pada peta tahun 2000. Diduga lahan ini sudah ada sebelum ditetapkannya kawasan ini menjadi Cagar Alam pada tahun 1984, dan tutupan lahannya tidak
mengalami perubahan. Hal itu sesuai dengan keterangan dari Kepala BKSDA Resort CA Pinus Jantho, lahan tersebut dahulu digunakan oleh masyarakat untuk
menanam kemiri. Bila dilihat dari peta penutupan lahan, lokasi pertanian lahan kering sama
sekali tidak mengalami perubahan menjadi tipe vegetasi tutupan lainnya. Hal ini karena komoditi yang ditanam adalah kemiri yang secara botanis punya sifat yang
sama dengan tumbuhan berkayu dan secara ekologis dapat bersaing dengan tumbuhan hutan lainnya.
Menurut Elevitch dan Manner 2006 yang dikutip oleh Krisnawati et al 2011 , pohon kemiri dapat tumbuh dengan cepat pada tempat terbuka
yang sudah terganggu atau di tepi-tepi hutan. Berdasarkan karakteristik ini, pertumbuhan kemiri bisa dikatakan tidak kalah cepat dengan jenis-jenis pohon lain yang ditemukan di
hutan sekunder. Selain itu menurut laporan Ginoga et al 1989 dalam Krisnawati et al 2011 kemiri dapat mencapai umur 70 tahun, meskipun produktivitasnya mulai menurun.
4.1.2. Tahura Seulawah
Tutupan lahan di kawasan Tahura Cut Nyak DhienPocut Meurah Intan atau biasa disebut Tahura Seulawah, terdiri atas vegetasi hutan sekunder, hutan
tanaman, semak belukar, savana, pertanian lahan kering campuran, dan sebagian berupa lahan terbukakosong. Dari luas area 6.145 Ha, tutupan lahan berupa
hutan sekunder sebesar 45,97; hampir sama persentasenya dengan luasan semak belukar. Hutan tanaman di kawasan Tahura berupa hutan tanaman pinus. Luas
masing-masing vegetasi dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2. Analisis perubahan penutupan lahan di Tahura Seulawah tahun 2000 – 2011
Tipe Penutupan Lahan
Luas Ha 2000
Luas Ha 2011
Perubahan Ha
Persen perubahan
Persen Penutupan
2011
Hutan Lahan Kering Sekunder
2.963,08 2.825,49
-137,59 2,24
45,97 Hutan Tanaman
117,68 117,68
0,00 0,00
1,91 SemakBelukar
2.673,78 2.809,38
135,60 2,21
45,71 Savana
287,05 287,05
0,00 0,00
4,67 Pertanian Lahan
Kering 101,46
101,46 0,00
0,00 1,65
Pertanian Lahan Kering Campur
2,77 2,77
0,00 0,00
0,05 Tanah
Terbukakosong 0,00
1,99 1,99
0,03 0,03
Sumber: Peta Penutupan Lahan BAPLAN 2000 – 2011 Perubahan penutupan lahan di kawasan Tahura Seulawah, berdasarkan peta
tahun 2000 dan 2011 terjadi pada hutan sekunder yang mengalami penyusutan area seluas 137,59 Ha atau 2,24. Perubahan tutupan hutan tersebut menjadi
lahan semak belukar dan lahan kosong, masing-masing sebesar 135,60 Ha 2,21 dan 1,99 Ha 0,03. Hal ini dapat terjadi karena adanya perambahan
dan pembukaan lahan di kawasan hutan sekunder, yang akhirnya berubah menjadi semak belukar. Peta perubahan tutupan lahan di kawasan ini seperti terlihat pada
Gambar 4.2.
4.1.3. Koridor Habitat
Koridor habitat gajah pada lokasi penelitian merupakan jalur lintasan gajah yang menghubungkan Cagar Alam Pinus Jantho dengan Tahura Seulawah, seperti
terlihat pada Gambar 4.3. Keberadaan koridor diharapkan akan membantu pergerakan gajah antara kantong-kantong habitat, Cagar Alam dan Tahura, untuk
mencari sumber pakan, tempat berlindung, berkembang biak dan aktivitas
Universitas Sumatera Utara
lainnya. Dengan demikian diharapkan dapat menambah ukuran populasi efektif dan mengurangi kemungkinan kepunahan.
Bila dilihat dari peruntukan lahannya, koridor satwa merupakan kawasan hutan produksi; namun berdasarkan peta penutupan lahan, tipe vegetasi terluas
yang melingkupi koridor adalah vegetasi semak belukar dan lahan rerumputan Tabel 4.4. Selain itu terdapat dua jaringan jalan yang membelah koridor, yakni
jalan negara yang menghubungkan Banda Aceh – Medan dan jalan yang menghubungkan Kecamatan Seulimum Kabupaten Aceh Besar dan Padang Tiji
Kabupaten Pidie. Tutupan lahan lainnya, berupa pertanian lahan kering yang luasnya hampir 10 persen dari luas koridor.
Berdasarkan analisis peta, pada kurun waktu sebelas tahun, dari tahun 2000 sampai dengan 2011, melalui analisis perubahan penutupan lahan, tidak terjadi
perubahan yang signifikan. Hanya ada pengurangan luas hutan sekunder sebesar 0,22 yang berubah menjadi semak belukar. Perubahan juga tidak terjadi pada
luas areal pertanian lahan kering. Tabel 4.3. Analisis Perubahan Tutupan Lahan pada Koridor Satwa
tahun 2000 – 2011
Sumber: Peta Penutupan Lahan BAPLAN 2000 – 2011
Penutupan Lahan Luas Ha
thn 2000 Persentase
2000 Luas Ha
thn 2011 Persentase
2011 Persentase
perubahan 2000-2011
Hutan Lahan Kering Sekunder
781,17 23,44
773,89 23,22
-0,22 Berkurang
SemakBelukar 1.179,89
35,41 1.187,17
35,62 0,22
Bertambah Tanah
Terbukakosong 31,86
0,96 31,86
0,96 0,00
Savana 1.003,63
30,12 1.003,63
30,12 0,00
Air 3,69
0,11 3,69
0,11 0,00
Pertanian Lahan Kering
332,29 9,97
332,29 9,97
0,00
Luas Total 3.332,52
100,00 3.332,52
100,00 0,00
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.2. Peta Perubahan Penutupan Lahan di Tahura Seulawah tahun 2000 – 2011
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.3. Peta Koridor yang menghubungkan Cagar Alam Pinus Jantho dan Tahura Seulawah
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.4. Peta Perubahan Tutupan Lahan pada Koridor Habitat Gajah Berdasarkan peta pada Gambar 4.4 bisa dikatakan bahwa kondisi tutupan
lahan pada koridor tersebut masih memungkinkan bagi keterhubungan conectivity antara kantong habitat gajah di Tahura Pocut Meurah Intan
Seulawah dengan kantong habitat di Cagar Alam Pinus Jantho. Hal itu karena, tutupan lahan yang membentuknya merupakan tipe-tipe vegetasi yang disukai
gajah. Meskipun tidak ada perubahan yang signifikan pada penutupan lahan di koridor tersebut, keberadaan 2 dua jalur jalan yang membelah koridor tersebut
dinilai dapat mengganggu jalur lintasan gajah sehingga gajah tidak dapat bergerak bebas. Pada kondisi gangguan yang serius akan terjadi fragmentasi yang
memisahkan dua kantong habitat gajah Seulawah dan Jantho. Populasi gajah di Seulawah akan terisolasi, karena tidak adanya konektivitas dengan kantong
habitat lainnya. Sementara habitat gajah di kawasan hutan Jantho masih mempunyai konektivitas dengan habitat gajah di kawasan hutan lain di wilayah
Universitas Sumatera Utara
Aceh Azmi et al. 2009. Akibat terisolasinya populasi gajah di kawasan hutan Seulawah, menurut Farina 2006 akan meningkatkan resiko kepunahan populasi
karena kepadatan populasi kecil; yang dapat menyebabkan terjadinya tekanan silang dalam inbreeding depression Indrawan et al. 2012.
4.2. Kondisi Habitat Gajah 4.2.1. Kondisi Fisiografi Lokasi Studi