PPH Pasal 15 1. PPh Pasal 15 atas PELAYARAN DALAM NEGERI
K. PPH Pasal 15 K.1. PPh Pasal 15 atas PELAYARAN DALAM NEGERI
I. DASAR HUKUM o KMK-416/KMK.04/1996 (berlaku sejak tahun pajak 1996) tentang norma penghitungan khusus
penghasilan neto bagi WP Perusahaan Pelayaran DN
II. SURAT EDARAN TERKAIT o SE-29/PJ.4/1996 (tanggal 13 Agustus 1996) tentang PPh terhadap WP Perusahaan Pelayaran
DN
III. PENGERTIAN WP PELAYARAN DALAM NEGERI o orang yang bertempat tinggal di Indonesia atau badan yang didirikan dan berkedudukan di
Indonesia (SPDN) yang melakukan usaha pelayaran dengan kapal yang didaftarkan baik di Indonesia maupun di luar negeri atau dengan kapal pihak lain (angka 2 SE-29/PJ.4/1996)
IV. OBJEK PPH (angka 3 SE-29/PJ.4/1996) o WP perusahaan pelayaran dalam negeri dikenakan PPh atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperolehnya baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Oleh karena itu penghasilan
yang menjadi Objek pengenaan PPh meliputi Penghasilan yang diterima atau diperoleh WP dari pengangkutan orang dan/atau barang termasuk penyewaan kapal dari:
1. Pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lain di Indonesia,
2. Pelabuhan di Indonesia ke luar pelabuhan Indonesia,
3. Pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia,
4. pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lain di luar Indonesia
V. TARIF (BERSIFAT FINAL) o PPh terutang = 30 % x Norma Penghitungan Penghasilan Netto. Norma Penghitungan Penghasilan Netto = 4% x Peredaran Bruto o PPh Terutang = 30% x 4% x Peredaran bruto = 1,2% x Peredaran Bruto (Pasal 2 KMK- 416/KMK.04/1996)
▪ peredaran bruto adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh WP perusahaan pelayaran dalam negeri dari
pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan luar negeri dan/atau sebaliknya. (Pasal 1 KMK-416/KMK.04/1996)
VI. SAAT TERUTANG DAN SAAT PEMOTONGAN o Atas penghasilan yang diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan atau charter dengan
pemotong pajak, PPh pasal 15 terutang dan wajib dipotong pada saat pembayaran atau terutangnya imbalan atau nilai pengganti . (angka 6 huruf a SE-29/PJ.4/1996) o Dalam hal penghasilan diperoleh selain berdasarkan perjanjian persewaan atau charter dengan pemotong pajak, PPh pasal 15 terutang pada saat diterima atau diperolehnya penghasilan . (angka 6 huruf b SE-29/PJ.4/1996)
VII.
TATA CARA PENYETORAN & PELAPORAN
o Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan atau charter dengan
pemotong pajak : pihak yang membayar atau terutang hasil tersebut wajib Melakukan pemotongan pada saat pembayaran atau terutang, memberikan bukti potong, menyetorkan paling lambat tgl 10 bulan berikutnya dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 15 paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. (angka 6 huruf a SE-29/PJ.4/1996)
o Dalam hal penghasilan diperoleh bukan berdasarkan perjanjian persewaan atau charter
dengan pemotong pajak, maka Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri wajib Menyetor sendiri PPh yang terutang paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 15 paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. (angka 6 huruf b SE- 29/PJ.4/1996) o Dalam hal Pengguna jasa adalah bukan pemotong pajak, maka Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri wajib Menyetor sendiri PPh yang terutang paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 15 paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. (angka 6 huruf b SE-29/PJ.4/1996)
VIII. MEKANISME PPh PASAL 24 o Pajak yang telah dibayar di Luar Negeri dapat dikreditkan maksimal 1,2% dr penghasilan yang
diterima atau diperolehnya di Luar Negeri per masing-masing negara (angka 7 SE-29/PJ.4/1996)
IX. KEWAJIBAN PPH PASAL 25 o Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan
semata-mata dari pengangkutan orang dan/atau barang, termasuk penghasilan penyewaan kapal tidak lagi diwajibkan menyetor PPh Pasal 25 (angka 10 SE-29/PJ.4/1996) o Penghasilan diluar jasa Pelayaran Dalam Negeri dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan yang berlaku
X. CONTOH SOAL : o PT. AL-NUSA mencarter kapal kapal PAN DAENG AIRLINES ,sebuah maskapai pelayaran nasional untuk mengangkut barang. Ongkos charter sebesar Rp. 100.000.000,-. Bagaimana
pemotongan pajaknya?
▪ Jawaban:
▪ PT. AL-NUSA memotong PPh Pasal 15 sebesar 1,2% x 100.000.000,- = 1.200.000,- pada saat membayar ongkos charter ▪ Cara Penyetoran dan Pelaporan:
▪ PT. AL-NUSA membuat bukti potong PPh Pasal 15 rangkap 3:
1. Lembar ke-1 untuk : yang menyewakan (PAN DAENG AIRLINES)
2. Lembar ke-2 untuk : Kantor Pelayanan Pajak (Dilampirkan di SPT Masa PPh Pasal 15)
3. Lembar ke-3 untuk : penyewa (Arsip PT. AL-NUSA) ▪ Penyetoran Paling Lambat Tanggal 10 Bulan Berikutnya
▪ Pelaporan Paling Lambat Tanggal 20 Bulan Berikutnya ▪ Apabila customer dari PAN DAENG AIRLINES tidak memotong pajak (selain
pemotong pajak) maka PAN DAENG AIRLINES wajib menyetor sendiri PPh Pasal 15 Paling Lambat Tanggal 15 Bulan Berikutnya dan Pelaporan Paling Lambat Tanggal 20 Bulan Berikutnya
K.2. PPh Pasal 15 atas Pelayaran/Penerbangan Luar Negeri
1. DASAR HUKUM o KMK-417/KMK.04/1996 (berlaku sejak 14 Juni 1996) tentang norma penghitungan khusus
penghasilan netto bagi WP perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan Luar Negeri
II. SURAT EDARAN TERKAIT o SE-32/PJ.4/1996 (tanggal 29 Agustus 1996) tentang norma penghitungan khusus penghasilan
netto bagi WP yang bergerak di bidang usaha pelayaran dan/atau penerbangan Luar Negeri
III. PENGERTIAN WP PELAYARAN/ PENERBANGAN LN o Yaitu WP yang bertempat kedudukan di luar negeri yang melakukan usaha melalui Bentuk
Usaha Tetap (BUT) di Indonesia (angka 2 SE-32/PJ.4/1996)
IV. OBJEK PPH o Objek PPh-nya adalah Semua nilai pengganti atau imbalan berupa uang atau nilai uang dari
pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari suatu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri. (Pasal 1 KMK- 417/KMK.04/1996)
▪ Dengan demikian yang tidak termasuk penggantian atau imbalan yang diterima atau diperoleh perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri tersebut adalah yang dari pengangkutan orang dan/atau barang dari pelabuhan di luar negeri ke
pelabuhan di Indonesia. (angka 3 SE-32/PJ.4/1996)
V. TARIF (FINAL) (Pasal 2 KMK-417/KMK.04/1996) o Norma Penghitungan Penghasilan Netto = 6% x Peredaran Bruto
o PPh Terutang = 2,64% x Peredaran Bruto ▪ 2,64% ini berasal dari (30% x 6%) + (20% x (6% - (30% x 6%))) = 1,8% + 0,84% = 2,64%
▪ Ket: ▪ 30% adalah tarif tertinggi PPh Badan ▪ 20% adalah tarif PPh Pasal 26
VI. SAAT TERUTANG DAN SAAT PEMOTONGAN o Atas penghasilan yang diperoleh berdasarkan perjanjian charter, PPh pasal 15 terutang dan wajib dipotong pada saat pembayaran atau terutangnya imbalan/nilai pengganti. (angka 5 huruf a
SE-32/PJ.4/1996) o Dalam hal penghasilan diperoleh selain berdasarkan perjanjian charter, PPh pasal 15
terutang pada saat diterima atau diperolehnya penghasilan. (angka 5 huruf b SE-32/PJ.4/1996)
VII. TATA CARA PEMBAYARAN & PELAPORAN
1. Penghasilan
maka pihak yang membayar/mencharter wajib Melakukan pemotongan pada saat pembayaran atau terutang, memberikan bukti potong, menyetorkan paling lambat tgl 10 bln berikutnya dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 15 paling lambat tanggal 20 bln berikutnya. (angka 5 huruf a SE-32/PJ.4/1996)
diperoleh
berdasarkan
perjanjian
charter,
2. Penghasilan selain berdasarkan perjanjian charter, maka Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan luar Negeri Wajib Menyetor sendiri paling lambat tanggal 15 bln berikutnya dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 15 paling lambat tanggal 20 bln berikutnya (angka 5 huruf b SE-32/PJ.4/1996)
VIII. KESIMPULAN
o jika tidak mempunyai BUT maka tidak kena PPh Pasal 15, tetapi memperhatikan ketentuan PPh Pasal 26 o Penghasilan diluar jasa Pelayaran/Penerbangan Luar Negeri dikenakan Pajak Penghasilan
berdasarkan ketentuan yang berlaku. (angka 6 SE-32/PJ.4/1996) o SE-32/PJ.4/1996 mencabut SE-27/PJ.4/1995. (angka 7 SE-32/PJ.4/1996)
IX. KETENTUAN TAMBAHAN TENTANG PEMBEBASAN PPN UNTUK PENERBANGAN LUAR NEGERI o Dasar hukum : PP-28 Tahun 2009
X. CONTOH SOAL: o PT. AL-NUSA mencarter pesawat PAN ASIA AIRLINES, sebuah maskapai penerbangan
Internasional untuk mengangkut barang dan mempunyai BUT di Indonesia. Ongkos Charter sebesar Rp. 100.000.000,- o Bagaimana pemotongan pajaknya?
▪ Jawaban :
▪ PT. AL-NUSA memotong PPh Pasal 15 sebesar 2,64% x 100.000.000,- = 2.640.000,- pada saat membayar ongkos charter
▪ Cara Penyetoran dan Pelaporan:
▪ PT. AL-NUSA membuat bukti potong PPh Pasal 15 rangkap 3:
1. Lembar ke-1 untuk : yang menyewakan (PAN ASIA AIRLINES)
2. Lembar ke-2 untuk : Kantor Pelayanan Pajak (Dilampirkan di SPT Masa PPh Pasal 15)
3. Lembar ke-3 untuk : penyewa (Arsip PT. AL-NUSA) ▪ Penyetoran Paling Lambat Tanggal 10 Bulan Berikutnya ▪ Pelaporan Paling Lambat Tanggal 20 Bulan Berikutnya
▪ Apabila customer dari PAN ASIA AIRLINES tidak memotong pajak (selain perjanjian charter) maka PAN ASIA AIRLINES wajib menyetor sendiri PPh Pasal
15 Paling Lambat Tanggal 15 Bulan Berikutnya dan Pelaporan Paling Lambat Tanggal 20 Bulan Berikutnya
K.3. PPh Pasal 15 atas Penerbangan Dalam Negeri
I. DASAR HUKUM o KMK-475/KMK.04/1996 (berlaku sejak tahun pajak 1996) tentang norma penghitungan khusus
penghasilan neto bagi WP perusahaan penerbangan dalam negeri
II. SURAT EDARAN TERKAIT o SE-35/PJ.4/1996 (tanggal 1 Oktober 1996) tentang norma penghitungan khusus penghasilan
neto bagi WP perusahaan penerbangan dalam negeri
III. PENGERTIAN WP PENERBANGAN DALAM NEGERI o Wajib Pajak perusahaan penerbangan dalam negeri adalah WP perusahaan penerbangan yang
bertempat kedudukan di Indonesia (SPDN Badan) yang memperoleh penghasilan berdasarkan perjanjian charter (Pasal 1 huruf a KMK-475/KMK.04/1996)
▪ Yang dimaksud dengan perjanjian charter meliputi semua bentuk charter, termasuk sewa ruangan pesawat udara baik untuk orang dan/atau barang ("space charter"). (Angka 1
SE-35/PJ.4/1996)
IV. OBJEK PPH o Semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak berdasarkan perjanjian charter dari pengangkutan orang dan/atau barang yang
dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri (Pasal 1 huruf b KMK-475/KMK.04/1996)
V. TARIF (TIDAK FINAL) o PPh terutang = 30% x norma Penghitungan Penghasilan Netto. Norma Penghitungan Penghasilan Netto = 6% x Peredaran Bruto o PPh Terutang = 1,8 % x Peredaran Bruto (Pasal 2 ayat (2) KMK-475/KMK.04/1996)
▪ (1,8% berasal dari 6% x 30%) o Pelunasan PPh sebesar 1,8% ini merupakan pembayaran PPh Pasal 23 yang dapat
dikreditkan terhadap PPh yang terutang dalam SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak yang bersangkutan. (Pasal 2 ayat (3) KMK-475/KMK.04/1996) dan (Angka 4 SE-35/PJ.4/1996)
VI. PEMOTONG o yaitu pencharter yang merupakan Badan pemerintah, Subjek Pajak Badan Dalam Negeri, Penyelenggara Kegiatan, BUT, atau Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya .(Angka 5 SE-
35/PJ.4/1996)
VII. TATA CARA PENYETORAN & PELAPORAN o Pembayaran PPh Pasal 15 atas Penerbangan Dalam Negeri ini dilakukan melalui mekanisme
pemotongan oleh pencharter sepanjang pencharter tersebut adalah pemotong pajak. o Penyetoran dilakukan Paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya (MAP/KJS 411129/101) pemotongan oleh pencharter sepanjang pencharter tersebut adalah pemotong pajak. o Penyetoran dilakukan Paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya (MAP/KJS 411129/101)
VIII. SAAT TERUTANG DAN SAAT PEMOTONGAN o Pemotongan PPh pasal 15 atas penghasilan berdasarkan perjanjian charter dilakukan pada saat pembayaran atau saat terutangnya imbalan atau nilai pengganti. SE-35/PJ.4/1996 angka 5
IX. KETENTUAN TAMBAHAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PESAWAT
A. PEMBEBASAN PPh PASAL 22 IMPOR
▪ (SELENGKAPNYA TENTANG PEMBEBASAN PPH 22 IMPOR KLIK DISINI)
B. PEMBEBASAN PPN
▪ (SELENGKAPNYA TENTANG PEMBEBASAN PPN KLIK DISINI)
X. PENGERTIAN PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA NIAGA NASIONAL o Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha angkutan udara untuk umum dengan memungut pembayaran dan
telah memiliki izin usaha dari Departemen Perhubungan.
XI. CONTOH SOAL: o PT. AL-NUSA mencarter pesawat PAN RAJAWALI LINES sebuah maskapai penerbangan
nasional untuk mengangkut barang. Ongkos carter sebesar Rp. 100.000.000,- o Bagaimana Pemotongan Pajaknya?
▪ Jawaban :
▪ PT. AL-NUSA memotong PPh Pasal 15 sebesar 1,8% x 100.000.000,- 1.800.000,- pada saat membayar ongkos charter
▪ Cara Penyetoran dan Pelaporan:
▪ PT. AL-NUSA membuat bukti potong PPh Pasal 15 rangkap 3:
1. Lembar ke-1 untuk : yang menyewakan (PAN RAJAWALI LINES)
2. Lembar ke-2 untuk : Kantor Pelayanan Pajak (Dilampirkan di SPT Masa PPh Pasal 15)
3. Lembar ke-3 untuk : penyewa (Arsip PT. AL-NUSA) ▪ Penyetoran Paling Lambat Tanggal 10 Bulan Berikutnya ▪ Pelaporan Paling Lambat Tanggal 20 Bulan Berikutnya
▪ Apabila PAN RAJAWALI LINES menerima penghasilan selain dari perjanjian charter maka tidak perlu ada mekanisme penyetoran sendiri PPh pasal 15 (ini
akan diperhitungkan di PPh Badan)
K.4. Tabel Tarif PPh Pasal 15
No Uraian
Tarif x DPP
Penyetoran & Pelaporan
Dasar Hukum
1 Charter Penerbangan Dalam 1,8%x Peredaran
Disetor oleh pemotong paling
• KMK
Negeri
Bruto yang diterima
lambat tgl 10 bulan berikutnya.
475/KMK.04/19
berdasarkan perjanjian
selengkapnya klik disini.. charter.
Setor dengan menggunakan
• SE
SSP, dengan:
35/PJ.4/1996
TIDAK FINAL
KAP: 411129, KJS: 101. Dilaporkan dalam SPT Masa
PPh Pasal 15, dilaporkan paling lambat tgl 20 bulan berikutnya.
2 Perusahaan Pelayaran
1,2% x Peredaran
Disetor oleh pemotong:
• KMK
Dalam Negeri
bruto
disetor paling lambat tgl 10
416/KMK.04/19
bulan berikutnya.
selengkapnya klik disini.. FINAL
• SE
Disetor sendiri: disetor paling
29/PJ.4/1996
lambat tgl 15 bulan berikutnya Setor dengan menggunakan
SSP, dengan:
KAP: 411128, KJS: 410
Dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 15, dilaporkan paling lambat tgl 20 bulan berikutnya.
3 Perusahaan Pelayaran dan 2,64% x Peredaran
Disetor oleh pemotong:
• KMK
Penerbangan Luar Negeri
Bruto
disetor paling lambat tgl 10
417/KMK.04/19
bulan berikutnya.
selengkapnya klik disini.. FINAL
• SE
Disetor sendiri: disetor paling
32/PJ.4/1996
lambat tgl 15 bulan berikutnya Setor dengan menggunakan
SSP, dengan: KAP: 411128,
KJS: 411
Dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 15, dilaporkan paling lambat tgl 20 bulan berikutnya.
• KMK kantor perwakilan dagang di tidak ada P3B
4 WPLN yang mempunyai
Untuk negara yang
Disetor sendiri paling lambat
tgl 15 bulan berikutnya setelah
634/KMK.04/19
Indonesia
dengan Indonesia:
bulan diterima penghasilan.
94 , berlaku
mulai 1 Januari
Selengkapnya klik disini 0,44% x nilai ekspor
Disetor dengan menggunakan
bruto
SSP dengan:
• KEP
667/PJ/2001 ,
Penghasilan neto= 1% KAP: 411128
berlaku mulai 29
x nilai ekspor bruto
Untuk negara yang
ditetapkan tgl 31
mempunyai P3B
Dilaporkan paling lambat tgl 20
Juli 2008.
dengan Indonesia:
bulan berikutnya dengan menggunakan Formulir dalam
disesuaikan dengan
Lampiran I KEP 667/PJ./2001
tarif P3B, untuk contoh penghitungan lihat di dan dilampiri SSP lembar ke- SE 2/PJ.03/2008.
FINAL
• KMK kegiatan usaha jasa maklon Pasal 17 ayat (1)
5 WP yang melakukan
7% x tarif tertinggi
Disetor dengan menggunakan
SSP PPh Final paling lambat
543/KMK.03/20
(Contract Manufacturing)
02 Internasional di bidang
huruf b UU PPh x
tgl 15 bulan berikutnya.
• SE produksi mainan anak-anak. atau perakitan barang KAP: 411128
total biaya pembuatan
02/PJ.31/2003
tidak termasuk biaya Selengkapnya klik disini pemakaian bahan
KJS: 499 (krn tdk ada
baku (direct materials). disebutkan secara spesifik ttg jasa maklon ini)
Didalam SE
02/PJ.31/2003
Dilaporkan paling lambat tgl 20
disebutkan: bulan berikutnya. Tetapi tidak
ada formulir khusus utk 7% x 30% x total biaya pelaporannya.
pembuatan atau perakitan barang tidak termasuk biaya pemakaian bahan baku (direct materials).
FINAL berlaku sejak 1
Januari 2003
K.5. PPh Pasal 15 atas Kantor Perwakilan Dagang Asing (representative office/liaison office) di Indonesia
I. DASAR HUKUM
A. KMK-634/KMK.04/1994 (berlaku sejak 1 Januari 1995) tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto bagi WP LN yang mempunyai kantor perwakilan dagang di Indonesia
B. KEP-667/PJ./2001 (berlaku sejak 29 Oktober 2001) tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto bagi WP LN yang mempunyai kantor perwakilan dagang di Indonesia
II. SURAT EDARAN TERKAIT o SE-02/PJ.03/2008 tentang penegasan atas penerapan Norma Penghitungan Khusus
Penghasilan Neto bagi WP LN yang mempunyai kantor perwakilan dagang (representative office/liaison office) di Indonesia
III. SUBJEK PAJAK o Yaitu Wajib Pajak Luar Negeri yang mempunyai kantor perwakilan dagang (representative
office/liaison office), selanjutnya disingkat KPD, di Indonesia yang berasal dari negara yang
belum mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia. SE-
02/PJ.03/2008 angka 2
IV. OBJEK PAJAK o Objek pajaknya adalah nilai ekspor bruto yaitu semua nilai pengganti atau imbalan yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri yang mempunyai kantor perwakilan dagang di Indonesia dari penyerahan barang kepada orang pribadi atau badan yang berada atau bertempat kedudukan di Indonesia. (Pasal 1 KMK-634/KMK.04/1994)
V. TARIF (BERSIFAT FINAL) o Penghasilan neto = 1% X nilai ekspor bruto
o PPH TERUTANG = 0,44% X nilai ekspor bruto ▪ 0.44% ini berasal dari (30% x 1%) + (20% x (1%-(30% x 1%))) = 0,3 + 0,14 = 0,44 (SE- 02/PJ.03/2008 angka 1)
VI. TATA CARA PEMBAYARAN DAN PELAPORAN (KEP-667/PJ./2001) o PEMBAYARAN : Yaitu dengan mekanisme penyetoran sendiri oleh kantor perwakilan dagang
selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan. o PELAPORAN : yaitu selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan
▪ Pelaporannya dengan menggunakan formulir Lampiran KEP-667/PJ./2001
VII.
KHUSUS UNTUK KANTOR PERWAKILAN DAGANG (KPD) YANG BERASAL DARI NEGARA MITRA
P3B
o maka besarnya tarif pajak yang terutang disesuaikan dengan tarif BPT (Branch Proftit Tax) dari suatu Bentuk Usaha Tetap tersebut sebagaimana dimaksud dalam P3B terkait.
o Tarif atas Branch Profit Tax lihat di lampiran SE-02/PJ.03/2008 o Tarif atas Branch Profit Tax lihat di lampiran SE-02/PJ.03/2008
VIII. TENTANG REPRESENTATIVE OFFICE o Isi
SE-18/PJ.431/1992 angka 4 : Perwakilan dagang asing di Indonesia pada dasarnya ada 2 (dua) macam, yaitu perwakilan dagang asing yang melakukan usaha dan/atau pekerjaan bebas dan perwakilan dagang asing yang tidak melakukan usaha dan/atau pekerjaan bebas. Kantor Perwakilan dagang asing yang melakukan usaha dan/atau pekerjaan bebas di Indonesia adalah BUT yang dikenakan Pajak Penghasilan sesuai Undang- undang Pajak Penghasilan 1984. Kantor perwakilan dagang asing yang bukan BUT adalah kantor perwakilan dari perusahaan yang berkedudukan di negara yang mempunyai Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (Tax Treaty) dengan Indonesia, yang berdasarkan Treaty tersebut tidak dianggap sebagai BUT.
K.6. PPh Pasal 15 atas WP yang melakukan kegiatan usaha jasa maklon internasional di bidang produksi mainan anak-anak
1. DASAR HUKUM o KMK-543/KMK.03/2002 tentang penghasilan neto dan cara pembayaran PPh bagi WP yang melakukan kegiatan usaha jasa maklon internasional di bidang produksi mainan anak-anak
II. SURAT EDARAN TERKAIT o SE-02/PJ.31/2003 tentang pengantar KMK-543/KMK.03/2002
III. SUBJEK PAJAK
o Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha jasa maklon (Contract Manufacturing)
internasional adalah Wajib Pajak badan dalam negeri yang melakukan jasa pembuatan atau perakitan barang berupa produk mainan anak-anak, dengan bahan-bahan, spesifikasi, petunjuk teknis dan penentuan imbalan jasa dari pihak pemesan yang berkedudukan di luar negeri dan mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak. (Pasal 1 KMK-543/KMK.03/2002 )
IV. YANG DIPOTONG PPH PASAL 15
o Yaitu jumlah seluruh biaya pembuatan atau perakitan barang tidak termasuk biaya
pemakaian bahan baku (direct materials) (Pasal 2 ayat (1) KMK-543/KMK.03/2002 ) ▪ Pengertian biaya pembuatan atau perakitan barang mencakup seluruh pengeluaran yang merupakan biaya pabrikasi langsung (selain bahan baku milik prinsipal) dan tidak
langsung serta biaya umum dan administrasi sesuai dengan pembukuan komersial Wajib Pajak; (Pasal 1 KMK-543/KMK.03/2002 )
V. TARIF (FINAL) o penghasilan neto = 7% (tujuh persen) X jumlah seluruh biaya pembuatan atau perakitan barang
tidak termasuk biaya pemakaian bahan baku (direct materials). (Pasal 2 ayat (1) KMK- 543/KMK.03/2002 ) o PPh terutang = 7% X 30% = 2,1% X jumlah seluruh biaya pembuatan atau perakitan barang tidak termasuk biaya pemakaian bahan baku (direct materials) (SE-02/PJ.31/2003 huruf a dan b)
▪ Ketentuan tarif norma = 7% berlaku sepanjang Wajib Pajak tidak mengadakan Perjanjian Penentuan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement) dengan Direktur Jenderal Pajak (KMK-543/KMK.03/2002 pasal 3) ▪ Pengertian biaya pembuatan atau perakitan barang mencakup seluruh pengeluaran yang merupakan biaya pabrikasi langsung (selain bahan baku milik prinsipal) dan tidak langsung serta biaya umum dan administrasi sesuai dengan pembukuan komersial Wajib Pajak. (SE-02/PJ.31/2003 huruf c)
VI. CARA PELUNASAN o wajib dilunasi sendiri dengan cara pembayaran setiap bulan. (Pasal 4 ayat (1) KMK- 543/KMK.03/2002 ) o Besarnya pembayaran PPh setiap bulan dihitung berdasarkan jumlah realisasi seluruh biaya
pembuatan atau perakitan barang setiap bulannya tidak termasuk biaya pemakaian bahan buku (direct material). (Pasal 4 ayat (2) KMK-543/KMK.03/2002 ) o PEMBAYARAN : paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir o PELAPORAN : paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya
VII. PENGHASILAN LAIN SELAIN IMABALAN ATAS JASA MAKLON INTERNASIONAL o Atas penghasilan lain selain imbalan jasa maklon internasional yang diterima/diperoleh Wajib
Pajak dikenakan PPh berdasarkan ketentuan umum yang berlaku. (Pasal 3 ayat (2) KMK- 543/KMK.03/2002 )
▪ Dalam pengertian penghasilan lain termasuk pula keuntungan/kerugian selisih kurs atas utang/piutang dan uang kas/bank dalam valuta asing. SE-02/PJ.31/2003 angka 3