1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan layaran Istiophorus sp. merupakan ikan bernilai ekonomis yang biasa ikut tertangkap oleh nelayan ketika menangkap ikan menggunakan alat
tangkap long line, alat pancing tonda serta kapal-kapal besar yang biasa menangkap ikan tuna. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan
2010, volume produksi ikan layaran dari tahun 2004–2008 yaitu 2.075; 2.054; 2.661; 3.878 dan 3.957 ton dengan rata-rata kenaikan sebesar 19,07. Ikan
layaran mengandung protein sebesar 23.4 g100 g
Leung et al. 1972
. Ikan dengan kadar protein cukup tinggi, baik untuk diolah menjadi produk berbasis gel seperti
bakso ikan. Menurut Suzuki 1981, mutu suatu produk gel ikan dapat ditentukan oleh kekenyalan atau elastisitas produk yang dihasilkan.
Salah satu upaya pemanfaatan daging ikan layaran yaitu dengan mengolahnya menjadi produk bakso ikan. Bakso merupakan produk pangan yang
terbuat dari daging atau ikan yang dihaluskan, dicampur dengan tepung, dibentuk bulat-bulat sebesar kelereng atau lebih besar dan dimasak dalam air panas hingga
bakso tersebut mengapung Agustin dan Mewengkang 2008. Bakso ikan yang berkualitas baik dipengaruhi oleh penampakan, tekstur dan cita rasa, serta nilai
gizinya. Tekstur bakso dipengaruhi oleh kekuatan gel yang dibentuk oleh surimi. Kekuatan gel surimi dipengaruhi oleh jenis ikan, umur, kematangan gonad,
tingkat kesegaran ikan, pH, kadar air, volume, konsentrasi dan jenis penambahan antidenaturant cryoprotectant, serta frekuensi pencucian Suzuki 1981.
Penggunaan surimi dalam pembuatan bakso ikan dapat memberikan keuntungan yaitu pembentukan gel yang lebih baik karena pada surimi sebagian
besar protein larut air yang menghambat pembentukan gel telah terbuang, warna dan penampakan lebih baik, menghilangkan bau yang tidak dikehendaki, serta
rasa dapat diatur sesuai selera dengan menggunakan bumbu-bumbu dan bahan- bahan pembentuk rasa Irianto dan Giyatmi 2009. Surimi merupakan produk
olahan perikanan setengah jadi intermediate product berupa hancuran daging ikan yang mengalami proses pencucian dengan larutan garam dingin,
pengepresan, penambahan bahan tambahan food additive, pengepakan dan pembekuan Djazuli et al. 2009.
Penggunaan surimi dengan frekuensi pencucian dua kali sebagai bahan baku produk berbasis gel memiliki keunggulan dibandingkan dengan penggunaan
daging lumat. Menurut Shahidi dan Botta 1994, surimi dari ikan Mackerel dengan frekuensi pencucian dua kali memiliki karakteristik fisik yang lebih baik
dibandingkan dengan penggunaan daging lumat ikan Mackerel tanpa pencucian. Sedangkan menurut Kim dan Park 2004, semakin banyak proses pencucian
dalam pembuatan surimi maka akan mengurangi residu protein sarkoplasma dalam daging lumat yang dapat menghambat pembentukan gel.
Menurut Toyoda et al. 1992, secara umum kekuatan gel akan meningkat sampai dengan pencucian kedua karena fungsi dari konsentrasi protein miofibril
sudah tercapai pada level tertingginya. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan protein sarkoplasma yang dapat menghambat pembentukan gel, menghilangkan
bau anyir, pigmen, lemak dan senyawa-senyawa organik yang mempunyai berat molekul rendah. Pada penelitian ini dilakukan kajian mengenai karakteristik
fisika kimia gel dan bakso dari surimi ikan layaran frekuensi pencucian dua kali.
1.2 Tujuan