Penguasaan Pengetahuan oleh Karyawan Kesehatan Karyawan dan Praktik Higiene Pencegahan Kontaminasi oleh Tangan

11 1. Memberikan perlindungan kepada konsumen dari pembelian dan pengkonsumsian produk pangan yang tidak aman; 2. Memberikan jaminan dan ketenangan kepada konsumen bahwa produk yang dibelinya aman dan bermutu sesuai dengan harga yang dibayarkan; 3. Menjaga dan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap usaha ritel dan mengurangi klaim kasus keracunan atau kerugian yang diajukan konsumen; 4. Meningkatkan daya saing usaha ritel dan menghindari “pemerasan” oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab; 5. Memenuhi persyaratan undang-undang dan peraturan serta mengurangi temuan pelanggaran sewaktu inspeksi mendadak oleh pihak berwenang; dan 6. Menciptakan suasana yang nyaman dan etos kerja yang baik serta pemberlakuan sistem reward bagi staf yang konsisten dalam penerapan GRP. Konsep penerapan GRP di Indonesia telah diatur dalam PP No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan pasal 8 yang mencakup: 1 mengatur cara penempatan pangan dalam lemari gerai dan rak penyimpanan agar tidak terjadi pencemaran silang; 2 mengendalikan stok penerimaan dan penjualan; 3 mengatur rotasi stok pangan sesuai dengan masa kadaluarsanya; dan 4 mengendalikan kondisi lingkungan penyimpanan pangan khususnya yang berkaitan dengan suhu, kelembapan, dan tekanan udara. Selain di Indonesia, konsep penerapan GRP telah banyak dikaji secara mendalam oleh negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Swiss, dan Irlandia. Salah satu negara yang sangat konsisten mengembangkan konsep GRP adalah Amerika Serikat. Upaya yang dilakukan meliputi pematangan regulasi, penelitian ilmiah berbasis analisis resiko, beserta teknis pelaksanaannya. Sasaran konsep ini tidak hanya terpusat pada pemerintah di negara bagian, tetapi sampai kepada pemerintah lokal yang ada di dalam negara bagian tersebut. Pematangan seluruh konsep GRP menjadi tanggungjawab badan pengawas obat dan makanan Amerika Serikat FDA. Konsep ini berfungsi sebagai acuan standar bagi pemerintah dalam menentukan aspek-aspek GRP yang sesuai dengan kondisi ritel yang ada, seperti yang dilakukan oleh County of San Bernardino Environmental Health Service di negara bagian California. Ada dua puluh satu aspek yang dikembangkan berdasarkan konsep GRP oleh FDA, yaitu:

1. Penguasaan Pengetahuan oleh Karyawan

Semua karyawan yang menangani produk pangan secara langsung harus mempunyai cukup pengetahuan dan terlatih tentang keamanan pangan, terutama yang berkaitan dengan tugasnya sehari-hari. Pengetahuan dan pelatihan mencakup penggunaan fasilitas dan tata cara persiapan, pengolahan, dan penyajian produk pangan yang tergolong Potentially Hazardous Food PHF. Dengan kata lain, karyawan telah lulus uji atau tersertifikasi oleh badan tertentu yang diakui perusahaan dan terakreditasi secara nasional atau internasional.

2. Kesehatan Karyawan dan Praktik Higiene

Pengendalian terhadap status kesehatan karyawan dan praktik higiene karyawan perlu dilakukan selama proses penanganan produk pangan. Karyawan yang berhubungan dengan produksi makanan harus dalam keadaan sehat atau terjaga dari hal lain yang dapat mengakibatkan kontaminasi silang. Karyawan yang memiliki penyakit menular dan luka dilaporkan kepada supervisor atau manajer agar tidak dimasukkan dalam kegiatan operasional dan dilarang berada di sekitar fasilitas maupun peralatan yang kontak langsung dengan produk pangan. Kesehatan 12 karyawan diperiksa secara berkala untuk mencegah penularan penyakit melalui makanan. Kebiasaan para karyawan yang berpotensi mengkontaminasi produk harus ditinggalkan, seperti makan dan minum, bersin, batuk, meludah, dan merokok. Karyawan pun sebaiknya melepas perhiasaan, pin, jam tangan, maupun asesoris lainnya di sekitar area produksi apabila terjadi kontak langsung dengan produk. Praktik higiene meliputi penggunaan pakaian yang bersih disertai atribut seperti sarung tangan, penutup kepala, masker, dan sebagainya.

3. Pencegahan Kontaminasi oleh Tangan

Karyawan diharuskan untuk mencuci tangan sebelum maupun sesudah melakukan aktivitas, seperti proses penanganan produk pangan, penggunaan fasilitas maupun peralatan pangan, perubahan kondisi kerja dari produk utuh ke produk olahan, penggunaan fasilitas toilet, dan menyentuh bagian tubuh. Fasilitas cuci tangan sebaiknya dibangun pada lokasi yang dekat dengan proses penanganan produk, terutama proses persiapan dan pengolahan, serta proses lain yang banyak menggunakan peralatan pangan. Perlengkapan penunjang harus disediakan pada fasilitas cuci tangan untuk meningkatkan praktik higiene seperti, sabun dan pengering tangan handuk bersih, mesin pengering tangan, atau tisu.

4. Hubungan antara Waktu dan Suhu