Latar Belakang Analisis pendapatan usahatani kangkung organik petani binaan Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor

3 rendah. Begitu pula dengan sarana produksi organik lainnya Widodo, 2004 dalam Poetryani, 2011. Modal sekecil-kecilnya untuk mendapatkan untung sebesar-besarnya menjadi salah satu acuan bagi seluruh petani dalam kegiatan usahataninya yang disebutkan pada prinsip ekonomi dasar. Oleh sebab itu, penyelenggaraan usahatani selalu berusaha agar hasil panennya berlimpah dengan pembiayaan yang rendah. Kebahagiaan akan menyelimuti mereka manakala panenan tersebut cukup besar sehingga selain untuk memberi makan seluruh keluarganya, masih ada sisa untuk dijual ke pasar dan hasil penjualannya dapat dipakai untuk membeli kebutuhan lain non-pangan, seperti pakaian, alat-alat rumah tangga, alat-alat pertanian, dan lain-lain yang pada intinya hasil tersebut dapat ditingkatkan agar kehidupan seluruh keluarganya menjadi lebih baik Hanafie, 2010. Perilaku tersebut menjelaskan bahwa petani pun mengadakan perhitungan- perhitungan ekonomi dan keuangan, hanya saja tidak tertulis. Pilihan menggunakan faktor produksi yang tidak sebagaimana biasanya selalu akan diperhitungkan untung-ruginya. Penjelasan dalam Ilmu Ekonomi, secara tidak langsung petani membandingkan antara hasil yang diharapkan akan diterima pada waktu panen penerimaan atau revenue dengan seluruh biaya yang harus dikeluarkan pengorbanan atau cost. Hasil yang akan diperoleh petani pada saat panen disebut “produksi” dan biaya yang telah dikeluarkannya disebut “biaya produksi” Hanafie, 2010. Artinya, bagaimana pun suatu sistem yang dibangun dalam metode usahatani yang dilakukan para petani sangat membutuhkan keuntungan sebagai bahan bakar berlangsungnya usahatani. Selain itu, petani juga memperhitungkan biaya tunai untuk peralatan, bahan yang digunakan, dana-dana 4 untuk menghadapi berbagai resiko gagal panen, kemungkinan jatuhnya harga pasar pada waktu panen dan ketidakpastian tentang efektifnya metode-metode baru yang sedang dipertimbangkan. Petani mungkin juga memperhitungkan ketidak senangan keluarga, teman atau tetangganya terhadap penyimpangan dari pola bercocok tanam yang sudah lazim atau dari tradisi masyarakat mengenai apa yang “pantas” dan ”tidak pantas” dilakukannya Mosher, 1991. Melihat pentingnya usahatani bagi masyarakat pedesaan maka sektor pertanian yang sangat memungkinkan untuk dikelola oleh petani yang memiliki keterbatasan modal adalah subsektor hortikulutra. Idani, 2012 menyebutkan bahwa pertanian terdiri dari beberapa subsektor, yaitu subsektor pangan, hortikultura, dan perkebunan. Salah satu subsektor yang memiliki peranan yang cukup penting adalah subsektor hortikultura. Subsektor hortikultura tersebut terdiri dari buah-buahan, sayur-sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat. Salah satu produk hortikultura yang sangat prospektif dikembangkan adalah sayuran. Sayuran secara ekonomis memiliki nilai tambah dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan apabila mampu dikelola dengan baik. Selain itu, sayuran termasuk bahan yang dibutuhkan oleh tubuh dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat serta cukup potensial untuk dijadikan peluang usaha. Berdasarkan data 2009 sampai 2013 Badan Pusat Statistik BPS tahun 2014 presentase rata-rata pengeluaran perkapita sebulan menurut kelompok barang di kota dan desa secara keseluruhan dalam 5 tahun terakhir terjadi peningkatan yang cukup signifikan. Data menunjukan pada tahun 2009 sejumlah 3,91 dan pada 2010 sejumlah 3,84, dari data tersebut mengalami penurunan. Sementara tahun 2011 sejumlah 4,31 meningkat kembali 5 dan tidak bertahan lama kemudian tahun 2012 sejumlah 3,78 mengalami penurunan kembali. Sementara pada tahun 2013 pengeluaran masyarakat pada sayuran terjadi peningkatan sebesar 4,43. Artinya, kebutuhan sayuran bagi kalangan masyarakat kota dan desa memiliki jumlah yang cukup besar. Tantangan yang besar juga dimiliki oleh petani dalam memenuhi kebutuhan pasar tersebut. Faktanya, di sisi lain perkembangan produksi kangkung di Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun terakhir terjadi penurunan. Begitupun dengan Jawa Barat yang merupakan salah satu wilayah penghasil kangkung terbesar di Indonesia. Ancaman penurunan produksi kangkung akan terus menurun dari waktu ke waktu apabila masalah-masalah sektor pertanian tidak mampu teratasi oleh pemerintah pusat ataupun daerah. Tabel 1, menjelaskan produksi tanaman kangkung mulai tahun 2009, 2010, 2011, 2012 dan 2013 di Jawa Barat dan Indonesia. Tabel 1. Produksi Tanaman Kangkung di Indonesia dan Jawa Barat Tahun 2009- 2013 Wilayah Produksi Tanaman Kangkung Ton 2009 2010 2011 2012 2013 Jawa Barat 90.528 74.428 86.949 68.592 65.419 Indonesia 360.547 350.879 355.466 320.144 308.477 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014 diolah Berdasarkan Tabel 1, wilayah Jawa Barat mengalami penurunan produksi tanaman kangkung pada tahun 2010 dan mampu mengalami peningkatan di tahun berikutnya. Peningkatan yang terjadi tidak bertahan lama karena pada tahun 2012 hingga 2013 angka produksi tanaman kangkung menurun. Keadaan wilayah Jawa Barat juga berdampak pada produksi di Indonesia dalam kenaikan dan penurunan produksi tanaman kangkung di waktu yang bersamaan. Penyebab prospek bisnis di sektor hortikultura khususnya tanaman kangkung di kalangan petani kurang 6 optimal antara lain adalah penurunan jumlah lahan, jaminan harga dan ketersedian pasar sehingga mengurangi minat petani dalam mengelola lahan. Potensi sayur di Kabupaten Bogor cukup menjanjikan untuk memproduksi komoditas seperti bayam dan kangkung. Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang menjadi sentra produksi kangkung menurut data Badan Pusat Statistik tahun 2008 sampai dengan 2012 sebesar 103.571 ton. Pengaruh iklim yang baik telah menjadikan Kabupaten Bogor sebagai penghasil kangkung terbanyak di antara wilayah lainnya di Jawa Barat. Kangkung sangat mudah ditanami dan memiliki kandungan gizi yang cukup baik sehingga menjadi primadona bagi kalangan masyarakat pada umumnya. Menurut Rukmana, 1994, kelebihan dari kangkung adalah tanaman ini memiliki daya penyesuaian adaptasi yang luas terhadap berbagai keadaan lingkungan tumbuh, mudah dalam pemeliharaannya dan modal terjangkau dalam penyediaan biaya usahataninya. Di samping itu, hasil panen kangkung dapat dilakukan secara rutin periodik setiap 19-25 hari sekali, sehingga dengan pemasukan uang dari hasil panen yang kontinu ini dapat memperkuat posisi petani memenuhi finansialnya sehari-hari. Peluang pemasaran kangkung semakin luas karena tidak hanya dijual dipasar-pasar lokal di daerah, tetapi juga telah banyak dipesan oleh pasar-pasar elit di kota-kota besar seperti pasar Swalayan, Hero, Carefour, Hypermart atau Kem Chick. Pada keadaan pasar tradisional, harga tiap ikat kangkung 150-250 gram berkisar antara Rp1.000,- hingga Rp1.500,-, dan paling rendah Rp500,-. Khusus harga kangkung yang kualitasnya prima di pasar-pasar swalayan seperti Hero, Gelael dan Kem Chick dapat mencapai antara Rp2.000,- hingga Rp3.000,- atau lebih per ikat. Harga tersebut merupakan harga yang dimiliki oleh komoditi 7 kangkung yang menggunakan cara tanam tanpa bahan kimia organik. Sedangkan harga kangkung di pasar tradisional yang menggunakan bahan kimia anorganik berkisar antara Rp500,- hingga Rp1.000,- per ikat 150-250 gram. Dilema para petani dalam mengembangkan sayuran organik yang memiliki daya tarik tersendiri masih memerlukan suatu lembaga yang mampu memasarkan hasilnya, hal ini karena para petani belum mampu bermitra dengan retail modern. Suatu hal yang sangat rugi bagi para petani jikalau produk sayuran organik tersebut sama harganya dengan sayuran non-organik. Oleh sebab itu, adanya keberadaan Agribusiness Development Center ADC sebagai lembaga yang membina petani sayuran, salah satunya kangkung organik berupaya untuk mengembangkan produk-produk hortikultura seperti kangkung organik antara lain agar mampu memiliki harga jual tinggi, menjadi sarana pembelajaran teknis budidaya, sekaligus menjadi pusat pengembangan pasar, sehingga petani binaan tidak selalu di dikte oleh pasar dan mampu meningkatkan pendapatan usahatani binaannya. Berdasarakan masalah di atas, maka perlu dilakukan penelitian dengan judul “Analisis Pendapatan Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan Agribusiness Development Center ADC Di Kabupaten Bogor”.

1.2. Rumusan Masalah

Berkaitan dengan yang diuraikan di atas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam peneliian ini adalah : 1. Berapa biaya usahatani kangkung organik petani binaan Agribusiness Development Center ADC di Kabupaten Bogor? 8 2. Berapa pendapatan usahatani kangkung organik petani binaan Agribusiness Development Center ADC di Kabupaten Bogor? 3. Bagaimana tingkat pendapatan usahatani kangkung organik petani binaan Agribusiness Development Center ADC di Kabupaten Bogor dengan menggunakan RC Rasio, BC Rasio, Break Even Point BEP dan Payback Period PP?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas maka secara umum penelitian ini bertujuan : 1. Untuk menganalisis biaya usahatani kangkung organik petani binaan Agribusiness Development Center ADC di Kabupaten Bogor. 2. Untuk menganalsis pendapatan usahatani kangkung organik Agribusiness Development Center ADC di Kabupaten Bogor. 3. Untuk menganalisis tingkat pendapatan usahatani kangkung organik petani binaan Agribusiness Development Center ADC di Kabupaten Bogor dengan menggunakan RC Rasio, BC Rasio, Break Even Point BEP dan Payback Period PP.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai sumber informasi dan pertimbangan petani dalam berusahatani kangkung organik. 2. Sebagai bahan referensi dan penelitian lebih lanjut bagi penyusun lain yang mengambil masalah yang sama. 9 3. Sebagai informasi untuk Agribusiness Development Center ADC dalam upaya meningkatkan taraf hidup petani. 4. Sebagai informasi serta masukan dalam menyusun strategi dan kebijakan pertanian bagi Dinas Pertanian Kabupaten Bogor sehingga dapat meningkatkan tingkat pendapatan petani. 5. Sebagai bahan pembelajaran bagi penulis dalam melakukan penulisan ilmiah dan penelitian.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

1. Penelitian ini dilakukan hanya pada wilayah Kecamatan Ciampea, Kecamatan Cibungbulang, Kecamatan Dramaga dan Kecamatan Leuwiliang di Kabupaten Bogor. 2. Objek yang dilakukan pada penelitian ini adalah pendapatan usahatani kangkung organik petani binaan Agribusiness Development Center ADC di Kabupaten Bogor.