BAB III METODOLOGI
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di KPH Kebonharjo Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah. Meliputi Bagian Hutan BH Tuder dan Balo, pada Kelas Perusahaan
Jati. Penelitian di lakukan pada bulan November 2010 sampai dengan Maret 2011. Lokasi penelitian disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8 Lokasi penelitian.
3.2 Bahan dan Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini berupa seperangkat komputer dengan kelengkapan aplikasi penunjang pengolahan data seperti MS Office, Erdas
Imagine, ArcView GIS Ver 3.3, SPSS Ver 17. Sedangkan alat yang menunjang pengambilan data di lapangan antara lain GPS, Phi-Band, galah bantu, meteran,
kamera dijital dan tallysheet. Data yang digunakan dalam penelitian terdiri dari:
1. Citra ALOS PALSAR resolusi spasial 50 m tahun perekamanpeliputan
2009 dan citra ALOS PALSAR resolusi spasial 12.5 m tahun
perekamanpeliputan 2009 daerah Kebonharjo, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.
2. Data hasil pengukuran dimensi tegakan Diameter setinggi dadaD dan
Tinggi totalTt keadaan tapak, jarak antar pohon dan azimut per plot pengamatan.
3. Data informasi petak dan anak petak KPH Kebonharjo.
3.3 Tahapan Pelaksanaan
Tahapan dalam kegiatan penelitian ini secara umum terdiri dari persiapan dan pengambilan data lapangan, pengolahan data lapangan, pengolahan data citra,
pembuatan model penduga biomassa, dan pemetaan biomassa Gambar 10.
3.3.1 Persiapan dan Pengambilan Data Lapangan
Pengambilan data lapangan direncanakan di atas peta kerja dan peta administrasi KPH Kebonharjo, Perhutani Unit II Jawa Tengah. Pemilihan titik plot
pengukuran lapangan dilakukan berdasarkan sebaran kelas umur di lokasi penelitian dan kenampakan Citra ALOS PALSAR. Penentuan titik dilakukan
secara purposive sampling. Titik pengambilan sampel di tentukan sebanyak 64 titik yang menyebar di seluruh lokasi penelitian, berada di dua bagian hutan yaitu
Bagian Hutan Balo dan Bagian Hutan Tuder.
3.3.2 Bentuk dan Ukuran Plot Contoh
Pengambilan data lapangan dilakukan di hutan tanaman jati, KPH Kebonharjo Perhutani Unit II Jawa Tengah. Plot contoh yang digunakan
berbentuk lingkaran dengan luasan plot disesuaikan pada titik dengan KU kelas umur tertentu yang akan dikunjungi di lapangan.
Persiapan dan
pengumpulan data
Mulai
Selesai Peta Petak KPH
Kebonharjo
Penghitungan Akurasi Kelas Biomassa
Verifikasi Model Pemilihan Model
Peta Sebaran Biomassa
Citra Backscatter
Pembuatan Peta Sebaran Biomassa
Model Analisis Statistik
Penyusunan Model
Biomassa BEF Biomassa
Alometrik Nilai Backscatter
Hasil Inventarisasi Tegakan
Dimensi Tegakan
Ekstraksi Nilai Dijital Setiap plot
Konversi Nilai Dijital ke Backscatter
Perhitungan Biomassa Citra ALOS
PALSAR 2009
Gambar 9 Diagram Alir Penelitian
Pada KU I – II dilakukan pengukuran dengan plot lingkaran seluas 0.02
ha, pada KU III – IV dilakukan pengukuran dengan plot lingkaran seluas 0.04 ha,
sedangkan untuk KU ≥ V dilakukan pengukuran dengan plot lingkaran seluas 0.1 ha. Unit contoh yang digunakan merupakan hasil klasifikasi visual pada citra
ALOS PALSAR resolusi spasial 50 m dan 12,5 m berada dalam areal kerja KPH Kebonharjo, Bagian Hutan Tuder dan Bagian Hutan Balo, Perhutani Unit I Jawa
Tengah.
Gambar 10 Sketsa plot pengukuran.
3.3.3 Pengambilan Data Lapangan
3.3.3.1 Pemilihan Titik Pengukuran Lapangan
Pemilihan titik pengukuran lapangan dilakukan berdasarkan peta petak dan anak petak KPH Kebonharjo Perhutani Unit I Jawa Tengah. Pemilihan titik
dilakukan dengan metode purposive sampling, dimana kriteria pengambilan titik didasarkan pada sebaran kelas umur pada peta kerja KPH Kebonharjo Perhutani
Unit I Jawa Tengah. Pengukuran koordinat titik pengamatan dapat diukur dengan GPS atau menggunakan koordinat peta yang ada. Kemudian, dilakukan
perekaman posisi area contoh menggunakan GPS.
3.3.3.2 Pengukuran Parameter Tegakan
Parameter tegakan yang diukur berupa diameter pohon setinggi dada D, tinggi total Tt, tinggi bebas cabang Tbc dan jenis pohon. Tingkat vegetasi yang
diukur berdasarkan kelas umur KU.
3.3.4 Pengolahan Data
3.3.4.1 Model Pendugaan Biomassa Lapangan.
Model alometrik pendugaan biomassa yang digunakan pada penelitian ini adalah model alometrik biomassa Hendri 2001 yang diformulasikan kembali
oleh Tiryana 2011, dimana parameter penduga biomasa B yang diukur adalah diameter setinggi dada D. Model tersebut secara matematis ditentukan dengan
persamaan sebagai berikut :
Biomassa yang diukur dalam penelitian ini merupakan biomassa di atas permukaan tanah above-ground biomass dari tegakan jati pada tingkat usia
tertentu KU. Selain menggunakan persamaan alometrik pada daerah penelitian, nilai biomassa dihitung dengan menggunakan BEF Biomass Expansion Factor,
dimana BEF didefinisikan sebagai rasio total bobot biomassa kering tanur diatas permukaan tanah pada diameter diameter setinggi dadaD minimum 10 cm atau
lebih dengan bobot biomassa kering tanur pada volume yang dapat dimanfaatkanBEF pada biomassa kering tanur pada volume batang. BEF
merupakan faktor koreksi bagi nilai biomassa yang diduga melalui volume BV
akt
, tonha. Perhitungan biomassa di atas permukaan dengan menggunakan BEF
dilakukan dengan menggunakan rumus :
Volume V, m
3
dihitung dengan menggunakan formulasi :
B
bef
= Biomassa diduga menggunakan BEF tonha V
b
= Volume untuk Bagian Hutan Balo m
3
V
t
= Volume untuk Bagian Hutan Tuder m
3
ρ = Berat jenis rata-rata pohon jati sebesar 0.67 tonm
3
BEF = Biomass Expansion Factor dengan nilai koefisien 1,53186 untuk Jati pada hutan tropis Kraenzel et al. 2003.
3.3.4.2 Ekstraksi Nilai Dijital pada Citra ALOS PALSAR
Dengan menggunakan ekstensi square buffer pada ArcView 3.3 dibuat buffer pada titik pengamatan dilapangan dengan ukuran buffer 5 piksel × 5 piksel
atau setara dengan 250 m × 250 m yang ditentukan berdasarkan pertimbangan error GPS dan pergeseran citra. Square buffer yang dihasilkan kemudian
digunakan sebagai AOI Area of Interest sehingga didapat nilai dijital rata-rata pada buffer titik pengamatan. Nilai dijital yang dihasilkan kemudian di konversi
menjadi nilai hamburan balik backscatter dengan menggunakan formulasi sebagai berikut Shimada et al. 2009 :
Dimana : BS = Backscatter dB
dN = Nilai dijital degree CF = Calibration factor dari Citra ALOS PALSAR peliputan tahun 2009 sebesar
-83 JAXA Publication
3.3.4.3 Penyusunan dan Pemilihan Model
Penyusunan model hubungan antara biomassa di atas permukaan tanah dengan nilai backscatter pada citra ALOS PALSAR menggunakan beberapa
model matematika sebagai berikut : Tabel 5 Model yang digunakan untuk pendugaan biomassa
Jenis Model Bentuk Model
Model linier Y = a + bX
Y = a+1bX Model eksponensial
Y = Expa + bX Y = ab
X
Inverse polynomial Y = Xa+bX
Schumacher Y = aExpbX
Keterangan : Y = Biomassa; X = Backscatter ALOS PALSAR
Pemilihan model dilakukan dengan memperhatikan koefisien determinasi terkoreksi R
2 adj
dan Root Mean Square Error RMSE yang dihasilkan oleh masing-masing persamaan. Koefisien determinasi terkoreksi adalah koefisien
determinasi yang telah terkoreksi dari derajat bebas sisa dan derajat bebas totalnya. Dimana koefisien determinasi terkoreksi dihitung menggunakan
formulasi sebagai berikut:
Dimana : JKS = Jumlah kuadrat sisa
JKT = Jumlah kuadrat total n - p = Derajat bebas sisa
n - 1 = Derajat bebas total Sedangkan akar kuadrat eror dihitung berdasarkan formula :
MSE = RMSE =
Dimana : MSE = Kuadrat tengah sisa
RMSE = Akar kuadrat tengah sisa yi = Biomassa ke-i
= Rata-rata biomassa ke-i n = Jumlah plot sampel
p = Jumlah parameter yang digunakan
3.3.4.4 Verifikasi Model
Verifikasi model dilakukan dengan membandingkan antara hasil kandungan biomassa di atas permukaan tanah dengan menggunakan model terpilih dan hasil
pengukuran di lapangan menggunakan persamaan alometrik yang diasumsikan sebagai biomassa aktual. Verifikasi model dilakukan dengan cara mengambil
piksel secara purposive pada cira sebanyak 26 plot kemudian dilakukan pengukuran di lapangan sesuai dengan prosedur yang dilakukan pada penyusunan
model. Untuk membandingkan hasil pendugaan biomassa pada model terbaik yang
dihasilkan dalam penelitian ini dengan hasil pengukuran biomassa di lapangan menggunakan alometrik digunakan uji t-student berpasangan Mattjik
Sumertajaya 2000.
Dengan menggunakan hipotesis uji sebagai berikut : H
: µ
1
- µ
2
= 0 Biomassa aktual = biomassa model H
1
: µ
1
- µ
2
≠ 0 Biomassa aktual ≠ biomassa model Model yang dianggap mewakili data dan layak digunakan didasarkan pada
t
hitung
dengan kriteria apabila t
hitung
t
α2
pada taraf nyata 5 atau nilai signifikansi 0,05 taraf nyata 5, maka model pendugaannya layak digunakan dan
sebaliknya jika t
hitung
t
α2
atau nilai signifikansi 0,05 taraf nyata 5, maka model penduganya kurang layak digunakan.
3.3.5 Pembuatan Citra Pendugaan Biomassa dan Peta Kelas Biomassa
Citra pendugaan biomassa diturunkan dari citra backscatter yang diproses dengan menggunakan Modeler
pada perangkat lunak ERDAS Imagine 9.1 dengan menggunakan model pendugaan terpilih yang telah terverifikasi.
Dari citra pendugaan biomassa dibuat peta sebaran kelas biomassa dengan menggunakan perangkat lunak ArcView 3.3, kemudian untuk mengetahui tingkat
keterwakilan dan akurasi pembuatan peta sebaran dilakukan penghitungan kappa accuracy K dan overall accuracy OA pada peta sebaran kelas biomassa yang
telah dibuat.
Dimana : X
ii
= nilai diagonal dari matrik kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i X
i+
= jumlah piksel dalam kolom ke-i X
+i
= jumlah piksel dalam baris ke-i N
= banyaknya titik contoh
Dalam matrik kontingensi dapat pula dihitung besarnya akurasi pembuat Producer AccuracyPA dan akurasi pengguna User AccuracyUA dari setiap
kelas.
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Risalah Umum KPH Kebonharjo
4.1.1 Letak
Secara geografis terletak pada 111°20′ - 111°30′ BT dan 6°30′ - 6°60′ LS. KPH Kebonharjo memiliki luas wilayah ±17.801,30 ha. Berdasarkan pembagian
wilayah administratif KPH Kebonharjo berada pada wilayah Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Meliputi wilayah Kabupaten Rembang Jawa Tengah
dengan luas ± 11.946,7 ha yang terdiri dari 9 kecamatan yaitu Kecamatan Gunem, Sale, Sarang, Sedan, Pamotan, Pancur, Kragan, Sluke, dan Kecamatan Lasem
terdapat sekitar 42 desa sekitar hutan. Wilayah Kabupaten Blora Jawa Tengah, seluas ± 2.140,4 ha yang terdiri
dari 2 kecamatan yaitu Kecamatan Bogorejo dan Kecamatan Jiken terdapat sekitar 7 desa sekitar hutan. Wilayah pemerintahan Kabupaten Tuban Jawa
Timur, seluas ± 3.714,2 ha yang terdiri dari 2 kecamatan yaitu Kecamatan Kenduruan dan Kecamatan Jatirogo terdapat sekitar 11 desa sekitar hutan.
Dalam pembagian wilayah kerja Perum Perhutani, KPH Kebonharjo terletak di wilayah Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah wilayah Seksi Perencanaan Hutan
IV Rembang.
4.1.2 Batas Wilayah
Batas wilayah KPH Kebonharjo meliputi : 1
Sebelah Utara : KPH Kebonharjo berbatasan langsung dengan Laut Jawa bermula di Kali
Lasem, menyusuri pantai ke arah Timur sampai di Desa Bulu berpotongan tegak lurus dengan perpanjangan jalan Jatirogo
– Bulu. 2
Sebelah Timur : Berbatasan dengan batas KPH Jatirogo bagian Barat, mulai dari pantai Laut
Jawa di desa Bulu ke Selatan mengikuti jalan besar Bulu – Jatirogo melalui desa
Ngepon Ketangi sampai Pal DK No. 1 TPK Jatirogo ke Timur mengikuti jalan raya sampai dipertigaan jalan besar dari Blora. Dari sini terus ke Selatan
mengikuti jalan besar jurusan Blora sampai dukuh Bogel, terus menyusuri kali Kedung Gede sampai desa Sidomukti melintang dengan jalan DK lanjutan Alur D
terus ke Selatan berpapasan dengan kali Gunung Wangon Kendik hingga dukuh Gunung Wangon Alur HV.
3 Sebelah Selatan :
Berbatasan dengan wilayah KPH Cepu bagian Utara mulai dukuh Gunung Wangon dari Pal Batas Hutan B 509 petak 163 Bagian Hutan Merah ke Barat
mengikuti Alur HV hingga Pal Batas Hutan B 150 petak 162 Bagian Hutan Merah terus mengikuti jalan DK sampai Pal Batas Hutan B 526DK A1 petak
169 mengikuti batas hutan sampai Pal Batas Hutan B 577 petak 156 Bagian Hutan Merah terus mengikuti Alur HK sampai pertemuan dengan Alur GL, terus
membelok ke Barat mengikuti Alur GL sampai Pal Batas Hutan B 578 petak 132 Bagian Hutan Merah B 86 Bagian Hutan Nanas ke Barat melalui desa
Gempol Ketringan, hingga persimpangan jalan Ketringan dengan Ngaglik terus mengikuti Alur FO sampai Pal Batas Hutan B 1199 petak 122 Bagian Hutan
Merah terus mengikuti jalan desa Gempol, mengikuti jalan desa sampai Bogorejo, selanjutnya mengikuti jalan besar Jatirogo
– Blora sampai di pertigaan pasar desa Karang.
4 Sebelah Barat :
Berbatasan dengan batas KPH Mantingan bagian Timur mulai dari pertigaan pasar desa Karang ke Utara melewati desa Poncosari, desa Juwet, desa Jurangjero
sampai Batas Hutan B 1566 petak 18 Bagian Hutan Merah, mengikuti Batas Hutan sampai di Pal B 10 petak 16 Bagian Hutan Merah, belok ke Utara
mengikuti Kecamatan Pamotan sampai Pal B 1008 petak 47 Bagian Hutan Tuder, langsung mengikuti Batas Hutan sampai dengan Pal B 1050 dan terus ke
Utara menyusuri batas Kecamatan Pamotan sampai desa Ukir terus mengikuti jalan jurusan desa Bamban.
Dari belokan jalan desa Bamban menyeberang ke Utara sampai bertemu jalan jurusan dari desa Bamban ke desa Bedog Bangunrejo terus ke Utara
sampai bertemu pada pertigaan jalan besar jurusan Kebonharjo – Lasem.
Dari pertigaan jalan terus ke Barat menyusuri jalan sampai dipertigaan Lasem antara jalan jurusan Bulu
– Rembang, belok ke Barat sampai di sungai Lasem sampai Laut Jawa.
Adapun letak kantor KPH Kebonharjo, berkedudukan di Kebonharjo, Kecamatan Jatirogo Kabupaten Tuban.
Sedangkan KPH – KPH yang berbatasan langsung dengan KPH
Kebonharjo : 1. Sebelah Timur
: KPH Jatirogo 2. Sebelah Selatan
: KPH Cepu 3. Sebelah Barat
: KPH Mantingan
4.1.3 Topografi
Secara garis besar KPH Kebonharjo dapat digambarkan terletak pada lereng Gunung Kendeng Utara dengan keadaan topografi landai di bagian utara
kecuali pada kelompok – kelompok Gunung Lasem, dimana semakin menuju
arah selatan kelerengan semakin meningkat dan semakin bergelombang. Hal ini disebabkan adanya perbukitan
– perbukitan dan lembah – lembah. Perbukitan disebelah utara adalah komplek Gunung Lasem dan disebelah selatan adalah
Gunung Butak, sedangkan lembah – lembah terjadi karena adanya aliran Kali
Kuning.
4.1.4 Enclave
Enclave hanya terdapat di Bagian Hutan Tuder yang terletak di desa Karas Kecamatan Sedan dengan luas ± 8,0 ha. Tanaman pertanian yang banyak
ditemukan adalah kelapa, polowijo palawija dan persawahan padi. Sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani yang mengandalkan pada musim
petani musim, terutama musim hujan. Pada musim kering masyarakat sulit bercocok tanam, dan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, mereka banyak yang
mengembara ke daerah lain sebagai pekerja bangunan musiman. Sedang sebagian yang lain menetap di desa dengan sesekali mencari rencek di hutan.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Rata-rata Biomassa di KPH Kebonharjo
Berdasarkan Tabel 1 rata-rata biomassa yang ditemukan di lapangan dengan menggunakan model alometrik Hendri tidak lebih besar dari rata-rata biomassa
lapangan yang dihitung berdasarkan Biomass Expansion Factor BEF. Nilai biomassa rata-rata pada kelas umur II, III, V, VI, VIII, IX, dan XI pada biomassa
Hendri memiliki nilai biomassa yang lebih rendah dari biomassa BEF. Nilai biomassa tertinggi baik pada perhitungan biomassa dengan menggunakan
alometrik Hendri maupun dengan menggunakan BEF, yaitu pada kelas umur XI dengan nilai biomassa 328,60 Tonha dan 461,17 Tonha.
Tabel 6 Rata-rata biomassa di KPH Kebonharjo per KU dan jumlah plot pengamatan per KU berdasarkan alometrik tegakan jati dan BEF
Kelas Umur Σ Plot Per KU
Rata-rata Biomassa Per KU Tonha Alometrik Hendri
BEF I
17 42.72
35.88 II
13 111.76
124.31 III
9 118.42
126.22 IV
5 184.55
155.91 V
5 125.78
274.43 VI
5 140.54
144.99 VII
3 191.74
176.44 VIII
4 211.22
245.83 IX
1 199.07
288.63 XI
1 328.69
461.17 Total
63 1654.49
2033.87
5.2 Hasil Pengolahan Data Citra
Nilai hamburan balik backscatter pada citra ALOS PALSAR didapat dengan mengekstraksi nilai dijital pada citra. Dilakukan pembuatan square buffer
pada titik pengamatan ukuran 5 × 5 piksel setara dengan 250 m × 250 m ukuran sesungguhnya dilapangan pada citra ALOS PALSAR resolusi spasial 50 m dan
square buffer ukuran 20 × 20 piksel setara dengan 250 m × 250 m ukuran sesungguhnya di lapangan pada citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m. Buffer titik
ini dibuat dengan tujuan untuk mempermudah ekstraksi nilai dijital pada citra. Nilai dijital yang diperoleh merupakan rata-rata nilai dijital dari 25 dua puluh
lima piksel terdekat pada citra ALOS PALSAR resolusi 50 m dan 400 empat
ratus piksel terdekat pada citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m dengan pusat plot, dimana nilai yang didapatkan adalah nilai tengah dari ekstraksi nilai dijital.
Kemudian nilai dijital yang terekstraksi dikonversi menjadi nilai hamburan balik dengan menggunakan persamaan BS dB = 10Log10DN
2
+ CF Shimada et al. 2009. Nilai hamburan balik backscatter pada masing-masing plot
pengamatan disajikan pada Lampiran 3. Berdasarkan hasil perhitungan dapat dilihat bahwa nilai backscatter pada
polarisasi HH memiliki nilai yang lebih besar dari backscatter pada polarisasi HV. Ukuran 5 × 5 piksel dan 20 × 20 piksel yang digunakan untuk mendapatkan nilai
backscatter ini berfungsi sebagai pereduksi efek dari speckle dan error rektifikasi pada nilai koefisien backscatter Austin et al. 2003. Selain itu penentuan jumlah
piksel yang digunakan juga didasari oleh pertimbangan error GPS di lapangan pada saat ground check.
5.3 Penyusunan Model Pendugaan Biomassa
5.3.1 Biomassa Hendri dan Biomassa BEF
Berdasarkan tabel pada Lampiran 1 hasil perhitungan biomassa dengan menggunakan model alometrik Hendri memiliki nilai biomassa terendah sebesar
7.52 tonha pada KU I dan nilai biomassa tertinggi sebesar 328.69 tonha pada KU XI. Berdasarkan tabel pada Lampiran 2 hasil perhitungan biomassa dengan
menggunakan Biomass Expansion Factor memiliki nilai biomassa yang lebih besar dari biomassa alometrik Hendri. Tetapi pada kelas umur I KU I dan II KU
II biomassa hasil perhitungan BEF lebih kecil dari biomassa alometrik Hendri. Nilai biomassa minimum sebesar 4.95 tonha pada KU I dan nilai biomassa
tertinggi sebesar 461.71 tonha pada KU XI. Gambar 11 pada daerah dengan KU yang tinggi menunjukkan perhitungan
biomassa dengan menggunakan BEF menghasilkan nilai biomassa yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai biomassa alometrik Hendri.
Gambar 11 Perbandingan nilai biomassa alometrik Hendri dan biomassa BEF. Besarnya nilai pendugaan dengan menggunakan BEF dipengaruhi beberapa
faktor, diantaranya adalah BEF yang digunakan untuk menghitung biomassa tidak dihasilkan dari data pada daerah penelitian. Nilai BEF pada tegakan jati ini
dikembangkan oleh Kraenzel et al. 2003 berdasarkan data perhitungan biomassa tegakan jati secara destruktif di daerah Panama. Selain itu penghitungan BEF ini
dikonsentrasikan pada pohon jati berusia 0 - 20 tahun KU I - KU II, sedangkan pada daerah penelitian pohon jati yang diambil sebagai sampel pengukuran
memiliki umur yang bervariasi. Penggunaan koefisien BEF dalam pembuatan model dimaksudkan untuk
menghasilkan model pendugaan yang bersifat general sehingga model pendugaan diharapkan dapat digunakan untuk menduga biomassa jati di daerah manapun.
Tetapi karena koefisien BEF yang digunakan untuk menghitung biomassa dihasilkan dari data yang tidak mewakili kondisi tegakan jati di KPH Kebonharjo
sehingga pada penelitian ini penggunaan koefisien BEF tidak disarankan. Hasil pembuatan model pendugaan dengan koefisien BEF tetap dilampirkan.
Berdasarkan analisis terhadap nilai pendugaan biomassa dengan menggunakan BEF maka pembuatan model pendugaan biomassa dikonsentrasikan pada
hubungan biomassa alometrik Hendri dengan backscatter citra ALOS PALSAR.