PPH PASAL 24 PPH PASAL 24 ATAS penghasilan WPDN dari Luar Negeri
M. PPH PASAL 24 PPH PASAL 24 ATAS penghasilan WPDN dari Luar Negeri
I. DASAR HUKUM : o KMK-164/KMK.03/2002 (yang berlaku sejak 19 April 2002) tentang kredit pajak luar negeri
II. KETENTUAN TENTANG PENGGABUNGAN PENGHASILAN YANG BERASAL DARI LUAR NEGERI (Pasal 1 KMK-164/KMK.03/2002)
A. Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai berikut :
1. untuk penghasilan dari usaha : dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut;
2. untuk penghasilan lainnya : dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut;
3. untuk penghasilan berupa deviden : dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan deviden tersebut ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan
B. Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak
III.
KETENTUAN TERKAIT PENGKREDITAN PAJAK YANG DIBAYAR ATAU TERUTANG DI LN
A. Apabila dalam Penghasilan Kena Pajak terdapat penghasilan yang berasal dari luar negeri, maka PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan tersebut dapat dikreditkan terhadap PPh yang terutang di Indonesia. (Pasal 2 ayat (1) KMK-164/KMK.03/2002)
B. Pengkreditan pajak ini dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia. (Pasal 2 ayat (2) KMK-164/KMK.03/2002)
C. Jumlah kredit pajak paling tinggi sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah tertentu. (Pasal 2 ayat (3) KMK-164/KMK.03/2002)
1. Jumlah tertentu ini dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri terhadap Penghasilan Kena Pajak dikalikan dengan pajak yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak, paling tinggi sama dengan pajak yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak dalam hal Penghasilan Kena Pajak lebih kecil dari penghasilan luar negeri. (Pasal 2 ayat (4) KMK-164/KMK.03/2002)
▪ Penghasilan Kena Pajak ini tidak termasuk Penghasilan yang dikenakan Pajak yang bersifat final sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (2) dan atau penghasilan
yang dikenakan pajak tersendiri sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (1) dan ayat (4) UU PPh (Pasal 2 ayat (6) KMK-164/KMK.03/2002)
2. Dalam hal jumlah PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi jumlah
kredit pajak yang diperkenankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 KMK- 164/KMK.03/2002 , maka kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan dengan PPh yang terutang tahun berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya atau pengurang penghasilan, dan tidak dapat dimintakan restitusi. (Pasal 3 KMK-164/KMK.03/2002)
3. contoh perhitungan lihat di Lampiran KMKK-164/KMK.03/2002
D. Apabila Penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan kredit pajak dilakukan untuk masing-masing negara. (Pasal 2 ayat (5) KMK-164/KMK.03/2002)
IV. TATA CARA PELAKSANAAN PENGKREDITAN PAJAK YANG DIBAYAR ATAU TERUTANG DI LN
A. Untuk melaksanakan pengkreditan pajak luar negeri, Wajib Pajak wajib menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan dilampiri: (Pasal 4 ayat (1) KMK- 164/KMK.03/2002)
1. Menyampaikan permohonan yang dilampirkan dalam SPT Tahunan
2. Laporan Keuangan dari penghasilan luar negeri
3. Fotokopi SPT yang disampaikan di luar negeri
4. Dokumen pembayaran pajak di luar negeri
B. Penyampaian permohonan kredit pajak luar negeri ini dilakukan bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. (Pasal 4 ayat (2) KMK- 164/KMK.03/2002)
C. Atas permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian lampiran-lampiran permohonan karena alasan-alasan di luar kemampuan Wajib Pajak (force majeur). (Pasal 5 KMK-164/KMK.03/2002)
V. DALAM HAL TERJADI PERUBAHAN BESARNYA PENGHASILAN DARI LN o Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, Wajib Pajak
harus melakukan pembetulan SPT Tahunan untuk tahun pajak yang bersangkutan dengan melampirkan dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut. (Pasal 6 ayat (1) KMK- 164/KMK.03/2002) o Dalam hal pembetulan SPT Tahunan menyebabkan PPh kurang dibayar, maka atas kekurangan tersebut tidak dikenakan bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) UU KUP (Pasal 6 ayat (2) KMK-164/KMK.03/2002) o Dalam hal pembetulan SPT Tahunan menyebabkan PPh lebih dibayar, maka atas kelebihan tersebut dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak lainnya. (Pasal 6 ayat (3) KMK-164/KMK.03/2002)