Perceived Quality Persepsi Kualitas Brand Loyalty Loyalitas Merek

27 Adapun fungsi dari asosiasi merek, yaitu : a Membantu proses penyimpanan informasi, b Memberikan landasan yang penting bagi upaya pembedaan atas merek-merek pesaing, c Menonjolkan berbagai atribut produk atau manfaat bagi konsumen sehingga akan memberikan alasan yang spesifik bagi konsumen untuk membeli, d Menciptakan sikap atau perasaan positif yang akan membangkitkan sensasi sehingga membuat pengalaman mengkonsumsi produk menjadi berbeda dari produk merek lainnya, dan e Menjadi landasan bagi perluasan dengan menciptakan kesesuaian antara merek dengan produk baru Durianto et al, 2004. Asosiasi-asosiasi yang terkait dengan suatu merek umumnya dihubungkan dengan berbagai hal berikut yaitu : atribut produk, atribut tidak berwujud, manfaat bagi pelanggan, harga relatif, penggunaan, penggunapelanggan user, celebrityperson, gaya hidup atau kepribadian, kelas produk, para pesaing dan negara atau luas geografis. Atribut-atribut tersebut merupakan karakteristik yang melekat dari sebuah merek yang nantinya akan membentuk brand image.

3.1.4. Perceived Quality Persepsi Kualitas

Menurut Durianto et al, 2004, Perceived quality Persepsi kualitas dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan. Perceived quality merupakan persepsi dari pelanggan maka perceived quality tidak dapat ditentukan secara objektif. Persepsi pelanggan akan melibatkan apa yang penting bagi pelanggan karena setiap pelanggan memiliki kepentingan yang diukur secara relatif yang berbeda-beda terhadap suatu produk 28 atau jasa. Maka dapat dikatakan bahwa perceived quality berarti akan membahas keterlibatan dan kepentingan pelanggan. Perceived quality mempunyai peranan yang penting dalam membangun suatu merek. Dalam banyak konteks perceived quality sebuah merek dapat menjadi alasan yang penting, pembelian serta merek mana yang akan dipertimbangkan pelanggan yang pada gilirannya akan mempengaruhi pelanggan dalam memutuskan merek mana yang akan dibeli. Perceived quality berperan dalam keputusan pelanggan karena dapat mengefektifkan semua elemen program pemasaran khususnya program promosi. Apabila perceived quality dari suatu merek tinggi, maka kemungkinan besar program periklannan dan promosi yang dijalankan akan efektif. Tapi perceived quality dapat juga mengakibatkan kesulitan yang berarti jika program pemasaran tidak direncanakan dengan baik. Dimensi persepsi kualitas dibagi atas tujuh dimensi yaitu : kinerja, pelayanan, ketahanan, keandalan, karakteristik produk, kesesuaian dengan spesifikasi, dan hasil akhir Gavin dalam Durianto et al, 2004. Membangun persepsi kualitas harus diikuti dengan peningkatan kualitas nyata dari produknya, karena akan sia-sia meyakinkan pelanggan bahwa kualitas merek produknya adalah tinggi bilamana kenyataan menunjukkan kebalikannya Aaker dalam Durianto et al, 2004

3.1.5. Brand Loyalty Loyalitas Merek

Menurut Durianto et al, 2004, brand loyalty loyalitas merek merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke 29 merek produk yang lain, terutama jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan, baik harga maupun atribut lain. Seorang pelanggan yang sangat loyal kepada suatu merek tidak akan dengan mudah memindahkan pembeliannya ke merek yang lain, apapun yang terjadi dengan merek tersebut. Bila loyalitas pelanggan terhadap suatu merek meningkat, kerentanan kelompok pelanggan tersebut dari ancaman dan serangan merek produk pesaing dapat diminimalkan. Dengan demikian, brand loyalty merupakan salah satu indikator inti dari brand equity yang jelas terkait dengan peluang penjualan, yang berarti pula jaminan perolehan laba perusahaan di masa mendatang. Pelanggan yang loyal pada umumnya akan melanjutkan pembelian merek tersebut walaupun dihadapkan pada banyak alternatif merek produk pesaing yang menawarkan karakteristik produk yang lebih unggul dipandang dari berbagai sudut atributnya. Bila banyak pelanggan dari suatu merek masuk dalam kategori ini berarti merek tersebut memiliki brand equity ekuitas merek yang kuat. Sebaliknya, jika pelanggan tidak loyal kepada suatu merek, pada saat mereka melakukan pembelian akan merek tersebut, pada umumnya tidak didasarkan ketertarikan mereka pada mereknya tetapi lebih didasarkan pada karakteristik produk, harga dan kenyamanan pemakaiannya ataupun berbagai atribut lain yang ditawarkan oleh merek produk alternatif. Bila sebagian besar pelanggan dari suatu merek termasuk dalam kategori ini, berarti kemungkinan brand equity ekuitas merek tersebut adalah lemah. Dalam kaitannya dengan brand loyalty suatu produk, didapati adanya beberapa tingkatan brand loyalty. Masing-masing tingkatannya menunjukkan 30 tantangan pemasaran yang harus dihadapi sekaligus aset yang dapat dimanfaatkan. Adapun tingkatan brand loyalty tersebut adalah : 1. Switcher berpindah-pindah Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagai pelanggan yang berada pada tingkat paling dasar. Semakin tinggi frekuensi pelanggan untuk memindahkan pembeliannya dari suatu merek ke merek- merek yang lain mengindikasikan mereka sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal atau tidak tertarik pada merek tersebut. Pada tingkatan ini merek apapun mereka anggap memadai serta memegang peranan yang sangat kecil dalam keputusan pembelian. Ciri yang paling nampak dari jenis pelanggan ini adalah mereka membeli produk karena harganya murah. 2. Habitual Buyer pembeli yang bersifat kebiasaan Pembeli yang berada dalam tingkat loyalitas ini dapat dikategorikan sebagai pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya atau setidaknya mereka mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi merek tersebut. Tingkatan ini pada dasarnya tidak didapati alasan yang cukup untuk menciptakan keinginan untuk membeli merek produk yang lain atau berpindah merek terutama jika peralihan tersebut memerlukan usaha, biaya maupun berbagai pengorbanan lain. Pembeli ini dalam membeli suatu merek didasarkan atas kebiasaan mereka selama ini. 3. Satisfied Buyer pembeli yang puas dengan biaya peralihan Pembeli pada tingkatan ini termasuk ke dalam kategori puas bila mereka mengkonsumsi merek tersebut, meskipun demikian mungkin saja mereka 31 memindahkan pembeliannya ke merek lain dengan menanggung switching cost biaya peralihan yang terkait dengan waktu, uang, atau resiko kinerja yang melekat dengan tindakan mereka beralih merek. Untuk dapat menarik minat para pembeli yang masuk dalam tingkat loyalitas ini maka para pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung oleh pembeli yang masuk dalam kategori ini dengan menawarkan berbagai manfaat yang cukup besar sebagai kompensasinya. 4. Liking the Brand pembeli yang menyukai merek Pembeli yang masuk dalam kategori loyalitas ini merupakan pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan yang emosional yang terkait pada merek. Rasa suka membeli bisa saja didasari oleh asosiasi yang terkait dengan simbol, rangkaian pengalaman dalam pengunaan sebelumnya baik yang dialami pribadi maupun oleh kerabatnya ataupun disebabkan oleh perceived quality yang tinggi. Meskipun demikian rasa suka ini merupakan suatu perasaan yang sulit diidentifikasi dan ditelusuri dengan cermat untuk dikategorikan ke dalam suatu yang spesifik. 5. Commited Buyer pembeli yang komit Pembeli yang masuk dalam kategori loyalitas ini merupakan pelanggan yang setia. Mereka memiliki suatu kebanggaan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan merek tersebut menjadi sangat penting bagi mereka dipandang dari segi fungsinya maupun sebagai suatu ekspresi mengenai siapa sebenarnya mereka. Pada tingkatan ini, salah satu aktualisasi 32 loyalitas pembeli ditujukan oleh tindakan merekomendasikan dan mempromosikan merek tersebut kepada pihak lain. Tiap tingkatan dalam loyalitas merek dapat dilihat pada piramida brand loyalty secara umum dapat dilihat pada gambar 2. Gambar 2. Piramida Loyalitas Merek Sumber : Durianto et al, 2004 Piramida loyalitas tersebut terlihat bahwa merek yang belum memiliki brand equity yang kuat, porsi terbesar dari konsumennya berada pada tingkatan switcher. Selanjutnya porsi kedua ditempati oleh habitual buyer, dan seterusnya hingga porsi terkecil ditempati oleh committed buyer. Meskipun demikian bagi merek yang memiliki brand equity yang kuat, tingkatan dalam loyalitas mereknya diharapkan membentuk piramida terbalik, maksudnya makin keatas semakin melebar sehingga diperoleh jumlah committed buyer yang lebih besar daripada switcher Durianto et al, 2004. Linking the Brand Satisfied Buyer Habitual Buyer Switcher Commited Buyer 33

3.1.6. Bauran Pemasaran