BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Rata-rata Biomassa di KPH Kebonharjo
Berdasarkan Tabel 1 rata-rata biomassa yang ditemukan di lapangan dengan menggunakan  model  alometrik  Hendri  tidak  lebih  besar  dari  rata-rata  biomassa
lapangan  yang  dihitung  berdasarkan  Biomass  Expansion  Factor  BEF.  Nilai biomassa rata-rata pada kelas umur II, III, V, VI, VIII, IX, dan XI pada biomassa
Hendri  memiliki  nilai  biomassa  yang  lebih  rendah  dari  biomassa  BEF.  Nilai biomassa  tertinggi  baik  pada  perhitungan  biomassa  dengan  menggunakan
alometrik  Hendri  maupun  dengan  menggunakan  BEF,  yaitu  pada  kelas  umur  XI dengan nilai biomassa 328,60 Tonha dan 461,17 Tonha.
Tabel 6  Rata-rata biomassa di KPH Kebonharjo per KU dan jumlah plot pengamatan per KU berdasarkan alometrik tegakan jati dan BEF
Kelas Umur Σ Plot Per KU
Rata-rata Biomassa Per KU Tonha Alometrik Hendri
BEF I
17 42.72
35.88 II
13 111.76
124.31 III
9 118.42
126.22 IV
5 184.55
155.91 V
5 125.78
274.43 VI
5 140.54
144.99 VII
3 191.74
176.44 VIII
4 211.22
245.83 IX
1 199.07
288.63 XI
1 328.69
461.17 Total
63 1654.49
2033.87
5.2 Hasil Pengolahan Data Citra
Nilai  hamburan  balik  backscatter  pada  citra  ALOS  PALSAR  didapat dengan mengekstraksi nilai dijital pada citra. Dilakukan pembuatan square buffer
pada titik pengamatan ukuran 5 × 5 piksel setara dengan 250 m × 250 m ukuran sesungguhnya  dilapangan  pada  citra  ALOS  PALSAR  resolusi  spasial  50  m  dan
square  buffer  ukuran  20  ×  20  piksel  setara  dengan  250  m  ×  250  m  ukuran sesungguhnya di lapangan pada citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m. Buffer titik
ini  dibuat  dengan  tujuan  untuk  mempermudah  ekstraksi  nilai  dijital  pada  citra. Nilai  dijital  yang  diperoleh  merupakan  rata-rata  nilai  dijital  dari  25  dua  puluh
lima  piksel  terdekat  pada  citra  ALOS  PALSAR  resolusi  50  m  dan  400  empat
ratus  piksel  terdekat  pada  citra  ALOS  PALSAR  resolusi  12,5  m  dengan  pusat plot, dimana nilai  yang didapatkan adalah nilai  tengah dari ekstraksi  nilai  dijital.
Kemudian nilai  dijital  yang terekstraksi  dikonversi  menjadi  nilai hamburan balik dengan menggunakan persamaan   BS dB  = 10Log10DN
2
+ CF  Shimada  et al.  2009.  Nilai  hamburan  balik  backscatter  pada  masing-masing  plot
pengamatan disajikan pada Lampiran 3. Berdasarkan  hasil  perhitungan  dapat  dilihat  bahwa  nilai  backscatter  pada
polarisasi HH memiliki nilai yang lebih besar dari backscatter pada polarisasi HV. Ukuran 5 × 5 piksel dan 20 × 20 piksel yang digunakan untuk mendapatkan nilai
backscatter ini berfungsi sebagai pereduksi efek dari speckle dan error rektifikasi pada nilai koefisien backscatter Austin et al. 2003. Selain itu penentuan jumlah
piksel  yang  digunakan  juga  didasari  oleh  pertimbangan  error  GPS  di  lapangan pada saat ground check.
5.3 Penyusunan Model Pendugaan Biomassa
5.3.1 Biomassa Hendri dan Biomassa BEF
Berdasarkan  tabel  pada  Lampiran  1  hasil  perhitungan  biomassa  dengan menggunakan  model  alometrik  Hendri  memiliki  nilai  biomassa  terendah  sebesar
7.52 tonha pada KU I dan nilai biomassa tertinggi sebesar 328.69 tonha pada KU XI.  Berdasarkan  tabel  pada  Lampiran  2  hasil  perhitungan  biomassa  dengan
menggunakan  Biomass  Expansion  Factor  memiliki  nilai  biomassa  yang  lebih besar dari biomassa alometrik Hendri. Tetapi pada kelas umur I KU I dan II KU
II  biomassa  hasil  perhitungan  BEF  lebih  kecil  dari  biomassa  alometrik  Hendri. Nilai  biomassa  minimum  sebesar  4.95  tonha  pada  KU  I  dan  nilai  biomassa
tertinggi sebesar 461.71 tonha pada KU XI. Gambar  11  pada  daerah  dengan  KU  yang  tinggi  menunjukkan  perhitungan
biomassa  dengan  menggunakan  BEF  menghasilkan  nilai  biomassa  yang  lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai biomassa alometrik Hendri.
Gambar 11 Perbandingan nilai biomassa alometrik Hendri dan biomassa BEF. Besarnya nilai pendugaan dengan menggunakan BEF dipengaruhi beberapa
faktor, diantaranya adalah BEF yang digunakan untuk menghitung biomassa tidak dihasilkan  dari  data  pada  daerah  penelitian.  Nilai  BEF  pada  tegakan  jati  ini
dikembangkan oleh Kraenzel et al. 2003 berdasarkan data perhitungan biomassa tegakan jati secara destruktif di daerah Panama. Selain itu penghitungan BEF ini
dikonsentrasikan pada pohon jati berusia 0 - 20 tahun KU I - KU II, sedangkan pada  daerah  penelitian  pohon  jati  yang  diambil  sebagai  sampel  pengukuran
memiliki umur yang bervariasi. Penggunaan  koefisien  BEF  dalam  pembuatan  model  dimaksudkan  untuk
menghasilkan model pendugaan yang bersifat general sehingga model pendugaan diharapkan  dapat  digunakan  untuk  menduga  biomassa  jati  di  daerah  manapun.
Tetapi  karena  koefisien  BEF  yang  digunakan  untuk  menghitung  biomassa dihasilkan dari data yang tidak mewakili kondisi tegakan jati di KPH Kebonharjo
sehingga  pada  penelitian  ini  penggunaan  koefisien  BEF  tidak  disarankan.  Hasil pembuatan  model  pendugaan  dengan  koefisien  BEF  tetap  dilampirkan.
Berdasarkan  analisis  terhadap  nilai  pendugaan  biomassa  dengan  menggunakan BEF  maka  pembuatan  model  pendugaan  biomassa  dikonsentrasikan  pada
hubungan biomassa alometrik Hendri dengan backscatter citra ALOS PALSAR.