BUT 1. BUT dalam UU PPh
P. BUT P.1. BUT dalam UU PPh
DASAR HUKUM
Pasal 2 ayat (4)a, Ps. 2 ayat (5), Ps. 2A ayat (3), Ps. 5, Ps. 26 ayat (4) dan (5) UU Nomor 36 TAHUN
2008 (berlaku sejak 1 Januari 2009) tentang perubahan keempat atas UU Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan
PMK- 257/PMK.03/2008 (berlaku 1 Januari 2009 s/d 23 januari 2011) tentang Perlakuan Perpajakan atas Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak dari Suatu BUT
PMK- 14/PMK.03/2011 (berlaku 24 Januari 2011) tentang Perlakuan Perpajakan atas Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak dari Suatu BUT
KEP-62/PJ./1995 tentang Jenis dan Besarnya Biaya Adminstrasi Kantor Pusat yang diperbolehkan Untuk Dibebankan sebagai biaya suatu BUT
PER-16/PJ/2011 (berlaku 6 Juni 2011) tentang Tata cara pemberitahuan Wajib Pajak BUT atas Penanaman Kembali Penghasilan Kena Pajak Sesudah Dikurangi Pajak
SUBYEK PAJAK BUT
Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh : (Pasal 2 ayat (5) UU Nomor 36 TAHUN
Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 bulan ( SPLN OP ) atau
Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia ( SPLN Badan)
Untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia
Elemen -Elemen Dasar BUT (Pasal 2 ayat 5 UU Nomor 36 TAHUN 2008 dan penjelasannya)
Suatu tempat usaha (a place of business),
Yang bersifat permanen,
Yang digunakan oleh SPLN (OP atau badan,
Untuk menjalankan usaha (business) atau kegiatan (activities)
Status BUT dalam Perpajakan
Yaitu sebagai Subjek Pajak Luar Negeri yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan Subjek Pajak
Badan ( Pasal 2 ayat (1A) UU Nomor 36 TAHUN 2008 )
Saat dimulainya Kewajiban Subyektif BUT :
Dimulai pada saat OP atau Badan tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu
BUT. (Pasal 2A ayat (3) UU Nomor 36 TAHUN 2008 )
Dalam hal ini kewajiban pajak subjektifnya dimulai pada saat BUT tersebut berada di Indonesia (dari awal BUT
tersebut berada di Indonesia). (penjelasan Pasal 2A ayat (3) UU Nomor 36 TAHUN 2008 )
Saat berakhirnya Kewajiban Subyektif BUT :
Berakhir pada saat OP atau Badan tidak lagi menjalankan usaha atau kegiatan melalui suatu BUT (Pasal 2A ayat (3) UU Nomor 36 TAHUN 2008 )
Dalam hal ini berakhir pada saat BUT tersebut tidak lagi berada di Indonesia. (Penjelasan Pasal 2A ayat (3)UU Nomor 36 TAHUN 2008 )
PERWUJUDAN BUT
BUT berdasarkan Pasal 2 ayat (5) UU Nomor 36 TAHUN 2008 dapat berupa:
BUT Fisik atau Aktiva yaitu dapat berupa :
tempat kedudukan manajemen;
cabang perusahaan;
kantor perwakilan;
gedung kantor;
ruang untuk promosi dan penjualan;
pertambangan dan penggalian sumber alam;
wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
perikanan,perternakan,pertanian,perkebunan atau kehutanan;
BUT PROYEK
proyek konstruksi,instalasi,atau proyek perakitan;
BUT JASA BUT JASA
dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
BUT AGEN
orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
BUT ASURANSI
agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesiayang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia;dan
BUT E-COMMERCE
komputer,agen elektronik,atau peralatan otomatis yang dimiliki,disewa atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elek tronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
TIME TEST PENENTUAN BUT
Time Test adalah pengujian untuk menentukan signifikansi keberadaan seseorang di Indonesia
Penentuan BUT yang menggunakan Time Test ada 2 jenis yaitu :
Untuk menentukan status Subjek Pajak Orang Pribadi (SPLN atau SPDN)
Apakah Lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan?
SPLN (BUT) jika tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan
SPDN jika lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan
Untuk menentukan keberadaan BUT dari SPLN (orang/badan) yang memberikan jasa di Indonesia
Apakah dilakukan Lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan?
jika lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan, maka masuk ke pengertian BUT
OBJEK PAJAK BUT
Yang menjadi objek pajak BUT berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) UU Nomor 36 TAHUN 2008 adalah :
penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai; (Atribusi Aktual)
contoh : KLIK DISINI contoh : KLIK DISINI
contoh : KLIK DI SINI
penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud. (Atribusi karena hubungan efektif) contoh : KLIK DI SINI
Branch Profit Tax berdasarkan PMK- 14/PMK.03/2011
UNTUK SELENGKAPNYA KLIK DI SINI
BIAYA - BIAYA BUT Pasal 5 Ayat (2) dan (3) UU Nomor 36 TAHUN 2008
UNTUK SELENGKAPNYA KLIK DI SINI
BUT yang menggunakan Norma Penghitungan
Jenis Usaha Perkiraan Penghasilan Tarif Dasar Hukum
Neto
Perwakilan Dagang Asing 1% 0,44% x Nilai Ekspor KMK-634/KMK.04/1
Bruto
Pelayaran Luar Negeri 6% 2,64% x Peredaran Bruto KMK-417/KMK.04/1996
Penerbangan Luar Negeri 6% 2,64% x Peredaran Bruto KMK-417/KMK.04/1996
Foreign Drilling Company 15% KMK-628/KMK.04/1991
P.2. Objek Pajak BUT dan Branch Profit Tax DASAR HUKUM KLIK DISINI OBJEK PAJAK BUT
Yang menjadi objek pajak BUT berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) UU Nomor
36 TAHUN 2008 adalah :
penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai; (Atribusi Aktual)
contoh : KLIK DISINI
penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan,penjualan barang,atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh BUT di Indonesia; ( Force of Attraction)
contoh : KLIK DI SINI
penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud. (Atribusi karena hubungan efektif) contoh : KLIK DI SINI
Branch Profit Tax berdasarkan PMK- 14/PMK.03/2011
BRANCH PROFIT TAX (BPT)
Definisi Branch Profit Tax
Yaitu Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia (Pasal 1 ayat (1) PMK- 14/PMK.03/2011 )
BPT ini Terutang PPh Pasal 26 ayat (4) sebesar 20% atau tarif sebagaimana ditentukan dalam P3B antara Indonesia dengan negara domisili kantor pusat BUT, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia (Pasal 5 PMK- 14/PMK.03/2011 )
Pengecualian Pengenaan PPh Pasal 26 atas Branch Profit tax
Apabila Seluruh Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi PPh dari suatu BUT ditanamkan kembali di Indonesia , maka penghasilan tersebut dikecualikan dari pengenaan Pasal 26 ayat (4) .
Pengecualian ini diberikan apabila penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia dalam
bentuk: (Pasal 1 ayat (3) PMK- 14/PMK.03/2011 ) :
Penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri;
Penyertaan modal pada perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pemegang saham;
Pembelian aktiva tetap yang digunakan oleh BUT untuk menjalankan usaha BUT atau melakukan kegiatan BUT di Indonesia;atau
Inventasi berupa aktiva tidak berwujud oleh BUT untuk menjalankan usaha BUT atau melakukan kegiatan BUT di Indonesia.
Syarat Penanaman kembali di Indonesia agar BPT ini dikecualikan dari pengenaan PPh Pasal 26 ayat
(4) (Pasal 2 PMK- 14/PMK.03/2011 )
Untuk seluruh bentuk penanaman kembali di Indonesia:
Penanaman kembali di Indonesia harus dilakukan paling lama pada akhir Tahun Pajak berikutnya, setelah Tahun Pajak diperolehnya penghasilan tersebut bagi BUT yang bersangkutan; dan
BUT yang bersangkutan menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai bentuk penanaman modal, realisasi penanaman kembali yang telah dilakukan dan/atau saat mulai berproduksi komersial bagi perusahaan yang baru didirikan, yang dilakukan kepada Kepala KPP tempat WP terdaftar.
Khusus untuk penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri, terdapat Persyaratan Tambahan , yaitu :
perusahaan baru yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia secara aktif telah melakukan kegiatan usaha sesuai akta pendiriannya, paling lama 1 (satu) tahun sejak perusahaan tersebut didirikan; dan
BUT yang bersangkutan tidak boleh melakukan pengalihan atas penyertaan modal paling sedikit dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak perusahaan baru dimaksud berproduksi komersial.
Khusus untuk penyertaan modal pada perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pemegang saham, terdapat Persyaratan Tambahan , yaitu :
perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan di Indonesia mempunyai kegiatan usaha aktif di Indonesia; dan
BUT yang bersangkutan tidak boleh melakukan pengalihan atas penyertaan modal paling sedikit dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak penyertaan modal.
Khusus untuk pembelian aktiva tetap yang digunakan oleh BUT untuk menjalankan usaha BUT atau melakukan kegiatan BUT di Indonesia; atau investasi berupa aktiva tidak berwujud oleh BUT untuk menjalankan
usaha BUT atau melakukan kegiatan BUT di Indonesia , terdapat Persyaratan Tambahan , yaitu :
BUT yang bersangkutan tidak boleh melakukan pengalihan atas pembelian aktiva tetap atau pengalihan atas investasi berupa aktiva tidak berwujud, paling sedikit dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak perolehan aktiva tetap atau investasi aktiva tidak berwujud yang bersangkutan.
Kewajiban bagi WP BUT yang melakukan penanaman kembali atas Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak yaitu wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada Kepala KPP tempat WP terdaftar. (Pasal 3 PMK 14/PMK.03/2011 )
Pemberitahuan tertulis tersebut meliputi:
pemberitahuan tertulis mengenai bentuk penanaman kembali;
Pemberitahuan ini disampaikan dengan cara dilampirkan pada SPT Tahunan untuk tahun pajak diterima/diperolehnya penghasilan yang bersangkutan (Pasal 3 ayat (4) PER-16/PJ/2011 )
Pemberitahuan ini peling sedikit memuat beberapa hal (klik disini, ada di Pasal 2 ayat (2) PER-16/PJ/2011)
pemberitahuan tertulis mengenai realisasi penanaman kembali yang telah dilakukan; dan/atau
Pemberitahuan ini disampaikan dengan cara dilampirkan pada SPT Tahunan untuk tahun pajak berikutnya setelah diterima/diperolehnya penghasilan yang bersangkutan (Pasal 3 ayat (5) PER-16/PJ/2011 ))
Pemberitahuan ini peling sedikit memuat beberapa hal (klik disini, ada di Pasal 2 ayat (2) s/d ayat (9) PER- 16/PJ/2011)
pemberitahuan tertulis mengenai saat mulai berproduksi komersial bagi perusahaan yang baru didirikan.
disampaikan dengan cara dilampirkan pada SPT Tahunan untuk tahun pajak berikutnya setelah diterima/diperolehnya penghasilan yang bersangkutan (Pasal 3 ayat (5) PER-16/PJ/2011 )
Pemberitahuan tertulis diatas wajib disampaikan minimal dalam 3 (tiga) tahun berturut-turut sejak tahun realisasi penyertaan modal, perolehan aktiva tetap atau investasi aktiva tidak berwujud yang bersangkutan. (Pasal 3 ayat (6) PER-16/PJ/2011 )
Pemberitahuan tertulis disampaikan kepada kepala KPP tempat WP terdaftar Pasal 3 ayat (3) PER-16/PJ/2011 )
Bentuk formulir pemberitahuan tertulis dapat dilihat pada Lampiran PER 16/PJ/2011.
Pemberitahuan tertulis tsb harus ditandatangani oleh Wajib Pajak atau oleh kuasa wajib pajak (dengan dilampiri surat
(2) PER-16/PJ/2011 ). Untuk ketentuan mengenai surat kuasa dapat dilihat selengkapnya disini .
kuasa
khusus). (Pasal
Pemberitahuan harus diisi oleh Wajib Pajak dengan lengkap, jika tidak diisi dengan lengkap maka Kepala KPP memberitahukan secara tertulis kepada WP, dan WP dapat membetulkan atau melengkapi pemberitahuan tersebut paling lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal pemberitahuan dari Kepala KPP tersebut. Jika dalam waktu 1 (satu) bulan WP tidak membetulkan atau melengkapi pemberitahuan maka atas Penghasilan Kena Pajak setelah dikurangi pajak akan dikenakan Pajak Penghasilan sesuai Pasal 26 ayat (4) UU PPh (dengan kata lain, atas penghasilan tersebut akan dikenakan PPh Pasal 26 ayat (4). (Pasal 4 PER-16/PJ/2011 )
P.3. Biaya BUT yang boleh / tidak boleh dikurangkan DASAR HUKUM KLIK DISINI BIAYA - BIAYA BUT YANG BOLEH DIKURANGKAN
Biaya - biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan BUT yaitu :
Biaya untuk mendapatkan,menagih, dan memelihara penghasilan BUT (Pasal 6 ayat 1 UU Nomor
36 TAHUN
Sisa kerugian tahun-tahun sebelumnya. (Pasal 6 ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2008 )
Biaya-biaya yang berkenaan dengan penghasilan kantor pusat yang di-atribusi menjadi penghasilan BUT, yaitu : (Pasal 5 ayat (2) UU Nomor
36 TAHUN 2008 )
biaya terkait penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh BUT di Indonesia (Force of Attraction)
biaya terkait penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.( Atribusi karena hubungan efektif)
Biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dibebankan adalah biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT yang besarnya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak (Pasal 5 ayat (3) UU PPh)
Diatur lebih lanjut di KEP-62/PJ/1995
Pengertian Biaya Administrasi kantor pusat adalah : biaya administrasi yang dikeluarkan oleh kantor pusat yang berkaitan dan dalam rangka untuk menunjang usaha atau kegiatan BUT yang bersangkutan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. (Pasal 1 KEP-62/PJ/1995)
Besarnya biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dikurangkan yaitu setinggi-tingginya adalah sebanding dengan besarnya peredaran usaha atau kegiatan BUT di Indonesia terhadap seluruh peredaran usaha atau kegiatan perusahaan di seluruh dunia. (Pasal 2 KEP-62/PJ/1995)
BUT di Indonesia yang mengurangkan biaya administrasi kantor pusat ini wajib menyampaikan laporan keuangan konsolidasi atau kombinasi dari kantor pusat yang meliputi seluruh usaha dan/atau kegiatan perusahaan di seluruh dunia untuk tahun pajak yang bersangkutan sebagai lampiran SPT Tahunan PPh. (Pasal 3 KEP-62/PJ/1995)
Laporan Keuangan konsolidasi atau kombinasi ini harus sudah diaudit oleh akuntan publik dan mengungkapkan rincian peredaran usaha atau kegiatan perusahaan serta jenis dan besarnya biaya administrasi yang dibebankan kepada masing-masing BUT di negara tempat perusahaan yang bersangkutan melakukan usaha atau kegiatan.
YANG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN
Biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan BUT yaitu:
Biaya -biaya sebagaimana tercantum dalam Pasal 9 ayat (1) UU Nomor
36 TAHUN 2008
pembayaran kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankan sebagai biaya, yaitu : (Pasal 5 ayat (3) huruf b UU Nomor
36 TAHUN 2008 )
royalti atau imbalan lainnya sehubungan penggunaan harta, paten, atau hak-hak lainnya;
imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya;
bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan;
Pembayaran yang diterima atau diperoleh dari kantor pusat ini tidak dianggap sebagai obyek
pajak,kecuali bunga yang berkaitan dengan usaha perbankan. (Pasal 5 ayat (3) huruf c UU Nomor
36 TAHUN
2008 )
P.4. BUT dalam P3B
BUT dalam P3B (Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda)
PENGERTIAN BUT/PERMANENT ETABLISHMENT DALAM P3B
Pengertian BUT menurut P3B (UN/OECD Model) adalah “a fixed place of business through which the business of an enterprise is wholly or partly carried on. ”
PENTINGNYA PENENTUAN BUT/PE DALAM P3B
Konsep utama BUT adalah untuk menentukan hak suatu negara untuk mengenakan pajak atas laba perusahaan dari negara lain
Berdasarkan Model P3B OECD :
Menurut Article 7 P3B suatu negara tidak dapat mengenakan pajak atas laba perusahaan negara lain kecuali perusahaan itu menjalankan usaha melalui suatu BUT.
Pengertian Laba Usaha (Business Profit):
Penghasilan dari menjalankan usaha (business) atau kegiatan (activities),
Active Income: untuk memperolehnya dikeluarkan biaya, usaha, atau pengorbanan,
Usaha dapat dilaksanakan oleh individu atau badan,
Tidak termasuk penghasilan dari hubungan pekerjaan (employment income),
Tidak termasuk penghasilan dari modal/harta (passive income), kecuali jika modal/harta tersebut mempunyai hubungan efektif dengan tempat usaha
DIAGRAM ALUR PEMAJAKAN ATAS LABA USAHA KLIK DI SINI PENGUJIAN KEBERADAAN BUT/PE PLACE OF BUSINESS
Dalam Paragraf (4) OECD Commentary atas Pasal 5
Tempat usaha ini diartikan sebagai segala bentuk bangunan, fasilitas atau instalasi yang dipergunakan untuk menjalankan kegiatan usaha, tanpa memperhatikan apakah dipergunakan semata-mata untuk tujuan tersebut
Pasal 5 ayat (2) dari OECD Model tahun 2008 List of PE – positive definition :
Place of management
Mine, oil or gas well, quarry or any other place of extraction of natural resources
Dalam OECD Commentary Pasal 5 menyatakan bahwa mesin atau peralatan dapat dikategorikan sebagai tempat usaha (place of business)
Tempat Usaha yang dikecualikan sebagai BUT/PE
Pasal 5 ayat (4) OECD Model 2008 Suatu tempat usaha tidak dapat dikatakan sebagai PE terbatas pada kegiatan – kegiatan yang dirumuskan dalam Pasal 5 ayat (4) yaitu :
Penggunaan fasilitas – fasilitas yang semata-mata ditunjukan untuk menympan atau memamerkan barang atau barang dagangan milik kantor pusat yang terdapat di negara domisili (selanjutnya disebut “perusahaan”)
Pengurusan suatu barang atau barang dagangan kepunyaan perusahaan yang semata-mata ditujukan untuk disimpan;
Pengurusan suatu barang atau barang dagangan kepunyaan perusahaan yang semata-mata ditujukan untuk diproses lebih lanjut oleh perusahaan lain;
Pengurusan suatu tempat tetap usaha yang semata-mata ditunjukan untuk melakukan pembelian barang atau barang dagangan atau mengumpulkan informasi untuk keperluan perusahaan;
Pengurusan suatu tempat tetap usaha yang semata-mata ditunjukan untuk melakukan kegiatan yang bersifat persiapan atau penunjang;
Pengurusan suatu tempat tetap usaha yang semata-mata ditunjukan untuk melakukan gabungan kegiatan seperti yang disebutkan di atas sepanjang kegiatan-kegiatan tersebut bersifat persiapan atau bersifat penunjang
BUT/PE Konstruksi
BUT/PE Pemberian Jasa
BUT/PE Agen
FIXED : LOCATION
Tempat usaha berada pada suatu titik geografis tertentu (tidak mengawang-awang, seperti di dunia maya),
Tempat dan lokasi tertentu dan spesifik,
Tidak selalu berarti tempat usaha tersebut berada di atas tanah.
Meskipun suatu kegiatan dilaksanakan secara permanen (sangat lama), namun tidak jelas dimana lokasinya, maka tidak ada BUT
FIXED : DEGREE OF PERMANENCE
Tempat usaha dipergunakan untuk menjalankan kegiatan yang sifatnya teratur dan bukan untuk kegiatan usaha yang sifatnya situasional (temporary)
Istilah “permanen” tidak harus diartikan sebagai kegiatan yang berlangsung terus – menerus tanpa tidak akan pernah berhenti (perpetual) , tetpi harus diartikan sebagai kegiatan yang dimaksudkan untuk berlangsung secara
terus-menerus tanpa pernah diketahui kapan akan berhenti (indefinetely continuing) Dikaitkan dengan periode waktu dipergunakannya tempat usaha, istilah “permanen” dapat diartikan sebagai
penggunaan tempat usaha dalam waktu yang lama.
BUSINESS CARIED ON THROUGH THAT PLACE Suatu tempat dikatakan menjalankan kegiatan “business” apabila kegiatan yang dilakukan melalui tempat
tersebut sesuai dengan pengertian “business” yang dimaksudkan oleh Undang - Undang Domestik maupun P3B yang di sepakati