Fasilitas PPh untuk Penanaman Modal di Bidang Usaha Tertentu dan/atau Daerah tertentu

R.2. Fasilitas PPh untuk Penanaman Modal di Bidang Usaha Tertentu dan/atau Daerah tertentu

I. DASAR HUKUM

A. PP 9 TAHUN 2016 (mulai berlaku 15 (lima belas) hari sejak tanggal 22 April 2016) tentang perubahan PP 18 TAHUN 2015 (mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak 6 April 2015) tentang Fasiltas PPh untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah tertentu

B. PMK-89/PMK.010/2015 (berlaku sejak 6 Mei 2015) tentang tata cara Pemberian Fasiltas PPh untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau Di Daerah-Daerah tertentu serta Pengalihan Aktiva dan Sanksi Bagi WPDN yang Diberikan Fasilitas PPh

▪ PMK ini mencabut PMK-144/PMK.011/2012

II. JENIS FASILITAS PPH YANG DAPAT DIBERIKAN (Pasal 2 ayat (2) PP 18 TAHUN 2015)

A. pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah Penanaman Modal berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan utama usaha, dibebankan selama 6 (enam) tahun masing-masing sebesar 5% (lima persen) pertahun yang dihitung sejak saat mulai berproduksi secara komersial ;

▪ Pemanfaatan fasilitas PPh ini dibebankan selama 6 (enam) tahun masing-masing sebesar 5% (lima persen) per tahun dikalikan jumlah Penanaman Modal yang ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan. (Pasal 3 ayat (2) PMK-89/PMK.010/2015)

▪ Terhadap aktiva tetap yang mendapatkan fasilitas PPh ini dilarang digunakan selain untuk tujuan pemberian fasilitas, atau dialihkan sebagian atau seluruh aktiva tetap

dimaksud kecuali diganti dengan aktiva tetap baru, sebelum berakhirnya jangka waktu yang lebih lama antara: (Pasal 4 ayat (1) PP 18 TAHUN 2015)

1. jangka waktu 6 (enam) tahun sejak saat mulai berproduksi secara komersial; atau

2. masa manfaat aktiva sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b angka 1 PP 18 TAHUN 2015 .

B. penyusutan yang dipercepat atas aktiva berwujud dan amortisasi yang dipercepat atas aktiva tak berwujud yang diperoleh dalam rangka Penanaman Modal baru dan/atau perluasan usaha, dengan masa manfaat dan tarif penyusutan serta tarif amortisasi ditetapkan sebagai berikut:

1. untuk penyusutan yang dipercepat atas aktiva berwujud:

Tarif Penyusutan

Masa

Berdasarkan Metode

Kelompok Aktiva Berwujud

Manfaat Menjadi

I. Bukan Bangunan Kelompok I

100% (dibebankan sekaligus)

Kelompok II

50% Kelompok III

25% Kelompok IV

II. Bangunan: Permanen

- Tidak Permanen

- untuk amortisasi yang dipercepat atas aktiva tak berwujud:

Masa

Tarif Amortisasi

Kelompok Aktiva Tak Berwujud

Manfaat

Berdasarkan Metode

Menjadi

Garis

Saldo

Lurus

Menurun 100%

Kelompok I

(dibebankan sekaligus) Kelompok II

50% Kelompok III

25% Kelompok IV

1. ▪ Terhadap aktiva tak berwujud yang mendapatkan fasilitas amortisasi dipercepat

ini dilarang digunakan selain untuk tujuan pemberian fasilitas, atau dialihkan sebagian atau seluruh aktiva tak berwujud dimaksud kecuali diganti dengan aktiva tak berwujud baru, sebelum berakhirnya masa manfaat aktiva tak berwujud dimaksud sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b angka 2 PP 18 Tahun 2015 . (Pasal 4 ayat (2) PP 18 TAHUN 2015)

2. Ketentuan Penggunaan Fasilitas : (Pasal 4 PMK-89/PMK.010/2015)

a. Penghitungan fasilitas PPh ini, dimulai sejak bulan berlakunya keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan.

b. Penghitungan penyusutan atas aktiva berwujud dan amortisasi atas aktiva tak berwujud untuk bulan sebelum berlakunya keputusan persetujuan pemberian fasilitas PPh, dilakukan sesuai ketentuan mengenai penyusutan dan amortisasi sebagaimana diatur dalam Pasal 11 dan Pasal 11A UU PPh.

c. Pemanfaatan fasilitas PPh ini, dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Kelompok aktiva berwujud dan kelompok aktiva tak berwujud adalah sesuai ketentuan mengenai penyusutan dan amortisasi sebagaimana diatur dalam Pasal 11 dan Pasal 11A UU PPh.

2. Dasar penyusutan dan amortisasi dipercepat adalah:

a. harga perolehan aktiva bagi Wajib Pajak yang menggunakan metode penyusutan garis lurus;

b. nilai sisa buku aktiva bagi Wajib Pajak yang menggunakan metode penyusutan saldo menurun.

3. Tarif penyusutan yang dipercepat atas aktiva berwujud adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b angka 1) dan tarif amortisasi yang dipercepat adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal

2 ayat (2) huruf b angka 2).

4. Masa manfaat dipercepat aktiva adalah setengah dari sisa masa manfaat aktiva sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A UU PPh dengan ketentuan bagian bulan dihitung sebagai 1 (satu) bulan penuh.

d. Dalam hal aktiva tetap yang lama diganti dengan aktiva tetap yang baru, dasar penyusutan aktiva tetap baru adalah harga perolehan aktiva baru dimaksud.

B. pengenaan PPh atas dividen yang dibayarkan kepada Subjek Pajak Luar Negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia sebesar 10 (sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah menurut Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku; dan

▪ Fasilitas PPh ini dapat dimanfaatkan sejak berlakunya keputusan persetujuan pemberian fasilitas PPh dan berakhir pada saat Wajib Pajak tidak lagi memenuhi ketentuan bidang

usaha, Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), atau cakupan produk, serta persyaratan lainnya dalam lampiran keputusan persetujuan pemberian fasilitas PPh. (Pasal 6 ayat (1) PMK-89/PMK.010/2015)

▪ Dalam hal Wajib Pajak selain menghasilkan produk yang diberikan fasilitas juga menghasilkan produk yang tidak diberikan fasilitas, besaran dividen yang mendapat fasilitas PPh adalah sebesar persentase total nilai penjualan produk yang mendapat

fasilitas terhadap total nilai penjualan seluruh produk pada tahun pajak sebelum dividen dibagikan. (Pasal 6 ayat (2) PMK-89/PMK.010/2015)

▪ Kepada Wajib Pajak yang melakukan perluasan usaha, besarnya dividen yang mendapat fasilitas PPh sebanding dengan persentase nilai realisasi aktiva perluasan ▪ Kepada Wajib Pajak yang melakukan perluasan usaha, besarnya dividen yang mendapat fasilitas PPh sebanding dengan persentase nilai realisasi aktiva perluasan

C. kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 (lima) tahun tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun dengan ketentuan sebagai berikut:

No. Fasilitas

Persyaratan (Pasal 2 ayat (2) huruf d Ketentuan Pemanfaatan (Pasal 2 7 PMK- PMK-89/PMK.010/2015) 89/PMK.010/2015)

1) tambahan 1 apabila penanaman modal baru pada berlaku untuk kerugian seluruh tahun pajak tahun

bidang usaha yang diatur dalam Pasal 2 sepanjang Penanaman Modal baru dilakukan di ayat (1) huruf a dilakukan di kawasan

kawasan industri dan/atau kawasan berikat dan industri dan kawasan berikat;

berakhir saat Wajib Pajak tidak lagi memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) PMK-89/PMK.010/2015 .

2) tambahan 1 apabila Wajib Pajak yang melakukan berlaku untuk kerugian tahun pajak dicapainya tahun

Penanaman Modal baru mengeluarkan pengeluaran untuk infrastruktur ekonomi dan sosial biaya untuk infrastruktur ekonomi dan/atau di lokasi usaha paling sedikit sebesar sosial di lokasi usaha paling sedikit

Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). sebesar Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);

3) tambahan 1 apabila menggunakan bahan baku

berlaku:

tahun dan/atau komponen hasil produksi dalam negeri paling sedikit 70% (tujuh puluh

1. terhitung sejak tahun pajak ke 4 (empat) persen) sejak tahun ke 4 (empat);

setelah Wajib Pajak memperoleh izin Penanaman Modal atau izin perluasan Penanaman Modal dan Wajib Pajak bersangkutan menggunakan bahan baku dan/atau komponen hasil produksi dalam negeri paling sedikit 70% (tujuh puluh persen); dan

2. pada tahun pajak sebelum tahun pajak ke

4 (empat) setelah Wajib Pajak memperoleh izin Penanaman Modal atau izin perluasan Penanaman Modal bersangkutan dan Wajib Pajak menggunakan bahan baku dan/atau komponen hasil produksi dalam negeri paling sedikit 70% (tujuh puluh persen).

4) tambahan 1

c. tambahan 1 (satu) tahun

berlaku:

tahun atau 2

apabila mempekerjakan sekurang-

tahun

kurangnya 500 (lima ratus) orang

5. tambahan 1 (satu) tahun berlaku

tenaga kerja Indonesia selama 5

untuk kerugian pada tahun pajak setelah

(lima) tahun berturut-turut; atau

Wajib Pajak mempekerjakan sekurang-

d. tambahan 2 (dua) tahun apabila

kurangnya 500 (lima ratus) orang tenaga

mempekerjakan

kerja Indonesia selama 5 (lima) tahun

sekurangkurangnya 1000 (seribu)

berturut-turut; atau

orang tenaga kerja Indonesia

6. tambahan 2 (dua) tahun berlaku untuk

selama 5 (lima) tahun berturut-

kerugian pada tahun pajak setelah Wajib

turut;

Pajak mempekerjakan sekurang-kurangnya 1000 (seribu) orang tenaga kerja Indonesia selama 5 (lima) tahun berturut-turut;

7. tenaga kerja Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 adalah tenaga kerja yang 7. tenaga kerja Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 adalah tenaga kerja yang

5) tambahan 2 apabila mengeluarkan biaya penelitian dan berlaku untuk kerugian tahun pajak saat dicapainya tahun

pengembangan di dalam negeri dalam pengeluaran biaya penelitian dan pengembangan rangka pengembangan produk atau

di dalam negeri dalam rangka pengembangan efisiensi produksi paling sedikit 5% (lima

produk atau efisiensi produksi paling sedikit 5% persen) dari jumlah Penanaman Modal

(lima persen) dari jumlah realisasi Penanaman dalam jangka waktu 5 (lima) tahun;

Modal, dalam jangka waktu 5 (lima) tahun. 6)

tambahan 2 apabila Penanaman Modal berupa

berlaku:

tahun perluasan dari usaha yang telah ada pada Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau

9. WP yang dapat diberikan fasilitas ini Daerah-daerah Tertentu yang diatur pada

adalah WP yang memenuhi ketentuan ayat (1) huruf a dan/atau huruf b sebagian

sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat sumber pembiayaannya berasal dari laba

setelah pajak (earning after tax) Wajib

10. sumber pembiayaan perluasan Pajak pada satu tahun pajak sebelum

Penanaman Modal berasal dari laba tahun diterbitkannya izin prinsip perluasan

setelah pajak (earning after tax) WP pada penanaman modal; dan/atau

satu tahun pajak sebelum tahun diterbitkannya izin prinsip perluasan

▪ Pelaksanaan ketentuan ini adalah

Penanaman Modal;

sebagai berikut: (Pasal 2 ayat (3)

11. kerugian yang dapat diberikan fasilitas PP 52 Tahun 2011) tambahan jangka waktu kompensasi

1. diberikan untuk kerugian

kerugian selama 2 (dua) tahun adalah

fiskal pada tahun pajak

kerugian fiskal pada tahun pajak saat mulai

saat mulai berproduksi

berproduksi secara komersial atas kegiatan

secara komersial atas

perluasan Penanaman Modal

Penanaman Modal berupa

sebagaimana dimaksud pada angka 2);

perluasan dari usaha yang telah ada;

2. besarnya kerugian fiskal ini dihitung berdasarkan proporsi laba setelah pajak (earning after tax) yang ditanamkan kembali dalam perluasan usaha terhadap nilai buku fiskal seluruh aktiva tetap pada akhir tahun pajak saat dimulainya berproduksi secara komersial.

7) tambahan 2 apabila melakukan ekspor paling sedikit berlaku untuk tahun pajak dilakukannya ekspor tahun

30% (tiga puluh persen) dari nilai total paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari nilai total penjualan, untuk Penanaman Modal pada penjualan. bidang-bidang usaha yang diatur pada ayat (1) huruf a yang dilakukan di luar kawasan berikat.

2. Fasilitas kompensasi kerugian ini dapat dimanfaatkan sejak berlakunya keputusan persetujuan pemberian fasilitas PPh dan Wajib Pajak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d angka 1, angka 2, angka 3, angka 4, angka 5, angka 6 dan/atau angka 7. (Pasal 7 ayat (1) PMK-89/PMK.010/2015)

3. Dalam hal Wajib Pajak dapat memenuhi sebagian atau seluruh persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d PMK-89/PMK.010/2015 , sehingga Wajib Pajak dimaksud dapat 3. Dalam hal Wajib Pajak dapat memenuhi sebagian atau seluruh persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d PMK-89/PMK.010/2015 , sehingga Wajib Pajak dimaksud dapat

4. Untuk mendapatkan fasilitas PPh ini, WP harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak.

o Permohonan tertulis sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I PMK- 89/PMK.010/2015

5. Berdasarkan permohonan WP, Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan lapangan menerbitkan keputusan tentang penambahan jangka waktu fasilitas kompensasi kerugian.

o Permohonan tertulis sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I PMK- 89/PMK.010/2015

6. WP yang melakukan pembukuan secara terpisah atas Penanaman Modal yang mendapatkan fasilitas dan yang tidak mendapatkan fasilitas, penghitungan besarnya kerugian yang mendapat fasilitas tambahan jangka waktu kompensasi kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d angka 1, angka 2, angka 3, angka 4, angka 5, dan/atau angka 7 sesuai dengan penghitungan berdasarkan pembukuan secara terpisah atas Penanaman Modal yang mendapatkan fasilitas dan yang tidak mendapatkan fasilitas.

7. Dalam hal Wajib Pajak tidak melakukan pembukuan secara terpisah atas Penanaman Modal yang mendapatkan fasilitas dan yang tidak mendapatkan fasilitas, besarnya kerugian yang mendapat fasilitas tambahan jangka waktu kompensasi kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d angka 1, angka 2, angka 3, angka 4, angka 5, dan/atau angka 7 dihitung dengan formula sebagai berikut: (ada di Pasal 7 ayat (8) PMK-89/PMK.010/2015)

III. WP YANG DAPAT DIBERIKAN FASILITAS PPH DAN SYARAT PENGAJUAN PERMOHONAN (Pasal

2 ayat (1) PP 18 TAHUN 2015)

1. WP Yang dapat diberkan fasilitas PPh adalah WP badan dalam negeri yang melakukan Penanaman Modal, baik Penanaman Modal baru maupun perluasan dari usaha yang telah ada, pada:

a. bidang-bidang usaha tertentu sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I PP 9 TAHUN 2016 ; atau

b. bidang-bidang usaha tertentu dan daerah-daerah tertentu sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II PP 9 TAHUN 2016

▪ Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah

negara Republik Indonesia. (Pasal 1 PP 18 TAHUN 2015)

2. Syarat agar WP yang dapat diberikan fasilitas PPh dapat memanfaatkan fasilitas (Pasal 3 PP 18 TAHUN 2015)

▪ Wajib Pajak yang melakukan Penanaman Modal dapat diberikan fasilitas PPh sepanjang memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. memiliki nilai investasi yang tinggi atau untuk ekspor;

2. memiliki penyerapan tenaga kerja yang besar; atau

3. memiliki kandungan lokal yang tinggi.

3. Pemberian famberian fasilitas pembebasan atau pengurangan PPh bsilitas PPh ini juga diberikan kepada WP yang atas usulan peadan sesuai ketentuan Pasal 29 PP Nomor 94 TAHUN 201 0, ditolak oleh Menteri Keuangan. (Pasal 2 ayat (3) PMK-89/PMK.010/2015)

▪ Pemberian fasilitas PPh bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) PMK-89/PMK.010/2015 ini, berlaku ketentuan sebagai berikut:

1. Diperuntukkan bagi:

a. WP yang pada saat menyampaikan permohonan pemberian fasilitas Pembebasan atau Pengurangan PPh Badan sesuai Pasal 29 PP Nomor

94 TAHUN 2010 , memilih untuk dapat diberikan fasilitas PPh berdasarkan PP Nomor 18 TAHUN 2015 ; atau

b. WP yang telah menyampaikan permohonan pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan PPh Badan sesuai Pasal 29 PP Nomor

94 TAHUN 2010 sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, yang mengajukan permohonan untuk memilih untuk dapat diberikan fasilitas PPh berdasarkan PP Nomor 18 TAHUN 2015 setelah atas permohonan untuk mendapatkan fasilitas pembebasan atau pengurangan PPh Badan 94 TAHUN 2010 sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, yang mengajukan permohonan untuk memilih untuk dapat diberikan fasilitas PPh berdasarkan PP Nomor 18 TAHUN 2015 setelah atas permohonan untuk mendapatkan fasilitas pembebasan atau pengurangan PPh Badan

Keuangan .

2. Memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 PP Nomor 18 TAHUN 2015 ;

3. Wajib Pajak dianggap telah mengajukan permohonan mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8; dan

4. Dilakukan pemrosesan berdasarkan Peraturan Menteri ini.

IV. WP YANG TIDAK DAPAT DIBERIKAN FASILITAS PPH INI

1. Atas kegiatan usaha di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) yang telah memperoleh fasilitas perpajakan berdasarkan PP Nomor 20 Tahun 2000 stdd PP Nomor 147 Tahun 2000, tidak dapat lagi diberikan fasilitas perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini. (Pasal 8 ayat (1) PP Nomor 18 TAHUN 2015)

2. ajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas pembebasan atau pengurangan PPh badan berdasarkan PP Nomor 94 TAHUN 2010 , tidak dapat lagi diberikan fasilitas perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini. (Pasal 8 ayat (2) PP Nomor 18 TAHUN 2015)

V. CARA MEMPEROLEH FASILITAS PPH

A. Permohonan untuk mendapatkan fasilitas PPh, diajukan oleh Wajib Pajak kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dan pengajuannya dilakukan sebelum saat mulai berproduksi secara komersial. (Pasal 8 PMK-89/PMK.010/2015)

B. Pada saat PP Nomor 18 TAHUN 2015 berlaku, terhadap WP yang izin prinsip Penanaman Modal atau izin prinsip perluasan Penanaman Modalnya diterbitkan oleh Kepala BKPM atau instansi lain yang berwenang sejak berlakunya PP Nomor 52 Tahun 2011 sampai dengan sebelum berlakunya PP Nomor 18 TAHUN 2015 , dapat diajukan usulan untuk diberikan fasilitas PPh berdasarkan PP Nomor 18 TAHUN 2015 oleh Kepala BKPM, sepanjang: (Pasal 9 PMK-89/PMK.010/2015)

1. izin prinsip Penanaman Modal atau izin prinsip perluasan Penanaman Modal tersebut belum pernah diterbitkan keputusan persetujuan atau penolakan pemberian fasilitas PPh berdasarkan PP Nomor 1 TAHUN 2007 stdtd PP Nomor 52 TAHUN 2011 ;

2. bidang usaha, Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), cakupan produk, persyaratan, dan/atau Daerah/Provinsi sesuai dengan Lampiran I atau Lampiran II PP 9 TAHUN 2016 ;

3. belum berproduksi secara komersial pada saat PP Nomor 18 TAHUN 2015 berlaku; dan

4. usulan pemberian fasilitas PPh dimaksud diterima oleh Menteri Keuangan paling lama 1 (satu) tahun setelah berlakunya PP Nomor 18 TAHUN 2015 .

C. Ketentuan terkait Usulan BKPM :

1. Atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9, dilakukan pembahasan dalam rapat yang dikoordinasikan oleh BKPM untuk memutuskan dapat tidaknya permohonan dimaksud diusulkan oleh Kepala BKPM kepada Menteri Keuangan. (Pasal 11 ayat (1) PMK-89/PMK.010/2015)

2. Direktur Jenderal Pajak, staf ahli Menteri Keuangan yang mempunyai tugas memberikan telaahan mengenai masalah-masalah di bidang penerimaan negara, dan/atau pejabat yang ditunjuk dapat hadir dalam rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (Pasal 11 ayat (2) PMK-89/PMK.010/2015)

3. Keputusan mengenai pemberian fasilitas PPh ini ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mempertimbangkan usulan dari Kepala BKPM. (Pasal 12 ayat (1) PMK- 89/PMK.010/2015)

4. Usulan dari Kepala BKPM disampaikan kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak dengan dilampiri dokumen berupa: (Pasal 12 ayat (2) PMK- 89/PMK.010/2015)

a. fotokopi surat permohonan Wajib Pajak kepada Kepala BKPM dan bukti tanda terima surat permohonan Wajib Pajak dimaksud; a. fotokopi surat permohonan Wajib Pajak kepada Kepala BKPM dan bukti tanda terima surat permohonan Wajib Pajak dimaksud;

9 PMK-89/PMK.010/2015 ;

c. izin Penanaman Modal atau izin perluasan Penanaman Modal yang diterbitkan oleh Kepala BKPM atau instansi lain yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

d. rincian aktiva tetap; dan

e. surat keterangan pemenuhan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 PP Nomor 18 TAHUN 2015 , kesesuaian cakupan produk, dan pemenuhan tiap persyaratan sesuai Lampiran I dan/atau Lampiran II PP 9 TAHUN 2015 dari kementerian pembina sektor terkait.

5. Terhadap usulan pemberian fasilitas PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) yang disampaikan oleh Kepala BKPM kepada Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, selain dilampiri dengan dokumen sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (2) PMK-89/PMK.010/2015 , harus dilampiri dengan surat keterangan belum beroperasi secara komersial yang diterbitkan oleh Kepala BKPM. (Pasal 12 ayat (3) PMK-89/PMK.010/2015)

D. Keputusan DJP atas usulan Kepala BKPM : (Pasal 13 PMK-89/PMK.010/2015)

1. Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan menerbitkan keputusan persetujuan atau penolakan pemberian fasilitas PPh setelah mendapat rekomendasi staf ahli Menteri Keuangan yang mempunyai tugas memberikan telaahan mengenai masalah-masalah di bidang penerimaan negara. (Pasal 13 ayat (1) PMK- 89/PMK.010/2015)

▪ Rekomendasi ini disampaikan secara tertulis oleh staf ahli Menteri Keuangan yang mempunyai tugas memberikan telaahan mengenai masalah-masalah di bidang penerimaan negara kepada Direktur Jenderal Pajak. (Pasal 13 ayat (2)

PMK-89/PMK.010/2015)

2. Keputusan persetujuan atau penolakan pemberian fasilitas PPh mendasarkan pada dokumen-dokumen, berupa: (Pasal 13 ayat (3) PMK-89/PMK.010/2015)

rekomendasi tertulis staf ahli Menteri Keuangan yang mempunyai tugas memberikan telaahan mengenai masalah-masalah di bidang penerimaan negara;

a. usulan pemberian fasilitas PPh dari Kepala BKPM dan lampiran dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dan ayat (3) PMK- 89/PMK.010/2015 .

3. Dokumen sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 ayat (3) PMK-89/PMK.010/2015 harus tersedia lengkap pada saat rapat yang dikoordinasikan oleh BKPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) PMK-89/PMK.010/2015 dan saat disampaikan kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal

12 ayat (2) PMK-89/PMK.010/2015 .

4. Keputusan persetujuan atau penolakan pemberian fasilitas PPh diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak usulan dari Kepala BKPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2).

▪ Keputusan ini menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II PMK-89/PMK.010/2015

VI. KETENTUAN TERKAIT SAAT MULAI BERPRODUKSI SECARA KOMERSIAL

A. PERMOHONAN WP (Pasal 14 PMK-89/PMK.010/2015)

1. Saat mulai berproduksi secara komersial adalah saat pertama kali hasil produksi dijual ke pasaran dan/atau digunakan sendiri untuk proses produksi lebih lanjut.

2. Saat mulai berproduksi secara komersial ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan.

3. Pemeriksaan lapangan dilakukan setelah Direktur Jenderal Pajak menerima permohonan tertulis dari Wajib Pajak secara lengkap atau berdasarkan penelitian terhadap SPT tahunan PPh badan WP diketahui WP telah mulai berproduksi secara komersial.

4. Permohonan tertulis diajukan Wajib Pajak kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Direktur Pemeriksaan dan Penagihan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya tahun pajak dilakukannya produksi secara komersial.

5. Permohonan tertulis diajukan dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran III PMK-89/PMK.010/2015 , yang paling sedikit dilampiri dengan:

a. fotokopi keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan;

b. fotokopi izin Penanaman Modal atau izin perluasan Penanaman Modal yang menjadi dasar penerbitan keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan dan izin usaha tetapnya;

c. fotokopi dan softcopy atas rincian dan jenis aktiva tetap pada saat pengajuan permohonan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan dan pada saat Wajib Pajak mulai berproduksi secara komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan

d. dokumen-dokumen yang berkaitan dengan transaksi penjualan hasil produksi ke pasaran pertama kali, atau pertama kali digunakan sendiri untuk proses produksi lebih lanjut.

6. Pemeriksaan lapangan meliputi kegiatan:

a. penentuan mengenai saat Wajib Pajak pertama kali melakukan penjualan hasil produksi ke pasaran dan/atau menggunakan sendiri untuk proses produksi lebih lanjut;

b. penghitungan jumlah Penanaman Modal yang digunakan sebagai dasar penghitungan fasilitas pengurangan penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, yaitu:

1. sebesar realisasi Penanaman Modal, dalam hal realisasi Penanaman Modal kurang dari atau sama dengan rencana Penanaman Modal;

2. sebesar rencana Penanaman Modal, dalam hal realisasi lebih besar dari rencana Penanaman Modal.

c. pengujian kesesuaian penjualan hasil produksi ke pasaran dengan bidang usaha, Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) , atau cakupan produk, serta persyaratan lainnya dalam lampiran keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.

B. TINDAK LANJUT DJP

1. Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari sejak permohonan tertulis diterima secara lengkap, harus menerbitkan keputusan yang berisi mengenai: (Pasal 15 PMK-89/PMK.010/2015)

a. saat mulai berproduksi secara komersial;

b. penetapan jumlah Penanaman Modal yang digunakan sebagai dasar penghitungan fasilitas pengurangan penghasilan neto;

c. kesesuaian antara penjualan hasil produksi ke pasaran dengan bidang usaha, Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), atau cakupan produk serta persyaratan lainnya dalam lampiran keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.

▪ Keputusan tersebut menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV PMK-89/PMK.010/2015

2. Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan terdapat ketidaksesuaian antara penjualan hasil produksi ke pasaran dengan bidang usaha, Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), atau cakupan produk, serta persyaratan lainnya dalam lampiran keputusan persetujuan pemberian fasilitas PPh, permohonan penetapan saat mulai berproduksi secara komersial ditolak, dan keputusan persetujuan pemberian fasilitas dicabut, serta kepada WP dikenakan sanksi perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

▪ Keputusan tersebut menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran V PMK-89/PMK.010/2015

VII.

KETENTUAN BAGI WP YANG TELAH MENDAPAT PERSETUJUAN

(Pasal 17 PMK- 89/PMK.010/2015)

A. WP yang telah memperoleh keputusan persetujuan pemberian fasilitas PPh wajib menyampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak laporan mengenai hal-hal sebagai berikut:

1. jumlah realisasi Penanaman Modal;

2. jumlah realisasi produksi;

3. rincian aktiva tetap 3. rincian aktiva tetap

1. Laporan jumlah realisasi Penanaman Modal disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak setiap semester paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah akhir semester yang bersangkutan dalam periode sejak diterbitkannya keputusan persetujuan pemberian fasilitas PPh sampai dengan diterbitkannya keputusan saat mulai berproduksi secara komersial.

2. Laporan jumlah realisasi produksi dan rincian aktiva tetap disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak setiap semester paling lambat 10 (sepuluh} hari kerja setelah akhir semester yang bersangkutan dalam periode sejak diterbitkannya keputusan saat mulai berproduksi secara komersial sampai dengan berakhirnya masa manfaat aktiva secara fiskal.

3. Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan laporandimaksud atau menyampaikan laporan namun tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), terhadap Wajib Pajak dimaksud dapat dilakukan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

18 TAHUN 2015 ini, tidak dapat lagi dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana diatur dengan atau berdasarkan PP Nomor 46 TAHUN 2013 (Pasal 7 PP Nomor 18 TAHUN 2015)

B. Terhadap WP yang diberikan fasilitas PPh berdasarkan PP Nomor

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis korelasi antara lama penggunaan pil KB kombinasi dan tingkat keparahan gingivitas pada wanita pengguna PIL KB kombinasi di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember

11 241 64

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

INTENSIFIKASI PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH ( DI KABUPATEN BANYUWANGI

16 118 18