11
dalam suatu proses produksi. Sedangkan total penerimaan diperoleh dari produksi fisik dikalikan dengan harga produksi.
Menurut  Hernanto  1995  faktor-faktor  yang  mempengaruhi  pendapatan usahatani  meliputi  luas  usaha  di mana  ukuran-ukuran  untuk  usaha  yang  penting
adalah  pendapatan  total  usahatani  yang  menunjukan  volume  usaha  dan menunjukan ukuran ekonomi usahatani. Tingkat produksi di mana ukuran tingkat
produksi  dapat  berupa  produktivitas  per  hektar  dan  indeks  pertanaman. Pilihan dan kombinasi cabang usaha dan intensitas pengusahaan pertanaman yang
ditunjukan oleh jumlah tenaga kerja dan total biaya usahatani. Menurut  Soekartawi  1994  dalam  proses  produksi  pertanian,  luas  lahan
pertanian,  tenaga  kerja,  produksi  dan  sarana  produksi  berperan  dalam mempengaruhi  tingkat  pendapatan.  Adapun  faktor-faktor  sosial  ekonomi  lainnya
seperti  tingkat  pendidikan,  umur,  jumlah  tanggungan  dan  pengalaman  bertani berperan  dalam  mempengaruhi  tingkat  pendapatan  petani.  Sedangkan  menurut
Suratiyah 2009 faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani meliputi faktor  internal  dan  faktor  eksternal.  Faktor  internal  terdiri  dari  segi  umur,
pendidikan  dan  modal.  Faktor  eksternal  terdiri  dari  segi  faktor  produksi  input dan segi produksi output. Rumus pendapatan adalah sebagai berikut:
π = TR – TC Dimana :
π = Pendapatan
TR = Penerimaan
TC = Biaya total produksi
12
2.1.2. Analisis Pendapatan Usahatani
Menurut  Soekartawi  2003  untuk  menganalisis  pendapatan  usaha diperlukan  dua  keterangan  pokok, yaitu  keadaan  permintaan  dan  pengeluaran
selama  jangka  waktu  yang  ditetapkan.  Sedangkan  menurut  Soeharjo  dan  Patong 1973  analisis  pendapatan  dilakukan  dengan  tujuan  untuk  mengetahui  tingkat
pendapatan  yang  sesungguhnya  diperoleh  pengusaha  dan  untuk  membantu perbaikan pengelolaan usaha.
1. Analisis Rasio Penerimaan atas Biaya RC Rasio
Menurut  Harmoko  dan  Andoko  2005, dalam
Marissa,  2010 menyebutkan  bahwa  rasio  penerimaan  yang  akan diperoleh  dari  setiap  rupiah
yang  dikeluarkan  dalam  produksi  usaha.  Dengan  kata  lain, analisis  rasio  atas biaya  produksi  dapat  digunakan  untuk  mengukur  tingkat  keuntungan relative
kegiatan  usaha.  Artinya, dari  angka  rasio  penerimaan  atas  biaya  tersebut  dapat diketahui  apakah  usaha  tersebut  menguntungkan  atau  tidak.  Tingkat  pendapatan
dapat  diukur  menggunakan  analisis  penerimaan  dan  biaya  RC ratio  analysis yang  didasarkan  pada  perhitungan  finansial.  Analisis  ini  menunjukan  besar
penerimaan  usaha  yang  diperoleh  pengusaha  untuk  setiap  rupiah  biaya  yang dikeluarkan  untuk  kegiatan  usaha.  Usaha  patut  dikatakan  layak,  jika  RC  ratio
bernilai lebih besar dari RC  1. Rumus Analisis Rasio Penerimaan atas Biaya RC Rasio secara sistematis seperti berikut:
= Total penerimaan penjualan
Total biaya produksi
13
2.` Analisis Rasio Keuntungan atas Biaya BC Rasio
Menurut  Soeharto  1997, dalam Nasihah,  2014 BC rasio merupakan metode  yang  dilakukan  untuk  melihat  beberapa  manfaat  yang  diterima  oleh
proyek untuk satu satuan mata uang dalam hal ini rupiah yang dikeluarkan. BC rasio adalah suatu rasio yang membandingkan antara benefit atau pendapatan dari
suatu usaha dengan biaya yang dikeluarkan. Menurut Rahardi dan Hartono 1997, dalam Nasihah, 2014, analisis BC
ratio  adalah  perbandingan  antara  tingkat  keuntungan  atau  pendapatan  yang diperoleh  dengan  total  biaya  yang  dikeluarkan. Suatu  usaha  dikatakan  layak  dan
memberikan  manfaat  apabila  nilai  BC  lebih  besar  dari  nol  0,  semakin  besar nilai  BC  maka  semakin  besar  pula  manfaat  yang  akan  diperoleh  dari  usaha
tersebut. Rumus BC rasio secara sistematis sebagai berikut: =
Total keuntungan Total biaya
3. Break Even Point BEP
Kuswadi  2006, dalam Nasihah,  2014  menyatakan  bahwa  break  even tidak  lain  adalah  kembali  pokok,  pulang  pokok,  impas,  yang  maksudnya  adalah
tidak untung dan tidak rugi. Titik pulang pokok atau Break Even Point BEP atau titik impas adalah suatu titik atau kondisi saat tingkat volume penjualan produksi
tertentu  dengan  harga  penjualan  tertentu,  perusahaan  tidak  mengalami  laba  atau rugi  atau  impas. Dengan  kata  lain,  kembali  pokok  artinya  seluruh  penghasilan
sama besar dengan seluruh biaya yang telah dikeluarkan. Menurut Wiryanta 2002, dalam Marissa, 2010, BEP Break Even Point
merupakan titik impas usaha. Dari nilai BEP diketahui pada tingkat produksi dan harga berapa suatu usaha tidak memberikan keuntungan dan tidak pula mengalami
14
kerugian.  Ada  dua  jenis  perhitungan  BEP,  yaitu  BEP  volume  produksi  dan  BEP harga. Rumus  BEP  volumeproduksi  dan  BEP  harga  secara  sistematis  sebagai
berikut: =
Total biaya Harga jual
= Total biaya
Total produksi 4.
Payback Periode PP Menurut  Sofyan  2002, dalam Nasihah,  2014, payback periode adalah
masa  pengembalian  modal,  artinya  lama  periode  waktu  untuk  mengembalikan modal  investasi.  Cepat  atau  lambatnya  sangat  tergantung  pada  sifat  aliran  kas
masuknya, jika aliran kas masuknya besar atau lancer maka proses pengembalian modal  akan  lebih  cepat  dengan  amunisi  modal  yang  digunakan  tetap  atau  tidak
ada penambahan modal selama umur proyek. Menurut  Choliq  dkk  2004, dalam Nasihah,  2014 period dapat  diartikan
sebagai  jangka  waktu  kembalinya  investasi  yang  telah  dikeluarkan,  melalui keuntungan  yang  diperoleh  dari  suatu  proyek  yang  telah  direncanakan.  Semakin
cepat waktu pengembalian, semakin baik untuk diusahakan resiko yang mungkin terjadi.  Akan  tetapi, payback  period ini  telah  mengabaikan  nilai  uang  pada  saat
sekarang ini  present  value.  Kelemahan-kelemahan  lain  dari payback  period ini sebagai  berikut:  1 Payback  period digunakan  untuk  mengukur  kecepatan
kembalinya  dana dan  tidak  mengukur  keuntungan  proyek  pembangunan  yang telah  direncanakan,  2 Payback  period mengabaikan benefit yang  diperoleh
sesudah  dana  investasi  itu  kembali. Rumus Payback  period secara  sistematis sebagai berikut:
15
= x 1 Tahun
2.1.3. Biaya Produksi Usahatani
Fuad, dkk 2000 mendefinisikan tentang biaya bahwa biaya adalah satuan nilai  yang  dikorbankan  dalam  suatu  proses  produksi  untuk  mencapai  suatu  hasil
produksi.  Beban  arus  barang  dan  jasa  yang  dibebankan  kepada  pendapatan benefit untuk menentukan laba income, atau harga perolehan yang dikorbankan
dalam  rangka  memperoleh  penghasilan  dan  dipakai  sebagai  pengurang penghasilan  yang  disebut  beban  expense,  sedangkan  nilai  uang  dari  alat-alat
produksi yang dikorbankan disebut harga pokok. Menurut  Mulyadi  2000, dalam Nasihah,  2014  biaya  produksi  adalah
biaya-biaya  yang  terjadi  untuk  mengolah  bahan  baku  menjadi  produk  jadi  yang siap untuk dijual. Sedangkan menurut Hansen dan Mowen 2004, dalam Nasihah
2014  menjelaskan  bahwa  biaya  produksi  adalah  biaya  yang  berkaitan  dengan pembuatan barang dan penyediaan jasa.
Menurut  Mubyarto  1898, dalam Nasihah,  2014  biaya  produksi  dapat dibagi  menjadi  dua  yaitu  biaya-biaya  berupa  uang  tunai  misalnya  upah  kerja
untuk biaya persiapan atau penggarapan tanah, termasuk upah ternak, biaya untuk membeli  pupuk,  pestisida dan  lain-lain.  Biaya  panen,  bagi  hasil,  sumbangan  dan
mungkin  juga  pajak-pajak  dibayarkan  dalam  bentuk in-natura.  Besar  kecilnya bagian  biaya  produksi  yang  berupa  uang  tunai  ini  sangat  mempengaruhi
pengembangan usahatani. Menurut  Blocher  2007 biaya  variabel  variable  cost  adalah  perubahan
pada biaya total yang dihubungkan dengan tiap perubahan pada jumlah volume
16
output. Contoh yang lazim dari biaya variabel adalah biaya bahan baku dan biaya tenaga  kerja  langsung.  Sebaliknya,  biaya  tetap  fixed  cost  adalah  bagian  dari
biaya total yang tidak berubah meskipun jumlah penggerak biaya berubah dalam rentan  yang  relevan.  Penentuan  apakah  suatu  biaya  merupakan  biaya  variabel
tergantung pada sifat dari objek biaya. Dalam perusahaan manufaktur, objek biaya biasanya berupa  produk.  Tetapi  dalam  perusahaan  jasa,  objek  biaya  sering  kali
sulit  untuk  didefinisikan  karena  jasa  bersifat  kualitatif  maupun  kuantitatif. Kadang-kadang, dikatakan bahwa semua biaya adalah variabel pada jangka waktu
tertentu  semua  dapat  berubah.  Meski  biaya  tetap  berubah  dengan  berubahnya waktu  contoh  biaya  sewa  mungkin meningkat  dari  tahun  ke  tahun tetapi, hal
tersebut  tidak  berarti  bahwa  biaya  ini  merupakan  biaya  variabel.  Biaya  variabel adalah biaya dimana biaya total berubah seiring dengan perubahan jumlah output.
Biaya  tetap  dihubungkan  dengan  suatu  periode  waktu  dan  bukan  jumlah  output, dan  diasumsikan  bahwa  biaya  tetap  tidak  akan  berubah  selama  periode  waktu
yang pada umumnya 1 tahun. Rumus biaya produksi adalah sebagai berikut: TC = FC + VC
Dimana : TC
= Total costbiaya total FC
= Fix costbiaya tetap VC
= Variable costbiaya variabel
2.1.4. Harga Jual
Menurut Kotler 1998, dalam Nasihah, 2014 harga jual dalam arti sempit merupakan jumlah uang yang ditagihkan untuk suatu produk atau jasa. Dalam arti
17
luas,  harga  jual  adalah  jumlah  dari  nilai  yang  dipertukarkan  konsumen  untuk manfaat memiliki atau menggunakan produk atau jasa.
Titik berat dari proses penetapan harga adalah harga pada berbagai pasar. Untuk  ini,  harga  suatu  barang  mungkin  merupakan  struktur  yang  kompleks  dari
pada  syarat-syarat  penjualan  yang  saling  berhubungan.  Setiap  perubahan  dari struktur  tersebut  merupakan  keputusan  harga  dan  akan  mengubah  pendapatan
yang diperoleh. Peranan perusahaan dalam proses penetapan harga jual barangnya sangat  berbeda-beda,  tergantung  pada  bentuk  pasar  yang  dihadapinya.  Menurut
Fuad, dkk 2000 ada tiga bentuk penetapan harga jual, yakni: 1 Penetapan harga jual oleh pasar market pricing. Dalam bentuk  penetapan harga jual ini, penjual
tidak dapat mengontrol sama sekali harga yang dilempar di pasaran. Harga di sini betul-betul  ditetapkan  oleh  mekanisme  penawaran  dan  permintaan.  Dalam
keadaan seperti ini, penjual tidak bisa menetapkan harga jual, 2 Penetapan harga jual  oleh  pemerintah Government  Controlled  Pricing. Dalam  beberapa  hal,
pemerintah berwenang untuk menetapkan harga barang atau jasa, terutama untuk barang atau jasa yang menyangkut kepentingan umum. Perusahaan atau penjualan
yang  bergerak  dalam  eksploitasi  barang atau jasa  terdebut  di  atas  tidak  dapat menetapkan  harga  jual  barang atau jasa,  3 Penetapan  harga  jual  yang  dapat
dikontrol  oleh  perusahaan Administered  or  Business controlled  pricing. Pada situasi  ini,  harga  ditetapkan  sendiri  oleh  perusahaan.  Penjual  menetapkan  harga
dan  pembeli  boleh  memilih  “membeli  atau  tidak”.  Harga  ditetapkan  oleh keputusan  dan  kebijaksanaan  yang  terdapat  dalam  perusahaan,  walaupun  faktor-
faktor  mekanisme  penawaran  dan  permintaan,  serta  peraturan-peraturan pemerintah  tetap  diperhatikan.  Sampai  seberapa  jauh  perusahaan  dapat
18
menetapkan harga, tergantung pada tingkat diferensiasi produk, besar perusahaan dan persaingan.
2.1.5. Penerimaan Usahatani
Menurut  Soekartawi  1995, dalam Nasihah,  2014  penerimaan  usahatani adalah perkalian antara produksi dengan harga jual. Biaya usahatani adalah semua
pengeluaran  yang dipergunakan dalam suatu usahatani dan pendapatan usahatani adalah
selisih antara
penerimaan dengan
pengeluaran usahatani.
Menurut  Hadisapoetro  1973, dalam Amalia,  2013 penerimaan  adalah  jumlah produksi  dikalikan  harga  per  satuan.  Produksi  adalah  setiap  usaha  atau  kegiatan
manusia  untuk  menghasilkan  atau  menambah  daya  guna  sesuatu  benda  atau  jasa bagi  pemenuhan  kebutuhan  manusia  Sukwiaty,  dkk,  2005. Rumus  Penerimaan
adalah sebagai berikut: Y = Qy . Py
Dimana : Y
= Penerimaan Qy
= Jumlah produk Py
= Harga jual produk
2.2. Usahatani
Hernanto 1995 menjelaskan  bahwa  usahatani sebagai organisasi- organisasi  dari  alam,  kerja,  dan  modal  yang  ditujukan  kepada  produksi  di
lapangan pertanian. Organisasi ini ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan  oleh  seorang  atau  sekumpulan  orang,  segolongan  sosial,
19
baik  yang  terikat  genologis,  politis  maupun  territorial  sebagai  pengelolanya. Istilah  usahatani  dituliskan  dalam  satu  kata  bukan  dalam  dua  kata Usaha  Tani.
Kata  usahatani  dipakai  dan  diusulkan  untuk  pengganti  bukan  lawan  dari  kata “farm” Inggris atau bandbouw bedrijf Belanda. Menurut Hernanto 1995 ada
empat  unsur  pokok  dalam  usahatani  atau  dikenal  dengan  faktor-faktor  produksi dalam usahatani, yaitu:
1. Lahan
Lahan  merupakan  faktor  produksi  yang  mewakili  unsur  alam  dan  lahan merupakan faktor yang relatif langka dibanding dengan faktor produksi lain serta
distribusi  penguasaannya  tidak  merata  di  masyarakat.  Lahan  usahatani  dapat berupa  pekarangan,  sawah,  tegalan  dan  sebagainya.  Lahan  memiliki  beberapa
sifat, yaitu luasnya relatif atau dianggap tetap, tidak dapat dipindah-pindahkan dan dapat  dipindahtangankan  atau  diperjualbelikan.  Lahan  usahatani  dapat  diperoleh
dengan membeli, menyewa, pemberian negara dan wakaf. Ukuran lahan pertanian sering dinyatakan dengan hektar.
2. Tenaga Kerja
Tenaga  kerja  menjadi  pelaku  usahatani  diperlukan  dalam  menyelesaikan berbagai  macam  kegiatan  produksi.  Tenaga  kerja  dalam  usahatani  dibedakan  ke
dalam tiga jenis yaitu, tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak, dan tenaga kerja mekanik. Tenaga kerja manusia dibedakan menjadi tenaga kerja pria, wanita dan
anak-anak yang dipengaruhi umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman, tingkat kesehatan  dan  kondisi  lainnya.  Oleh  karena  itu,  dalam  praktiknya,  digunakan
satuan ukuran yang umum untuk mengatur tenaga kerja yaitu jumlah jam dan hari kerja  total.  Besar  kecilnya  upah  tenaga  kerja  dapat  ditentukan  oleh  mekanisme
pasar,  jenis  kelamin,  kualitas  dan  umur.  Tenaga  kerja  ternak  digunakan  untuk pengolahan  tanah.  Begitu  pula  dengan  tenaga  kerja  mekanik yang  digunakan
untuk pengolahan lahan, penanaman, pengendalian hama dan pemanenan. 3.
Modal Modal  adalah  faktor  produksi  dalam  usahatani  setelah  lahan  dan  tenaga
kerja.  Modal  merupakan  barang  atau  uang  yang  bersama-sama  dengan  faktor produksi lain dan tenaga kerja serta manajemen menghasilkan barang-barang baru
yaitu  produk  pertanian.  Penggunaan  modal  untuk  membantu  meningkatkan produktivitas baik lahan maupun tenaga kerja guna meningkatkan pendapatan dan
kekayaan  petani.  Modal  dalam  suatu  usahatani  untuk  membeli  sarana  produksi serta  pengeluaran  selama  kegiatan  usahatani  berlangsung.  Sumber  modal
diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit kredit formal, non-formal dan lain-lain, warisan, usaha lain atau kontrak sewa.
4. Pengelolaan usahatani
Pengelolaan  usahatani  adalah  kemampuan petani  untuk  menentukan, mengorganisir,  dan  mengkoordinasikan  faktor-faktor  produksi  dengan  sebaik-
baiknya  sehingga  mampu  memberikan  produksi  pertanian  sedemikian  rupa sebagaimana  yang  diharapkan.  Untuk  dapat  menjadi  pengelola  yang  berhasil,
maka pemahaman mengenai prinsip teknik maupun ekonomis harus dikuasai oleh pengelola.  Kemampuan  dalam  mengelola  usahatani  yang  baik  akan  menjadikan
setiap  keputusan  baik  teknis  maupun  ekonomis  akan  memberikan  resiko  sekecil mungkin bagi usahanya dan memberikan keuntungan yang maksimum.
1
2.3. Pertanian Organik
Menurut  Sutanto  2002  istilah  pertanian  organik  menghimpun  seluruh imajinasi  petani  dan  konsumen  yang  secara  serius  dan  bertanggung  jawab
menghindarkan  bahan  kimia  dan  pupuk  yang  bersifat  meracuni  lingkungan dengan  tujuan  untuk  memperoleh  kondisi  lingkungan  yang  sehat.  Mereka  juga
berusaha  untuk  menghasilkan  produksi  tanaman  yang  berkelanjutan  dengan  cara memperbaiki kesuburan  tanah menggunakan sumber daya alami seperti mendaur
ulang  limbah  pertanian.  Dengan  demikian  pertanian  organik  merupakan  suatu gerakan ‘kembali ke alam”.
Menurut  Sutanto  2002,  seringkali  terdapat  pemahaman  yang  keliru tentang  “pertanian  alami” dan  “pertanian  organik”.  Kedua istilah  tersebut  dalam
praktek  sering  dianggap  sama.  Namun, Fukuoka  1985, dalam Sutanto,  2002 mengemukakan  empat  langkah  menuju  pertanian  alami  dan  menjelaskan  prinsip
pertanian alami, yakni : 1.
Tanpa  olah  tanah.  Tanpa  olah  tanah  diolah  atau  dibalik.  Pada  prinsipnya tanah  mengolah  sendiri,  baik  menyangkut  masuknya perakaran  tanaman
maupun kegiatan mikroba tanah, mikro fauna dan cacing tanah. 2.
Tidak  digunakan  sama  sekali  pupuk  kimia  maupun  kompos. Tanah dibiarkan begitu saja dan tanah dengan sendirinya akan memelihara
kesuburannya.  Hal  ini  mengacu  pada  proses  daur  ulang  tanaman  dan hewan yang terjadi dibawah tegakan hutan.
3. Tidak  dilakukan  pemberantasan  gulma,  baik  melalui  pengolahan  tanah
maupun penggunaan herbisida. Pemakaian mulsa jerami, tanaman penutup
tanah  maupun  penggenangan  sewaktu-waktu  akan membatasi  dan menekan pertumbuhan gulma.
4. Sama sekali tidak tergantung pada bahan kimia. Sinar matahari, hujan dan
tanah  merupakan  kekuatan  alam  yang  secara  langsung  akan  mengatur keseimbangan kehidupan alami.
Sutanto  2002  mengatakan  bahwa  menurut hasil  penelitian  yang dilakukan oleh beberapa ahli, diketahui bahwa penggunaan zat kimia atau bahan
sintetik  pada  tanaman  akan  meninggalkan  residu  pada  tanaman  tersebut. Dampak  negatif  lain  dari  penggunaan  bahan  sintetik  tersebut  adalah  timbulnya
kerusakan  lingkungan  dan  gangguan  kesehatan.  Penelitian  para  ahli  diberbagai Negara  menyebutkan  bahwa  efek  negatif  dari  pengggunaan  pestisida  akan
menyebabkan alergi, keracunan saraf, kerusakan sistem endokrin, karsinogen dan menekan  sistem  kekebalan  tubuh.  Bagi  lingkungan,  tanah  dan  air  penggunaan
bahan  kimia  secara  terus  menerus  akan  menurunkan  daya  dukung  lahan. Akibatnya, produktivitas  setiap  komoditas  yang  diusahakan  senantiasa  sulit
ditingkatkan. International  Federation  Organic  Agriculture  Movement 1990  dalam
sutanto  2002  mempunyai  11  prinsip  yang  harus  dipertimbangkan  dalam mengembangkan pertanian organik, antara lain:
1. Melalui  pertanian  organik  dihasilkan  makanan  dengan  kualitas  nutrisi
yang tinggi dan jumlah yang cukup. 2.
Melaksanakan  interaksi  yang  bersifat  sinergisme  dengan  sistem  dan  daur ulang alami yang mendukung semua bentuk kehidupan yang ada.
3. Mendorong dan meningkatkan daur ulang dalam sistem usahatani dengan
mengaktifkan  kehidupan  biologi  flora  dan  fauna  tanah,  tanaman  dan hewan.
4. Memelihara dan meningkatkan kesuburan tanah secara berkelanjutan.
5. Memanfaatkan  sumber  daya  terbarukan  renewable  resources  yang
berasal dari sistem usahatani itu sendiri. 6.
Memanfaatkan  bahan-bahan  yang  mudah  didaur  ulang,  baik  di dalam maupun di luar usahatani.
7. Menciptakan  keadaan  yang  memungkinkan  ternak  melaksanakan  gatra
dasar sesuai dengan habitatnya. 8.
Membatasi terjadinya bentuk pencemaran akibat kegiatan pertanian. 9.
Mempertahankan  keanekaragaman  hayati,  termasuk  pelestarian  habitat tanaman dan hewan.
10. Memberikan  jaminan  pada  produsen  petani  sesuai  hak  asasi  manusia
dalam  memenuhi  kebutuhan  dasar  serta  memperoleh  penghasilan  dan kepuasan dari pekerjaannya, termasuk lingkungan bekerja yang aman.
11. Mempertimbangkan  dampak  yang lebih  luas  dari  kegiatan  usahatani
terhadap kondisi lingkungan fisik dan sosial.
2.3.1. Pupuk
Pupuk  terbagi  menjadi  dua  jenis  yaitu, organik  dan  anorganik. Susetya 2014 menjelaskan sebagai berikut: