Peta Sebaran Biomassa Uji Akurasi Peta Sebaran Biomassa

a b Gambar 14 menunjukan peta sebaran yang dibuat berdasarkan model 2, yaitu hubungan backscatter HV dengan biomassa alometrik Hendri. Pada peta sebaran biomassa Gambar 14a, kelas biomassa menyebar pada kelas biomassa 1 serta kelas biomassa 2, dimana terdapat sekumpulan kecil kelas biomassa 3 yang jika dibandingkan dengan peta sebaran model 1 Gambar 13 sebaran kelas biomassa 3 terlihat lebih banyak. Titik pengamatan menyebar pada kelas biomassa 2, terdapat kesalahan interpretasi pada pengkelasan dengan model 2 sebanyak 29 titik. b Gambar 13 Peta sebaran biomassa model 1, a peta sebaran biomassa per piksel, b peta sebaran biomassa berdasarkan peta areal kerja KPH Kebonharjo. Kesalahan interpretasi terbanyak ditemukan pada interpretasi kelas biomassa 3, dimana kelas biomassa 3 diklasifikasikan sebagai kelas biomassa 2 sebanyak 14 titik dan kelas biomassa diklasifikasikan sebagai kelas biomassa 2 sebanyak 6 titik. Kappa accuracy yang dihasilkan sebesar 27,30 dengan nilai overall accuracy 53,97. Terjadi kenaikan kappa accuracy pada klasifikasi yang dilakukan dengan model 2 jika dibandingkan dengan model 1, hal ini karena jumlah titik kesalahan interpretasi pada pengklasifikasian kelas biomassa 3 pada model 2 lebih sedikit jika dibandingkan dengan model 1. b a Gambar 14 Peta sebaran biomassa model 2, a peta sebaran biomassa per piksel, b peta sebaran biomassa berdasarkan peta areal kerja KPH Kebonharjo. Dengan menggunakan model 2, peta sebaran biomassa pada areal kerja KPH Kebonharjo pada Gambar 14b menunjukkan bahwa kelas biomassa 1 dan kelas biomassa 2 mendominasi sebaran biomassa pada daerah penelitian. Titik pengamatan menyebar pada kelas biomassa 2, dimana terdapat kesalahan interpretasi sebanyak 28 titik. Kesalahan interpretasi dalam pengklasifikasian kelas biomassa 3 sebagai kelas biomassa 2 sebanyak 14 titik dan kesalahan interpretasi dalam pengklasifikasian kelas biomassa 1 sebagai kelas biomassa 2 sebanyak 5 titik, kappa accuracy yang dihasilkan sebesar 30,06 dan overall accuracy yang dihasilkan sebesar 55,56. Pada pembuatan peta sebaran dengan menggunakan model 2, pembuatan peta sebaran dengan peta areal kerja KPH Kebonharjo menunjukan akurasi yang lebih besar dari peta sebaran biomassa per piksel. Hasil perhitungan akurasi pada peta sebaran biomassa dengan menggukana citra ALOS PALSAR 12,5 m ditunjukkan pada Tabel 16. Pada Tabel 16 dapat dilihat bahwa akurasi terbesar pada pembuatan peta sebaran biomassa dengan menggunakan citra ALOS PALSAR 12,5 m, yaitu pada pembuatan peta sebaran biomassa dengan menggunakan model 8. Peta sebaran biomassa yang dibuat berdasarkan Model 3 disajikan pada Gambar 15. Berdasarkan Gambar 15a hasil perhitungan akurasi pada peta sebaran menghasilkan overall accuracy 53,98 dan kappa accuracy 26,77. Kesalahan klasifikasi pada kelas biomassa 3 menjadi kelas biomassa 2 sebanyak 13 titik, kelas biomassa 1 menjadi kelas biomassa 2 sebanyak 7 titik. Kesalahan interpretasi dari klasifikasi yang dilakukan pada peta sebaran biomassa model 5 sebanyak 29 titik dari 63 titik. Pada peta sebaran ini biomassa menyebar di kelas biomassa 1 dan kelas biomassa 2. Tabel 16 Rekapitulasi hasil perhitungan overall accuracy dan kappa accuracy pada citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m Akurasi Model Bentuk Persamaan Piksel Petak OA KA OA KA 3 Y = Exp6.676 + 0.274BS_HH125 53.97 26.77 57.14 31.49 4 Y = Exp8.811 + 0.302BS_HV125 55.56 29.75 60.32 37.15 Pada perhitungan akurasi untuk Gambar 15b menghasilkan overall accuracy sebesar 57,14 dan kappa accuracy sebesar 31,49. Kesalahan klasifikasi pada kelas biomassa 3 menjadi kelas biomassa 2 sebanyak 14 titik. Sedangkan kesalahan interpretasi klasifikasi kelas biomassa 1 menjadi kelas biomassa 2 sebanyak 7 titik. Kesalahan interpretasi total pada peta sebaran biomassa model 3 dengan menggunakan peta areal kerja KPH Kebonharjo sebanyak 27 titik dari 63 titik. Pada peta sebaran Gambar 15 terlihat bahwa kelas biomassa 3 terkonsentrasi pada Bagian Hutan Tuder. a b Gambar 15 Peta sebaran biomassa model 3, a peta sebaran biomassa per piksel, b peta sebaran biomassa berdasarkan peta areal kerja KPH Kebonharjo. Peta sebaran dengan menggunakan Model 4 disajikan pada Gambar 16, Perhitungan akurasi pada peta sebaran biomassa Gambar 16a menghasilkan overall accuracy 55,56 dan kappa accuracy 29,75. Kesalahan klasifikasi kelas biomassa 3 menjadi kelas biomassa 2 sebanyak 13 titik, kesalahan klasifikasi kelas biomassa 1 menjadi kelas biomassa 2 sebanyak 6 titik. Kesalahan interpretasi pada klasifikasi dalam peta sebaran biomassa model 4 Gambar 16a sebanyak 28 titik dari 63 titik. Pada peta sebaran ini biomassa menyebar pada kelas biomassa 1 dan kelas biomassa 2. Hasil perhitungan akurasi pada peta sebaran biomassa Gambar 16b, yaitu overall accuracy 60,32 dan kappa accuracy 37,15. Sebaran biomassa berada pada kelas biomassa 1 dan kelas biomassa 2, kelas biomassa 3 ditemukan lebih banyak terkonsentrasi di Bagian Hutan Tuder. Kesalahan klasifikasi Kelas biomassa 3 yang diinterpretasikan menjadi kelas biomassa 2 sebanyak 14 titik. Kesalahan klasifikasi kelas biomassa 1 yang diinterpretasikan menjadi kelas biomassa 2 sebanyak 5 titik. Dari 4 model yang digunakan dalam pembuatan peta sebaran biomassa, model 4 memiliki nilai akurasi paling besar dengan bentuk persamaan Y = Exp8.811 + 0.302×BS_HV 125 . Gambar 16b memiliki nilai akurasi paling besar. Pada peta sebaran biomassa Gambar 16b dengan menggunakan peta areal kerja KPH Kebonharjo dapat dilihat bahwa kelas biomassa 1, kelas biomassa 2, dan kelas biomassa 3 memiliki sebaran yang merata, sehingga kesalahan interpretasi pada kelas biomassa 3 dan kelas biomassa 1 menjadi lebih sedikit. Beberapa daerah yang memiliki nilai biomassa yang tinggi kelas biomassa 3 terklasifikasi menjadi daerah dengan biomassa yang rendah kelas biomassa 1 atau kelas biomassa 2. Hal ini dikarenakan penggunaan peta petak sebagai area of interest menghasilkan informasi nilai tengah yang tidak hanya mewakili nilai piksel tertentu. Pada pendugaan biomassa per piksel pada setiap titik pengamatan tidak selalu mewakili keadaan dilapangan. Karena nilai backscatter pada setiap piksel dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain topografi, arah sensor, konstanta dielektrik, dan kerapatan vegetasi. nilai kappa akurasi yang lebih besar ini terjadi karena pada pengkelasan dengan model 4 selain jumlah kelas yang benar diinterpretasikan di temukan lebih banyak, penyebaran kelas biomassa cenderung lebih menyebar jika dibandingkan peta sebaran biomassa dengan model lain. a b Gambar 16 Peta sebaran biomassa model 4, a peta sebaran biomassa per piksel, b peta sebaran biomassa berdasarkan peta areal kerja KPH Kebonharjo. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Didapatkan 4 model terbaik dari 16 model yang telah dibuat, dua model pendugaan dengan variabel bebas backscatter citra ALOS PALSAR resolusi 50 m dan dua model pendugaan biomassa dengan manggunakan variabel backscatter citra ALOS PALSAR 12,5 m. 2. Model pendugaan biomassa terbaik untuk hubungan biomassa Hendri dengan backscatter citra ALOS PALSAR 50 m untuk polarisasi HH adalah Y = 318,289 + 10.030×BS_HH dan untuk polarisasi HV adalah Y = Exp 9,291 + 0.38×BS_HV. Sedangkan model pendugaan terbaik untuk hubungan biomassa Hendri dengan backscatter citra ALOS PALSAR 12,5 m untuk polarisasi HH adalah Y = Exp6.676 + 0.274×BS_HH 125 dan untuk polarisasi HV adalah Y = Exp8.811 + 0.302×BS_HV 125 . 3. Hubungan antara backscatter HH dengan biomassa tidak terlalu erat, hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi disesuaikan yang rendah dan error yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan hubungan antara biomassa dengan backscatter HV. 4. Uji t-berpasangan menunjukkan bahwa empat model terpilih memiliki nilai pendugaan biomassa yang tidak berbeda nyata dengan biomassa aktual di lapangan sehingga keempat model tersebut dapat digunkan dalam pendugaan biomassa di daerah penelitian untuk jenis tegakan yang sama dan kondisi lapang yang sama. 5. Pembuatan peta sebaran menghasilkan 8 peta dengan akurasi yang beragam, overall accuracy pada setiap peta berkisar pada kurang lebih 50 sedangkan nilai kappa accuracy pada setiap peta berkisar pada 20 - 40. 6. Peta sebaran biomassa dengan nilai akurasi tertinggi adalah peta sebaran dengan model Y = Exp8.811 + 0.302×BS_HV 125 model 4.

6. 2 Saran

1. Peta sebaran dengan menggunakan peta kerja KPH akan jauh lebih baik untuk menduga biomassa karena mempertimbangkan karakteristik tegakan pada setiap anak petak, tetapi perlu dilakukan analisis akurasi dengan pembuatan kelas biomassa pada selang yang beragam. 2. Perlu dilakukan uji statistik pada 4 model pendugaan pada daerah lain dengan kondisi lapangan dan kondisi tegakan yang sama, atau pada daerah lain dengan keadaan yang berbeda tetapi memiliki jenis tegakan yang sama. 3. Untuk pendugaan biomassa dengan menggunakan koefisien BEF sebaiknya dilakukan dengan menghitung koefisien BEF di daerah penelitian terlebih dahulu, sehingga hasil pendugaan biomassa yang di harapkan dapat tercapai. 4. Digunakan variabel lain selain backscatter untuk menduga biomassa misalnya dengan dilakukan skoring pada komponen yang mempengaruhi nilai backscatter contoh : topografi, kelembaban, bonita. DAFTAR PUSTAKA Austin JM, Mackey BG, Van Niel KP. 2003. Estimating forest biomass using satellite radar : an exploratory study in a temperate Australian Eucalyptus forest. [Jurnal] Forest Ecology and Manajement Vol. 176 Hal. 575 – 583. Baker S L. 2006. Non-Linier Regression. http:hspm.sph.sc.educoursesJ716 pdf716-520Non-linear20regression.pdf . [13 Januari 2011]. Bergen MK, Dobson MC. 1999. Integration of remotely sensed Radar imagery in modelling and mapping of Forest Biomassa and Net Primary Production. [Jurnal] Ecological Modelling ELSEVIER. No. 122 Hal. 257-274. Brown S. 1997. Estimating biomass and biomass change of tropical forests. FAO Forest Resources Assessment Publication No.134 Hal 55. Roma. Brown S, Gillespie AJR, Lugo AE.1989. Biomass Estimation Methods for Tropical Forest with Applications to Forest Inventory Data. [Jurnal] Forest Science, Vol 3 No.4 Hal. 881-902. Chave J, Riera B, Dubois MA. Estimation of biomass in neotropical forest of Frence Guiana : spatial and temporal variability. [Jurnal] Journal of Tropical Ecology 2001 No. 17 Hal 79 - 96. Dahlan. 2005. Pendugaan Kandungan Karbon Tegakan Acacia Mangium Willd Menggunakan Citra Landsat ETM+ ean SPOT-5: Studi Kasus di BKPH Parung Panjang KPH Bogor [tesis]. Bogor: Istitut Pertanian Bogor. Dobson MC, Ulaby F, Le Toan T, Beaudoin A, Kasischkle ES, Christensen N. 1992. Dependence of radar backscatter on coniferous forest biomass. [Jurnal] IEEE Transaction on Geoscience and Remote Sensing Vol. 10 No. 2 Hal. 412-415. Dong J, Kaufmann RK, Myneni RB, Tucker CJ, Kauppi P, Liski J. 2003. Remote sensing estimates of boreal and temperate forest woody biomass: Carbon pools, sources, and sinks. [Jurnal] Remote Sensing of Environment Vol. 83 Hal 393-410. [ESA] European Space Agency. 2010. RADAR Radio Detection and Raging. http:earth.esa.intapplicationsdata_utilSARDOCSspaceborneRadar_ CoursesRadar_Course_IIIparameters_affecting.htm . [31 Januari 2011] Fransson JES, Israelsson H. 1999. Estimation of stem volume in boreal forests using ERS-1 C- and JERS-1 L-band SAR data. [Jurnal] International Journal of Remote Sensing Vol. 20 No. 1 Hal 123-137. Fussel J, Rundquist D, Harrington JA Jr. 1986. On defining remote sensing, photogrametry. [Jurnal] Eng Remote Sensing, Vol 52 Hal. 1507-1511. Hendri. 2001. Analysis of emission and absorption of green hous gasses and evaluation of carbon dioxide mitigation technologies in Perum Perhutani [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Husch B, Beers TW, Kershaw JA. 2003. Forest measurement : 4th ed. New Jersey, United States : John Wiley 7 Sons. [IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 1995. Greenhouse Gas inventory reference manual IPCC WGI technical support unit. Hardley Center, Meteorology Office. London Road, Braknell, RG 122 NY, United Kingdom. [JAXA] Japan Aerospace Exploration Agency. 2010. PALSAR Phased Array type L-band Synthetic Aperture Radar. http:www.eorc.jaxa.jpALOSenabo utpalsar.htm [31 Maret 2010]. Jaya INS. 2002. Aplikasi SIG untuk Kehutanan. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Johnson GO. 1992. GIS Applications in Emergency Management. [Jurnal] URISA Journal. Vol. 4 No. 1 Hal 66-72 Khaerudin. 1994. Pembibitan Tanaman HTI. Jakarta : Penebar Suadaya. KPH Kebonharjo. 2000. Tabel Volume Lokal Tebangan A.2 Jati. Jawa Tengah : Biro Perencanaan Perum Perhutani Unit I. KPH Kebonharjo. 2007. RPKH Kebonharjo 2007-2016. Jawa Tengah : Biro Perencanaan Perum Perhutani Unit I. Kraenzel M, Castillo A, Moore T, Potvin C. 2003. Carbon Storage of Harvest-Age Teak Tectona grandis Plantation, Panama. [Jurnal] Forest Ecology and Management Vol. 173 Hal 213 – 225. Kumar S. 2009. Retrieval of Forest Parameters from Envisat ASAR Data for Biomass Inventory in Dudhwa National Park, UP, India. [disertasi] Indian Institute of Remote Sensing. Lillesand TM, Kiefer RW. 1979. Image Interpretation and Remote Sensing. New York : John WileySon Inc. Lu D. 2005. The potential and challenge of remote sensing-based biomass estimation. [Jurnal] International Journal of Remote Sensing, Vol. 27 No.7 Hal. 1297-1328. Lucas RM, Cronin N, Lee A, Moghaddam M, Witte C, Tickle P. 2006. Empirical relationship between AIRSAR backscatter and LiDAR-derived forest biomass, Queensland, Australia. [Jurnal]. Remote sensing Environtment Vol. 100 Hal. 407 – 425. Lucas RM, Moghaddam M, Cronin N. 2004. Microwave scattering from mixed species woodlands, central Queensland, Australia. [Jurnal]. IEEE

Dokumen yang terkait

Pendugaan biomassa atas permukaan pada tegakan pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) menggunakan citra alos palsar resolusi spasial 50 M dan 12,5 M (studi kasus di KPH Banyumas Barat)

0 3 69

Pendugaan Simpanan Karbon di Atas Permukaan Lahan Pada Tegakan Jati (Tectona grandis) di KPH Blitar, Perhutani Unit II Jawa Timur.

1 17 74

Pendugaan potensi kandungan karbon pada tegakan jati (Tectona grandis Linn. F) di areal KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

1 16 89

Evaluasi manual penafsiran visual citra alos palsar dalam mengidentifikasi penutupan lahan menggunakan citra alos palsar resolusi 50 M

3 12 72

Penggunaan Citra Resolusi Tinggi untuk Pendugaan Sediaan Tegakan Jati (Tectona grandis, Linn.f) dengan Teknik Double Sampling di KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

0 15 152

Penyusunan Model Penduga Sediaan Tegakan dan Biomassa Hutan Jati (Tectona grandis Linn f) Menggunakan Citra Dijital Non-Metrik Resolusi Tinggi

0 10 166

Pendugaan biomassa tegakan jati menggunakan citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 M dan 50 M dengan peubah backscatter, umur, dan tinggi pohon (Kasus KPH Kebonharjo PERUM PERHUTANI UNIT I Jawa Tengah

0 2 128

Persamaan Alometrik Biomassa dan Massa Karbon Pohon Jati (Tectona grandis Linn. f.) (KPH Balapulang, Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah).

0 8 102

Model Spasial Pendugaan dan Pemetaan Biomassa di Atas Permukaan Tanah Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi 12.5 M.

4 19 51

Pendugaan Nilai Tegakan dan Analisis Nilai Tambah Jati (Tectona grandis L.f.) di KPH Pemalang Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah

1 6 33