Karakteristik fisik Pembuatan Bakso Ikan Layaran Istiophorus sp.

yang menghambat pembentukan gel. Gula atau pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, memperbaiki sifat-sifat fisik, sebagai pengawet serta memperbaiki sifat-sifat kimia Winarno 2008.

4.5.2 Karakteristik fisik

Sifat fisik merupakan sifat-sifat yang dapat diukur dengan alat-alat tertentu.Pengujian ini dilakukan untuk menentukan kualitas elastisitas produk atau bahan makanan yang telah tersedia Soekarto 1990. Pengujian dilakukan terhadap bakso hasil penelitian, bakso merk X dan bakso merk Y yang berupa uji karakteristik fisik yaitu uji lipat, uji gigit, derajat putih, kekuataan gel dan WHC Water Holding Capacity. Hasil uji karakteristik fisik bakso hasil penelitian, bakso komersial merk X dan bakso komersial merk Y dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Hasil uji karakteristik fisik bakso ikan Parameter Bakso hasil penelitian Bakso komersial merk X Bakso komersial merk Y Uji lipat 3 2 4 Uji gigit 6 5 8 Derajat putih 66,78±0,01 61,17±0,00 73,44±0,03 Kekuatan gel gf 916,25±31,61 2219,20±68,02 1171,85±24,11 WHC 67,42±3,28 63,28±1,66 60,96±0,74 Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui nilai rata-rata uji lipat bakso hasil penelitian, bakso merk X dan merk Y berturut-turut yaitu 3, 2 dan 5. Nilai rata-rata uji gigit berturut-turut yaitu 6,5 dan 7. Nilai derajat putih berturut- turut 66,78, 61,17 dan 73,44. Nilai kekuatan gel berturut-turut yaitu 916,25 gf, 2219,20 gf dan 1171,85 gf. Nilai WHC berturut-turut sebesar 67,42, 63,28 dan 60,96. 4.5.2.1 Uji lipat Uji lipat merupakan salah satu pengujian sensori awal yang bertujuan untuk menentukan serta memastikan kekuatan gel dan elastisitas surimi oleh para panelis Shaviklo 2006. Berdasarakan hasil uji lipat dapat diketahui bahwa bakso hasil penelitian memiliki nilai rata-rata uji lipat sebesar 3 yang berarti sedikit retak bila dilipat satu kali, sedangkan bakso komersial merk X sebesar 2 yang berarti retak bila dilipat satu kali dan bakso komersial merk Y sebesar 4 yang berarti tidak retak bila dilipat satu kali. Nilai rata-rata uji lipat bakso hasil penelitian lebih tinggi daripada bakso merk X, namun lebih rendah dari bakso merk Y. Hal ini diduga dipengaruhi oleh frekuensi pencucian dalam pembuatan surimi dan sekuestran fosfat atau zat aditif makanan serta penambahan gula pada adonan bakso merk Y, sedangkan pada adonan bakso hasil penelitian tidak menggunakan gula dan zat aditif makanan. Sekuestran merupakan bahan penstabil, dapat mengalahkan sifat dan pengaruh jelek logam dalam bahan, sedangkan gula dapat memperbaiki sifat-sifat fisik makanan Winarno 2008. Semakin baik hasil uji lipat makin sukar retak, maka mutu gel ikan yang dihasilkan pun semakin baik Santoso et al. 1997. Uji lipat dapat dikaitkan dengan kemampuan elastisitas produk. 4.5.2.2 Uji gigit Uji gigit merupakan salah satu pengujian sensori awal yang bertujuan untuk mengevaluasi resiliensi dan elastisitas surimi oleh para panelis Shaviklo 2006. Berdasarkan hasil uji gigit bakso hasil penelitian memiliki nilai rata-rata sebesar 6 yang berarti normal, sedangkan bakso komersial merk X sebesar 5 yang berarti agak lunak dan bakso komersial merk Y sebesar 8 yang berarti kuat. Nilai rata-rata uji gigit bakso hasil penelitian lebih tinggi daripada bakso merk X, namun lebih rendah dari bakso merk Y. Hal ini diduga dipengaruhi oleh frekuensi pencucian dalam pembuatan surimi karena meningkatnya kekuatan gel juga berpengaruh terhadap nilai uji gigit. Nilai kekuatan gel yang tinggi berhubungan dengan meningkatknya komponen protein, rendahnya komponen lemak serta konsentrasi penambahan air Huda et al. 2000. 4.5.2.3 Derajat putih Mutu bakso yang baik juga ditentukan oleh derajat putihnya. Bakso yang baik diharapkan memiliki warna putih merata dan bebas dari pengotornya. Nilai derajat putih bakso hasil penelitian yaitu sebesar 66,78, sedangkan bakso komersial merk X sebesar 61,17 dan bakso komersial merk Y sebesar 73,44. Nilai derajat putih tertinggi yaitu pada bakso merk Y, sedangkan yang terendah yaitu bakso merk X. Hal ini diduga derajat putih bakso dipengaruhi daging ikan yang digunakan dan frekuensi pencucian dalam pembuatan surimi. Tujuan dari pencucian adalah untuk menghilangkan bahan-bahan larut air, lemak dan darah sehingga memperbaiki warna, flavor serta meningkatkan kekuatan gel surimi Toyoda et al. 1992. Menurut Suzuki 1981, semakin banyak frekuensi pencucian yang dilakukan, zat-zat yang terlarut tersebut semakin banyak dan mengakibatkan warna surimi akan semakin bersih dan disukai panelis. 4.5.2.4 Kekuatan gel Kekuatan gel diklasifikasikan berdasarkan pengukuran kekerasan dan pengukuran daya tahan pecah gel. Nilai kekuatan gel dari bakso ikan hasil penelitian yaitu sebesar 916,25 gf, bakso merk X sebesar 2219,20 gf dan bakso merk Y sebesar 1171,85 gf. Nilai kekuatan gel tertinggi yaitu pada bakso merk X, sedangkan nilai kekuatan gel terendah yaitu pada bakso hasil penelitian. Hal ini diduga dipengaruhi oleh adanya penambahan STPP Sodium Tripolyphosphate pada bakso komersil merk X dan Y. Menurunnya kualitas gel akibat konsentrasi protein miofibril yang juga menurun. Semakin banyak frekuensi pencucian maka konsentrasi protein larut garam pun akan menurun, sehingga kemampuan untuk membentuk gel juga akan ikut menurun Reynolds et al. 2002. STPP dapat meningkatkan protein miosin yang merupakan hasil dari resolusi aktomiosin dalam miosin dan aktin Cross dan Overby 1988. 4.5.2.5 Water Holding Capacity WHC Water Holding Capacity WHC atau daya ikat air merupakan kemampuan daging untuk mengikat air atau cairan baik yang berasal dari dirinya maupun yang berasal dari luar Foegeding et al. 1996. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WHC antara lain jenis bahan baku, bahan tambahan, lama penyimpanan, penanganan dan pengolahan bahan baku Huda et al. 2000. Nilai WHC bakso hasil penelitian yaitu sebesar 67,42, sedangkan bakso merk X sebesar 63,28 dan bakso merk Y sebesar 60,96. Nilai WHC tertinggi yaitu bakso hasil penelitian. Hal ini diduga dipengaruhi oleh komposisi protein ikan. Semakin tinggi kandungan protein maka akan semakin banyak air yang terikat dan mengakibatkan nilai WHC meningkat. WHC sangat dipengaruhi oleh kandungan air, protein, dan penggunaan garam. Gugus polar pada protein akan berinteraksi dengan ion hidrogen dari air yang bersifat polar pula Kramlich 1971.

4.5.3 Karakteristik kimia