pengepresan, penambahan bahan tambahan food additive, pengepakan dan pembekuan Djazuli et al. 2009.
Penggunaan surimi dengan frekuensi pencucian dua kali sebagai bahan baku produk berbasis gel memiliki keunggulan dibandingkan dengan penggunaan
daging lumat. Menurut Shahidi dan Botta 1994, surimi dari ikan Mackerel dengan frekuensi pencucian dua kali memiliki karakteristik fisik yang lebih baik
dibandingkan dengan penggunaan daging lumat ikan Mackerel tanpa pencucian. Sedangkan menurut Kim dan Park 2004, semakin banyak proses pencucian
dalam pembuatan surimi maka akan mengurangi residu protein sarkoplasma dalam daging lumat yang dapat menghambat pembentukan gel.
Menurut Toyoda et al. 1992, secara umum kekuatan gel akan meningkat sampai dengan pencucian kedua karena fungsi dari konsentrasi protein miofibril
sudah tercapai pada level tertingginya. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan protein sarkoplasma yang dapat menghambat pembentukan gel, menghilangkan
bau anyir, pigmen, lemak dan senyawa-senyawa organik yang mempunyai berat molekul rendah. Pada penelitian ini dilakukan kajian mengenai karakteristik
fisika kimia gel dan bakso dari surimi ikan layaran frekuensi pencucian dua kali.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah : 1
Mengkarakterisasi fisika dan kimia gel dari surimi ikan layaran frekuensi pencucian dua kali.
2 Mengkarakterisasi fisika dan kimia bakso dari surimi ikan layaran
frekuensi pencucian dua kali. 3
Membandingkan karakteristik fisika dan kimia bakso ikan hasil penelitian dengan bakso ikan yang ada di pasaran.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Ikan Layaran Istiophorus sp.
Ikan layaran Istiophorus sp. termasuk kedalam sumberdaya ikan pelagis
besar yang termasuk jenis ikan pedang atau setuhuk dan sering muncul
kepermukaan dengan sirip punggung yang dikembangkan. Habitat ikan layaran adalah di permukaan laut pelagis dan epipelagis di atas lapisan termoklin. Ikan
layaran banyak ditemukan di daerah perairan yang dekat dengan pesisir dan pulau-pulau Shaw 1972. Ikan pelagis besar tersebar dihampir semua wilayah
pengelolaan perikanan di mana tingkat pemanfaatan berbeda-beda antar perairan Mallawa 2006. Penangkapan ikan ini menggunakan alat tangkap tonda dan
long line. Klasifikasi ikan layaran Istiophorus sp. Saanin 1984 adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Kelas :
Pisces Sub kelas
: Teleostei Ordo
: Percomorphi
Sub ordo : Scombroidea
Famili : Istiophoridae
Genus : Istiophorus
Spesies : Istiophorus gladius
Istiophorus orientalis Istiophorus platypterus
Gambar 1 Ikan Layaran Istiophorus sp.
Daerah penyebaran ikan layaran di Indonesia meliputi : Pelabuhan Ratu, Selat Bali, Laut Flores, Selat Makasar, Laut Sulawesi, Laut Maluku, Laut Sawu,
dan perairan barat Sumatera KKP 2006. Ikan layaran memiliki panjang yang dapat mencapai 300 cm, memiliki badan memanjang berwarna putih perak dengan
punggung berwarna kehitaman. Kepala ikan layaran berbentuk kerucut dengan paruh panjang dan merupakan ikan perenang cepat. Sirip punggung ikan layaran
memiliki 20 jari-jari keras yang membentuk seperti layar berwarna kebiruan. Komposisi kimia ikan layaran Istiophorus sp. dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi kimia ikan layaran Istiophorus sp.
Komposisi Satuan
Bagian yang dapat dimakan Kalori Kal
129 Air
72,4 Protein g
23,4 Lemak g
3,2 Total karbohidrat
g -
Serat g
- Abu
g 1
Calsium mg 9 Phospor
mg 190
Fe mg
0,8 Sodium
mg 71
Potasium mg
- Retinol
mg 5
B-caroten eqivalen mg
- Thiamin
mg 0,10
Riboflavin mg
0,06 Niasin
mg 4,5
Ascorbic acid mg
1
Sumber : Leung et al. 1972
2.2
Protein Ikan
Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Semua enzim, berbagai hormone, pengangkut zat-zat gizi dan
darah, matriks intraseluler dan sebagainya adalah protein Almatsier 2006. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O
dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat Winarno 2008. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu
membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh. Protein merupakan komponen ikan yang sangat penting ditinjau dari sudut gizi dan terkandung sekitar
15-25 dari berat total daging Irianto dan Giyatmi 2009. Protein ikan menyediakan lebih kurang 23 dari kebutuhan protein hewani yang diperlukan
oleh manusia. Protein ikan terdiri dari asam-asam amino yang diperlukan oleh tubuh manusia. Molekul protein terutama terdiri dari asam amino, yang
merupakan senyawa organik yang mengandung satu atau lebih gugus amino dan satu atau lebih gugus karboksil Irianto dan Giyatmi 2009.
Protein ikan kurang stabil bila dibandingkan dengan protein daging mamalia, artinya mudah rusak oleh pengolahan, terkoagulasi dan terdenaturasi,
karena struktur alamiah miosin yang labil Winarno 1993. Protein ikan mudah dicerna dan diabsorpsi. Absorpsi protein ikan lebih tinggi dibandingkan daging
sapi, ayam dan lainnya, karena daging ikan mempunyai serat-serat protein lebih pendek dari pada serat-serat daging sapi atau ayam Ikayanti 2007. Protein ikan
dapat diklasifikasikan menjadi protein miofibril sebesar 65-75, sarkoplasma sebesar 20-30 dan stroma 1-3 Junianto 2003. Asam amino dalam teknologi
pangan mempunyai beberapa sifat yang menguntungkan, misalnya D-triptofan mempunyai rasa manis 35 kali kemanisan sukrosa, sebaliknya L-triptofan
mempunyai rasa yang sangat pahit. Asam glutamat sangat penying peranannya dalam pengolahan makanan karena dapat menimbulkan rasa yang lezat, gugusan
glutamat akan bergabung dengan senyawa lain menghasilkan rasa enak tersebut Winarno 2008.
2.2.1 Protein miofibril
Protein miofibril atau protein larut garam adalah salah satu dari protein yang terdapat pada daging ikan serta berjumlah paling besar diantara protein
sarkoplasma dan stroma. Protein ini terdiri atas aktin, miosin, serta protein regulasi tropomiosin, troponin dan aktinin. Protein miofibril memiliki peranan
penting dalam pembentukan gel makanan berbasis surimi. Kemampuan protein miofibril dalam membentuk gel akan berkurang karena perlakuan selama
pengolahan dan penyimpanan Uju 2006. Protein miofibril bertanggung jawab terhadap daya ikat air daging ikan, tekstur produk serta sifat fungsional daging
lumat khususnya kemampuan membentuk gel Irianto dan Giyatmi 2009. Pada
umumnya protein yang larut dalam larutan garam lebih efisien sebagai pengemulsi dibandingkan dengan protein yang larut dalam air Junianto 2003.
Miosin merupakan protein esensial untuk peningkatan elastisitas gel protein. Miosin merupakan fraksi miofibril yang paling berlimpah dalam otot ikan dan
memiliki kontribusi sekitar 50-60 dari berat total jumlah protein. Aktin merupakan fraksi miofibril terbesar kedua setelah miosin, menyusun sekitar 20
dari kandungan total jumlah protein. Tropomiosin dan troponin berjumlah 10 dari kandungan total jumlah protein Shahidi dan Botta 1994. Aktin dan miosin
bergabung membentuk aktomiosin. Protein miofibril akan mengalami denaturasi dengan kisaran pH kurang dari 6,5 yang berdampak pada kemampuan
pembentukkan gel.
2.2.2 Protein sarkoplasma
Sarkoplasma miogen merupakan protein terbesar kedua pada daging ikan yang mengandung bermacam-macam protein yang larut dalam air. Protein ini
terdiri dari albumin, mioalbumin dan mioprotein. Kandungan sarkoplasma dalam daging ikan bervariasi, selain tergantung dari jenis ikan dan habitat ikan tersebut.
Pada umumnya, ikan pelagis mempunyai kandungan sarkoplasma lebih besar daripada ikan demersal Junianto 2003. Menurut Lee dan Lanier 1992,
sarkoplasma tidak menghasilkan gel walaupun dipanaskan dan jika tidak dihilangkan akan menghambat pembentukan gel. Protein sarkoplasma sebagian
besar mengandung enzim-enzim, termasuk enzim proteolitik. Protein ini larut dalam air dan larutan garam yang kekuatan ion rendah konsentrasi garam 0,5.
Pemanasan protein sarkoplasma selama 10 menit pada suhu 90
o
C akan menggumpal mengkoagulasi protein tersebut Rahayu et al. 1992.
2.2.3 Protein jaringan ikat Stroma
Protein jaringan ikat stroma merupakan fraksi protein yang tidak larut, terdiri atas protein kolagen, elastin, dan retikulin, terdapat di luar serabut daging.
Stroma tidak larut dalam air, asam, basa serta larutan garam 0,01-0,1 M Rahayu et al. 1992. Protein stroma ikan lebih kecil daripada hewan-hewan
mamalia. Daging merah pada ikan umumnya mengandung lebih banyak stroma, sedikit mengandung sarkoplasma jika dibandingkan dengan daging putih ikan.
Daging merah terdapat di sepanjang tubuh bagian samping di bawah kulit, sedangkan daging putih terdapat di hampir seluruh bagian tubuh Junianto 2003.
Protein stroma penting dalam proses pangan karena mempunyai beberapa pengaruh merugikan terhadap sifat funsional daging. Kolagen mudah
terdenaturasi oleh panas yang akan mempengaruhi sifat fisik. Stroma memiliki kelarutan yang rendah, mengandung muatan rendah dan proporsi asam-asam
amino esensial yang rendah, sehingga dapat menurunkan kapasitas emulsi daging, dengan mengganggu kapasitas daya pengikatan air pada daging dan berpengaruh
terhadap nilai nutrisi daging Nurfianti 2007.
2.3 Surimi
Surimi adalah daging lumat ikan yang mengalami proses pencucian dengan larutan garam dingin untuk menghilangkan lemak, darah, enzim dan
protein sarkoplasma dengan penambahan cryoprotectants dan dibekukan. Faktor- faktor yang mempengaruhi mutu surimi adalah kesegaran bahan baku, namun
komposisi kimia ikan khususnya protein dan lemak juga berperan terhadap pembentukan gel. Surimi merupakan konsentrat dari protein miofibrilar yang
mempunyai kemampuan pembentukan gel, pengikatan air, pengikat lemak dan sifat-sifat fungsional yang baik yang dapat digunakan sebagai bahan baku untuk
produk bakso, sosis, otak-otak dan sebagainya yang spesifikasinya menuntut kemampuan dalam pembentukan gel. Salah satu sifat surimi adalah membentuk
gel yang elastis dan kuat dengan perlakuan panas.
Surimi yang bermutu tinggi harus berasal dari bahan
baku yang segar, dimana protein yang terkandung dalam ikan tidak mengalami
denaturasi Djazuli et al. 2009.
Pada prinsipnya pengolahan surimi menerapkan teknologi yang sederhana dan mudah dilakukan, sedangkan peralatan yang digunakan tergantung pada
tingkat kecanggihan dan skala produksi. Secara umum, tahapan pengolahan surimi, meliputi penyiangan, pemisahan daging dan tulang, pembuangan air,
pencampuran dengan krioprotektan, serta pembekuan. Proses pencucian pada pembuatan surimi dilakukan dengan mencuci daging lumat dengan air dingin
10-15
o
C yang ditambahkan garam 0,2-0,3 sebanyak 2-3 kali pencucian. Volume air yang digunakan adalah 4-5 kali berat daging lumat. Penambahan
garam dalam proses pencucian daging lumat membantu pelepasan air dari daging lumat Irianto dan Giyatmi 2009.
Proses pencucian pada pembuatan surimi dapat memberikan beberapa keuntungan antara lain :
a. Meningkatkan kemampuan daging lumat membentuk gel dengan membuang
sebagian besar protein larut air yang mengganggu pembentukan gel b.
Memperbaiki warna dan penampakan daging lumat c.
Menghilangkan bau yang tidak dikehendaki d.
Menghasilkan surimi beku yang memiliki rasa hambar sehingga rasa produk olahan lanjut dapat diatur sesuai selera dengan menggunakan bumbu-bumbu
dan bahan-bahan pembentuk rasa e.
Memperpanjang umur penyimpanan beku dari daging yang telah dicuci dengan penambahan gula dan poliposfat
Pengaruh pencucian yang tidak menguntungkan, yaitu hilangnya komponen rasa alami yang ada didaging dan berkurangnya kandungan protein. Penghilangan
protein larut air sarkoplasma memberikan pengaruh yang baik terhadap surimi, yaitu peningkatan kemampuan membentuk gel Irianto dan Giyatmi 2009.
2.4 Mekanisme Pembentukan Gel