c. Fungsi Pendamai
Melalui agama seseorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai kedamaian batin melalui tuntunan agama. Rasa berdosa dan rasa bersalah
akan segera menjadi hilang dari batinnya apabila seorang pelanggar telah menebus dosa.
d. Fungsi Kontrol
Ajaran agama oleh penganutnya dianggap sebagai norma, sehingga dalam hal ini agama berfungsi sebagai pengawasan sosial secara individu
maupun kelompok. e.
Fungsi Pemupuk rasa Solidaritas Para penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa
memiliki kesamaan dalam kesatuan, iman dan kepercayaan. Rasa kesatuan ini akan membina rasa solidaritas dalam kelompok maupun perseorangan
bahkan membina rasa persaudaraan yang kokoh. f.
Fungsi Transformatif Ajaran agama dapat mengubah kehidupan kepribadian seseorang atau
kelompok menjadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya, ajaran agama mampu mengubah kesetiannya pada adat atau
norma kehidupan yang dianut sebelum itu. g.
Fungsi Kreatif Ajaran agama mendorong dan mengajak para penganutnya untuk
bekerja produktif bukan saja untuk kepentingan sendiri tetapi kepentingan orang lain.
h. Fungsi Sublimatif
Ajaran agama menguduskan segala usaha manusia, bukan saja yang bersifat agama ukhrawi melainkan juga bersifat duniawi.
44
Dan menurut Mukti Ali mengatakan bahwa agama berfungsi dalam pembangunan yaitu sebagai ethos pembangunan dan sebagai motivasi.
Adapun penjelasannya sebagai berikut: a.
Sebagai ethos pembangunan maksudnya adalah bahwa agama yang menjadi anutan seseorang atau masyarakat jika diyakini dan
dihayati secara mendalam mampu memberikan suatu tatanan nilai moral dan sikap.
b. Sebagai motivasi maksudnya adalah ajaran agama yang sudah
menjadi keyakinan mendalam akan mendorong seseorang atau kelompok untuk mengejar tingkat kehidupan yang lebih baik.
45
Dari beberapa fungsi di atas dapat disimpulkan bahwa keagamaan yang diketahui, dihayati dan diamalkan oleh seseorang mampu
memberikan fungsi edukatif, penyelamat, pendamai, sosial kontrol, pemupuk persaudaraan, transformatif, kreatif dan sublimatif dan agama
juga berperan dalam pembangunan yakni sebagai ethos pembangunan dan motivasi bagi masyarakat dalam penelitian ini difokuskan kepada ibu-ibu
pemulung dalam komunitasnya.
44
Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, h. 149 -151
45
Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2007, h.288
C. Pemulung
1. Pengertian Pemulung
Pemulung beras al dari kata “pulung” yang mempunyai arti
mengumpulkan barang bekas limbah yang terbuang sampah untuk dimanfaatkan sebagai bahan produksi dan lain-lain. Sedangkan pemulung
adalah orang yang mencari nafkah dengan jalan mencari dan memungut serta memanfaatkan barang bekas kemudian menjualnya kepada
pengusaha yang akan mengolahnya kembali menjadi barang komoditas.
46
Sedangkan menurut Argo Twikromo dikutip Arif mengatakan bahwa pemulung adalah orang yang mempunyai pekerjaan utama sebagai
pengumpul barang-barang bekas untuk mendukung kehidupannya sehari- hari dan hidup mereka tidak mempunyai kewajiban formal dan tidak
terdaftar di unit administrasi pemerintahan.
47
Pemulung bekerja di tempat yang kumuh dan merupakan kategori sosial yang belum mendapatkan tempat terhormat di mata masyarakat
umum, karena pekerjaan memulung selalu dicemoohkan oleh sebagian besar masyarakat,
sebagai orang yang “tidak bisa dipercaya” keadaan semacam ini secara otomatis akan membentuk strata dimana strata
pemulung menempati diri terbawah atau memiliki harga diri yang rendah.
48
46
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan., Kamus Besar Bahasa Indonesia, h.906
47
Arif Rohman, Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan Tuna Sosial, artikel diakses pada tanggal 14 Oktober 2012, dari
http:rafif.multiply.comjournalitem772?show_interstitial=1u=2Fjournal2Fitem
48
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional, Yogyakarta: 1992, h. 140
Ada dua jenis pemulungyaitupemulung lepas yang bekerja sebagai swausahadan pemulung yang tergantung pada seorang bandar yang
meminjamkan uang ke mereka dan memotong uang pinjaman tersebut saat membeli barang dari pemulung. Pemulung berbandar hanya boleh menjual
barangnya ke bandar dan tidak jarang bandar memberi tempat tinggal kepada pemulung, biasanya di atas tanah yang ditempati bandaratau di
mana terletak tempat penampungan barangnya. Pemulung juga termasuk pekerja sektor informal yang sampai saat
ini belum mendapatkan pelayanan kesehatan sebagaimana mestinya. Hal ini baru sekedar kesehatan badannya belum lagi masalah haknya sebagai
warga negara yang berhak juga mendapatkan hak pendidikan dan keamanan.
49
Selanjutnya, masalah yang sering dirasakan pemulung dan anggota keluarganya adalah stigma masyarakat yang negatif terhadapnya. Hal
inilah yang menjadi kepedihan tersendiri bagi para pemulung, namun jika dilihat dari pekerjaannya sehari-hari sebenarnya para pemulung adalah
pahlawan kebersihan. Menurut hasil pengamatan peneliti, ada hal lain yang dihadapi
pemulung adalah penentuan harga dari ketua lapak yang semakin tinggi, hal ini yang membuat para pemulung harus bekerja keras mengerahkan
tenaganya dengan bantuan anak dan isteri mereka, dengan begitu waktu
49
Junaedi, Semangat Kerja Pemulung Sampah, Pahlawan Lingkungan yang Terlantar, di akses pada tanggal 27 Nopember 2012 dari http:www.stosfest.orgwp-
contentuploads201202Junaedi-Semangat-Kerja-Pemulung-Sampah-Pahlawan-Lingkungan- yang-Terlantar.pdf