BAB III METODOLOGI
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di  KPH Kebonharjo Perum  Perhutani  Unit  I, Jawa Tengah.  Meliputi  Bagian  Hutan  BH  Tuder  dan  Balo,  pada  Kelas  Perusahaan
Jati. Penelitian di lakukan pada bulan November 2010 sampai dengan Maret 2011. Lokasi penelitian disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8 Lokasi penelitian.
3.2 Bahan dan Alat
Alat  yang  digunakan  pada  penelitian  ini  berupa  seperangkat  komputer dengan kelengkapan aplikasi penunjang pengolahan data seperti MS Office, Erdas
Imagine,  ArcView  GIS  Ver  3.3,  SPSS  Ver  17.  Sedangkan  alat  yang  menunjang pengambilan  data  di  lapangan  antara  lain  GPS,  Phi-Band,  galah  bantu,  meteran,
kamera dijital dan tallysheet. Data yang digunakan dalam penelitian terdiri dari:
1. Citra ALOS PALSAR resolusi spasial 50 m tahun perekamanpeliputan
2009  dan  citra  ALOS  PALSAR  resolusi  spasial  12.5  m  tahun
perekamanpeliputan  2009  daerah  Kebonharjo,  Kabupaten  Rembang, Jawa Tengah.
2. Data hasil pengukuran dimensi tegakan Diameter setinggi dadaD dan
Tinggi  totalTt  keadaan  tapak,  jarak  antar  pohon  dan  azimut  per  plot pengamatan.
3. Data informasi petak dan anak petak KPH Kebonharjo.
3.3 Tahapan Pelaksanaan
Tahapan  dalam  kegiatan  penelitian  ini  secara  umum  terdiri  dari  persiapan dan pengambilan data lapangan, pengolahan data lapangan, pengolahan data citra,
pembuatan model penduga biomassa, dan pemetaan biomassa Gambar 10.
3.3.1 Persiapan dan Pengambilan Data Lapangan
Pengambilan  data  lapangan  direncanakan  di  atas  peta  kerja  dan  peta administrasi KPH Kebonharjo, Perhutani Unit II Jawa Tengah. Pemilihan titik plot
pengukuran  lapangan  dilakukan  berdasarkan  sebaran  kelas  umur  di  lokasi penelitian  dan  kenampakan  Citra  ALOS  PALSAR.  Penentuan  titik  dilakukan
secara  purposive  sampling.  Titik  pengambilan  sampel  di  tentukan  sebanyak  64 titik yang menyebar di seluruh lokasi penelitian, berada di dua bagian hutan yaitu
Bagian Hutan Balo dan Bagian Hutan Tuder.
3.3.2 Bentuk dan Ukuran Plot Contoh
Pengambilan  data  lapangan  dilakukan  di  hutan  tanaman  jati,  KPH Kebonharjo  Perhutani  Unit  II  Jawa  Tengah.  Plot  contoh  yang  digunakan
berbentuk  lingkaran dengan luasan  plot disesuaikan pada titik dengan KU kelas umur tertentu yang akan dikunjungi di lapangan.
Persiapan dan
pengumpulan data
Mulai
Selesai Peta Petak KPH
Kebonharjo
Penghitungan Akurasi Kelas Biomassa
Verifikasi Model Pemilihan Model
Peta Sebaran Biomassa
Citra Backscatter
Pembuatan Peta Sebaran Biomassa
Model Analisis Statistik
Penyusunan Model
Biomassa BEF Biomassa
Alometrik Nilai Backscatter
Hasil Inventarisasi Tegakan
Dimensi Tegakan
Ekstraksi Nilai Dijital Setiap plot
Konversi Nilai Dijital ke Backscatter
Perhitungan Biomassa Citra ALOS
PALSAR 2009
Gambar 9 Diagram Alir Penelitian
Pada  KU  I –  II dilakukan pengukuran dengan plot lingkaran seluas 0.02
ha, pada KU III – IV dilakukan pengukuran dengan plot lingkaran seluas 0.04 ha,
sedangkan untuk KU ≥ V dilakukan pengukuran dengan plot lingkaran seluas 0.1 ha.  Unit  contoh  yang  digunakan  merupakan  hasil  klasifikasi  visual  pada  citra
ALOS PALSAR resolusi spasial 50 m dan 12,5 m berada dalam areal kerja KPH Kebonharjo, Bagian Hutan Tuder dan Bagian Hutan Balo, Perhutani Unit  I Jawa
Tengah.
Gambar 10 Sketsa plot pengukuran.
3.3.3 Pengambilan Data Lapangan
3.3.3.1 Pemilihan Titik Pengukuran Lapangan
Pemilihan titik pengukuran lapangan dilakukan berdasarkan peta petak dan anak  petak  KPH  Kebonharjo  Perhutani  Unit  I  Jawa  Tengah.  Pemilihan  titik
dilakukan  dengan  metode  purposive  sampling,  dimana  kriteria  pengambilan  titik didasarkan  pada  sebaran  kelas  umur  pada  peta  kerja  KPH  Kebonharjo  Perhutani
Unit I Jawa Tengah. Pengukuran koordinat titik pengamatan dapat diukur dengan GPS  atau  menggunakan  koordinat  peta  yang  ada.  Kemudian,  dilakukan
perekaman posisi area contoh menggunakan GPS.
3.3.3.2 Pengukuran Parameter Tegakan
Parameter  tegakan  yang  diukur  berupa  diameter  pohon  setinggi  dada  D, tinggi total Tt, tinggi bebas cabang Tbc dan jenis pohon. Tingkat vegetasi yang
diukur berdasarkan kelas umur KU.
3.3.4 Pengolahan Data
3.3.4.1 Model Pendugaan Biomassa Lapangan.
Model  alometrik  pendugaan  biomassa  yang  digunakan  pada  penelitian  ini adalah  model  alometrik  biomassa  Hendri  2001  yang  diformulasikan  kembali
oleh Tiryana 2011, dimana parameter penduga biomasa B  yang diukur adalah diameter  setinggi  dada  D.  Model  tersebut  secara  matematis  ditentukan  dengan
persamaan sebagai berikut :
Biomassa  yang  diukur  dalam  penelitian  ini  merupakan  biomassa  di  atas permukaan  tanah  above-ground  biomass  dari  tegakan  jati  pada  tingkat  usia
tertentu KU. Selain menggunakan persamaan alometrik  pada daerah penelitian, nilai biomassa dihitung dengan menggunakan BEF Biomass Expansion Factor,
dimana BEF didefinisikan sebagai  rasio  total  bobot biomassa kering tanur diatas permukaan tanah pada diameter diameter setinggi dadaD minimum 10 cm atau
lebih  dengan  bobot  biomassa  kering  tanur  pada  volume  yang  dapat dimanfaatkanBEF  pada  biomassa  kering  tanur  pada  volume  batang.  BEF
merupakan faktor koreksi bagi nilai biomassa yang diduga melalui volume BV
akt
, tonha.  Perhitungan  biomassa  di  atas  permukaan  dengan  menggunakan  BEF
dilakukan dengan menggunakan rumus :
Volume V,  m
3
dihitung dengan menggunakan formulasi :
B
bef
= Biomassa diduga menggunakan BEF tonha V
b
= Volume untuk Bagian Hutan Balo m
3
V
t
= Volume untuk Bagian Hutan Tuder m
3
ρ = Berat jenis rata-rata pohon jati sebesar 0.67 tonm
3
BEF = Biomass Expansion Factor dengan nilai koefisien 1,53186 untuk Jati pada hutan tropis Kraenzel et al. 2003.
3.3.4.2 Ekstraksi Nilai Dijital pada Citra ALOS PALSAR
Dengan  menggunakan  ekstensi  square  buffer  pada  ArcView  3.3  dibuat buffer pada titik pengamatan dilapangan dengan ukuran buffer 5 piksel × 5 piksel
atau  setara  dengan  250  m  ×  250  m  yang  ditentukan  berdasarkan  pertimbangan error  GPS  dan  pergeseran  citra.  Square  buffer  yang  dihasilkan  kemudian
digunakan  sebagai AOI  Area  of  Interest  sehingga  didapat  nilai  dijital  rata-rata pada  buffer  titik  pengamatan.  Nilai  dijital  yang  dihasilkan  kemudian  di  konversi
menjadi  nilai  hamburan  balik  backscatter  dengan  menggunakan  formulasi sebagai berikut Shimada et al. 2009 :
Dimana : BS = Backscatter dB
dN = Nilai dijital degree CF = Calibration factor dari Citra ALOS PALSAR peliputan tahun 2009 sebesar
-83 JAXA Publication
3.3.4.3 Penyusunan dan Pemilihan Model
Penyusunan  model  hubungan  antara  biomassa  di  atas  permukaan  tanah dengan  nilai  backscatter  pada  citra  ALOS  PALSAR  menggunakan  beberapa
model matematika sebagai berikut : Tabel 5 Model yang digunakan untuk pendugaan biomassa
Jenis Model Bentuk Model
Model linier Y = a + bX
Y = a+1bX Model eksponensial
Y = Expa + bX Y = ab
X
Inverse polynomial Y = Xa+bX
Schumacher Y = aExpbX
Keterangan : Y = Biomassa; X = Backscatter ALOS PALSAR
Pemilihan  model  dilakukan  dengan  memperhatikan  koefisien  determinasi terkoreksi  R
2 adj
dan  Root  Mean  Square  Error  RMSE  yang  dihasilkan  oleh masing-masing  persamaan.  Koefisien  determinasi  terkoreksi  adalah  koefisien
determinasi  yang  telah  terkoreksi  dari  derajat  bebas  sisa  dan  derajat  bebas totalnya.  Dimana  koefisien  determinasi  terkoreksi  dihitung  menggunakan
formulasi sebagai berikut:
Dimana : JKS = Jumlah kuadrat sisa
JKT = Jumlah kuadrat total n - p = Derajat bebas sisa
n - 1 =  Derajat bebas total Sedangkan akar kuadrat eror dihitung berdasarkan formula :
MSE = RMSE =
Dimana : MSE = Kuadrat tengah sisa
RMSE = Akar kuadrat tengah sisa yi = Biomassa ke-i
= Rata-rata biomassa ke-i n = Jumlah plot sampel
p = Jumlah parameter yang digunakan
3.3.4.4 Verifikasi Model
Verifikasi model dilakukan dengan membandingkan antara hasil kandungan biomassa di atas permukaan tanah dengan menggunakan model terpilih dan hasil
pengukuran  di  lapangan  menggunakan  persamaan  alometrik  yang  diasumsikan sebagai  biomassa  aktual.  Verifikasi  model  dilakukan  dengan  cara  mengambil
piksel  secara  purposive  pada  cira  sebanyak  26  plot  kemudian  dilakukan pengukuran di lapangan sesuai dengan prosedur yang dilakukan pada penyusunan
model. Untuk membandingkan hasil pendugaan biomassa pada model terbaik  yang
dihasilkan  dalam  penelitian  ini  dengan  hasil  pengukuran  biomassa  di  lapangan menggunakan  alometrik  digunakan  uji  t-student  berpasangan  Mattjik
Sumertajaya 2000.
Dengan menggunakan hipotesis uji sebagai berikut : H
: µ
1
- µ
2
= 0 Biomassa aktual = biomassa model H
1
: µ
1
- µ
2
≠ 0 Biomassa aktual ≠ biomassa model Model  yang  dianggap  mewakili  data  dan  layak  digunakan  didasarkan  pada
t
hitung
dengan kriteria apabila t
hitung
t
α2
pada taraf nyata 5 atau nilai signifikansi 0,05  taraf  nyata  5,  maka  model  pendugaannya  layak  digunakan  dan
sebaliknya  jika  t
hitung
t
α2
atau  nilai  signifikansi  0,05  taraf  nyata  5,  maka model penduganya kurang layak digunakan.
3.3.5 Pembuatan Citra Pendugaan Biomassa dan Peta Kelas Biomassa
Citra  pendugaan  biomassa  diturunkan  dari  citra  backscatter  yang  diproses dengan menggunakan Modeler
pada perangkat lunak ERDAS Imagine 9.1 dengan menggunakan model pendugaan terpilih yang telah terverifikasi.
Dari  citra  pendugaan  biomassa  dibuat  peta  sebaran  kelas  biomassa  dengan menggunakan perangkat lunak ArcView 3.3, kemudian untuk mengetahui tingkat
keterwakilan dan akurasi pembuatan peta sebaran dilakukan penghitungan  kappa accuracy K dan overall accuracy OA pada peta sebaran kelas biomassa yang
telah dibuat.
Dimana : X
ii
= nilai diagonal dari matrik kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i X
i+
= jumlah piksel dalam kolom ke-i X
+i
= jumlah piksel dalam baris ke-i N
= banyaknya titik contoh
Dalam  matrik  kontingensi  dapat  pula  dihitung  besarnya  akurasi  pembuat Producer  AccuracyPA  dan  akurasi  pengguna  User  AccuracyUA  dari  setiap
kelas.
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Risalah Umum KPH Kebonharjo
4.1.1 Letak
Secara geografis terletak pada 111°20′ - 111°30′ BT dan 6°30′ - 6°60′ LS. KPH  Kebonharjo  memiliki  luas  wilayah  ±17.801,30  ha.  Berdasarkan  pembagian
wilayah  administratif    KPH  Kebonharjo  berada  pada  wilayah  Propinsi  Jawa Tengah  dan  Jawa  Timur.  Meliputi  wilayah  Kabupaten  Rembang  Jawa  Tengah
dengan luas ± 11.946,7 ha yang terdiri dari 9 kecamatan yaitu Kecamatan Gunem, Sale,  Sarang,  Sedan,  Pamotan,  Pancur,  Kragan,  Sluke,  dan  Kecamatan  Lasem
terdapat sekitar 42 desa sekitar hutan. Wilayah  Kabupaten  Blora  Jawa  Tengah,  seluas  ±  2.140,4  ha  yang  terdiri
dari  2  kecamatan  yaitu  Kecamatan  Bogorejo  dan  Kecamatan  Jiken  terdapat sekitar  7  desa  sekitar  hutan.  Wilayah  pemerintahan  Kabupaten  Tuban  Jawa
Timur,  seluas  ±  3.714,2  ha  yang  terdiri  dari  2  kecamatan  yaitu  Kecamatan Kenduruan  dan  Kecamatan  Jatirogo  terdapat  sekitar  11  desa  sekitar  hutan.
Dalam  pembagian  wilayah  kerja  Perum  Perhutani,  KPH  Kebonharjo  terletak  di wilayah  Perum  Perhutani  Unit  I  Jawa  Tengah  wilayah  Seksi  Perencanaan  Hutan
IV Rembang.
4.1.2 Batas Wilayah
Batas wilayah KPH Kebonharjo meliputi : 1
Sebelah Utara : KPH  Kebonharjo  berbatasan  langsung  dengan  Laut  Jawa  bermula  di  Kali
Lasem, menyusuri pantai ke arah Timur sampai di Desa Bulu berpotongan tegak lurus dengan perpanjangan jalan Jatirogo
– Bulu. 2
Sebelah Timur : Berbatasan dengan batas KPH Jatirogo bagian Barat, mulai dari pantai Laut
Jawa di desa Bulu ke Selatan mengikuti jalan besar Bulu – Jatirogo melalui desa
Ngepon   Ketangi  sampai  Pal  DK No. 1 TPK Jatirogo ke Timur mengikuti jalan raya  sampai  dipertigaan  jalan  besar  dari  Blora.  Dari  sini  terus  ke  Selatan
mengikuti  jalan  besar  jurusan  Blora  sampai  dukuh  Bogel,  terus  menyusuri  kali Kedung Gede sampai desa Sidomukti melintang dengan jalan DK lanjutan Alur D
terus  ke  Selatan  berpapasan  dengan  kali  Gunung  Wangon  Kendik  hingga  dukuh Gunung Wangon Alur HV.
3 Sebelah Selatan :
Berbatasan  dengan  wilayah  KPH  Cepu  bagian  Utara  mulai  dukuh  Gunung Wangon  dari  Pal  Batas  Hutan  B  509  petak  163  Bagian  Hutan  Merah  ke  Barat
mengikuti  Alur  HV  hingga  Pal  Batas  Hutan  B  150  petak  162  Bagian  Hutan Merah  terus  mengikuti  jalan  DK  sampai  Pal  Batas  Hutan  B  526DK  A1  petak
169  mengikuti  batas  hutan  sampai  Pal  Batas  Hutan  B  577  petak  156  Bagian Hutan Merah terus mengikuti Alur HK sampai pertemuan dengan Alur GL, terus
membelok  ke  Barat  mengikuti  Alur  GL  sampai  Pal  Batas  Hutan  B  578  petak 132  Bagian  Hutan  Merah    B  86  Bagian  Hutan  Nanas  ke  Barat  melalui  desa
Gempol  Ketringan,  hingga  persimpangan  jalan  Ketringan  dengan  Ngaglik  terus mengikuti  Alur  FO  sampai  Pal  Batas  Hutan  B  1199    petak  122  Bagian  Hutan
Merah terus mengikuti jalan desa Gempol, mengikuti jalan desa sampai Bogorejo, selanjutnya mengikuti jalan besar Jatirogo
– Blora sampai di pertigaan pasar desa Karang.
4 Sebelah Barat :
Berbatasan dengan batas KPH Mantingan bagian Timur mulai dari pertigaan pasar desa Karang ke Utara melewati desa Poncosari, desa Juwet, desa Jurangjero
sampai  Batas  Hutan  B  1566  petak  18  Bagian  Hutan  Merah,  mengikuti  Batas Hutan  sampai  di  Pal  B  10  petak  16  Bagian  Hutan  Merah,  belok  ke  Utara
mengikuti  Kecamatan  Pamotan  sampai  Pal  B  1008  petak  47  Bagian  Hutan Tuder, langsung mengikuti  Batas Hutan sampai  dengan Pal  B 1050 dan  terus ke
Utara  menyusuri  batas  Kecamatan  Pamotan  sampai  desa  Ukir  terus  mengikuti jalan jurusan desa Bamban.
Dari  belokan  jalan  desa  Bamban  menyeberang  ke  Utara  sampai  bertemu jalan  jurusan  dari  desa  Bamban  ke  desa  Bedog  Bangunrejo  terus  ke  Utara
sampai bertemu pada pertigaan jalan besar jurusan Kebonharjo – Lasem.
Dari  pertigaan  jalan  terus  ke  Barat  menyusuri  jalan  sampai  dipertigaan Lasem  antara  jalan  jurusan  Bulu
–  Rembang,  belok  ke  Barat  sampai  di  sungai Lasem sampai Laut Jawa.
Adapun  letak  kantor  KPH  Kebonharjo,  berkedudukan  di  Kebonharjo, Kecamatan Jatirogo Kabupaten Tuban.
Sedangkan  KPH –  KPH  yang  berbatasan  langsung  dengan  KPH
Kebonharjo : 1.  Sebelah Timur
:   KPH  Jatirogo 2.  Sebelah Selatan
:   KPH  Cepu 3.  Sebelah Barat
:   KPH  Mantingan
4.1.3 Topografi
Secara  garis  besar  KPH  Kebonharjo  dapat  digambarkan  terletak  pada lereng  Gunung  Kendeng  Utara  dengan  keadaan  topografi  landai  di  bagian  utara
kecuali  pada  kelompok –  kelompok  Gunung  Lasem,  dimana  semakin  menuju
arah  selatan  kelerengan  semakin  meningkat  dan  semakin  bergelombang.  Hal  ini disebabkan  adanya  perbukitan
–  perbukitan  dan  lembah  –  lembah.  Perbukitan disebelah  utara  adalah  komplek  Gunung  Lasem  dan  disebelah  selatan  adalah
Gunung  Butak,  sedangkan  lembah –  lembah  terjadi  karena  adanya  aliran  Kali
Kuning.
4.1.4 Enclave
Enclave hanya terdapat di Bagian Hutan Tuder yang terletak di desa Karas Kecamatan  Sedan  dengan  luas  ±  8,0  ha.  Tanaman  pertanian  yang  banyak
ditemukan  adalah  kelapa,  polowijo  palawija  dan  persawahan  padi.  Sebagian besar  penduduknya  bekerja  sebagai  petani  yang  mengandalkan  pada  musim
petani  musim,  terutama  musim  hujan.  Pada  musim  kering  masyarakat  sulit bercocok tanam, dan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, mereka banyak yang
mengembara ke daerah lain sebagai pekerja bangunan musiman. Sedang sebagian yang lain menetap di desa dengan sesekali mencari rencek di hutan.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Rata-rata Biomassa di KPH Kebonharjo
Berdasarkan Tabel 1 rata-rata biomassa yang ditemukan di lapangan dengan menggunakan  model  alometrik  Hendri  tidak  lebih  besar  dari  rata-rata  biomassa
lapangan  yang  dihitung  berdasarkan  Biomass  Expansion  Factor  BEF.  Nilai biomassa rata-rata pada kelas umur II, III, V, VI, VIII, IX, dan XI pada biomassa
Hendri  memiliki  nilai  biomassa  yang  lebih  rendah  dari  biomassa  BEF.  Nilai biomassa  tertinggi  baik  pada  perhitungan  biomassa  dengan  menggunakan
alometrik  Hendri  maupun  dengan  menggunakan  BEF,  yaitu  pada  kelas  umur  XI dengan nilai biomassa 328,60 Tonha dan 461,17 Tonha.
Tabel 6  Rata-rata biomassa di KPH Kebonharjo per KU dan jumlah plot pengamatan per KU berdasarkan alometrik tegakan jati dan BEF
Kelas Umur Σ Plot Per KU
Rata-rata Biomassa Per KU Tonha Alometrik Hendri
BEF I
17 42.72
35.88 II
13 111.76
124.31 III
9 118.42
126.22 IV
5 184.55
155.91 V
5 125.78
274.43 VI
5 140.54
144.99 VII
3 191.74
176.44 VIII
4 211.22
245.83 IX
1 199.07
288.63 XI
1 328.69
461.17 Total
63 1654.49
2033.87
5.2 Hasil Pengolahan Data Citra
Nilai  hamburan  balik  backscatter  pada  citra  ALOS  PALSAR  didapat dengan mengekstraksi nilai dijital pada citra. Dilakukan pembuatan square buffer
pada titik pengamatan ukuran 5 × 5 piksel setara dengan 250 m × 250 m ukuran sesungguhnya  dilapangan  pada  citra  ALOS  PALSAR  resolusi  spasial  50  m  dan
square  buffer  ukuran  20  ×  20  piksel  setara  dengan  250  m  ×  250  m  ukuran sesungguhnya di lapangan pada citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m. Buffer titik
ini  dibuat  dengan  tujuan  untuk  mempermudah  ekstraksi  nilai  dijital  pada  citra. Nilai  dijital  yang  diperoleh  merupakan  rata-rata  nilai  dijital  dari  25  dua  puluh
lima  piksel  terdekat  pada  citra  ALOS  PALSAR  resolusi  50  m  dan  400  empat
ratus  piksel  terdekat  pada  citra  ALOS  PALSAR  resolusi  12,5  m  dengan  pusat plot, dimana nilai  yang didapatkan adalah nilai  tengah dari ekstraksi  nilai  dijital.
Kemudian nilai  dijital  yang terekstraksi  dikonversi  menjadi  nilai hamburan balik dengan menggunakan persamaan   BS dB  = 10Log10DN
2
+ CF  Shimada  et al.  2009.  Nilai  hamburan  balik  backscatter  pada  masing-masing  plot
pengamatan disajikan pada Lampiran 3. Berdasarkan  hasil  perhitungan  dapat  dilihat  bahwa  nilai  backscatter  pada
polarisasi HH memiliki nilai yang lebih besar dari backscatter pada polarisasi HV. Ukuran 5 × 5 piksel dan 20 × 20 piksel yang digunakan untuk mendapatkan nilai
backscatter ini berfungsi sebagai pereduksi efek dari speckle dan error rektifikasi pada nilai koefisien backscatter Austin et al. 2003. Selain itu penentuan jumlah
piksel  yang  digunakan  juga  didasari  oleh  pertimbangan  error  GPS  di  lapangan pada saat ground check.
5.3 Penyusunan Model Pendugaan Biomassa
5.3.1 Biomassa Hendri dan Biomassa BEF
Berdasarkan  tabel  pada  Lampiran  1  hasil  perhitungan  biomassa  dengan menggunakan  model  alometrik  Hendri  memiliki  nilai  biomassa  terendah  sebesar
7.52 tonha pada KU I dan nilai biomassa tertinggi sebesar 328.69 tonha pada KU XI.  Berdasarkan  tabel  pada  Lampiran  2  hasil  perhitungan  biomassa  dengan
menggunakan  Biomass  Expansion  Factor  memiliki  nilai  biomassa  yang  lebih besar dari biomassa alometrik Hendri. Tetapi pada kelas umur I KU I dan II KU
II  biomassa  hasil  perhitungan  BEF  lebih  kecil  dari  biomassa  alometrik  Hendri. Nilai  biomassa  minimum  sebesar  4.95  tonha  pada  KU  I  dan  nilai  biomassa
tertinggi sebesar 461.71 tonha pada KU XI. Gambar  11  pada  daerah  dengan  KU  yang  tinggi  menunjukkan  perhitungan
biomassa  dengan  menggunakan  BEF  menghasilkan  nilai  biomassa  yang  lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai biomassa alometrik Hendri.
Gambar 11 Perbandingan nilai biomassa alometrik Hendri dan biomassa BEF. Besarnya nilai pendugaan dengan menggunakan BEF dipengaruhi beberapa
faktor, diantaranya adalah BEF yang digunakan untuk menghitung biomassa tidak dihasilkan  dari  data  pada  daerah  penelitian.  Nilai  BEF  pada  tegakan  jati  ini
dikembangkan oleh Kraenzel et al. 2003 berdasarkan data perhitungan biomassa tegakan jati secara destruktif di daerah Panama. Selain itu penghitungan BEF ini
dikonsentrasikan pada pohon jati berusia 0 - 20 tahun KU I - KU II, sedangkan pada  daerah  penelitian  pohon  jati  yang  diambil  sebagai  sampel  pengukuran
memiliki umur yang bervariasi. Penggunaan  koefisien  BEF  dalam  pembuatan  model  dimaksudkan  untuk
menghasilkan model pendugaan yang bersifat general sehingga model pendugaan diharapkan  dapat  digunakan  untuk  menduga  biomassa  jati  di  daerah  manapun.
Tetapi  karena  koefisien  BEF  yang  digunakan  untuk  menghitung  biomassa dihasilkan dari data yang tidak mewakili kondisi tegakan jati di KPH Kebonharjo
sehingga  pada  penelitian  ini  penggunaan  koefisien  BEF  tidak  disarankan.  Hasil pembuatan  model  pendugaan  dengan  koefisien  BEF  tetap  dilampirkan.
Berdasarkan  analisis  terhadap  nilai  pendugaan  biomassa  dengan  menggunakan BEF  maka  pembuatan  model  pendugaan  biomassa  dikonsentrasikan  pada
hubungan biomassa alometrik Hendri dengan backscatter citra ALOS PALSAR.