Tabel 2.2. Distribusi habitat Gajah Sumatera di kawasan hutan per provinsi
Provinsi Cagar
Alam dan Hutan
Wisata Hutan
Lindung Hutan
Produksi dan
Konversi Kawasan
Budidaya TOTAL
Ha Aceh
90.357 246.274
883.289 32.651
1.252.571 30,75
Sumut 40.691
- 2.807
43.499 1,07
Riau 12.910
48.692 950.193
9.750 1.021.546
25,08 Jambi
10.021 2.280
157.352 14.222
183.875 4,51
Bengkulu 6.234
6.617 62.831
3.175 78.857
1,94 Sumsel
40.016 112.328
666.026 131.711
950.081 23,33
Lampung 419.744
76.869 7.857
38.267 542.738
13,32 Total Ha
619.974 493.060
2.730.356 229.776
4.073.166 100,00
15,22 12,11
67,03 5,64
100,00
Sumber: Tumpang susun peta distribusi gajah dan peta Tata Guna Hutan Kesepakatan Soehartono et al, 2007
pegunungan dan daerah dengan kelerengan curam. Konversi hutan terbesar di wilayah ini berupa pembukaan hutan menjadi lahan pertanian. Pada tahun 2010,
secara statistik diperkirakan 70 kawasan Taman Nasional ini akan berubah menjadi lahan pertanian dan pada tahun 2036 habitat hutan dataran rendah akan
lenyap. Kondisi ini diprediksi akan berpengaruh pada berkurangnya daerah inti core area hutan untuk habitat Gajah hanya tersisa 0,3 km
2
pada 2010, dari kondisi 1985 seluas 56 km
2
dan 13,6 km
2
pada tahun 1999.
2.5. Perilaku
Di habitat alamnya, Gajah Sumatera hidup berkelompok dengan jumlah individu berkisar antara 20 – 60 ekor, bahkan sering ditemukan dalam satu
kelompok terdapat 80 -100 ekor individu gajah. Satu kelompok gajah biasanya terdiri dari satu keluarga besar dan umumnya hanya ada satu jantan yang
mengawini betina-betina yang birahi. Kelompok gajah dipimpin oleh seekor
Universitas Sumatera Utara
betina dewasa yang berpengaruh. Gajah betina pemimpin selalu berada di depan, diikuti gajah-gajah jantan remaja, betina-betina lain dan anak-anaknya Suwelo
dkk, 1983. Hal ini berarti, kelompok sosial Gajah Sumatera sama dengan Gajah Afrika, yang menurut Wittemyer et al., 2007 juga merupakan kelompok sosial
yang dipimpin oleh betina matriarchs. Jantan dewasa hidup soliter atau dalam kelompok kecil dan tidak mempunyai ikatan yang permanen dengan para betina,
tetapi mereka mungkin bergabung pada saat aktivitas makan dan kawin Santiapillai and Jackson, 1990.
Kemampuan gajah bereproduksi secara alami rendah, karena masa kehamilan yang cukup lama, berkisar antara 18 – 23 bulan dengan rata-rata sekitar
21 bulan dan jarak antar kehamilan betina sekitar 4 tahun Sukumar, 2003 dalam Soehartono et al, 2007, masa menyusui selama 2 tahun, dan pengasuhan anak
sampai berumur 3 tahun WWF, tanpa tahun. Nugrahanti 2003 berdasarkan hasil penelitian di Pusat Latihan Gajah Way Kambas, Lampung; melaporkan
bahwa interval melahirkan berkisar 4,5 tahun, dengan umur betina melahirkan anak pertama adalah 11 – 24 tahun dengan rata-rata 15 tahun, sedangkan rata-rata
umur pertama kawin 13 tahun. Sementara menurut WWF tanpa tahun, matang reproduksi gajah betina antara umur 8 – 10 tahun, sedangkan gajah jantan
mencapai 12 – 15 tahun. Masa hidup Gajah Asia bisa mencapai 60 – 70 tahun Santiapillai and Jackson, 1990.
Gajah adalah mamalia darat yang aktif pada siang dan malam hari, tetapi kebanyakan dari mereka aktif dari 2 jam sebelum malam tiba sampai dengan 2
jam sebelum subuh, untuk mencari makan. Gajah sering mencari makan sambil berjalan pada malam hari, aktivitas tersebut dilakukan selama 16 – 18 jam per
Universitas Sumatera Utara
hari WWF, tanpa tahun. Namun menurut Leckagul and McNelly 1977, aktivitas makan gajah dimulai pukul 6 pagi sampai sore hari menjelang matahari
terbenam, sedangkan menurut Eltringham 1982 sekitar 34 dan 23 Santiapillai and Jackson, 1990 waktu dalam sehari dipergunakan oleh gajah untuk aktivitas
makan, meskipun tidak terus menerus; yaitu pagi, sore dan malam hari. Pada jam 8 pagi sampai jam 15 kelompok satwa ini akan beristirahat, karena Gajah
Sumatera tidak tahan terhadap terik matahari dibandingkan dengan Gajah Afrika Leckagul and McNelly, 1977. Kulitnya sangat tipis 2 – 3 milimeter, sehingga
satwa ini selalu mencari tempat-tempat yang teduh dalam naungan hutan yang lebat. Kebutuhan pakan gajah sedikitnya 150 kg tumbuhan per hari, dan
sedikitnya gajah minum satu kali dalam sehari jika kondisi air memungkinkan. Mereka melakukan pengembaraan pada area yang cukup luas, bergantung
kebutuhan makan dan air. Pengembaraan gajah, kadangkala hanya menempuh jarak yang dekat, tetapi dilain waktu dapat menempuh jarak yang jauh sampai
ratusan kilometer untuk mencari makanan. Jarak tempuh kelompok gajah pada musim keringkemarau mungkin bisa mencapai dua kali lipat dibandingkan saat
musim hujan Santiapillai and Jackson, 1990. Sitompul 2011 melaporkan bahwa sebagian besar aktivitas harian gajah
digunakan untuk aktivitas makan 82.2 ± 5.0, kemudian diikuti berjalan 9.5 ± 4.0 , istirahat 6.6 ± 2.1 dan minum 1.7 ± 0.6. Penggunaan waktu untuk
setiap aktivitas bervariasi untuk masing-masing individu. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan Santiapilllai et al., 1984 pada Gajah Asia di Sri
Lanka, penggunaan waktu untuk aktivitas berbeda antara jantan-jantan soliter dengan gajah yang berkelompok. Gajah jantan soliter mengalokasikan seluruh
Universitas Sumatera Utara
waktunya sepanjang hari untuk makan, sementara gajah kelompok sebagian besar waktunya selama siang hari di dalam hutan, bernaung dan baru terlihat di
penghujung sore saat mereka makan di lahan rerumputan yang terbuka.
2.6. Kesesuaian Habitat bagi Gajah