT TERKAIT PP 46 TAHUN 2016 ▪ KLIK DISINI UNTUK KETENTUAN LEBIH LANJUT TERKAIT PP 46 TAHUN 2016
N.2. Tidak perlu lapor PPh Pasal 25 untuk yang sudah ada NTPN
I. DASAR HUKUM
A. PMK-242/PMK.03/2014 (berlaku sejak 24 Desember 2014) tentang tata cara pembayaran dan penyetoran pajak
B. PMK-243/PMK.03/2014 (berlaku sejak 24 Desember 2014) tentang tata SPT
II. DEFENISI o NTPN (Nomor Transaksi Penerimaan Negara) adalah nomor yang tertera pada bukti
penerimaan negara yang diterbitkan melalui Modul Penerimaan Negara (MPN)
III. PELAPORAN SPT MASA PPh 25
1. PPh Pasal 25 harus dibayar paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. (Pasal 2 angka 8 PMK-242/PMK.03/2014 )
2. Wajib Pajak orang pribadi atau badan wajib melaporkan PPh Pasal 25 dengan menyampaikan SPT Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. (Pasal 10 ayat (1) PMK- 243/PMK.03/2014)
3. Wajib Pajak yang melakukan pembayaran PPh Pasal 25 dan telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara dianggap telah menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 sesuai dengan tanggal validasi. (Pasal 10 ayat (3) PMK-243/PMK.03/2014)
4. Wajib Pajak dengan jumlah angsuran PPh Pasal 25 Nihil atau angsuran PPh Pasal 25 dalam bentuk satuan mata uang selain rupiah atau yang melakukan pembayaran tidak secara on-line dan tidak mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara, tetap harus menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (Pasal 10 ayat (4) PMK-243/PMK.03/2014)
5. Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur, pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya. (Pasal 9 ayat (1) PMK-242/PMK.03/2014)
6. Dalam hal batas akhir pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11 bertepatan dengan hari libur, pelaporan dapat dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya. (Pasal 12 ayat (1) PMK-243/PMK.03/2014)
7. Hari libur yaitu hari Sabtu, hari Minggu, hari libur nasional, hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum, atau cuti bersama secara nasional. (Pasal 12 ayat (2) PMK- 243/PMK.03/2014)
N.3. Fiskal Luar Negeri
I. DASAR HUKUM
I. pasal 25 UU Nomor 36 TAHUN 2008 (berlaku sejak 1 Januari 2009) tentang perubahan keempat atas UU Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan
II. PP 80 TAHUN 2008 (berlaku sejak 1 Januari 2009 s/d 31 Desember 2010) tentang PPh bagi WP OP DN yang bertolak ke Luar Negeri
III. PER-53/PJ./2008 (berlaku sejak 1 Januari 2009 s/d 31 Desember 2010) tentang tata cara pembayaran, pengecualian pembayaran dan pengelolaan administrasi pajak penghasilan bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang akan bertolak ke luar negeri
II. SURAT EDARAN TERKAIT o SE-141/PJ/2010 tentang pelayanan kepada WP sehubungan dengan berakhirnya pengenaan PPh bagi WP OP DN yang bertolak ke LN (Fiskal LN)
III. PENEGASAN DI SE-141/PJ/2010 o Sejak tanggal 1 Januari 2011 (pukul 00.00 waktu setempat yang didasarkan pada jam yang
tertera di boarding pass untuk keberangkatan penerbangan ke LN) , WP OP DN yang tidak memiliki NPWP dan telah berusia 21 tahun yang bertolak ke LN tidak dikenakan kewajiban membayar Fiskal LN
IV. KETENTUAN TENTANG FISKAL LUAR NEGERI SEJAK 1 JANUARI 2009 SAMPAI 31 DESEMBER
2010 o Besarnya Fiskal adalah Rp 1.000.000 untuk angkutan laut dan Rp 2.500.000 untuk angkutan udara.
o Tujuan utama dari bebas Fiskal dengan NPWP adalah untuk menjaring orang yang sudah berpenghasilan di atas PTKP namun belum memiliki NPWP. Baginya wajib untuk memiliki NPWP. Bagi yang berpenghasilan di bawah PTKP masih dapat bebas fiskal dengan cara lain
tanpa mendaftarkan NPWP.
V. DEFENISI YANG PENTING DI DALAM ATURAN TENTANG BEBAS FISKAL o Menjadi tanggungan sepenuhnya adalah berdasarkan keadaan yang dapat terlihat dari keadaan yang nyata yaitu, tinggal bersama-sama dengan Wajib Pajak dan seturuh biaya
hidupnya ditanggung oleh Wajib Pajak, yang dibuktikan dengan dokumen pendukung sesuai dengan hukum yang berlaku.
o Yang dapat ditanggung adalah istri, anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam
garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya Wajib Pajak.
VI. TATA CARA BEBAS FISKAL
1. WP OP DN kurang dari 21 tahun bebas langsung tanpa syarat dengan hanya menyerahkan paspor dan boarding pass.
2. WP OP DN
tahun menunjukkan fotocopy NPWP (jika belum punya, berpenghasilan di atas PTKP
berusia
maka wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP) sepanjang NPWP tersebut telah terdaftar sekurang-kurangnya
3 (tiga) hari sebelum hari keberangkatan, fotokopi paspor, boarding pass
3. WP OP DN
>=21 membuat Surat Pernyataan Berpenghasilan di bawah PTKP tahunberpenghasilan dibawah PTKP atau bermeterai Rp 6.000 diatmbah fotokopi KTP disampaikan tidak berpenghasilan
berusia
kepada petugas (SE.88/PJ./2008).
4. WP OP DN yang hidupnya ditanggung Fotokopi KTP, fotokopi Kartu Keluarga, fotocopi NPWP
sepenuhnya oleh penangggung hidup yang penanggung (NPWP kepala keluarga).
memiliki NPWP Yang dapat ditanggung adalah istri, anggota keluarga sedarah
dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya Wajib Pajak.
Menjadi tanggungan sepenuhnya adalah berdasarkan keadaan yang dapat terlihat dari keadaan yang nyata yaitu, tinggal bersama-sama dengan Wajib Pajak dan seturuh biaya hidupnya ditanggung oleh Wajib Pajak, yang dibuktikan dengan dokumen pendukung sesuai dengan hukum yang berlaku.
5. OP yang ditanggung sepenuhnya oleh WNA NPWP Penanggung, Fotokopi SKSKP (Surat Keterangan (Warga Negara Asing)
Susunan Keluarga Pendatang) atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SKSKP (PER-1/PJ./2009)
6. Orang tua berpenghasilan di bawah PTKP Fotokopi KTP, Surat Pernyataan Menanggung Sepenuhnya yang tidak se-KK (Lampiran terakhir PER-53/PJ./2008 ) yang bermeterai Rp 6.000 dari penanggung, Fotokopi NPWP penanggung, fotokopi paspor, dan boarding pass
7. Orang Asing Menunjukkan Visa Kunjungan/ Visa Singgah bagi Orang Asing yang berada di Indonesia kurang dari 183 hari dalam 12 bulan.
8. WNI yang bertempat tinggal tetap di luar menunjukkan salah satu tanda pengenal resmi yang masih negeri
berlaku sebagai penduduk luar negeri seperti Green Card, Identity Card, Student Card, Pengesahan alamat di luar negeri pada Paspor oleh Kantor Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, Surat Keterangan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia atau Kantor Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, Tertulis resmi di paspor oleh Kantor Imigrasi negara setempat (sepanjang dalam kenyataannya tidak tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan)
9. Jemaah Haji menunjukkan daftar nama para jemaah haji oleh pimpinan rombongan dan petugas pelaksana pemberangkatan haji yang pembiayaannya dibebankan pada Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) dengan menyerahkan surat dari Departemen Agama. Tidak berlaku untuk Umroh dan Haji Khusus/ONH Plus.
10. TKI menunjukkan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri.
11. TKI yang hanya memiliki Persetujuan Menteri SKBFLN dari unit Fiskal dan menunjukkan Surat Persetujuan
Menteri
Tenaga kerja dan Transmigrasi
12. Mahasiswa Asing di Indonesia SKBFLN dari unit fiscal dan menyerahkan surat pernyataan tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dan surat rekomendasi sebagai mahasiswa atau pelajar dari pimpinan perguruan tinggi sekolah yang bersangkutan, Tidak berlaku bagi isteri dan anak-anaknya maupun anggota 12. Mahasiswa Asing di Indonesia SKBFLN dari unit fiscal dan menyerahkan surat pernyataan tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dan surat rekomendasi sebagai mahasiswa atau pelajar dari pimpinan perguruan tinggi sekolah yang bersangkutan, Tidak berlaku bagi isteri dan anak-anaknya maupun anggota
13. Orang Asing Peneliti, Program kerjasama SKBFLN dari unit fiscal dan dengan menyerahkan surat Teknik, Misi agama dan kemanusiaan
pernyataan tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dan surat rekomendasi atau persetujuan dari instasi
terkait, Pengecualian tersebut tidak berlaku bagi isteri dan anak-
anaknya maupun anggota keluarga lainnya.
14. Tenaga Kerja Asing di Batam, Bintan, SKBFLN dari unit fiscal dan tanda bukti pemotongan Pajak Karimun sepanjang mereka telah dipotong Penghasilan Pasal 21atau Pasal 26 yang telah dilegalisir oleh PPh oleh pemberi kerja
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Batam atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tanjung Pinang atau Pejabat yang ditunjuk.
15. Penyandang cacat atau orang sakit yang SKBFLN dari unit fiscal dan surat persetujuan dari Menteri akan berobat ke luar negeri atas biaya Kesehatan atau yang mewakilinya. organisasi sosial termasuk 1 (satu) orang pendamping
16. Anggota misi kesenian, misi kebudayaan, SKBFLN dari unit fiscal dan menyerahkan surat persetujuan misi olah raga atau misi keagamaan yang dari menteri terkait atau yang mewakilinya dengan ketentuan mewakili Pemerintah Republik Indonesia ke sebagai berikut: luar negeri
1. Menteri Kebudayaan dan Pariwisata untuk misi kesenian dan misi kebudayaan;
2. Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga untuk misi olah raga;
3. Menteri Agama untuk misi keagamaan; Pengecualian tersebut tidak berlaku bagi isteri dan anak-
anaknya maupun anggota keluarga lainnya dari anggota misi.
17. Mahasiswa atau pelajar yang telah berusia SKBFLN dari unit fiscal dan surat persetujuan menteri terkait
21 (dua puluh satu) tahun yang akan belajar dengan ketentuan : di luar negeri dalam rangka program resmi pertukaran mahasiswa atau pelajar yang 4. Untuk mahasiswa atau pelajar yang berstatus sebagai diselenggarakan pemerintah atau badan
Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau anggota Tentara asing dengan persetujuan menteri terkait.
Nasional Indonesia (TNI) dan anggota Polisi Republik Indonesia (POLRI) yang dilengkapi dengan paspor dinas dan surat tugas atau perjalanan dinas;
5. Untuk mahasiswa atau pelajar dalam rangka program resmi pertukaran mahasiswa atau pelajar yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Badan Asing dengan persetujuan Menteri Pendidikan Nasional.
Pengecualian tersebut tidak berlaku bagi isteri dan anak- anaknya maupun anggota keluarga lainnya.
VII. FISKAL LN YANG TELAH DIBAYAR WP OP DN o merupakan angsuran pembayaran Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan terhadap PPh yang
terutang pada akhir tahun yang bersangkutan setelah Wajib Pajak tersebut memiliki NPWP (Pasal 5 PP 80 TAHUN 2008) .
N.4. Cara Menghitung PPh Pasal 25 untuk WP BARU
I. DASAR HUKUM o PMK-208/PMK.03/2009 (berlaku sejak 10 Desember 2009) tentang perubahan PMK-
255/PMK.03/2008 (berlaku sejak 1 Januari 2009) tentang penghitungan besarnya angsuran PPh dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh WP baru, bank, SGU dengan hak opsi, BUMN, BUMD, Wajib Pajak Masuk Bursa, dan WP lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala termasuk WP OPPT
II. DEFENISI WP BARU o Wajib Pajak Baru adalah Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang baru pertama kali memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam tahun pajak berjalan. o WP OPPT adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha sebagai pedagang pengecer yang mempunyai 1 (satu) atau lebih tempat usaha. (Pasal 1 PER-32/PJ/2010)
▪ Yang dimaksud dengan pedagang pengecer adalah Orang Pribadi yang melakukan :
1. Penjualan barang baik secara grosir maupun eceran; dan/atau
2. Penyerahan jasa
Melalui suatu tempat usaha
III. KETENTUAN MENGHITUNG BESAR ANGSURAN PPH PASAL 25
1. UNTUK WP OP BARU (WP OPPT) ▪ SELENGKAPNYA KLIK DISINI
2. UNTUK WP OP BARU (SELAIN WP OPPT)
▪ Besarnya angsuran PPh Pasal 25 adalah sebesar PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas penghasilan neto sebulan yang disetahunkan setelah dikurangi terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak , kemudian dibagi 12
(dua belas). (Pasal 2 ayat (3) PMK-255/PMK.03/2008)
▪ Penghasilan neto adalah : (Pasal 2 ayat (2) PMK-255/PMK.03/2008)
a. dalam hal WP menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan pembukuannya;
b. dalam hal WP hanya menyelenggarakan pencatatan dengan menggunakan
Penghasilan Neto atau menyelenggarakan pembukuan tetapi dari pembukuannya tidak dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atas peredaran atau penerimaan bruto.
Norma
Penghitungan
▪ Contoh Penghtiungan :
a. Untuk WP OP yang menggunakan pembukuan
▪ Tuan Alfatah (TK/0) terdaftar sebagai Wajib Pajak pada KPP A tanggal
1 Februari 2009. Peredaran atau penerimaan bruto menurut pembukuan dalam bulan Februari 2009 sebesar Rp. 10.000.000,00 dan penghasilan neto (laba fiscal) dapat dihitung berdasarkan pembukuan sebesar Rp. 3.000.000,00. Besarnya PPh pasal 25 bulan Februari 2009 sebagai berikut :
penghasilan netto (laba fiscal) bulan Februari 2009 =Rp. 3.000.000,00 penghasilan neto disetahunkan = 12 x Rp. 3.000.000,00
=Rp. 36.000.000,00 PTKP (TK/0)
=Rp. 15.840.000,00(-) PKP
=Rp. 20.160.000,00 PPh Terutang = 5% x Rp. 20.160.000,00
=Rp. 1.008.000,00 =Rp. 1.008.000,00
=Rp. 84.000,00
a. Untuk WP OP yang tidak menggunakan pembukuan (hanya pencatatan)
▪ Tuan Fatih (K/1) terdaftar sebagai Wajib Pajak pada KPP B tanggal 1 Mei 2009 . Peredaran penerimaan bruto menurut catatan harian bulan Mei 2009 sebesar Rp.10.000.000,00. Presentasi norma Penghitungan
Penghasilan Neto sesuai dengan jenis usaha Tuan Fatih adalah 20%. Besarnya PPh pasal 25 bulan Mei 2009 sebagai berikut :
Peredaran bruto bulan Mei 2009 =Rp.10.000.000,00 Penghasilan neto bulan Mei 2009 = 20% x Rp.10.000.000,00
=Rp. 2.000.000,00 penghasilan neto disetahunkan = 12 x Rp. 2.000.000,00
=Rp.24.000.000,00 PTKP (K/1) = 15.840.000 + 1.320.000 + 1.320.000
=Rp.18.480.000,00(-) PKP
=Rp. 5.520.000,00 PPh Terutang = 5% x Rp. 5.520.000,00
=Rp. 276.000,00 besarnya angsuran PPh Pasal 25 bulan Mei 2009 = 1/12 x Rp.
=Rp. 23.000,00 276.000,00
III.
1. UNTUK WP BADAN BARU
• Besarnya angsuran PPh Pasal 25 adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas). (Pasal 2 ayat (1) PMK-255/PMK.03/2008) • Penghasilan neto adalah : (Pasal 2 ayat (2) PMK-255/PMK.03/2008)
o dalam hal WP menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan pembukuannya;
• Contoh penghitungan :
o Untuk WP Badan Baru
▪ PT. Dewi Asri terdaftar sebagai Wajib Pajak Badan Dalam Negeri pada KPP
C tanggal 1 Februari 2009. Peredaran atau penerimaan bruto menurut pembukuan dalam bulan Februari 2009 sebesar Rp. 100.000.000,00 dan penghasilan neto (laba fiscal) dapat dihitung berdasarkan pembukuan sebesar Rp. 30.000.000,00. Besarnya PPh pasal 25 bulan Februari 2009 sebagai berikut :
penghasilan netto (laba fiscal) bulan Februari 2009 =Rp. 30.000.000,00 penghasilan neto disetahunkan = 12 x Rp. 30.000.000,00
=Rp. 360.000.000,00 PPh Terutang = (50% x 28%) x Rp. 360.000.000,00 (berdasarkan pasal 31e UU
PPh) =Rp. 50.400.000,00 Besarnya angsuran PPh Pasal 25 bulan Februari 2009 = 1/12 x Rp.
=Rp. 8.400.000,00 50.400.000,00
3. UNTUK WP BARU BERUPA WP BADAN YANG MEMPUNYAI KEWAJIBAN MEMBUAT LAPORAN BERKALA
o Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas proyeksi laba-rugi fiskal pada laporan berkala pertama
yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas).
N.5. Cara menghitung PPh Pasal 25 untuk WP Bank, WP SGU dengan Hak Opsi
I. DASAR HUKUM o PMK-208/PMK.03/2009 (berlaku sejak 10 Desember 2009) tentang perubahan PMK-
255/PMK.03/2008 (berlaku sejak 1 Januari 2009) tentang penghitungan besarnya angsuran PPh dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh WP baru, bank, SGU dengan hak opsi, BUMN, BUMD, Wajib Pajak Masuk Bursa, dan WP lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala termasuk WP OPPT
II. KETENTUAN MENGHITUNG BESAR ANGSURAN PPH PASAL 25
o Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak bank dan sewa guna
usaha dengan hak opsi adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas). (Pasal 3 PMK 255/PMK.03/2008)
III. CONTOH PENGHITUNGAN PPH PASAL 25 o Laporan keuangan triwulan Bank Aman selama bulan Januari – Maret 2009 menunjukkan laba
sebesar Rp300.000.000. PPh ps 24 yang dibayar tahun lalu sebesar Rp50.000.000. Dengan asumsi omzet 1 tahun kurang dari Rp 4.800.000.000 o Besarnya PPh ps 25 setiap bulan untuk periode April – Juni 2009:
Perkiraan penghasilan neto = 4 x Rp300.000.000 = Rp1.200.000.000 PPh terutang = 28%x 50% x Rp1.200.000.000
= Rp. 168.000.000 PPh ps 24
50.000.000(-) Dasar penghitungan PPh ps 25
Rp. 118.000.000 PPh ps 25 masing-masing untuk bulan April, Mei dan Juni 2009 = 1/12 x
= Rp. 9.833.000 Rp118.000.000
o Apabila WP Bank atau sewa guna usaha dengan hak opsi adalah WP baru, maka besarnya PPh ps 25 untuk triwulan pertama adalah jumlah Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan
perkiraan perhitungan laba rugi triwulan pertama yang disetahunkan, dibagi 12. o Bank Abadi berdiri dan terdaftar sebagai WP sejak 1 Januari 2009. Dalam perkiraan laporan keuangan triwulan selama Januari – Maret 2009 menunjukkan bahwa Bank tersebut akan
memperoleh penghasilan sebesar Rp200.000.000. Dengan asumsi omzet 1 tahun kurang dari Rp 4.800.000.000
Perkiraan penghasilan neto = 4 x Rp200.000.000 = Rp. 800.000.000 PPh terutang = 28% x 50%x Rp 800.000.000
= Rp. 112.000.000 PPh ps 25 masing-masing untuk Januari, Februari, dan Maret 2009 = 1/12 x
= Rp. 9.333.000 Rp112.000.000
N.6. Cara Menghitung PPh Pasal 25 untuk WP BUMN, BUMD, WP Masuk Bursa
I. DASAR HUKUM o PMK-208/PMK.03/2009 (berlaku sejak 10 Desember 2009) tentang perubahan PMK-
255/PMK.03/2008 (berlaku sejak 1 Januari 2009) tentang penghitungan besarnya angsuran PPh dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh WP baru, bank, SGU dengan hak opsi, BUMN, BUMD, Wajib Pajak Masuk Bursa, dan WP lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala termasuk WP OPPT
II. PPH PASAL 25 UNTUK BUMN, BUMD (Pasal 4 PMK 255/PMK.03/2008)
1. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, kecuali
Wajib Pajak bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).
2. Dalam hal Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) belum disahkan, maka besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum bulan pengesahan adalah sama dengan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak sebelumnya.
III. PPH PASAL 25 UNTUK WP MASUK BURSA (Pasal 5 PMK 255/PMK.03/2008)
o Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak masuk bursa dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan
berkala, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan berkala terakhir yang disetahunkan di kurangi dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).
N.7. pengurangan besarnya PPh pasal 25 bagi wajib pajak industri tertentu
I. DASAR HUKUM o PMK-124/PMK.011/2013 (berlaku sejak 29 Agustus 201) tentang pengurangan besarnya PPh
pasal 25 dan penundaan pembayaran PPh pasal 29 tahun 2013 bagi wajib pajak industri tertentu o PER-30/PJ/2013 (berlaku sejak 11 September 2013) tentang tata cara pelaksanaan
pengurangan besarnya pajak penghasilan pasal 25 dan penundaan pembayaran pajak penghasilan pasal 29 tahun 2013 bagi wajib pajak industri tertentu
II. FASILITAS YANG DIBERIKAN DI PMK INI o Terhadap Wajib Pajak badan industri tertentu dapat diberikan: (Pasal 1 ayat (1) PMK- 124/PMK.011/2013 dan Pasal 2 ayat (1) PER-30/PJ/2013 )
1. pengurangan Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Masa Pajak September 2013 sampai dengan Masa Pajak Desember 2013 ; dan/atau
2. penundaan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 29 untuk Tahun Pajak 2013
▪ Selengkapnya KLIK DISINI
o Pengurangan PPh Pasal 25 dan penundaan pembayaran PPh Pasal 29 dapat diberikan kepada WP industri tertentu berdasarkan rekomendasi dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian. (Pasal 1 ayat (3) PMK-124/PMK.011/2013)
III. JENIS WP INDUSTRI TERTENTU YANG DIBERIKAN FASILITAS (Pasal 1 ayat (2) PMK- 124/PMK.011/2013) o Wajib Pajak badan industri tertentu adalah Wajib Pajak badan yang melakukan kegiatan usaha pada bidang:
1. industri tekstil;
2. industri pakaian jadi;
3. industri alas kaki;
4. industri furnitur; dan/ atau
5. industri mainan anak-anak,
III. BESAR PENGURANGAN PPH PASAL 25 YANG DIBERIKAN o Besarnya Pengurangan PPh Pasal 25 dapat diberikan paling tinggi sebesar: (Pasal 2 ayat (1)
PMK-124/PMK.011/2013)
1. 25% (dua puluh lima persen) dari PPh Pasal 25 Masa Pajak Agustus 2013, bagi WP badan industri tertentu yang tidak berorientasi ekspor; atau
2. 50% (lima puluh persen) dari PPh Pasal 25 Masa Pajak Agustus 2013, bagi WP badan industri tertentu yang berorientasi ekspor.
o Untuk mendapatkan pengurangan PPh , Wajib Pajak harus menyampaikan permohonan secara tertulis tentang besarnya pengurangan PPh Pasal 25 yang diminta, kepada Kepala KPP tempat
WP terdaftar. (Pasal 1 ayat (2) PMK-124/PMK.011/2013)
IV. CARA MENGAJUKAN PERMOHONAN
1. Permohonan disampaikan secara langsung kepada Kepala KPP tempat WP terdaftar dengan status domisili/pusat (kode status NPWP 000). (Pasal 2 ayat (3) PER-30/PJ/2013 )
2. Permohonan disampaikan paling lambat pada akhir Masa Pajak dimulainya pengurangan PPh Pasal 25, dengan menggunakan formulir Lampiran I PER-30/PJ/2013. dengan dilampiri: (Pasal 2 ayat (4) PER-30/PJ/2013 )
a. fotokopi surat rekomendasi dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian;
b. fotokopi kartu NPWP;
c. fotokopi surat keputusan pemberian pengurangan besarnya PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam KEP-537/PJ./2000 bagi WP yang telah memperoleh keputusan pengurangan besarnya PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak 2013 sebelum permohonan disampaikan.
▪ Wajib Pajak yang telah mendapatkan keputusan pemberian pengurangan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 Tahun Pajak 2013 sebagaimana
dimaksud dalam KEP-537/PJ./2000 tetap dapat diberikan pengurangan PPh
Pasal 25. (Pasal 7 ayat (1) PER-30/PJ/2013 )
V. PROSES PENERBITAN KEPUTUSAN KPP ATAS PERMOHONAN WP
1. Kepala KPP meneliti kelengkapan dokumen permohonan Wajib Pajak. (Pasal 2 ayat (5) PER- 30/PJ/2013 )
2. Dalam hal permohonan Wajib Pajak belum lengkap, Kepala KPP mengirimkan surat permintaan kelengkapan dengan menggunakan formulir Lampiran II PER-30/PJ/2013 . (Pasal 2 ayat (6) PER-30/PJ/2013 )
▪ Surat permintaan kelengkapan ini harus disampaikan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal diterimanya permohonan. (Pasal 2 ayat (7) PER- 30/PJ/2013 )
3. Kepala KPP harus memberikan keputusan pemberian pengurangan besarnya PPh Pasal 25 atas permohonan WP paling lama 5 (lima) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap dengan menggunakan formulir Lampiran III PER-30/PJ/2013 . (Pasal 3 ayat (1) PER-30/PJ/2013 )
▪ Keputusan ini diberikan sesuai dengan permohonan WP namun tidak melebihi besarnya pengurangan PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) PER- 30/PJ/2013 ). (Pasal 3 ayat (2) PER-30/PJ/2013 )
4. Setelah Wajib Pajak memenuhi kelengkapan yang diminta, Kepala KPP harus memberikan keputusan pemberian pengurangan besarnya PPh Pasal 25 atas permohonan WP, yang berlaku sejak Masa Pajak dilengkapinya permohonan . (Pasal 3 ayat (3) PER-30/PJ/2013 )
VI. KETENTUAN TERKAIT PEMBERIAN PENGURANGAN PPH PASAL 25 BERDASARKAN KEP-
537/PJ./2000
1. Wajib Pajak yang telah mendapatkan keputusan pemberian pengurangan besarnya PPh Pasal
25 Tahun Pajak 2013 sebagaimana dimaksud dalam KEP-537/PJ./2000 tetap dapat diberikan pengurangan PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a PER- 30/PJ/2013 . (Pasal 7 ayat (1) PER-30/PJ/2013 )
2. Wajib Pajak yang belum mendapatkan keputusan pemberian pengurangan besarnya PPh Pasal
25 Tahun Pajak 2013 sebagaimana dimaksud dalam KEP-537/PJ./2000 dapat mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam KEP-537/PJ./2000 dan PER-30/PJ/2013 ini. (Pasal
7 ayat (2) PER-30/PJ/2013 )
3. Dalam hal besarnya pengurangan PPh sebagaimana dimaksud dalam KEP-537/PJ./2000 dan PER-30/PJ/2013 berbeda untuk Masa Pajak yang sama, maka besaran PPh Pasal 25 yang digunakan adalah besaran PPh Pasal 25 yang lebih rendah. (Pasal 7 ayat (3) PER-30/PJ/2013 )
VII. PENUNDAAN PEMBAYARAN PPH PASAL 29 o SELENGKAPNYA KLIK DISINI
N.8. Dalam hal WP berhak atas kompensasi kerugian dan Menerima Penghasilan Tidak Teratur
I. DASAR HUKUM o Pasal 2 dan 3 KEP-537/PJ./2000 (berlaku sejak 1 Januari 2001) tentang penghitungan besarnya
angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu
II. DEFENISI
1. Kompensasi kerugian adalah kompensasi kerugian fiskal berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan, Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 31A UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 17 Tahun 2000.
2. Penghasilan teratur adalah penghasilan yang lazimnya diterima atau diperoleh secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam setiap tahun pajak, yang bersumber dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, harta dan atau modal, kecuali penghasilan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final. Tidak termasuk dalam penghasilan teratur adalah
keuntungan selisih kurs dari utang/ piutang dalam mata uang asing dan keuntungan dari pengalihan harta (capital gain) sepanjang bukan merupakan penghasilan dari kegiatan usaha pokok, serta penghasilan lainnya yang bersifat insidentil.
III. CARA MENGHITUNG PPH PASAL 25-NYA o ( jumlah penghasilan neto menurut SPT Tahunan PPh tahun pajak yang lalu dikurangi penghasilan tidak teratur dikurangi dengan kompensasi kerugian )X Tarif PPh Pasal 17 = Besar
PPh yang terutang. o Kemudian Besar PPh yang terutang dikurangi dengan PPh potput 21,22,23,24 menghasilkan
jumlah PPh yang harus dibayar sendiri. o Kemudian jumlah PPh yang harus dibayar sendiri ini dibagi
12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. Hasilnya adalah besar PPh Pasal 25 yang harus dibayar tiap bulan o Dalam hal SPT Tahunan PPh tahun pajak yang lalu menyatakan rugi (lebih bayar atau nihil), besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah nihil.
N.9. Dalam hal WP melaporkan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak Lalu Lewat Batas Waktu
I. DASAR HUKUM o Pasal 4 KEP-537/PJ./2000 (berlaku sejak 1 Januari 2001) tentang penghitungan besarnya
angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu
II. KETENTUAN BESARNYA PPH PASAL 25
o Dalam hal SPT Tahunan PPh tahun pajak yang lalu disampaikan WP setelah lewat batas
waktu yang ditentukan, besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan bulan sebelum disampaikannya SPT Tahunan tersebut adalah sama dengan besarnya PPh Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak yang lalu dan bersifat sementara. o Setelah WP menyampaikan SPT Tahunan PPh, besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan tersebut dan berlaku surat mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan. o Apabila besarnya PPh Pasal 25 hasil perhitungan kembali berdasarkan SPT Tahunan yang baru disampaikan lebih besar dari PPh Pasal 25 yang telah dibayar tadi, maka atas kekurangan setoran Pajak Penghasilan Pasal 25 terutang bunga sesuai ketentuan Pasal 19 ayat (1) UU KUP, untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran. o Apabila besarnya PPh Pasal 25 hasil perhitungan kembali berdasarkan SPT Tahunan yang baru disampaikan lebih kecil dari Pajak Penghasilan Pasal 25 yang telah dibayar tadi, maka atas kelebihan setoran PPh Pasal 25 dapat dipindahbukukan ke PPh Pasal 25 bulan-bulan berikut setelah penyampaian SPT Tahunan.
N.10. Dalam hal WP diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh
I. DASAR HUKUM o Pasal 5 KEP-537/PJ./2000 (berlaku sejak 1 Januari 2001) tentang penghitungan besarnya
angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu
II. KETENTUAN BESARNYA PPH PASAL 25 o Dalam hal WP diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh,
besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan bulan sebelum disampaikannya SPT Tahunan tersebut adalah sama dengan besarnya PPh Pasal 25 yang dihitung berdasarkan SPT sementara yang disampaikan WP pada saat mengajukan permohonan ijin perpanjangan. o Setelah WP menyampaikan SPT Tahunan PPh sesuai dengan batas waktu izin perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut dengan memperhatikan ketentuan- ketentuan penghitungan PPh Pasal 25 dan berlaku surut mulai batas waktu penyampaian
Surat Pemberitahuan Tahunan.
o Apabila besarnya PPh Pasal 25 berdasarkan SPT Tahunan yang sebenarnya lebih besar dari PPh Pasal 25 hasil perhitungan SPT tahunan sementara yang telah dibayar, maka atas
kekurangan setoran PPh Pasal 25 terutang bunga sesuai ketentuan Pasal 19 ayat (1) UU Nomor
28 TAHUN 2007 , untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran. o Apabila besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 berdasarkan SPT Tahunan yang sebenarnya lebih kecil dari PPh Pasal 25 hasil perhitungan SPT tahunan sementara yang telah dibayar, atas kelebihan setoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dapat dipindahbukukan ke Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan-bulan berikut setelah penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan.
N.11. Dalam hal WP membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh
I. DASAR HUKUM o Pasal 6 KEP-537/PJ./2000 (berlaku sejak 1 Januari 2001) tentang penghitungan besarnya
angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu
II. DALAM HAL WP MEMBETULKAN SENDIRI SPT TAHUNAN PPH TAHUN PAJAK YANG LALU
o Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 harus dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan Pembetulan tersebut dan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan.
o Dalam hal besarnya PPh Pasal 25 setelah pembetulan SPT Tahunan lebih besar dari PPh Pasal 25 sebelum dilakukan pembetulan
▪ atas kekurangan setoran PPh Pasal 25 terutang bunga sesuai ketentuan Pasal 19 ayat (1) UU KUP , untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran Pajak
Penghasilan Pasal 25 dan masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran.
o Dalam hal besarnya PPh Pasal 25 setelah pembetulan SPT Tahunan lebih kecil dari PPh Pasal 25 sebelum dilakukan pembetulan
▪ atas kelebihan setoran PPh Pasal 25 dapat dipindahbukukan ke PPh pasal 25 bulan- bulan berikut setelah penyampaian SPT Tahunan Pembetulan.
N.12. Dalam hal WP mengalami perubahan usaha atau kegiatan WP
I. DASAR HUKUM o Pasal 7 KEP-537/PJ./2000 (berlaku sejak 1 Januari 2001) tentang penghitungan besarnya
angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu o PER-10/PJ./2009 (berlaku sejak 11 Februari 2009) tentang Pengurangan Besarnya Pajak
Penghasilan Pasal 25 dalam Tahun 2009 bagi Wajib Pajak yang Mengalami Perubahan Keadaan Usaha atau Kegiatan Usaha
II. DALAM HAL WP MENGALAMI PENURUNAN USAHA o WP yang dapat mengajukan permohonan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 (Pasal 7 ayat (1) KEP-537/PJ./2000)
▪ Yaitu WP yang apabila sesudah 3 (tiga) bulan atau lebih berjalannya suatu tahun pajak, WP dapat menunjukkan bahwa PPh yang akan terutang untuk tahun pajak
tersebut kurang dari 75% dari PPh yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya PPh Pasal 25
o Cara mengajukan permohonan
1. Diajukan secara tertulis kepada Kepala KPP tempat WP terdaftar. (Pasal 7 ayat (1) KEP-537/PJ./2000)
2. Pengajuan permohonan harus disertai dengan penghitungan besarnya PPh yang akan terutang berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan diterima atau diperoleh dan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan. (Pasal 7 ayat (2) KEP-537/PJ./2000)
o Keputusan kepala KPP
0. keputusan diberikan dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya surat permohonan WP
1. Apabila Kepala KPP belum memberikan keputusan dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya surat permohonan WP, maka permohonan WP tersebut dianggap diterima dan WP dapat melakukan pembayaran PPh Pasal 25 sesuai dengan penghitungannya untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan. (Pasal 7 ayat (3) KEP-537/PJ./2000)
III.
DALAM HAL WP MENGALAMI PENINGKATAN USAHA (Pasal 7 ayat (4) KEP-537/PJ./2000)
o WP yang harus menghitung kembali besar PPh Pasal 25-nya
▪ Yaitu WP yang apabila dalam tahun pajak berjalan Wajib Pajak mengalami peningkatan usaha dan diperkirakan PPh yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut lebih dari
150% (seratus lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25
o Penghasilan yang harus dihitung kembali
▪ yaitu besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan
▪ Dasar penghitungan kembalinya adalah berdasarkan perkiraan kenaikan Pajak Penghasilan yang terutang
o Yang melakukan penghitungan kembali
▪ Yaitu Wajib Pajak sendiri atau Kepala KPP tempat WP terdaftar