3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2012 dan bertempat di beberapa laboratorium. Analisis kekuatan gel,
derajat putih, protein larut garam dan Water Holding Capacity bertempat di Laboratorium Teknologi Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
Fakultas Teknologi Pertanian, analisis proksimat bertempat di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, analisis derajat keasaman pH bertempat di
Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, pembuatan gel dan bakso bertempat di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan serta uji organoleptik
bertempat di Laboratorium Organoleptik Teknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan untuk membuat bakso meliputi ikan layaran Istiophorus sp. yang diperoleh dari TPI Pelabuhan ratu Sukabumi. Ikan dibawa
menggunakan cool box yang diberi es dengan perbandingan es 2 : 1. Bahan lain yang digunakan adalah tepung tapioka, bawang merah goreng, bawang putih,
garam, merica, minyak goreng, air dan es batu serta bahan-bahan yang digunakan untuk analisis fisik dan kimia antara lain akuades, HCl 0,2 N, H
2
SO
4
, NaOH 40, H
3
BO
3
dan sebagainya. Alat yang digunakan dalam pembuatan surimi, gel dan bakso ikan antara
lain pisau, talenan, baskom plastik, sendok, karet, tabung stainless, timbangan digital, meat grinder, food processor, alat pengepres surimi, kain belacu, panci
perebusan dan kompor. Alat yang digunakan untuk analisis fisik dan kimia antara lain oven, desikator, kompor, tanur, tabung Kjeldahl, erlenmeyer, soxhlet,
kondensor, labu lemak, waring blender, gelas kimia, termometer, pH meter dan kertas saring, Chromameter, carverpress dan Texture analyzer TA-XT21.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan yaitu penentuan kesegaran ikan layaran dengan uji organoleptik, preparasi ikan, pembuatan surimi dengan
proses pencucian dua kali, pembuatan gel ikan, pembuatan bakso serta analisis karakteristik fisik kimia gel dan bakso ikan layaran Istiophorus sp..
3.3.1 Uji organoleptik ikan layaran Istiophorus sp.
Penelitian ini diawali dengan pengambilan sampel ikan layaran dari TPI Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi-Jawa Barat. Ikan layaran ditransportasikan
menuju bogor dengan menggunakan bus, ikan disimpan dalam cool box dan steyrofoam yang diberikan tambahan es untuk tetap menjaga kesegaran ikan.
Setelah sampai di laboratorium, ikan disimpan dalam freezer, kemudian ikan diuji organoleptik untuk mengetahui kesegaran ikan oleh 30 panelis semi terlatih.
Diagram alir uji organoleptik ikan layaran Istiophorus sp. dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Diagram alir uji organoleptik ikan layaran Istiophorus sp.
3.3.2 Preparasi ikan layaran Istiophorus sp.
Ikan layaran yang telah diuji organoleptik kemudian dipreparasi. Ikan layaran dicuci terlebih dahulu untuk menghilangkan kotoran yang menempel,
kemudian di fillet untuk memisahkan daging dengan bagian lain kepala, isi perut, Pembelian ikan layaran di
TPI
Penyimpanan ikan layaran dalam cool box yang diberi es 2:1 Pentransportasian
Penyimpanan sementara dalam freezer Uji organoleptik mata, insang, lendir
permukaan badan, daging, bau dan tekstur
sirip dan tulang, dilakukan skinless untuk memisahkan daging ikan dengan kulit serta dilakukan pemisahan antara serat daging dengan daging untuk memudahkan
ketika pelumatan daging ikan dengan meat grinder. Selanjutnya dilakukan pencampuran seluruh bagian daging ikan yang sudah dilumatkan. Hal ini
dilakukan agar seluruh bagian daging ikan layaran dapat tercampur dengan rata. Dilakukan uji proksimat pada daging lumat yang dihasilkan. Diagram alir
preparasi ikan layaran Istiophorus sp. dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Diagram alir penyiapan daging lumat ikan layaran Istiophorus sp.
3.3.3 Pembuatan surimi ikan layaran Istiophorus sp.
Daging ikan layaran yang sudah lumat ditimbang untuk mengetahui berat awal daging lumat, kemudian dicuci sebanyak dua kali dengan perbandingan
air es dan daging lumat sebesar 3:1. Pada proses pencucian daging lumat dicuci dengan air es 5-8
o
C dan diaduk selama 10 menit dengan penambahan garam 0,3 bb pada pencucian kedua. Setelah itu disaring menggunakan
kain blacu dan diperas menggunakan alat pemeras surimi untuk menghilangkan Ikan layaran
Pencucian
Pelumatan dengan meat grinder Pemisahan serat daging dengan daging
Pelepasan kulit Pem-fillet-an
Pencampuran seluruh daging lumat
Daging lumat Analisis :
- Rendemen
- Proksimat
air dengan tingkat pemerasan yang sama, proses pencucian ini dilakukan sebanyak dua kali sebagai perlakuan. Daging lumat yang sudah menjadi surimi ditimbang
untuk mengetahui berat akhirnya. Dilakukan pengujian kadar air surimi. Diagram alir pembuatan surimi ikan layaran Istiophorus sp. dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Diagram alir pembuatan surimi ikan layaran Istiophorus sp.
3.3.4 Pembuatan gel ikan layaran Istiophorus sp.
Surimi yang dihasilkan ditimbang dan dilakukan pencampuran dengan garam 2,5 bb menggunakan food processor hingga adonan homogen dan
dicetak dengan menggunakan tabung stainless. Dilakukan pemanasan dengan suhu 45-50
o
C selama 20 menit dan dilanjutkan dengan suhu 80-90
o
C selama 30 menit. Gel ikan yang dihasilkan dilakukan analisis untuk mengetahui
Daging lumat
Pencucian I air es : ikan = 3:1 10 menit
Penyaringan
Surimi Pemerasan
Penimbangan berat awal
Pencucian II air es : daging lumat = 3:1 + garam 0,3 bb 10 menit
Penyaringan Pemerasan
Analisis: -
Rendemen - Kadar air
karakteristik fisik dan kimia yaitu terdiri dari uji sensori, uji lipat, uji gigit, kekuatan gel, derajat putih, WHC, uji proksimat dan protein larut garam.
Diagram alir pembuatan gel ikan layaran Istiophorus sp. dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Diagram alir pembuatan gel ikan layaran Istiophorus sp.
3.3.5 Pembuatan bakso ikan layaran Istiophorus sp.
Bahan baku pembuatan bakso ikan menggunakan surimi dengan pencucian dua kali. Surimi ditimbang kemudian dimasukan ke dalam food processor dan
ditambahkan garam 2,5, tambahkan bumbu-bumbu yaitu bawang merah goreng 2,5, bawang putih 4 dan lada 1 kemudian food processor dinyalakan
kembali, tambahkan tepung tapioka 10 lalu diaduk, tahap terakhir pengadonan yaitu masukan minyak goreng 10 dan air es sedikit demi sedikit kemudian
diaduk. Total pengadukan adonan yaitu selama 5 menit. Surimi
Penimbangan Pencampuran dengan garam 2,5 bb
Pengadonan hingga homogen
Pemanasan I suhu 45-50
O
C 20 menit dilanjutkan pemanasan II suhu 80-90
O
C 30 menit Pencetakan dalam tabung stainless diameter 3,25 cm; tinggi 3 cm
Gel ikan Analisis : warna, penampakan,
aroma, tekstur, rasa, kekuatan gel, derajat putih, uji lipat,uji gigit,
Water Holding Capacity, proksimat dan protein larut garam
Adonan yang dihasilkan dicetak menyerupai bola kecil menggunakan tangan. Adonan yang telah dicetak kemudian direbus dengan 2 kali proses
pemanasan, yaitu pemanasan 1 dengan suhu 45-50
o
C selama ± 5 menit dan pemanasan 2 dengan suhu 80-90
o
C selama ± 15 menit atau sampai bakso mengapung. Bakso hasil penelitian, bakso komersial merk X diperoleh dari
Palabuhan Ratu dan bakso merk Y diperoleh dari swalayan dilakukan uji sensori, analisis karakteristik fisik dan kimia yaitu terdiri dari uji lipat,
uji gigit, uji kekuatan gel, uji derajat putih, uji WHC, uji proksimat uji kadar air, lemak, abu dan protein, uji protein larut garam PLG dan uji pH. Diagram alir
pembuatan bakso ikan layaran dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Diagram alir pembuatan bakso ikan layaran Istiophorus sp.
3.4 Prosedur Analisis
Analisis yang dilakukan pada penelitian ini meliputi uji organoleptik, analisis fisik dan kimia. Analisis organoleptik dilakukan dengan menggunakan
Ikan layaran
Bakso ikan layaran Surimi
Pengadonan
Pemanasan I suhu 45-50
o
C selama ± 5 menit Pemanasan II suhu 80-90
o
C selama ± 15 menit
Pendinginan suhu ruang Pencetakan bakso
Garam 2,5 Bawang merah goreng 2,5
Bawang putih 4 Lada 1
Tepung tapioka 10
Minyak goreng 10 Air es
Analisis : warna, penampakan, aroma, tekstur, rasa, kekuatan gel,
derajat putih, uji lipat,uji gigit, Water Holding Capacity, proksimat,
pH dan protein larut garam
uji scoring skor mutu. Analisis fisik yang dilakukan terdiri dari uji kekuatan gel, uji derajat putih, uji lipat, uji gigit dan uji WHC. Analisis kimia yang dilakukan
meliputi analisis proksimat kadar air, abu, protein dan lemak, PLG dan pengukuran nilai pH.
3.4.1 Rendemen daging dan surimi
Rendemen daging dihitung dengan membandingkan antara berat daging dengan berat ikan utuh. Ikan layaran utuh ditimbang sebagai berat awal a.
Kemudian dilakukan penyiangan dengan membuang kulit, tulang, isi perut, sirip dan kepala lalu ditimbang sebagai berat akhir b. Selanjutnya rendemen daging
dihitung dengan persamaan :
Rendemen surimi dihitung dengan membandingkan berat surimi dengan berat daging lumat. Daging lumat ditimbang sebagai berat awal a. Kemudian
dagingnya dilumatkan, dicuci dan diperas lalu ditimbang sebagai berat akhir c. Selanjutnya rendemen surimi dihitung dengan persamaan :
3.4.2 Analisis organoleptik Rahayu 2001
Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji kesukaan, panelis diminta untuk memberikan tanggapan tentang tingkat kesukaan atau ketidaksukaan.
Tingkatan disebut skala hedonik dan dalam analisisnya ditransformasikan menjadi skala numerik dengan angka menaik menurut tingkat kesukaannya.
Penelitian ini menggunakan sembilan skala hedonik yang menunjukkan tingkat kesukaan. Pelaksanaan uji dilakukan dengan cara menyajikan bakso yang
telah diberi kode menggunakan bilangan acak dan panelis diminta untuk memberikan penilaian pada score sheet yang telah disediakan. Panelis yang
dibutuhkan sebanyak 30 panelis semi terlatih. Parameter uji meliputi rasa, warna, aroma, tekstur dan penampakan, termasuk uji lipat dan uji gigit. Parameter rasa
Rendemen daging = b x 100 a
Rendemen surimi = c x 100 a
dinilai pada saat memakan bakso ikan. Parameter warna dan aroma dinilai dengan melihat dan mencium aroma bakso ikan yang disajikan. Parameter tekstur dinilai
dengan perabaan oleh lidah pada saat bakso dimakan dan parameter kekenyalan dinilai berdasarkan kemudahan dalam melipat bakso ikan.
3.4.3 Analisis fisik
Analisis fisik yang dilakukan terhadap gel dan bakso ikan adalah kekuatan gel, derajat putih, uji lipat, uji gigit dan Water Holding Capacity.
1 Uji kekuatan gel White dan Englar diacu dalam Granada 2011
Pengukuran kekuatan gel dilakukan secara objektif dengan menggunakan Texture analyzer TA-XT21. Tingkat kekerasan bakso ikan dinyatakan dalam
gram force tiap cm
2
gfcm
2
yang berarti besarnya gaya tekan untuk memecah deformasi produk. Sampel diletakkan dibawah probe berbentuk silinder pada
tempat penekanan, dengan sisi lebar ke atas, kemudian dilakukan penekanan terhadap sampel dengan probe silinder tersebut. Kecepatan alat ketika menekan
sampel adalah 1 mms. Tekanan dilakukan sebanyak satu kali dan hasil pengukuran akan tercetak pada kertas grafik dan dapat dilihat tinggi saat sampel
benar-benar pecah. Nilai tertinggi pada grafik menunjukkan nilai kekuatan gel pada suatu bahan.
2 Uji derajat putih Park 1994 dalam Chaijan et al. 2004
Derajat putih sampel dilakukan dengan Chromameter minolta, yaitu analisis warna secara objektif yang mengukur warna yang dipantulkan oleh
permukaan sampel yang diukur. Skala warna yang digunakan untuk mengukur tingkatan dari lightness L adalah hitam 0 sampai cerahterang 100, a adalah
merah 60 sampai hijau -60 dan b adalah kuning 60 sampai biru -60. Bila ΔL bernilai positif, contoh lebih putih dibandingkan standar, sedangkan bila
bernilai negatif artinya contoh lebih gelap dibandingkan standar. Bila Δa positif,
contoh lebih merah dibandingkan dengan standar, sedangkan bila bernilai negatif artinya contoh lebih hijau dibandingkan standar. Bila
Δb bernilai positif, contoh lebih kuning dibandingkan standar dan bila
Δb bernilai negatif artinya contoh
lebih biru dibandingkan standar. Nilai derajat putih atau whiteness dihitung dengan rumus:
3 Uji lipat folding test Suzuki 1981
Uji pelipatan merupakan salah satu pengujian mutu gel yang dilakukan dengan cara memotong sampel dengan ketebalan 3 mm. Potongan sampel tersebut
diletakkan diantara ibu jari dan telunjuk, kemudian dilipat untuk diamati ada tidaknya keretakan pada produk. Tingkat kualitas uji lipat adalah sebagai berikut:
5 : Tidak retak bila dilipat dua kali 4 : Tidak retak bila dilipat satu kali
3 : Sedikit retak bila dilipat satu kali
2 : Retak bila dilipat satu kali 1 : Hancur bila ditekan jari
4 Uji gigit teeth cutting test Suzuki 1981
Uji gigit ini merupakan taksiran secara obyektif dari seorang panelis terhadap produk, panelis yang melakukan pengujian sebanyak 30 orang.
Pengujian dilakukan dengan cara menggigit sampel antara gigi seri atas dan bawah. Sampel yang diuji memiliki ketebalan 5 mm. Tingkat kualitas uji gigit
adalah sebagai berikut : 10 : Amat sangat kuat
5 : Agak lunak 9 : Sangat kuat
4 : Lunak 8 : Kuat
3 : Sangat lunak 7 : Agak kuat
2 : Amat sangat lunak 6 : Normal
1 : Hancur
5 Water Holding Capacity WHC Hamm 1972 diacu dalam Granada 2011
Daya ikat air dapat diukur dengan menggunakan alat carverpress. Sampel sebanyak 0,3 gram diletakkan pada kertas saring kemudian dijepit dengan
carverpress, yaitu diantara dua plat jepitan berkekuatan 35 kgcm
2
selama 5 menit. Kertas saring yang digunakan yaitu Whatman no 40. Luas area basah
Derajat putih atau whiteness = 100-[100-L
2
+ a
2
+ b
2
]
12
yaitu luas air yang diserap kertas saring akibat penjepitan, dengan kata lain selisih luas antara lingkaran luar dan dalam kertas saring. Bobot air bebas jumlah air
dalam gel dan bakso yang terlepas dapat dihitung sebagai berikut :
WHC dihitung dengan menggunakan rumus:
3.4.4 Analisis kimia
Analisis kimia yang dilakukan terhadap gel dan bakso ikan meliputi analisis proksimat kadar air, abu, protein dan lemak pH dan protein larut garam.
1 Kadar air AOAC 1995
Penentuan kadar air didasarkan pada perbedaan berat contoh sebelum dan sesudah dikeringkan. Mula-mula cawan kosong dikeringkan dalam oven selama
30 menit dengan suhu 105 C, lalu didinginkan di dalam desikator selama
15 menit, kemudian ditimbang. Sebanyak 5 gram contoh dimasukkan kedalam cawan kemudian dikeringkan dalam oven 105
C selama 6 jam. Cawan didinginkan dalam desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang kembali.
Perhitungan kadar air dapat dilihat pada rumus sebagai berikut:
Keterangan : B = berat sampel g B1 = berat cawan + sampel sebelum dikeringkan g
B2 = Berat cawan + sampel setelah dikeringkan g Berat air mg
=
WHC
=
Kadar air = x 100
air bebas = Berat air x 100 300 mg
2 Kadar abu AOAC 1995
Prinsip penetapan kadar abu adalah dengan menimbang sisa mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu 600
o
C. Cawan dibersihkan dan dikeringkan dalam oven selama 30 menit pada suhu 105
C, lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 5 gram dan
diletakkan dalam cawan. Sampel dipanaskan di atas kompor listrik sampai tidak berasap atau uap air hilang. Selanjutnya dimasukkan ke dalam tanur pada suhu
600 C selama 8 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit,
setelah dingin cawan ditimbang. Persentase dari kadar abu dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
3 Kadar protein AOAC 1995
Penentuan kadar protein yaitu dengan mengukur kandungan nitrogen yang ada di dalam bahan makanan menggunakan metode Kjeldahl. Tiga tahapan yang
dilakukan meliputi tahap destruksi, destilasi dan titrasi. 1
Destruksi Sampel ditimbang seberat 2 gram kemudian dimasukkan ke dalam tabung
kjeltec, lalu ditambahkan satu butir kjeltab dan 15 ml H
2
SO
4
pekat ditambahkan secara perlahan ke dalam tabung kemudian dimasukkan ke dalam alat pemanas
dengan suhu 410 C selama kurang lebih 2 jam atau sampai cairan berwarna
hijau bening. 2
Destilasi Tahap ini dimulai dari memindahkan sampel dari tabung kjeltec ke alat
destilasi kemudian mencuci tabung kjeltec dengan akuades lalu air tersebut dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 10 ml NaOH pekat sampai
berwarna coklat kehitaman dan dilakukan destilasi. Hasil destilasi ditampung dalam Erlenmeyer 125 ml yang berisi 25 ml asam borat H
3
BO
3
4 yang mengandung indikator bromcherosol green 0,1 dan methyl red 1 dengan
perbandingan 2:1. Kadar abu =
x 100
3 Titrasi
Hasil destilasi dititrasi dengan HCl 0,2 N sampai terjadi perubahan warna merah muda yang pertama kalinya. Pembacaan volume titran kemudian
dilanjutkan dengan perhitungan kadar protein. Perhitungan kadar protein dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
4 Kadar lemak AOAC 1995
Contoh diekstrak dengan pelarut heksana, kemudian pelarut yang digunakan diuapkan sehingga tersisa lemak dari contoh. Lemak tersebut kemudian
ditimbang dan dihitung presentasenya. Penentuan kadar lemak dilakukan dengan metode ekstraksi soxhlet. Sebanyak 5 gram contoh yang telah dihaluskan
ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring, selanjutnya dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet, lalu dialiri dengan air pendingin melalui kondensor. Pelarut
heksana dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan dan dilakukan refluks selama minimal 16 jam sampai
pelarut turun kembali ke labu lemak. Pelarut di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Labu lemak berisi lemak hasil ekstraksi kemudian dikeringkan dalam
oven dengan suhu 105 C selama 5 jam. Labu lemak kemudian didinginkan dalam
desikator selama 20-30 menit dan ditimbang. Berat residu dalam labu lemak dinyatakan sebagai berat lemak. Kadar lemak dapat dihitung dengan
menggunakan rumus: Kadar N = ml HCL – ml blanko x N HCL x 14,007x fp x 100
mg sampel Kadar protein = nitrogen x faktor konversi 6,25
Kadar lemak = x 100
Berat lemak = berat labu + lemak – berat labu
5 Kadar karbohidrat by difference
Pengukuran kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil pengurangan dari 100 dengan kadar air, kadar abu, kadar protein, dan
kadar lemak sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangan. Hal ini karena karbohidrat sangat berpengaruh terhadap zat gizi lainnya. Kadar
karbohidrat dapat dihitung dengan mengunakan rumus:
6 Protein larut garam PLG Shuffle dan Galbraeth 1964 diacu dalam
Eryanto 2006
Sampel sebanyak 5 gram ditambahkan 50 ml larutan NaCl 5 kemudian dihomogenkan dengan waring blender selama 2-3 menit, suhu dijaga agar tetap
rendah. Setelah itu disentrifus pada 3400 x G selama 30 menit pada suhu 10
o
C. Selanjutnya disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman no.1. Filtrat
ditampung dalam Erlenmeyer, disimpan pada suhu 4
o
C. Sebanyak 1 ml dianalisis kandungan proteinnya dengan menggunakan metode semi-mikro Kjeldahl.
Perhitungan kadar protein larut garam adalah:
Keterangan : A = ml titrasi HCl sampel B = ml titrasi HCl blangko
W = berat sampel g FP = faktor pengenceran
7 Nilai pH Suzuki 1981
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan alat pH meter yang dinyalakan terlebih dahulu selama 15-30 menit. Elektroda dibilas dengan akuades
dan dikeringkan dengan tissue. Selanjutnya pH meter dikalibrasi dengan mencelupkan batang probe pada buffer pH 4 lalu dicelupkan kembali pada buffer
pH 7 dibiarkan beberapa saat hingga stabil. Sampel sebanyak 5 g ditambahkan akuades 45 ml, kemudian dihomogenkan dengan stirrer selama 2 menit.
Elektroda dicelupkan ke dalam sampel selama beberapa menit, nilai pH dibaca setelah menunjukkan angka stabil.
Kadar karbohidrat = 100 - air + abu +protein + lemak
Kadar PLG = x 100
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pembuatan Daging Lumat
Ikan layaran yang akan diolah telah dilakukan uji organoleptik terlebih dahulu untuk melihat tingkat kesegarannya. Uji organoleptik merupakan cara
pengujian menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk menilai mutu ikan hidup dan produk perikanan yang segar utuh. Ikan layaran yang
digunakan memiliki ciri-ciri bola mata agak cekung, pupil berubah keabu- abuan dan kornea agak keruh, insang mulai ada diskolorisasi, merah
kecoklatan, sedikit lendir dan tanpa lendir, lapisan lendir mulai agak keruh, warna agak putih dan kurang transparan, sayatan daging sedikit kurang
cemerlang, spesifikasi jenis, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang dan dinding perut daging utuh, bau ikan netral, serta tekstur agak padat, agak
elastik bila ditekan dengan jari dan sulit menyobek daging dari tulang belakang. Bau netral dan tekstur daging agak padat, agak elastik bila ditekan
dengan jari, sulit menyobek tulang daging dari belakang. Selanjutnya, dilakukan preparasi, dipisahkan antara daging, tulang dan jeroan serta benda
asing lainnya. Daging dilumatkan dengan grender hingga menjadi daging lumat. Satu ekor ikan layaran dengan berat 20 kg setelah dipreparasi terdiri
dari insang 2,36, tulang 9,25, sirip 5,09, kepala 5,68, kulit 8,23, jeroan 7,62, daging samping 14,63 dan daging 44,49. Rendemen
bagian-bagian tubuh dari ikan layaran disajikan dalam diagram lingkaran pada Gambar 8.
44.49
2.36 9.25
5.09 5.68
8.23 7.62
14.63 2.65
Daging Insang
Tulang Sirip
Kepala Kulit
Jeroan Daging
samping Lain
‐lain
Gambar 8 Rendemen bagian-bagian tubuh ikan layaran Istiophorus sp.
Dilakukan uji proksimat terhadap daging lumat untuk melihat komposisi kimia daging ikan layaran. Nilai komposisi kimia daging lumat ikan layaran
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Komposisi kimia daging lumat ikan layaran
Parameter Daging lumat
Kadar air 79,10±0,25
Kadar abu 1,09±0,15
Kadar protein 12,43±0,02
Kadar lemak 0,39±0,02
Kadar karbohidrat 6,98±0,39
Berdasarkan hasil uji proksimat daging lumat ikan layaran yaitu kadar air sebesar 79,10, kadar air ini tinggi. Kandungan air semua bahan
makanan berbeda-beda dan menentukan acceptability, kesegaran serta daya tahan bahan itu. Banyaknya air dalam suatu bahan tidak dapat ditentukan dari
keadaan fisik bahan tersebut Winarno 2008. Kadar abu sebesar 1,09, kadar abu ini rendah. Kadar abu berasal dari kandungan mineral yang terdapat pada
ikan tersebut. Kadar abu daging berhubungan erat dengan kadar air dan kadar protein pada suatu jaringan bebas lemak. Kadar protein sebesar 12,43, kadar
ini cukup tinggi, sedangkan kadar lemak sebesar 0,39, kadar ini sangat rendah. Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang terbaik
Almatsier 2006. Kandungan protein erat sekali kaitannya dengan kandungan lemak dan airnya. Ikan yang mengandung lemak rendah rata-rata memiliki
protein dalam jumlah besar Adawyah 2008. Apabila kandungan lemak pada ikan kurang dari 2 maka ikan tersebut termasuk dalam golongan leng
golongan ikan tidak berlemak Shahidi dan Botta 1994. Kadar karbohidrat sebesar 6,98, kadar ini rendah karena bahan makanan seperti ikan sedikit
mengandung karbohidrat Almatsier 2006. Kadar karbohidrat diperoleh dengan cara perhitungan kasar atau Carbohydrate by Difference yang berarti
kandungan karbohidrat termasuk serat kasar bukan melalui analisis tetapi
melalui perhitungan Winarno 2008.
4.2 Pembuatan Surimi