5 3.
Penghambatan pertumbuhan mikroorganisme dengan mengurangi kadar air dan dengan demikian juga penurunan aktivitas air dengan cara pengeringan, pembekuan, pemberian garam, gula, dan
lain-lain; dan 4.
Menghilangkan mikroorganisme, misalnya penyaringan steril.
B. KEAMANAN PANGAN PRODUK RITEL
1.
Definisi Keamanan Pangan
Definisi keamanan pangan menurut Codex 1997 merupakan jaminan bahwa makanan tidak akan mengakibatkan bahaya bagi konsumen ketika itu dipersiapkan dan atau dimakan
menurut pemakaian yang dimaksudkan atau dikehendaki Hariyadi 2007. Joint Expert Committee of Food Safety
JECFA menyatakan keamanan pangan sebagai semua kondisi dan upaya yang diperlukan selama produksi, pengolahan, penyimpanan, distribusi, dan penyiapan
makanan untuk memastikan bahwa makanan tersebut aman, bebas dari penyakit, sehat, dan baik dikonsumsi manusia. Definisi keamanan pangan juga tercantum dalam Undang-undang No.7
tahun 1996 tentang Pangan, yaitu kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan,
dan membahayakan kesehatan manusia. Menurut Lawley 2008, secara sederhana aplikasi keamanan pangan diartikan sebagai
praktik-praktik untuk memastikan bahwa produk pangan tidak menyebabkan kerugian bagi konsumen. Definisi tersebut mencakup topik-topik keamanan pangan secara luas mulai dari
pengetahuan dasar dan higiene personal sampai prosedur teknis yang kompleks untuk menghilangkan kontaminan dari produk pangan dan bahan-bahan yang diolah dengan teknologi
canggih. Pada dasarnya, praktik keamanan pangan dapat dikelompokan atas tiga dasar operasi: 1.
Perlindungan rantai suplai pangan dari bahaya kontaminasi; 2.
Pencegahan dari perkembangan dan penyebaran bahaya kontaminasi; dan 3.
Penghilangan dampak kontaminasi dan zat-zat kontaminan secara efektif. Untuk memenuhi tuntutan keamanan pangan yang lebih baik, perlu diterapkan suatu
jaminan keamanan pangan. Semua rantai pangan dari produksi primer meliputi pertanian, perkebunan, peternakan, dan lainnya, pemrosesan, penyimpanan, hingga pengiriman harus dicek
dan dikontrol dengan baik untuk menghindari kontaminasi yang dapat menyebabkan kerusakan produk pangan. Hal tersebut penting untuk memberikan jaminan keamanan pangan from farm to
table Supriyono 2008.
2. Sumber Bahaya Keamanan Pangan
Bahaya keamanan pangan tertuju pada faktor-faktor dalam bahan pangan yang berpotensi membahayakan kesehatan konsumen. Sumber-sumber bahaya keamanan pangan
digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu fisik, kimia, dan mikrobiologi. Bahaya yang bersifat fisik, contohnya serpihan batu dan logam; bersifat kimia, contohnya toksin yang diproduksi
selama proses pengolahan pangan dan zat-zat alergenik; dan bersifat mikrobiologi, contohnya bakteri patogen, virus, parasit, prion, protozoa, dan gejala infeksi serta intoksikasi Lawley 2008.
Lebih dari 90 kasus keracunan pangan disebabkan oleh kontaminasi mikroorganisme yang berasal dari air, tanah, udara, peralatan, bahan, dan tubuh manusia. Sisanya sekitar kurang
dari 10 disebabkan oleh bahan kimia, baik yang berasal dari alam seperti aflatoksin, zat warna, monomer plastik, obat dan hormon pada tanaman dan ternak, maupun dalam bentuk kontaminan
lingkungan seperti pestisida, logam berat Pb, Arsen, Kadmium Winarno 1993. Meskipun
6 peningkatan penggunaan pestisida, food additive, dan kontaminasi zat kimia dari lingkungan
banyak menyebabkan bahaya bagi keamanan dan kesehatan konsumen, tetapi menurut FAO 1979 sebagian besar terjadinya keracunan makanan dan penyakit yang ada kaitannya dengan
konsumsi pangan disebabkan oleh mikroorganisme dan toksin yang diproduksinya. Sudut perhatian utama konsumen atas keamanan pangan meliputi penyakit yang terkandung dalam
makanan, kontaminasi pestisida, kontaminasi lingkungan logam berat, dan residu obat ternak dalam makanan, termasuk keraguan pada keamanan aditif pangan atau bahan tambahan pangan
Winarno 1994. Berdasarkan perkembangan hasil penelitian terhadap sumber bahaya keamanan pangan, Sapers et al. 2006 menyimpulkan ada empat faktor yang menjadi penyebab utama
kasus keracunan pangan antara lain, praktik yang meragukan terhadap penggunaan air yang diklaim aman, lemahnya tindakan dalam manajemen hama atau hewan pengganggu, fasilitas dan
peralatan yang tidak saniter, serta kurangnya penerapan praktik-praktik yang sehat dan higiene. Produk pangan yang mulai busuk atau yang telah beracun tidak selalu menunjukkan
gejala yang mudah dikenal oleh panca indera manusia. Walaupun mutu produk dapat diduga melalui penampakan fisik berdasarkan sejumlah kriteria seperti warna, tekstur, dan aroma,
nyatanya tidak demikian dengan status keamanannya ketika dikonsumsi Winarno 1994. Kebanyakan produk asal nabati dan hewani tumbuh di daerah yang kurang terjamin
kebersihannya dan para produsen konvensional kurang mengendalikan kondisi tersebut selama proses produksi. Hal ini menunjukkan bahwa permukaan produk pangan segar dapat menjadi
substrat bagi sejumlah mikroflora patogen. Proses produksi, pemanenan, pencucian, pemotongan, pengemasan, transportasi, hingga penyiapan produk merupakan peluang untuk terjadinya
kontaminasi produk. Peningkatan status kontaminasi melalui kontaminasi silang mungkin berlangsung selama proses distribusi atau pun tindakan kontak antara manusia dengan produk
pangan Sapers et al. 2006. Menurut Marriott dan Gravani 2006, terganggunya jaminan keamanan dan kelayakan
pangan akseptabilitas pada industri pangan umumnya dipengaruhi oleh hal-hal berikut: 1.
Makanan mentah atau bahan tambahannya yang terkontaminasi; 2.
Pengendalian suhu yang tidak tepat selama pengolahan dan penyimpanan penyalahgunaan antara waktu dan suhu proses;
3. Kesalahan prosedur pendinginan atau kegagalan untuk mendinginkan produk tertentu di suhu
pendingin dalam waktu 2 sampai 4 jam; 4.
Penanganan yang tidak tepat setelah proses pengolahan dan kontaminasi silang antara produk mentah dengan produk yang telah diproses;
5. Pembersihan peralatan yang tidak efektif;
6. Kegagalan untuk memisahkan produk mentah dan produk jadi; dan
7. Kurangnya penerapan higiene personal dan praktik-praktik sanitasi.
Pada tahun 1998, Food and Drug Administration FDA melakukan observasi terkait faktor-faktor risiko yang berpotensi besar sebagai penyebab kasus keracunan maupun penyakit
asal pangan Parker dan Bone 2005. Observasi yang dilakukan melibatkan 895 industri ritel pangan di Amerika Serikat. Lokasi observasi berada di empat departemen, yaitu departemen
produk olahan daging, departemen produk daging dan unggas segar, produk hortikultura segar, dan produk perikanan segar. Berdasarkan hasil observasi, faktor risiko yang paling banyak
ditemukan adalah masalah ketidaksesuaian suhu selama proses penanganan produk. Ketidaksesuaian suhu mengindikasikan bahwa upaya pengendalian suhu belum berjalan dengan
baik pada industri ritel di Amerika Serikat. Hasil observasi dapat dilihat pada Tabel 2.
7 Tabel 2. Hasil Observasi Mengenai Faktor Risiko pada Industri Ritel Pangan di Amerika Serikat
Kasus Faktor Risiko
Produk Daging
Olahan Produk Daging
dan Unggas Segar
Produk Hortikultura
Segar Produk
Perikanan Segar
Sumber pangan yang tidak aman
26 48 5 143
Ketidakcukupan waktu masak atau pengolahan
96 Ketidaksesuaian suhu
507 317
459 302
Kontaminasi peralatan 184
201 194
127 Kurangnya higiene personal
236 165
234 141
Lainnya atau bahan kimia 151
103 107
58
=Ketidakcukupan data Sumber: Parker dan Bone 2005
3. Standar Keamanan Pangan