7 Tabel 2. Hasil Observasi Mengenai Faktor Risiko pada Industri Ritel Pangan di Amerika Serikat
Kasus Faktor Risiko
Produk Daging
Olahan Produk Daging
dan Unggas Segar
Produk Hortikultura
Segar Produk
Perikanan Segar
Sumber pangan yang tidak aman
26 48 5 143
Ketidakcukupan waktu masak atau pengolahan
96 Ketidaksesuaian suhu
507 317
459 302
Kontaminasi peralatan 184
201 194
127 Kurangnya higiene personal
236 165
234 141
Lainnya atau bahan kimia 151
103 107
58
=Ketidakcukupan data Sumber: Parker dan Bone 2005
3. Standar Keamanan Pangan
a Hazard Analysis Critical Control Point HACCP
Jaminan keamanan pangan adalah hak asasi konsumen. Di kebanyakan negara, keamanan suplai pangan telah diatur oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Industri
atau perusahaan yang bergerak dalam bisnis produk pangan diharuskan memenuhi tuntutan peraturan keamanan pangan, setidaknya untuk melindungi konsumen dari bahaya yang
ditimbulkan akibat pengkonsumsian produk pangan. Hal ini diwujudkan melalui pembentukan sebuah sistem manajemen keamanan pangan yang efektif seperti analisis
bahaya titik kontrol kritis HACCP. HACCP adalah suatu piranti sistem yang digunakan untuk menilai bahaya dan
menetapkan sistem pengendalian yang memfokuskan pada pencegahan. HACCP menekankan pentingnya mutu keamanan pangan. Karena itu, sebagai suatu sistem jaminan
mutu dan keamanan pangan, HACCP dapat diterapkan pada seluruh mata rantai proses pengolahan produk pangan dari bahan baku sampai produk dikonsumsi Kadarisman dan
Muhandri 2008. Menurut Marriott dan Gravani 2006, HACCP merupakan pendekatan preventif
untuk produksi pangan yang konsisten dan aman. Program ini didasarkan pada dua konsep penting dari produksi pangan, yaitu penerapan keamanan pangan dan dokumentasi. Tujuan
utama HACCP, yaitu menentukan faktor apa saja yang berpotensi sebagai penyebab bahaya keamanan pangan beserta kemungkinan waktu terjadinya dan bagaimana tindakan
pencegahannya. Konsep dokumentasi berguna untuk memastikan bahwa potensi bahaya telah dikendalikan. HACCP telah direkomendasikan dan atau untuk digunakan oleh seluruh
industri makanan di dunia dan merupakan dasar untuk pemeriksaan makanan di Amerika Serikat.
Pelaksanaan konsep HACCP dibagi menjadi dua bagian: 1 analisis bahaya dan 2 penentuan titik kontrol kritis CCP. Analisis bahaya memerlukan pengetahuan mendalam
tentang mikrobiologi pangan dan pengetahuan terkait jenis-jenis mikroorganisme yang umum mengkontaminasi produk pangan, serta faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan kelangsungan hidup mikroorganisme tersebut. Analisis bahaya adalah prosedur untuk melakukan analisis risiko bahan baku dan produk dengan menggunakan
8 diagram alir untuk mencerminkan proses manufaktur dan urutan distribusi, kontaminasi
mikroorganisme, kelangsungan hidup, dan kemampuan proliferasi penyebab penyakit. CCP diidentifikasi dari diagram alir yang telah dibuat. Setiap kekurangan yang teridentifikasi
menjadi prioritas dalam menentukan langkah perbaikan. Pemantauan atau monitoring disusun untuk mengevaluasi efektivitas langkah-langkah perbaikan tersebut.
Program HACCP dilaksanakan oleh produsen pangan dan dipantau oleh badan berwenang melalui penyediaan alat bantu dan sasaran pemantauan agar upaya perlindungan
masyarakat berjalan efektif. Karena itu, sebagian besar produsen pangan akan merasa perlu untuk mengadopsi penerapan kajian risiko dan HACCP berbasis pendekatan preventif dalam
mengatasi masalah keamanan pangan. Pada akhirnya, mereka pun dituntut untuk memiliki pemahaman dasar tertentu terkait bahaya keamanan pangan yang relevan dengan proses dan
produk yang dihasilkannya Lawley 2008.
b British Retail Consortium BRC
Undang-undang Keamanan Pangan Inggris tahun 1990 mengisyaratkan perlunya dibentuk suatu badan yang mengatur keamanan pangan bagi para pedagang dan distributor
yang terlibat dalam rantai suplai pangan. Kemudian dibentuklah BRC, yaitu suatu organisasi perdagangan Inggris yang didirikan atas prakarsa beberapa pemilik usaha supermarket atau
swalayan Inggris seperti Tesco, Merk Spencer, dan Sainsbury’s. Pada tahun 1998, BRC menyusun suatu standar makanan yang ditujukan bagi industri ritel yang dikenal dengan
nama BRC Global Standard. Standar ini sekaligus menjawab kebutuhan para peritel mengenai pentingnya menjaga konsistensi mutu dan keamanan produk pangan yang berasal
dari para produsen atau pemasok. Kini, BRC telah mengembangkan berbagai standar persyaratan untuk kegiatan produksi, pengemasan termasuk bahan pengemas,
penyimpanan, dan distribusi produk pangan. Pemberlakuan standar BRC merupakan bagian dari penegakan hukum pangan yang berlaku di Inggris dan di bawah pengawasan hukum
pangan Uni Eropa. Namun, standar ini tidak wajib diterapkan sebagai persyaratan dagang bagi pemilik supermarket atau swalayan BRC 2011.
Konsep BRC Global Standard didasarkan pada dua komponen utama, yaitu komitmen manajemen senior dan HACCP. Komitmen manajemen senior merupakan titik
awal dari perencanaan keamanan pangan. Semua kebijakan manajemen ditujukan untuk memandu upaya-upaya penjaminan keamanan pangan bersama. Standar ini menempatkan
prioritas utama pada bukti nyata dari komitmen manajemen senior. Sedangkan HACCP, merupakan dasar bagi pengembangan rencana keamanan pangan oleh BRC. Dalam
penerapannya, BRC Global Standard menetapkan sepuluh persyaratan dasar bagi upaya peningkatan mutu dan keamanan pangan yang efektif. Persyaratan dasar tersebut meliputi:
1. Komitmen manajemen senior dan perbaikan berkesinambungan;
2. Rencana keamanan pangan – HACCP;
3. Internal audit;
4. Tindakan korektif;
5. Tindakan penelusuran;
6. Layout, aliran produk, dan segregasi;
7. Rumah tangga dan kebersihan;
8. Manajemen alergen;
9. Pengendalian operasi; dan
10. Pelatihan.
9
c Food Code dan The Standards oleh FDA
Food Code atau “kode makanan” adalah suatu standar praktik sanitasi yang
dikeluarkan pertama kali oleh badan pengawas obat dan makanan Amerika Serikat FDA pada tahun 1993. Food Code menunjukkan cara-cara praktik yang baik mengenai
penyimpanan, penanganan, dan persiapan makanan yang aman. Penyusunan Food Code didasarkan pada analisis resiko terhadap faktor-faktor yang berpotensi menyebabkan
gangguan kesehatan akibat makanan. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, FDA memperbaharui model Food Code setiap dua tahun sekali. Mulai tahun 2001,
kebijakan tersebut berubah dimana model Food Code hanya akan diperbaharui setiap empat tahun sekali. Sampai saat ini, FDA telah menghasilkan tujuh macam versi Food Code
berdasarkan tahun terbitannya, yaitu 1993, 1995, 1997, 1999, 2001, 2005, dan 2009. Food Code
merupakan pedoman yang tepat bagi para industri atau perusahaan yang bergerak pada bidang pelayanan makanan, seperti restoran, ritel, rumah perawatan, dan lainnya FDA
2011. Ada tujuh aspek pokok dalam penerapan GRP menurut Food Code tahun 2009, yaitu: 1.
Manajemen dan personel; 2.
Makanan; 3.
Peralatan, perlengkapan, dan linen; 4.
Air, pipa, dan limbah; 5.
Fasilitas fisik; 6.
Bahan beracun dan berbahaya; dan 7.
Kepatuhan dan penegakan. Selain Food Code, FDA juga mengeluarkan standar prosedur inspeksi bagi industri
ritel pangan pada tahun 1998, yaitu Recommended National Retail Food Regulatory Program Standards
The Standards. Standar ini menyediakan panduan terkait program perkembangan dan manajemen inspeksi industri ritel. Fungsi Food Code dan The Standards saling
bersinergi satu sama lain sebagai blueprints untuk perkembangan praktik inspeksi industri ritel di masa depan. Walaupun hanya bersifat sukarela, FDA menyarankan industri ritel untuk
mengadopsi kedua standar ini karena manfaat yang diperoleh sangat besar. Manfaat tersebut antara lain, mengurangi faktor risiko penyebab kasus keracunan dan penyakit asal pangan,
serta mencapai keseragaman standar inspeksi bagi seluruh industri ritel di Amerika Serikat.
C. SANITASI DAN HIGIENE PANGAN