12 mempengaruhi tingkat keasaman larutan. Kekentalan larutan coating kitosan rendah dengan nilai
berkisar antara 6-7 cp sehingga cocok dilakukan pelapisan terhadap salak pondoh dengan teknik penyemprotan spray. Menurut Krochta et al. 1994 teknik pelapisan dengan cara penyemprotan
dapat menghasilkan produk dengan lapisan yang lebih tipis atau lebih seragam.
Tabel 4. Hasil karakterisasi larutan coating kitosan Parameter
Kitosan:Asam asetat 1 0.3:100 bv
0.5:100 bv 0.7:100 bv
pH 3
3 3
Kekentalan cp, 26
o
C 6
7 7
4.2 PENENTUAN PERBANDINGAN COATING KITOSAN
Nilai perbandingan larutan coating kitosan dapat berpengaruh terhadap tebal lapisan kitosan yang terbentuk pada permukaan kulit buah yang berfungsi sebagai penghalang barrier
pada salak pondoh serta kemampuannya dalam menahan pertumbuhan mikroba. Berdasarkan hasil penentuan perbandingan, larutan coating kitosan perbandingan 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1
bv memiliki pengaruh terhadap umur simpan terbaik yaitu selama 8 hari penyimpanan pada suhu ruang sedangkan perbandingan 1:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv dapat bertahan hingga
6 hari penyimpanan dan perbandingan 1.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv memiliki waktu simpan hingga 5 hari. Kerusakan pada salak pondoh berupa busuk pada ujung daging buah dan
keriput. Waktu simpan yang rendah pada salak pondoh yang dilapisi coating kitosan perbandingan 1.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv dapat disebabkan oleh adanya keretakan pada pangkal
buah sehingga terjadi transpirasi dan respirasi yang lebih cepat. Proses transpirasi yang lebih cepat dapat menimbulkan kehilangan air yang banyak sehingga buah menjadi keriput dan layu.
Kemudian, respirasi yang lebih cepat terjadi karena oksigen dapat masuk melalui pangkal buah yang retak sehingga kerusakan jaringan dan kerusakan lebih cepat terjadi. Menurut Peleg 1985,
lapisan coating yang terlalu tebal akan cepat menimbulkan keretakan pada pangkal buah sehingga kehilangan air lebih besar. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan tersebut, coating kitosan
yang dipilih untuk penelitian selanjutnya yaitu perbandingan Kitosan:Asam asetat 1 bv 0.3:100, 0.5:100 dan 0.7:100 karena diduga perbandingan optimum berada pada perbandingan
dibawah dan diatas 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
4.3 PENGARUH COATING KITOSAN DAN PLASTIK KEMASAN TERHADAP
MUTU SALAK PONDOH SELAMA PENYIMPANAN
Perubahan mutu salak pondoh selama penyimpanan dapat diamati dari beberapa parameter uji antara lain kerusakan, susut bobot, kandungan vitamin C, total padatan terlarut, total asam, dan
hasil organoleptik.
4.3.1 Kerusakan
Kerusakan salak pondoh menunjukan jumlah salak pondoh yang rusak pada setiap waktu pengujian. Secara umum salak pondoh memiliki kerusakan yang semakin meningkat selama
penyimpanan. Persentase kerusakan salak pondoh pada setiap kematangan dengan perlakuan coating
kitosan dan pengemasan ditunjukkan berdasarkan nilai kemiringan slope kerusakan selama penyimpanan agar dapat dilihat laju kerusakan pada masing-masing perlakuan. Nilai
slope yang semakin besar menunjukkan bahwa kerusakan selama penyimpanan semakin tinggi.
Gejala kerusakan pada salak pondoh selama penyimpanan karena adanya pencoklatan pada permukaan daging salak pondoh terutama pada bagian pangkal daging buah, kontaminasi kapang
13 dan adanya air yang terdapat dalam kemasan. Menurut Eskin et al. 1971, perubahan warna pada
buah dapat disebabkan oleh aktivitas enzim polifenol oksidase yang mengubah senyawa polifenol menjadi melanin yang berwarna coklat. Selain itu, enzim-enzim yang dapat menyebabkan
pencoklatan antara lain fenolase, polifenol oksidasi, tirosinase, dan katekolase Richardson, 1976. Kapang yang tumbuh pada salak pondoh berupa spot miselia berwarna putih pada hari
penyimpanan ke-6. Kemudian pada hari penyimpanan ke-18, kapang yang menyebabkan kebusukan dominan berwarna hitam yang tumbuh pada salak pondoh dengan perlakuan kemasan
polipropilen lubang, polietilen lubang, dan tanpa kemasan. Penyebab kerusakan salak pondoh kematangan 80, 90, dan curah juga karena adanya air dalam plastik kemasan terutama pada
polietilen tanpa lubang dan polipropilen tanpa lubang. Adanya air di dalam kemasan dapat menyebabkan salak pondoh menjadi basah sehingga terjadi kerusakan jaringan buah yang akan
membuat salak cepat busuk. Air yang terperangkap dalam kemasan diduga disebabkan oleh uap air hasil respirasi buah mengembun ketika bersentuhan dengan plastik karena suhu diluar kemasan
lebih rendah. Gambar 4 menunjukkan sampel salak pondoh yang dikemas pada plastik polietilen tanpa lubang setelah 22 hari penyimpanan. Polietilen memiliki daya tembus terhadap oksigen yang
tinggi sehingga proses respirasi terjadi lebih cepat yang berpengaruh pada jumlah air yang terperangkap dalam kemasan lebih banyak dibandingkan pada polipropilen lubang. Pada beberapa
sampel, terdapat plastik kemasan yang menggembung sejak hari penyimpanan ke-18. Hal tersebut diduga adanya karbondioksida hasil respirasi yang tertahan di dalam plastik kemasan tanpa lubang
polipropilen dan polietilen yang memiliki permeabilitas terhadap karbondioksida.
Gambar 4. Penyebab kerusakan selama penyimpanan
4.3.1.1 Kerusakan salak pondoh kematangan 80
Gambar 5 menunjukkan bahwa salak pondoh kematangan 80 memiliki kerusakan terendah pada kombinasi perlakuan pengemasan dengan polipropilen tanpa lubang dan coating
kitosan perbandingan kitosan dengan asam asetat 1 sebesar 0.5:100 bv. Persentase kerusakan terendah memiliki kerusakan kurang dari 10 hingga 22 hari penyimpanan dan mencapai 14
pada 26 hari penyimpanan. Salak pondoh yang dikemas pada plastik polipropilen lubang, polietilen lubang, dan tanpa kemasan telah mencapai kerusakan lebih besar dari 50 pada 18 hari
penyimpanan sedangkan pada kemasan polietilen tanpa lubang mencapai kerusakan lebih dari 50 pada 26 hari penyimpanan.
Berdasarkan hasil analisis ragam Lampiran 9, coating kitosan tidak berpengaruh nyata α=0.05 terhadap persentase kerusakan sedangkan kemasan berpengaruh nyata α=0.05
terhadap persentase kerusakan salak pondoh kematangan 80 selama penyimpanan. Pada uji lanjut Duncan Lampiran 9, penggunaan plastik polipropilen tanpa lubang menyebabkan
persentase kerusakan terendah dibandingkan penggunaan jenis kemasan lain. Hal tersebut juga Air
Kapang Kemasan kembung
Pencoklatan
14 terlihat pada Gambar 5 yang menunjukkan perlakuan pengemasan dengan polipropilen tanpa
lubang memiliki nilai slope terkecil dibandingkan dengan perlakuan pengemasan lainnya sehingga laju peningkatan kerusakan selama penyimpanan rendah.
Gambar 5. Laju kerusakan salak pondoh kematangan 80 selama penyimpanan Perbedaan yang nyata pada pengaruh penggunaan plastik polipropilen tanpa lubang
terhadap kerusakan dapat disebabkan oleh daya tembus oksigen yang rendah pada plastik polipropilen tanpa lubang sehingga proses respirasi buah lambat yang berakibat pada rendahnya
laju kerusakan jaringan buah selama penyimpanan serta rendahnya peluang kontaminasi kapang. Coating
kitosan yang tidak berpengaruh terhadap kerusakan salak pondoh kematangan 80 selama penyimpanan dapat disebabkan oleh karakter masing-masing perbandingan coating tidak
jauh berbeda sehingga memiliki kemampuan yang hampir sama dalam menahan kerusakan. Salak pondoh yang disimpan pada suhu ruang dan tidak diberi perlakuan coating kitosan serta kemasan
memiliki kerusakan mencapai 100 pada 6 hari penyimpanan dengan laju kerusakan 21.23 Hari Lampiran 8.
Kerusakan tinggi pada salak pondoh kematangan 80 yang dikemas pada plastik polipropilen lubang dan polietilen lubang karena plastik berlubang memiliki peluang yang besar
untuk keluar masuknya CO
2
, O
2
, dan H
2
O sehingga proses respirasi lebih cepat serta kontaminasi kapang lebih mudah sehingga buah cepat busuk. Kontaminasi kapang sudah dapat terdeteksi pada
hari penyimpanan ke-6 berupa spot miselia kapang kemudian pada 18 hari penyimpanan kerusakan yang disebabkan kapang sudah mencapai lebih dari 50 pada perlakuan penyimpanan
menggunakan plastik polipropilen lubang, polipropilen tanpa lubang, dan tanpa kemasan. Kapang yang menyebabkan kerusakan memiliki miselia berwarna putih dan hitam yang menempel pada
permukaan kulit salak pondoh kemudian menyebabkan daging buah salak pondoh menjadi busuk dan lunak.
Hubungan antara kerusakan dengan sifat kimia salak pondoh kematangan 80 selama penyimpanan dapat diamati dari kandungan vitamin C dan total asam. Pada salak pondoh yang
memiliki kerusakan rendah selama penyimpanan, yaitu perlakuan pengemasan polipropilen tanpa lubang dan polietilen tanpa lubang menunjukkan laju penurunan vitamin C, total asam dan bobot
lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal tersebut karena permeabilitas yang rendah 0,00
0,50 1,00
1,50 2,00
2,50 3,00
3,50 4,00
4,50 5,00
Polipropilen Lubang
Polipropilen Tanpa Lubang
Polietilen Lubang
Polietilen Tanpa Lubang
Tanpa Kemasan L
aj u
Ker u
sak an
Har i
0.3:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
0.7:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
15 pada kemasan plastik tanpa lubang dibandingkan dengan plastik lubang sehingga respirasi dan
penurunan mutu lebih lambat. Pada salak pondoh yang memiliki kerusakan tinggi seperti perlakuan plastik kemasan polipropilen lubang, polietilen lubang, dan tanpa kemasan terjadi
penurunan kandungan vitamin C dan total asam yang lebih cepat yang diduga karena banyak tersedianya oksigen di lingkungan buah sehingga menjadi pendorong proses respirasi dan oksidasi.
Vitamin C mudah rusak karena adanya oksidasi dan rusaknya jaringan buah sedangkan asam organik beserta asam piruvat hasil glikolisis digunakan dalam respirasi siklus krebs yang akan
terjadi ketika oksigen tersedia. Ketersediaan oksigen yang terbatas pada salak pondoh yang memiliki kerusakan terkecil, yaitu perlakuan kemasan polipropilen tanpa lubang menimbulkan
aroma alkohol pada 18 hari penyimpanan yang diduga karena terjadinya fermentasi.
4.3.1.2 Kerusakan salak pondoh kematangan 90
Berdasarkan laju kerusakan salak pondoh kematangan 90 pada Gambar 6, kombinasi perlakuan coating kitosan 0.7:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv dan pengemasan dengan
polipropilen tanpa lubang memiliki kerusakan terendah selama penyimpanan yang ditunjukkan dengan laju kerusakan yang terkecil. Pada kombinasi perlakuan coating kitosan 0.7:100
Kitosan:Asam asetat 1 dan pengemasan polipropilen tanpa lubang memiliki persentase kerusakan kurang dari 10 pada 12 hari penyimpanan kemudian persentase kerusakan mencapai
12 pada 26 hari penyimpanan.
Gambar 6. Laju kerusakan salak pondoh kematangan 90 selama penyimpanan Hasil analisis uji ragam Lampiran 10 menunjukkan bahwa jenis kemasan memberikan
pengaruh nyata α=0.05 terhadap persentase kerusakan sedangkan coating kitosan dan interaksi antara jenis kemasan dengan coating kitosan tidak berpengaruh nyata terhadap persentase
kerusakan salak pondoh tingkat kematangan 90. Hasil uji lanjut Duncan Lampiran 10 menyatakan bahwa jenis kemasan polipropilen tanpa lubang memiliki persentase kerusakan
terendah selama penyimpanan dibandingkan dengan kemasan lain. Perbedaan yang nyata pada pengaruh penggunaan plastik polipropilen tanpa lubang terhadap kerusakan dapat disebabkan oleh
daya tembus oksigen yang rendah pada plastik polipropilen tanpa lubang sehingga ketersediaan 0,00
1,00 2,00
3,00 4,00
5,00 6,00
Polipropilen Lubang
Polipropilen Tanpa Lubang
Polietilen Lubang
Polietilen Tanpa Lubang
Tanpa Kemasan L
aj u
Ker u
sak an
Har i
0.3:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
0.7:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
16 oksigen disekitar buah rendah dan respirasi buah lambat yang berakibat pada lambatnya laju
kerusakan jaringan buah selama penyimpanan serta kecilnya peluang kontaminasi kapang.
Salak pondoh kematangan 90 yang dikemas pada plastik polipropilen lubang, polietilen lubang, dan tanpa kemasan telah mencapai kerusakan lebih besar dari 50 pada 18 hari
penyimpanan. Tingginya kerusakan salak pondoh kematangan 90 yang dikemas pada plastik polipropilen lubang, polietilen lubang, dan tanpa kemasan pada 18 hari penyimpanan sebagian
besar disebabkan oleh adanya kapang berwarna hitam yang menyebabkan kebusukan terutama pada kemasan plastik berlubang. Hal tersebut diduga karena pengaruh sifat antimikroba dari
kitosan sudah tidak dapat menahan lagi pertumbuhan kapang. Selain itu, kemasan berlubang memiliki peluang yang besar untuk terkontaminasi kapang.
Salak pondoh kematangan 90 yang memiliki kerusakan rendah selama penyimpanan juga memiliki laju penurunan mutu kimia yang cenderung lebih lambat dibandingkan dengan perlakuan
lainnya. Pada perlakuan pengemasan dengan plastik polipropilen tanpa lubang dan polietilen tanpa lubang memiliki laju penurunan kandungan vitamin C, total asam, dan total padatan terlarut yang
lebih lambat dibandingkan dengan perlakuan tanpa kemasan serta plastik berlubang. Hal tersebut dapat disebabkan oleh pengaruh ketersediaan oksigen karena adanya permeabilitas kemasan
plastik polipropilen dan polietilen sehingga respirasi yang menggunakan substrat asam organik cenderung lambat serta oksidasi vitamin C oleh oksigen juga lambat. Kerusakan yang rendah pada
salak pondoh menimbulkan aroma alkohol pada 18 hari penyimpanan yang diduga selain terjadinya respirasi aerobik juga terjadi fermentasi karena keterbatasan oksigen di dalam kemasan.
4.3.1.3 Kerusakan salak pondoh kematangan curah
Berdasarkan laju kerusakan pada Gambar 7, kerusakan salak pondoh kematangan curah terendah terdapat pada kombinasi perlakuan coating kitosan 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1
dan pengemasan polipropilen tanpa lubang. Semakin besar nilai slope kerusakan maka semakin tinggi pula laju kerusakan salak pondoh selama penyimpanan. Kerusakan salak pondoh
kematangan curah terendah terdapat pada perlakuan yang dilapisi larutan coating kitosan kitosan 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv dengan pengemasan polipropilen tanpa lubang dengan
persentase kerusakan kurang dari 10 pada 12 hari penyimpanan kemudian mencapai 38 saat 26 hari penyimpanan.
Hasil analisis ragam Lampiran 11 menunjukkan pengaruh kemasan terhadap kerusakan salak pondoh kematangan curah
berbeda nyata α=0.05 sedangkan coating kitosan dan interaksi antara kemasan dengan coating kitosan tidak berpengaruh nyata terhadap kerusakan buah. Hasil
uji lanjut Duncan Lampiran 11 memberikan hasil bahwa salak pondoh kematangan curah yang dikemas dengan polipropilen tanpa lubang memiliki persentase kerusakan terendah dibandingkan
dengan perlakuan pengemasan lain. Pada salak pondoh kematangan curah yang dikemas dengan polipropilen tanpa lubang
memiliki ketersediaan oksigen di lingkungan buah rendah karena adanya permeabiltas plastik terhadap oksigen sehingga proses respirasi aerobik yang memerlukan oksigen dapat terhambat dan
kerusakan jaringan juga melambat. Sama halnya dengan salak pondoh kematangan 80 dan 90, Coating
kitosan yang tidak berpengaruh terhadap kerusakan salak pondoh kematangan curah juga dapat disebabkan oleh jarak ketiga perbandingan coating yang berdekatan tidak memberikan
perbedaan karakter coating dalam menahan kerusakan tetapi penggunaan coating kitosan berbeda dengan salak pondoh tanpa coating kitosan Lampiran 8.
17 Gambar 7. Laju kerusakan salak pondoh kematangan curah selama penyimpanan
Salak pondoh kematangan curah yang memiliki kerusakan rendah selama penyimpanan juga memiliki penurunan mutu kimia yang cenderung lebih lambat dibandingkan dengan
perlakuan lainnya. Pada perlakuan pengemasan dengan plastik polipropilen tanpa lubang dan polietilen tanpa lubang memiliki laju penurunan kandungan vitamin C, total asam, dan total
padatan terlarut selama penyimpanan yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan tanpa kemasan serta plastik polipropilen dan polietilen lubang. Hal tersebut dapat disebabkan oleh
pengaruh ketersediaan oksigen karena adanya permeabilitas kemasan plastik polipropilen dan polietilen sehingga respirasi yang menggunakan substrat asam organik cenderung lambat serta
oksidasi vitamin C oleh oksigen juga lambat. Ketersediaan oksigen yang terbatas pada salak pondoh yang memiliki kerusakan terkecil, yaitu perlakuan kemasan polipropilen tanpa lubang
menimbulkan aroma alkohol pada 18 hari penyimpanan yang diduga karena terjadinya fermentasi. Kerusakan yang tinggi juga akan mempengaruhi susut bobot selama penyimpanan.
4.3.2 Susut Bobot
Kehilangan bobot selama penyimpanan dapat menyebabkan kerugian secara ekonomi karena bobot produk berkurang dan nilai jual menurun. Susut bobot merupakan salah satu faktor
yang mengindikasikan penurunan mutu buah yang disebabkan adanya proses respirasi dan transpirasi. Respirasi merupakaan proses perubahan substrat kompleks seperti karbohidrat menjadi
CO
2
, H
2
O, dan energi sedangkan transpirasi berupa proses kehilangan air penguapan dari buah. Nilai susut bobot dapat diketahui dari penurunan bobot salak pondoh setiap uji selama
penyimpanan. Pada penyimpanan salak pondoh, secara umum susut bobot meningkat selama penyimpanan. Besarnya susut bobot salak pondoh ditunjukkan dengan nilai slope dari masing-
masing kombinasi perlakuan sehingga dapat diketahui laju peningkatan susut bobot selama penyimpanan.
Susut bobot yang tinggi selain dapat diketahui secara kuantitatif juga dapat diketahui secara kualitatif dengan melihat kenampakan kulit buah salak pondoh kematangan 80, kematangan
90, dan kematangan curah. Pada Gambar 8, terdapat perbedaan kenampakan warna dan kesegaran kulit antara salak pondoh yang disimpan pada perlakuan kemasan plastik dan tanpa
kemasan pada saat 6 hari penyimpanan. Salak pondoh yang disimpan pada kemasan plastik lebih 0,00
0,50 1,00
1,50 2,00
2,50 3,00
3,50 4,00
4,50 5,00
Polipropilen Lubang
Polipropilen Tanpa Lubang
Polietilen Lubang
Polietilen Tanpa Lubang
Tanpa Kemasan L
aj u
Ker u
sak an
Har i
0.3:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
0.7:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
18 segar dan mengkilap dibandingkan dengan perlakuan tanpa kemasan yang kering dan kusam.
Perbedaan tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor respirasi dan transpirasi pada buah. Salak pondoh yang disimpan dalam kemasan plastik polipropilen dan polietilen diduga memiliki laju respirasi
yang lebih lambat karena adanya sifat permeabilitas plastik terhadap gas dan uap air sehingga proses kehilangan air karena respirasi dan transpirasi rendah sedangkan pada salak pondoh tanpa
pengemasan tidak terdapat penghalang antara buah dengan gas di lingkungan yang membuat respirasi dan transpirasi tinggi dan berakibat pada pengeriputan buah.
Kemasan Tanpa Kemasan Gambar 8. Kenampakan salak pondoh setelah 6 hari penyimpanan
4.3.2.1 Susut Bobot salak pondoh kematangan 80
Gambar 9 menunjukkan bahwa susut bobot salak pondoh kematangan 80 yang disimpan tanpa kemasan memiliki persentase susut bobot terbesar dibandingkan perlakuan pengemasan lain.
Salak pondoh kematangan 80 yang disimpan dengan kemasan polipropilen lubang, polipropilen tanpa lubang, polietilen lubang, dan polietilen tanpa lubang memiliki persentase susut bobot yang
hampir seragam selama penyimpanan. penyimpanan tanpa kemasan dengan persentase susut bobot
berkisar 8.2-12.5 selama 18 hari penyimpanan. Susut bobot salak pondoh kematangan 80 pada
perlakuan kemasan plastik berkisar antara 0-5.4 selama penyimpanan.
Gambar 9. Laju perubahan susut bobot salak pondoh kematangan 80 selama penyimpanan 0,00
0,10 0,20
0,30 0,40
0,50 0,60
0,70
Polipropilen Lubang
Polipropilen Tanpa Lubang
Polietilen Lubang
Polietilen Tanpa Lubang
Tanpa Kemasan L
aj u
P er
u b
ah an
Su su
t B
o b
o t
Har i
0.3:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
0.7:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv Kering dan
keriput Segar
19 Berdasarkan hasil analisis ragam Lampiran 12, jenis kemasan yang digunakan
berpengaruh nyata α=0.05 terhadap susut bobot sedangkan perlakuan coating kitosan pada salak pondoh kematangan 80 tidak berpengaruh nyata α=0.05 selama penyimpanan. Hasil uji lanjut
Duncan Lampiran 12 menyatakan bahwa penyimpanan tanpa kemasan memberikan susut bobot
terbesar. Tidak adanya pengaruh nyata antara ketiga perbandingan coating kitosan terhadap susut dapat disebabkan oleh karakteristik dari masing-masing coating yang tidak berbeda jauh sehingga
memberikan lapisan yang relatif sama. Lapisan coating yang terbentuk pada permukaan salak
pondoh dapat menjadi penghalang pertukaran gas sehingga susut bobot kecil.
Susut bobot yang tinggi pada perlakuan tanpa kemasan karena tidak adanya penghalang pertukaran oksigen yang digunakan untuk respirasi dengan uap air dan karbondioksida yang
dihasilkan dari proses respirasi. Keadaan ini menyebabkan proses respirasi dan transpirasi lebih cepat dibandingkan perlakuan penyimpanan dengan kemasan plastik sehingga uap air lebih banyak
yang terlepas ke lingkungan. Salak pondoh kematangan 80 perlakuan kemasan polipropilen serta polietilen memiliki susut bobot yang rendah karena adanya permeabilitas plastik terhadap oksigen,
karbondioksida, dan uap air sehingga menjaga dari kehilangan air yang besar. Penggunaan pelapis yang optimum dapat mengurangi susut bobot karena adanya lapisan yang dapat memperlambat
respirasi dan keluarnya air dari bahan. Menurut Kader 1985, laju respirasi dapat menyebabkan kehilangan air pada bahan. Adanya kehilangan air pada buah menyebabkan pelayuan dan
pengeriputan buah sehingga susut bobot meningkat. Pengaruh susut bobot salak pondoh kematangan 80 terhadap kerusakan selama
penyimpanan berbanding lurus pada perlakuan tanpa pengemasan. Susut bobot salak Pondoh tanpa kemasan tinggi begitu juga dengan kerusakannya. Hal tersebut dapat disebabkan oleh proses
respirasi yang relatif lebih cepat dibandingkan perlakuan pengemasan plastik sehingga berpengaruh pada kerusakan jaringan dan kehilangan air yang tinggi.
4.3.2.2 Susut bobot salak pondoh kematangan 90
Berdasarkan Gambar 10, susut bobot terbesar salak pondoh kematangan 90 selama penyimpanan terdapat pada perlakuan tanpa kemasan. Susut bobot pada perlakuan tanpa kemasan
berkisar 10.1 - 21.7 selama 18 hari penyimpanan. Salak pondoh kematangan 90 memiliki susut bobot rendah pada perlakuan pengemasan dengan plastik polipropilen lubang, polipropilen tanpa
lubang, polietilen lubang, dan polietilen tanpa lubang dengan susut bobot kurang dari 2 selama penyimpanan. Berdasarkan hasil analisa ragam Lampiran 13, perlakuan coating kitosan tidak
memberikan pengaruh yang nyata pada perubahan susut bobot sedangkan jenis kemasan berpengaruh nyata terhadap susut bobot salak pondoh kematangan 90 selama penyimpanan.
Uji lanjut Duncan Lampiran 13 menyatakan bahwa susut bobot salak pondoh yang disimpan tanpa kemasan memiliki persentase susut bobot paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya.
Berdasarkan laju perubahan susut bobot selama penyimpanan pada Gambar 10, susut bobot pada perlakuan pengemasan plastik polipropilen dan polietilen bernilai rendah yang berarti
perubahan susut bobot selama penyimpanan tidak besar. Hal tersebut diduga karena pada salak pondoh kematangan 90 sudah memasuki fase senescene pelayuan sehingga proses respirasi
cenderung menurun yang berakibat pada susut bobot yang rendah pada perlakuan plastik polietilen dan polipropilen. Menurut Syarief 1993, buah yang berada pada fase senescene memiliki proses
respirasi yang menurun dilihat dari laju produksi karbondioksida yang menurun.
20 Gambar 10
. Laju perubahan susut bobot salak pondoh kematangan 90 selama penyimpanan
Kemasan plastik memiliki sifat permeabilitas terhadap udara tertentu yang berpengaruh terhadap respirasi dan transpirasi. Buah salak pondoh yang disimpan dalam kemasan plastik
polipropilen dan polietilen memiliki keadaan respirasi yang lebih lambat sehingga pemecahan senyawa kompleks seperti karbohidrat menjadi uap air dan karbondioksida yang mudah menguap
lebih kecil dibandingkan dengan penyimpanan salak pondoh tanpa kemasan yang berakibat pada kehilangan bobot yang kecil. Polipropilen memiliki permeabilitas yang lebih rendah terhadap
oksigen, karbondioksida, dan uap air dibandingkan dengan polietilen tetapi pengaruhnya terhadap susut bobot tidak berbeda nyata. Menurut Pantastico et al. 1986 produk hortikultura dianggap
tidak layak untuk dipasarkan ketika susut bobot telah mencapai 5-10 sehingga susut bobot yang tinggi pada salak pondoh yang disimpan tanpa kemasan memiliki penurunan mutu yang tinggi
sedangkan pada perlakuan pengemasan dengan plastik polipropilen dan polietilen baik tanpa lubang ataupun lubang memiliki penurunan mutu yang rendah apabila dilihat dari persentase susut
bobot. Susut bobot salak pondoh kematangan 90 berkaitan dengan kerusakan selama
penyimpanan. Susut bobot salak pondoh kematangan 90 tanpa kemasan tinggi begitu juga dengan kerusakannya. Hal tersebut dapat disebabkan oleh proses respirasi dan transpirasi yang
relatif lebih cepat dibandingkan perlakuan pengemasan plastik polipropilen dan polietilen karena tidak adanya penghalang sehingga berpengaruh pada kerusakan jaringan dan kehilangan air yang
tinggi.
4.3.2.3 Susut bobot salak pondoh kematangan curah
Berdasarkan Gambar 11, salak pondoh dengan perlakuan tanpa kemasan memiliki perubahan susut bobot terbesar selama penyimpanan sedangkan perlakuan pada pengemasan
plastik polipropilen dan polietilen memiliki perubahan susut bobot yang rendah selama penyimpanan. Salak pondoh kematangan curah memiliki susut bobot berkisar 6.9 -17.7 pada
perlakuan penyimpanan tanpa kemasan selama 18 hari penyimpanan. Salak pondoh dengan perlakuan kemasan plastik polipropilen lubang, polipropilen tanpa lubang, polietilen lubang, dan
polietilen tanpa lubang memiliki susut bobot yang rendah, kurang dari 1.8 selama penyimpanan. 0,00
0,20 0,40
0,60 0,80
1,00 1,20
1,40
Polipropilen Lubang
Polipropilen Tanpa Lubang
Polietilen Lubang
Polietilen Tanpa Lubang
Tanpa Kemasan L
aj u
P er
u b
ah an
Sus u
t B
o b
o t
H ar
i
0.3:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
0.7:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
21 Berdasarkan hasil analisis ragam Lampiran 14, perlakuan coating kitosan tidak
memberikan pengaruh yang nyata pada perubahan susut bobot sedangkan jenis kemasan berpengaruh nyata terhadap susut bobot salak pondoh kematangan curah selama penyimpanan.
Uji lanjut Duncan Lampiran 14 menyatakan bahwa susut bobot salak pondoh yang disimpan tanpa kemasan memiliki persentase susut bobot paling tinggi dibandingkan perlakuan lain.
Pengaruh coating kitosan terhadap susut bobot tidak berbeda nyata pada tiga perbandingan yang digunakan diduga karena karakter dari masing-masing perbandingan coating kitosan tidak berbeda
jauh nilainya sehingga lapisan coating yang terbentuk pada permukaan kulit salak pondoh kematangan 90 juga tidak berbeda signifikan dalam permeabilitas udara tetapi apabila
dibandingkan dengan perlakuan tanpa coating kitosan, susut bobot salak pondoh dengan perlakuan coating
lebih rendah.
Gambar 11. Laju perubahan
susut bobot salak pondoh kematangan curah selama penyimpanan Selama penyimpanan, senyawa kompleks yang terdapat dalam buah dipecah menjadi
molekul sederhana seperti uap air dan karbondioksida yang mudah menguap sehingga buah mengalami pengurangan susut bobot Wills et al. 1981. Persentase susut bobot yang tinggi pada
perlakuan tanpa kemasan disebabkan oleh tidak tersedianya penghalang untuk pertukaran udara antara hasil respirasi dan transpirasi buah dengan lingkungan sedangkan pada penyimpanan
dengan plastik terdapat barrier terhadap udara dan uap air sehingga susut bobot lebih rendah. Susut bobot salak pondoh kematangan curah tanpa kemasan tinggi begitu juga dengan
kerusakannya. Hal tersebut dapat disebabkan oleh proses respirasi dan transpirasi yang relatif lebih cepat dibandingkan perlakuan pengemasan plastik karena tidak adanya penghalang sehingga
berpengaruh pada kerusakan jaringan dan kehilangan air yang tinggi.
4.3.3 Total Vitamin C
Total vitamin C pada buah diukur sebagai sejumlah asam askorbat yang terdapat dalam buah. Secara umum, kandungan vitamin C menurun selama penyimpanan pada salak pondoh
kematangan 80, 90, dan kematangan curah yang dapat ditunjukan oleh Gambar 12, Gambar 13, dan Gambar 14. Menurut Winarno 1992, vitamin C merupakan vitamin yang larut dalam air
dan terdapat hampir pada semua sayuran dan buah-buahan. Penurunan kandungan vitamin C pada 0,00
0,10 0,20
0,30 0,40
0,50 0,60
0,70 0,80
0,90 1,00
Polipropilen Lubang
Polipropilen Tanpa Lubang
Polietilen Lubang
Polietilen Tanpa Lubang
Tanpa Kemasan L
aj u
P er
u b
ah an
Su su
t B
o b
o t
Har i
0.3:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
0.7:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
22 salak pondoh selama penyimpanan ditunjukkan dengan nilai slope yang dapat memberikan
gambaran laju penurunan mutu.
4.3.3.1 Total Vitamin C salak Pondoh kematangan 80
Vitamin C salak pondoh kematangan 80 pada awal penyimpanan sebesar 2.2 mg100 g dan selama penyimpanan berkisar antara 0.5-1.9 mg100 g. Pada Gambar 12, laju penurunan
kandungan vitamin C tertinggi selama penyimpanan terdapat pada perlakuan coating kitosan 0.3:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv dengan pengemasan plastik polipropilen lubang. Pada
perlakuan pengemasan dengan plastik polipropilen tanpa lubang dan polietilen tanpa lubang penurunan kandungan vitamin C lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Gambar 12. Laju perubahan vitamin C salak pondoh kematangan 80 selama penyimpanan Berdasarkan hasil analisa ragam Lampiran 15, coating kitosan tidak berpengaruh nyata
α=0.05 terhadap penurunan kandungan vitamin C sedangkan jenis kemasan yang digunakan berp
engaruh nyata α=0.05 terhadap kandungan vitamin C salak pondoh kematangan 80. Uji lanjut Duncan Lampiran 15 menyatakan bahwa perlakuan pengemasan salak pondoh kematangan
80 dengan plastik polipropilen tanpa lubang memiliki tingkat penurunan vitamin C terendah selama penyimpanan. Hal tersebut dapat disebabkan oleh tingkat oksidasi asam askorbat pada
perlakuan kemasan polipropilen tanpa lubang rendah sebagai akibat dari rendahnya permeabilitas oksigen pada kemasan dibandingkan dengan kemasan plastik berlubang dan tanpa kemasan.
Menurut Winarno 2002, vitamin C merupakan vitamin yang mudah rusak, mudah teroksidasi yang dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, dan oksidator.
Kecenderungan penurunan kandungan vitamin C yang lebih tinggi pada perlakuan kemasan polipropilen lubang dan polietilen lubang dibandingkan dengan perlakuan tanpa kemasan diduga
karena adanya uap air yang mengembun pada kemasan tersebut membuat salak pondoh cepat rusak begitu juga dengan kandungan asam askorbat. Keadaan tersebut memberikan dugaan bahwa
penurunan kandungan vitamin C lebih lambat pada salak pondoh kematangan 80 yang memiliki kerusakan rendah sedangkan kandungan vitamin C lebih cepat turun pada perlakuan yang
memiliki kerusakan tinggi. Hal tersebut didukung oleh ketersedian oksigen yang terbatas pada -0,16
-0,14 -0,12
-0,10 -0,08
-0,06 -0,04
-0,02 0,00
Polipropilen Lubang
Polipropilen Tanpa Lubang
Polietilen Lubang
Polietilen Tanpa Lubang
Tanpa Kemasan
L aj
u P
er u
b ah
an Vitam
in C
[ m
g 1
g ]Har
i
0.3:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
0.7:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
23 kombinasi perlakuan coating kitosan dengan kemasan polipropilen tanpa lubang dan polietilen
tanpa lubang sehingga oksidasi vitamin C rendah.
4.3.3.2 Total Vitamin C salak pondoh kematangan 90
Kandungan vitamin C pada salak pondoh kematangan 90 pada awal penyimpanan sebesar 2.4 mg100 g dan selama penyimpanan berkisar 0.4-1.9 mg100g. Berdasarkan Gambar
13, secara umum kandungan vitamin C salak pondoh kematangan 90 cenderung menurun selama penyimpanan yang ditunjukkan dengan nilai slope negatif. Penurunan kandungan vitamin C
terendah selama penyimpanan terdapat pada perlakuan pelapisan coating kitosan 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv dengan pengemasan plastik polipropilen tanpa lubang. Kemudian,
penurunan kandungan vitamin C tertinggi selama penyimpanan terdapat pada perlakuan pelapisan coating
kitosan 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv dengan pengemasan menggunakan plastik polipropilen lubang.
Gambar 13. Laju perubahan vitamin C salak pondoh kematangan 90 selama penyimpanan Berdasarkan hasil analisa ragam Lampiran 16, coating kitosan tidak berpengaruh nyata
α=0.05 terhadap penurunan kandungan vitamin C sedangkan jenis kemasan yang digunakan berpengaruh nyata α=0.05 terhadap kandungan vitamin C salak pondoh kematangan 90. Uji
lanjut Duncan Lampiran 16 menyatakan bahwa perlakuan pengemasan salak pondoh kematangan
80 dengan plastik polipropilen tanpa lubang memiliki tingkat penurunan vitamin C terendah selama penyimpanan.
Laju penurunan yang tinggi pada perlakuan pengemasan plastik polipropilen lubang dan polietilen lubang dapat disebabkan oleh tersedianya oksigen yang dapat masuk ke dalam kemasan
melalui lubang plastik sehingga terjadi oksidasi asam askorbat yang menyebabkan kecenderungan penurunan vitamin C. Selain itu, pada kedua jenis pengemasan tersebut, kerusakan salak pondoh
pada 18 hari penyimpanan tinggi terutama karena adanya kapang sehingga dalam satu kemasan ada kemungkinan kerusakan jaringan buah sehingga kandungan vitamin C menurun. Penurunan
vitamin C yang rendah pada perlakuan pengemasan dengan plastik polipropilen dan polietilen tanpa lubang karena adanya permeabilitas udara pada plastik sehingga oksigen yang terdapat
dalam kemasan salak pondoh terbatas sehingga proses oksidasi dan respirasi yang dapat -0,16
-0,14 -0,12
-0,10 -0,08
-0,06 -0,04
-0,02 0,00
Polipropilen Lubang
Polipropilen Tanpa Lubang
Polietilen Lubang
Polietilen Tanpa Lubang
Tanpa Kemasan
L aj
u P
er u
b ah
an Vitam
in C
[ m
g 1
g ]Har
i
0.3:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
0.7:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
24 menurunkan kandungan asam askorbat lambat. Menurut Phan et al 1986, asam askorbat dapat
disintesis dari substrat glukosa-6-PO
4
melalui jalur pentosa-PO
4
saat glikolisis dalam proses respirasi.
Kandungan vitamin C yang dipengaruhi oleh ketersediaan oksigen di lingkungan buah juga berhubungan dengan kerusakan salak pondoh kematangan 90 selama penyimpanan. Penurunan
vitamin C yang cepat selama penyimpanan terdapat pada perlakuan yang memiliki kerusakan yang tinggi, yaitu pada perlakuan pengemasan polipropilen lubang, polietilen lubang, dan tanpa
kemasan. Hal tersebut dapat disebabkan oleh tersedianya oksigen sehingga terjadi respirasi yang menyebabkan kerusakan jaringan tinggi dan oksidasi yang menyebabkan degradasi vitamin C.
Sebaliknya, pada perlakuan pengemasan dengan polipropilen tanpa lubang dan polietilen tanpa lubang ketersediaan oksigen dibatasi oleh permeabilitas masing-masing plastik sehingga respirasi
dan oksidasi vitamin C cenderung lebih lambat.
4.3.3.3 Total Vitamin C kematangan curah
Salak pondoh kematangan curah memiliki kandungan vitamin C pada awal penyimpanan sebesar 2.6 mg100 g kemudian menurun selama penyimpanan dengan nilai berkisar antara 0.5-
1.9 mg 100 g. Pada Gambar 14, laju penurunan kandungan vitamin C terbesar pada salak pondoh kematangan curah juga terdapat pada perlakuan pengemasan dengan polietilen lubang.
Berdasarkan hasil analisa ragam Lampiran 17, coating kitosan tidak berpengaruh nyata α=0.05
terhadap penurunan kandungan vitamin C sedangkan jenis kemasan yang digunakan berpengaruh nyata α=0.05 terhadap kandungan vitamin C salak pondoh kematangan curah.
Uji lanjut Duncan Lampiran 17 menyatakan bahwa perlakuan pengemasan salak pondoh kematangan curah dengan plastik polipropilen tanpa lubang memiliki tingkat penurunan vitamin
C terendah selama penyimpanan. Menurut Tranggono dan Sutardi 1989, kandungan vitamin C dapat menurun karena adanya aktivitas enzim asam askorbat oksidase sehingga salak pondoh yang
memiliki kandungan oksigen yang banyak di lingkungan akan memiliki penurunan asam askorbat yang cepat.
Gambar 14. Laju perubahan vitamin C salak pondoh kematangan curah selama penyimpanan -0,25
-0,20 -0,15
-0,10 -0,05
0,00 Polipropilen
Lubang Polipropilen
Tanpa Lubang Polietilen
Lubang Polietilen
Tanpa Lubang Tanpa Kemasan
L aj
u P
er u
b ah
an Vitam
in C
[ m
g 1
g ]Har
i
0.3:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
0.7:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
25 Kandungan vitamin C yang dipengaruhi oleh ketersediaan oksigen di lingkungan buah juga
berhubungan dengan kerusakan salak pondoh kematangan curah selama penyimpanan. Penurunan vitamin C yang cepat selama penyimpanan terdapat pada perlakuan yang memiliki kerusakan yang
tinggi, yaitu pada perlakuan pengemasan polipropilen lubang, polietilen lubang, dan tanpa kemasan. Hal tersebut dapat disebabkan oleh tersedianya oksigen sehingga terjadi respirasi yang
menyebabkan kerusakan jaringan tinggi dan oksidasi yang menyebabkan degradasi vitamin C. Sebaliknya, pada perlakuan pengemasan dengan polipropilen tanpa lubang dan polietilen tanpa
lubang ketersediaan oksigen dibatasi oleh permeabilitas masing-masing plastik sehingga respirasi dan oksidasi vitamin C cenderung lebih lambat.
4.3.4 Total Asam
Total asam salak pondoh diukur sebagai asam malat yang merupakan asam dominan yang terdapat pada buah salak. Menurut Phan et al. 1986, asam organik tak menguap adalah salah satu
komponen utama buah yang mengalami perubahan selama pematangan buah. Pada salak pondoh kematangan 80, 90, dan curah secara umum kandungan total asam menurun selama
penyimpanan yang ditunjukkan dengan nilai slope negatif.
4.3.4.1 Total asam salak pondoh kematangan 80
Salak pondoh kematangan 80 memiliki total asam pada awal penyimpanan sebesar 1.0 dan selama penyimpanan berkisar antara 0.2-1.0. Pada Gambar 15, total asam salak pondoh
kematangan 80 cenderung menurun selama penyimpanan yang ditunjukkan dengan slope negatif pada perubahan total asam. Penurunan total asam terendah terdapat pada kombinasi perlakuan
pelapisan coating kitosan 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv dengan pengemasan polietilen tanpa lubang. Berdasarkan hasil analisis analisa ragam Lampiran 18, coating kitosan dan jenis
kemasan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap total asam salak pondoh kematangan 80 selama penyimpanan.
Gambar 15. Laju perubahan total asam salak pondoh kematangan 80 selama penyimpanan
Gambar 15 menunjukkan walaupun tidak ada pengaruh nyata dari coating kitosan dan kemasan, laju penurunan total asam pada perlakuan kemasan plastik polietilen tanpa lubang dan
-0,05 -0,04
-0,03 -0,02
-0,01 0,00
Polipropilen Lubang
Polipropilen Tanpa Lubang
Polietilen Lubang
Polietilen Tanpa Lubang Tanpa Kemasan
L aj
u P
er u
b ah
an T
o tal
A sam
Har i
0.3:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
0.7:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
26 polipropilen tanpa lubang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal
tersebut karena pada plastik polietilen dan polipropilen tanpa lubang ketersediaan oksigen rendah sehingga penggunaan asam organik dalam tahapan siklus krebs rendah. Siklus krebs dalam
tahapan respirasi memerlukan oksigen untuk menjalankan aktivitasnya sehingga ketika kandungan oksigen di lingkungan buah rendah maka dapat terjadi fermentasi. Penurunan total asam dapat
disebabkan adanya penggunaan asam organik pada buah dalam proses respirasi kemudian dihasilkan CO
2
, H
2
O yang mudah menguap Phan et al. 1986. Terdapat keterkaitan antara penurunan total asam salak pondoh kematangan 80 dengan kerusakan salak pondoh kematangan
80 selama penyimpanan yang berhubungan dengan ketersediaan oksigen di lingkungan buah. Penurunan total asam terendah selama penyimpanan pada perlakuan pengemasan polipropilen
tanpa lubang dan polietilen tanpa lubang juga memiliki kerusakan yang rendah.
4.3.5.2 Total asam salak pondoh kematangan 90
Salak pondoh kematangan 90 memiliki total asam pada awal penyimpanan sebesar 1.3 dan selama penyimpanan berkisar antara 0.1-0.9. Kandungan total asam salak pondoh
kematangan 90 cenderung menurun selama penyimpanan yang ditunjukkan oleh nilai kemiringan slope yang negatif pada Gambar 16. Laju penurunan total asam tertinggi selama
penyimpanan yang ditunjukkan dengan nilai slope terdapat pada perlakuan coating kitosan 0.3:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv dan kemasan polipropilen lubang. Kemudian, pada perlakuan
kemasan polipropilen lubang dan tanpa kemasan juga menunjukkan laju penurunan total asam salak pondoh kematangan 90 tinggi.
Gambar 16. Laju perubahan total asam salak pondoh kematangan 90 selama penyimpanan
Berdasarkan hasil analisis ragam Lampiran 19, coating kitosan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap total asam sedangkan jenis kemasan memberikan pengaruh nyata
terhadap total asam salak pondoh kematangan 90 selama penyimpanan. Pada hasil uji lanjut Duncan Lampiran 19, pengemasan salak pondoh kematangan 90 dengan polipropilen tanpa
lubang memberikan pengaruh penurunan total asam terendah selama penyimpanan. Kemudian, penurunan total asam pada perlakuan kemasan polietilen tanpa lubang lebih besar dibandingkan
dengan perlakuan kemasan polipropilen tanpa lubang karena permeabilitas polietilen lebih tinggi -0,08
-0,07 -0,06
-0,05 -0,04
-0,03 -0,02
-0,01 0,00
Polipropilen Lubang
Polipropilen Tanpa Lubang
Polietilen Lubang
Polietilen Tanpa Lubang Tanpa Kemasan
L aj
u P
er u
b ah
an T
o tal
A sam
Har i
0.3:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
0.7:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
27 dibandingkan dengan permeabilitas polipropilen sehingga oksigen tersedia lebih banyak di
lingkungan buah. Menurut Buckle et al 1987, permeabilitas polietilen densitas rendah terhadap oksigen sebesar 55x10
10
cm
3
cm
2
mmdetcmHg sedangkan pada polipropilen sebesar 23x10
10
cm
3
cm
2
mmdetcmHg. Penurunan kandungan asam organik pada salak pondoh terkait dengan proses respirasi
aerobik yang terjadi pada buah yang dalam prosesnya menggunakan asam organik dalam siklus krebs untuk menghasilkan energi, karbondioksida, dan air. Pada perlakuan penyimpanan dengan
plastik polipropilen tanpa lubang, ketersediaan oksigen rendah sehingga proses penggunaan asam organik dalam respirasi aerobik tidak terjadi dengan cepat yang berakibat pada penurunan asam
pada buah cenderung rendah. Penurunan slope total asam yang tinggi selama penyimpanan terjadi pada perlakuan yang memiliki slope kerusakan yang tinggi. Penurunan total asam salak pondoh
kematangan 90 berkaitan dengan kerusakan salak pondoh kematangan 90 karena dipengaruhi oleh keberadaan oksigen.
4.2.4.3 Total asam salak pondoh kematangan curah
Salak pondoh kematangan curah memiliki kecenderungan total asam yang menurun selama penyimpanan. Kandungan awal total asam sebelum dilakukan penyimpanan sebesar 0.98 dan
selama penyimpanan berkisar 0.4-0.9. Penurunan total asam tertinggi selama penyimpanan terdapat pada perlakuan coating kitosan 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv dan kemasan
polipropilen lubang. Penurunan total asam terendah terdapat pada perlakuan coating kitosan 0.7:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv dengan kemasan polipropilen dan polietilen tanpa lubang
Gambar 17.
Gambar 17. Laju perubahan total asam salak pondoh kematangan curah selama penyimpanan Berdasarkan hasil analisis ragam Lampiran 20, perbandingan coating kitosan dan jenis
kemasan memberikan pengaruh nyata sedangkan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap total asam salak pondoh kematangan curah selama penyimpanan. Uji lanjut Duncan
Lampiran 20 menyatakan bahwa coating kitosan 0.7:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv memiliki penurunan total asam terendah selama penyimpanan dan penurunan kandungan total
asamnya berbeda dengan perlakuan coating kitosan 0.3:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv. -0,06
-0,05 -0,04
-0,03 -0,02
-0,01 0,00
Polipropilen Lubang
Polipropilen Tanpa Lubang
Polietilen Lubang
Polietilen Tanpa Lubang Tanpa Kemasan
L aj
u P
er u
b ah
an T
o tal
A sam
Har i
0.3:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
0.7:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
28 Pengemasan polipropilen tanpa lubang memiliki kecenderungan penurunan total asam
terendah selama penyimpanan dibandingkan penggunaan kemasan lain. Keadaan tersebut diduga karena coating kitosan dan kemasan polipropilen serta polietilen tanpa lubang dapat menjadi
penghalang keberadaan oksigen sehingga laju penurunan total asam rendah. Kandungan total asam salak pondoh kematangan curah menunjukkan laju penurunan yang lebih cepat pada
perlakuan yang memiliki laju kerusakan tinggi selama penyimpanan. Keterkaitan tersebut diduga karena adanya pengaruh keberadaan oksigen di sekitar buah yang mendorong terjadinya respirasi
sehingga digunakan asam organik yang menghasilkan CO
2
dan H
2
O yang mudah menguap. Pada kombinasi perlakuan polipropilen tanpa lubang dan coating kitosan 0.5:100 Kitosan:Asam asetat
1 bv menunjukkan penurunan laju yang rendah dibandingkan dengan perlakuan pengemasan lain begitu juga dengan laju kerusakan pada kombinasi perlakuan yang sama menunjukkan laju
yang rendah dibandingkan perlakuan lainnya. Ketersediaan oksigen yang rendah pada perlakuan tersebut karena permeabilitas yang rendah terhadap oksigen dan karbondioksida dari plastik
polipropilen tanpa lubang menyebabkan kerusakan jaringan lambat begitu juga penurunan total asam.
4.2.5 Total Padatan Terlarut
Total padatan terlarut dapat menunjukan kandungan gula pada buah karena gula dapat larut dalam air. Semakin tinggi total padatan terlarut maka semakin tinggi tingkat kemanisan buah.
Kandungan total padatan terlarut salak pondoh berfluktuasi selama penyimpanan sehingga untuk mengetahui penurunan atau peningkatan kandungan total padatan terlarut digunakan kemiringan
slope perubahan padatan terlarut selama penyimpanan. Nilai slope negatif menunjukkan adanya kecenderungan penurunan total padatan terlarut sedangkan nilai slope positif menunjukkan adanya
kecenderungan peningkatan total padatan terlarut salak pondoh selama penyimpanan.
4.2.5.3 Total padatan terlarut salak pondoh kematangan 80
Salak pondoh kematangan 80 memiliki kandungan total padatan terlarut pada awal penyimpanan sebesar 15
o
Brix dan selama penyimpanan kandungannya berkisar 14-17
o
Brix. Gambar 18 menunjukkan bahwa kandungan total padatan terlarut salak pondoh kematangan 80
cenderung meningkat pada perlakuan pengemasan dengan polipropilen tanpa lubang, polietilen tanpa lubang, dan tanpa kemasan. Salak pondoh kematangan 80 cenderung menurun pada
perlakuan polipropilen tanpa lubang dan polietilen tanpa lubang. Berdasarkan hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan Lampiran 21, coating kitosan tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan
total padatan terlarut sedangkan jenis kemasan yang digunakan memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan total padatan terlarut salak pondoh kematangan 80 selama penyimpanan.
Penurunan atau peningkatan kandungan total padatan terlarut selama penyimpanan pada salak pondoh kematangan 80 disebabkan oleh kesetimbangan antara degradasi senyawa
kompleks dengan proses degradasi gula dalam glikolisis pada buah. Peningkatan kandungan total padatan terlarut pada salak pondoh kematangan 80 dengan perlakuan pengemasan plastik
polipropilen lubang, polietilen lubang, dan tanpa kemasan karena proses respirasi yang menghasilkan gula lebih cepat dibandingkan perlakuan lain yang diakibatkan adanya dua lubang
dikedua sisi plastik sehingga terdapat banyak oksigen. Tingkat kematangan salak pondoh 80 yang belum mencapai kematangan maksimal juga dapat menjadi faktor cenderung meningkatnya
kandungan total padatan terlarut pada perlakuan tersebut. Kemudian, kecenderungan peningkatan total padatan terlarut pada perlakuan tanpa kemasan diduga karena respirasi mengubah pati
menjadi gula sederhana dan kehilangan air karena transpirasi juga tinggi sehingga kandungan gula yang terlarut lebih banyak pada kandungan air yang lebih sedikit pada buah.
29 Gambar 18. Laju perubahan total padatan terlarut salak pondoh kematangan 80 selama
penyimpanan Kecenderungan penurunan kandungan total padatan terlarut pada perlakuan pengemasan
plastik polipropilen tanpa lubang dan plastik polietilen tanpa lubang diduga gula sederhana yang dihasilkan dari pemecahan polisakarida digunakan dalam proses glikolisis dalam respirasi
kemudian kehilangan air rendah karena permeabilitas plastik rendah. Ketersediaan oksigen yang terbatas karena adanya permeabilitas plastik menyebabkan ada peluang terjadinya fermentasi yang
menggunakan gula sederhana yang lebih besar untuk menghasilkan energi sehingga total padatan terlarut menurun. Menurut Winarno dan Wirakartakusumah 1981, total gula pada buah akan
meningkat karena adanya degradasi karbohidrat menjadi senyawa yang terlarut dan menurun karena gula yang digunakan untuk proses respirasi akan diubah menjadi senyawa lain. Total gula
pada salak pondoh diamati dari kandungan total padatan terlarut karena sebagian besar bahan yang terlarut dalam buah berupa gula sukrosa, fruktosa, dan glukosa.
4.2.5.2 Total padatan terlarut salak pondoh kematangan 90
Kandungan total padatan terlarut salak pondoh kematangan 90 selama penyimpanan berkisar 13-17
o
Brix dengan kandungan awal penyimpanan sebesar 18
o
Brix. Laju penurunan total padatan terlarut tertinggi terdapat pada perlakuan coating kitosan 0.3:100 Kitosan:Asam asetat
1 bv dengan pengemasan polipropilen lubang dan coating kitosan 0.7:100 Kitosan:Asam asetat 1 bvd engan pengemasan polietilen lubang. Berdasarkan Gambar 19, kandungan total
padatan terlarut salak pondoh kematangan 90 pada semua perlakuan cenderung menurun selama
penyimpanan.
-0,08 -0,06
-0,04 -0,02
0,00 0,02
0,04 0,06
0,08 0,10
0,12 0,14
Polipropilen Lubang
Polipropilen Tanpa Lubang
Polietilen Lubang
Polietilen Tanpa Lubang
Tanpa Kemasan L
aj u
P er
u b
ah an
T P
T
o
B rix
Har i
0.3:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
0.7:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
30 Gambar 19. Laju perubahan total padatan terlarut salak pondoh kematangan 90 selama
penyimpanan Hasil analisis ragam Lampiran 22, coating kitosan dan perlakuan kemasan tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan total padatan terlarut salak pondoh kematangan 90 selama penyimpanan. Penurunan total padatan terlarut selama penyimpanan pada salak
pondoh kematangan 90 karena pada kematangan tersebut buah sudah tidah mengalami peningkatan kemanisan secara signifikan sehingga kandungan padatan terlarut setelah panen tinggi
dan menurun selama penyimpanan karena gula digunakan untuk proses respirasi.
4.2.5.3 Total padatan terlarut kematangan curah
Pada awal penyimpanan, kandungan total padatan terlarut salak pondoh kematangan curah sebesar 17
o
Brix dan selama penyimpanan nilainya berkisar antara 13-17
o
Brix. Pada Gambar 20, total padatan terlarut salak pondoh kematangan curah cenderung menurun pada semua perlakuan
yang ditunjukkan oleh nilai slope negatif. Penurunan total padatan terlarut terbesar terdapat pada perlakuan coating kitosan 0.3:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv dan pengemasan dengan plastik
polietilen lubang. Berdasarkan hasil analisa ragam Lampiran 23, perlakuan coating kitosan dan jenis kemasan tid
ak berpengaruh nyata α=0.05 terhadap kandungan total padatan terlarut salak pondoh kematangan curah. Penurunan total padatan terlarut karena adanya penggunaan gula yang
digunakan untuk respirasi lebih besar dari penguraian pati menjadi gula. Penurunan mutu selama penyimpanan hanya dapat diperlambat termasuk penurunan total padatan terlarut yang
mempengaruhi kemanisan buah karena berhubungan dengan kandungan kimia pada buah saat
panen dan adanya reaksi metabolisme selama penyimpanan Lodh dan Pantastico 1986.
-0,30 -0,25
-0,20 -0,15
-0,10 -0,05
0,00 Polipropilen
Lubang Polipropilen
Tanpa Lubang Polietilen
Lubang Polietilen
Tanpa Lubang Tanpa
Kemasan
L aj
u P
er u
b ah
an T
P T
o
B rix
Har i
0.3:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
0.7:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
31 Gambar 20. Laju perubahan total padatan terlarut salak pondoh kematangan curah selama
penyimpanan 4.3.6
Organoleptik
Organoleptik hedonik adalah uji yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis melalui analisa verbal. Nilai yang dipakai pada organoleptik hedonik ini antara lain 5
sangat suka, 4 suka, 3 netral, 2 tidak suka, dan 1 sangat tidak suka. Parameter yang digunakan dalam penelitian ini berupa warna kulit buah utuh, warna, aroma, tekstur, dan rasa buah
salak pondoh yang diuji pada awal penyimpanan, 6 hari, dan 18 hari penyimpanan.
4.3.6.1 Warna kulit salak pondoh
Warna kulit merupakan salah satu parameter yang parameter awal yang dinilai konsumen sebelum memutuskan membeli buah. Warna kulit salak pondoh berwarna kuning kecoklatan
dengan warna yang lebih terang pada bagian pangkal. Setelah salak pondoh dilapisi kitosan, warnanya menjadi lebih cerah dibandingkan dengan salak yang tidak dilapisi kitosan. Warna kulit
yang disukai panelis berupa kenampakan warna yang cerah, tidak keriput, dan tidak ada spot hitam tanda-tanda kerusakan.
Hasil organoleptik kesukaan panelis terhadap warna kulit salak pondoh selama penyimpanan disajikan pada Gambar 21. Pada 6 hari penyimpanan, warna kulit salak pondoh
masih disukai panelis pada semua perlakuan. Salak pondoh kematangan 80 yang memiliki kerusakan kurang dari 50 pada 18 hari penyimpanan memiliki warna kulit yang masih disukai
hingga 60 panelis. Warna kulit salak pondoh kematangan 80 yang memiliki kerusakan terendah yaitu pelapisan dengan 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 dan pengemasan polipropilen
tanpa lubang disukai panelis hingga 18 hari penyimpanan dengan persentase kesukaan hingga 60.
Warna kulit salak pondoh dapat dipengaruhi oleh susut bobot buah. Semakin banyak air yang menguap karena respirasi dan transpirasi maka susut bobot semakin tinggi, kulit buah
menjadi kering, dan warna kulit salak pondoh terlihat kusam. Pelapisan dan penyimpanan pada plastik kemasan dapat menghalangi pertukaran udara yang dapat menyebabkan peningkatan
-0,35 -0,30
-0,25 -0,20
-0,15 -0,10
-0,05 0,00
Polipropilen Lubang
Polipropilen Tanpa Lubang
Polietilen Lubang
Polietilen Tanpa Lubang Tanpa Kemasan
L aj
u P
er u
b ah
an T
P T
o
B rix
Har i
0.3:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
0.7:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
32 respirasi dan transpirasi sehingga susut warna salak pondoh tetap segar dan tidak kusam. Pada 6
hari penyimpanan, warna kulit salak pondoh yang memiliki susut bobot tinggi yaitu perlakuan tanpa kemasan masih dapat diterima panelis dengan persentase panelis yang memberikan penilaian
suka berkisar 20-60.
Keterangan: A1= 0.3:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
A2= 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv A3= 0.7:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
B1= Polipropilen lubang B2= Polipropilen tanpa lubang
B3= Polietilen lubang B4= Polietilen tanpa lubang
B5= Tanpa kemasan Gambar 21. Persentase panelis yang memberikan penilaian suka terhadap warna kulit salak
pondoh kematangan 80 selama penyimpanan
Keterangan: A1= 0.3:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
A2= 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv A3= 0.7:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
B1= Polipropilen lubang B2= Polipropilen tanpa lubang
B3= Polietilen lubang B4= Polietilen tanpa lubang
B5= Tanpa kemasan Gambar 22. Persentase panelis yang memberikan penilaian suka terhadap warna kulit salak pondoh
kematangan 90 selama penyimpanan Berdasarkan hasil organoleptik kesukaan panelis terhadap warna kulit salak pondoh selama
penyimpanan yang disajikan pada Gambar 22, warna kulit salak pondoh kematangan 90 disukai 10
20 30
40 50
60 70
80 90
Kesu k
aa n
P an
elis
Perlakuan Hari ke-0
Hari ke-6 Hari ke-18
10 20
30 40
50 60
70 80
90
Kesu k
aa n
P an
elis
Perlakuan Hari ke-0
Hari ke-6 Hari ke-18
33 panelis hingga 18 hari penyimpanan dengan persentase panelis hingga 70 pada perlakuan yang
memiliki kerusakan kurang dari 50. Pada 6 hari penyimpanan, warna kulit salak pondoh masih disukai panelis pada semua perlakuan. Warna kulit salak pondoh kematangan 90 yang memiliki
kerusakan terendah yaitu pelapisan dengan 0.7:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv dan pengemasan polipropilen tanpa lubang disukai panelis hingga 18 hari penyimpanan dengan
persentase kesukaan hingga 30. Pada 6 hari penyimpanan, warna kulit salak pondoh kematangan 90 yang memiliki susut bobot tinggi yaitu perlakuan tanpa kemasan masih dapat diterima panelis
dengan persentase panelis yang memberikan penilaian suka berkisar 10-50. Salak pondoh kematangan curah masih dapat diterima panelis hingga 18 hari penyimpanan
yang disajikan pada Gambar 23. Semua perlakuan memiliki persentase kesukaan panelis lebih dari 50 selama penyimpanan dan terdapat beberapa perlakuan yang memiliki tingkat kesukaan
mencapai 90 pada 18 hari penyimpanan. Warna kulit salak pondoh kematangan curah yang memiliki kerusakan terendah yaitu pelapisan dengan 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv dan
pengemasan polipropilen tanpa lubang disukai panelis hingga 18 hari penyimpanan dengan persentase kesukaan hingga 50. Pada 6 hari penyimpanan, perlakuan tanpa kemasan memiliki
persentase kesukaan yang rendah dibandingkan perlakuan lain tetapi masih disukai oleh panelis dengan persentase kesukaan panelis mencapai 60. Secara kualitatif, warna kulit salak pondoh
pada perlakuan penyimpanan dengan kemasan plastik polipropilen dan polietilen tidak berubah selama penyimpanan tetapi pada perlakuan tanpa pengemasan warna kulit salak pondoh semakin
pudar dan kering. Susut bobot salak pondoh yang tinggi pada perlakuan tanpa kemasan menyebabkan permukaan kulit salak pondoh menjadi kering karena kandungan air pada buah salak
pondoh menguap tanpa adanya penghalang barrier seperti pada kemasan plastik.
Keterangan: A1= 0.3:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
A2= 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv A3= 0.7:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
B1= Polipropilen lubang B2= Polipropilen tanpa lubang
B3= Polietilen lubang B4= Polietilen tanpa lubang
B5= Tanpa kemasan Gambar 23. Persentase panelis yang memberikan penilaian suka terhadap warna kulit salak
pondoh kematangan curah selama penyimpanan
4.3.6.2 Warna daging buah salak pondoh
Warna daging salak pondoh menjadi parameter kesukaan panelis karena warna dapat menunjukan kerusakan pada buah. Daging buah salak pondoh berwarna putih tulang pada awal
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
Kesu k
aa n
P an
eli s
s
Perlakuan Hari ke-0
Hari ke-6 Hari ke-18
34 penyimpanan kemudian warna menjadi lebih gelap setelah penyimpanan hari ke-18. Hal tersebut
disebabkan oleh warna salak yang lebih gelap karena adanya pencoklatan secara enzimatis. Pada awal penyimpanan, persentase kesukaan panelis terhadap warna salak pondoh
kematangan 80 sebesar 70 kemudian menurun selama penyimpanan. Warna daging salak pondoh kematangan 80 disukai panelis hingga 18 hari penyimpanan pada perlakuan yang
memiliki kerusakan kurang dari 50 dengan persentase panelis yang memberikan penilaian suka berkisar 10-40. Warna daging buah salak pondoh yang memiliki kerusakan terendah yaitu
perlakuan coating kitosan perbandingan 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv dan pengemasan dengan polipropilen tanpa lubang memiliki persentase kesukaan panelis hingga 60 pada 6 hari
penyimpanan dan sebesar 20 pada 18 hari penyimpanan. Warna daging salak pondoh dapat dipengaruhi oleh reaksi pencoklatan browning atau adanya oksidasi asam askorbat. Keberadaan
oksigen yang rendah pada plastik yang tidak dilubangi membantu menekan proses pencoklatan sehingga warna salak pondoh masih dapat diterima.
Keterangan: A1= 0.3:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
A2= 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv A3= 0.7:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
B1= Polipropilen lubang B2= Polipropilen tanpa lubang
B3= Polietilen lubang B4= Polietilen tanpa lubang
B5= Tanpa kemasan Gambar 24. Persentase panelis yang memberikan penilaian suka terhadap warna daging salak
pondoh kematangan 80 selama penyimpanan Persentase kesukaan panelis terhadap warna buah salak pondoh kematangan 90 yang
disajikan pada Gambar 25 memberikan informasi penurunan tingkat kesukaan dibandingkan dengan awal penyimpanan. Pada 6 hari penyimpanan, persentase kesukaan panelis berkisar 20-
60 pada 6 hari penyimpanan. Kemudian, pada 18 hari penyimpanan warna daging salak pondoh kematangan 90 tidak disukai panelis dengan persentase kesukaan panelis sebesar 10.
10 20
30 40
50 60
70 80
Kesu k
aa n
P an
elis
Perlakuan Hari ke-0
Hari ke-6 Hari ke-18
35 Keterangan:
A1= 0.3:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv A2= 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
A3= 0.7:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv B1= Polipropilen lubang
B2= Polipropilen tanpa lubang B3= Polietilen lubang
B4= Polietilen tanpa lubang B5= Tanpa kemasan
Gambar 25. Persentase panelis yang memberikan penilaian suka terhadap warna daging salak pondoh Kematangan 90 selama penyimpanan
Warna daging buah salak pondoh kematangan curah Gambar 26, masih disukai panelis hingga 18 hari penyimpanan pada perlakuan yang memiliki kerusakan rendah. Pada 6 hari
penyimpanan, panelis masih menyukai warna daging buah salak pondoh kematangan curah dengan persentase kesukaan panelis 40-70. Setelah hari penyimpanan ke-18, pada daging buah salak
pondoh timbul bercak-bercak kecoklatan setelah disimpan pada suhu ruang karena adanya kerusakan dingin.
Keterangan: A1= 0.3:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
A2= 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv A3= 0.7:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
B1= Polipropilen lubang B2= Polipropilen tanpa lubang
B3= Polietilen lubang B4= Polietilen tanpa lubang
B5= Tanpa kemasan Gambar 26. Persentase panelis yang memberikan penilaian suka terhadap warna daging salak
pondoh kematangan curah selama penyimpanan 10
20 30
40 50
60 70
80
Kesu k
aa n
P an
elis
Perlakuan Hari ke-0
Hari ke-6 Hari ke-18
10 20
30 40
50 60
70 80
Kesu k
aa n
P an
elis
Perlakuan Hari ke-0
Hari ke-6 Hari ke-18
36
4.3.6.3 Aroma buah salak pondoh
Aroma buah salak pondoh yang diketahui melalui indra penciuman dapat memberikan gambaran bagi panelis terhadap mutu buah. Aroma khas salak pondoh tanpa adanya aroma lain
seperti aroma alkohol atau aroma overipe cenderung disukai panelis. Pada Gambar 27, salak pondoh kematangan 80 masih disukai panelis pada hari penyimpanan ke-6 dengan persentase
kesukaan mencapai 40 dan semakin menurun pada 18 hari penyimpanan. Aroma buah salak pondoh kematangan 80 yang memiliki kerusakan terendah, yaitu salak pondoh yang dilapisi
coating kitosan perbandingan 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv dan pengemasan
polipropilen tanpa lubang masih disukai panelis pada 6 hari penyimpanan dengan persentase kesukaan sebesar 30 kemudian pada 18 hari penyimpanan persentase kesukaan menurun menjadi
10. Hal tersebut memberikan informasi bahwa salak pondoh kematangan 80 yang memiliki kerusakan yang rendah sudah tidak disukai panelis dalam parameter aroma buah pada 18 hari
penyimpanan.
Keterangan: A1= 0.3:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
A2= 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv A3= 0.7:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
B1= Polipropilen lubang B2= Polipropilen tanpa lubang
B3= Polietilen lubang B4= Polietilen tanpa lubang
B5= Tanpa kemasan Gambar 27. Persentase panelis yang memberikan penilaian suka terhadap aroma buah salak
pondoh kematangan 80 selama penyimpanan Berdasarkan Gambar 28, aroma salak pondoh kematangan 90 disukai panelis pada hari
penyimpanan ke-6 dengan persentase kesukaan panelis berkisar 10-50. Panelis cenderung memberikan penilaian netral pada 6 hari penyimpanan terhadap aroma salak pondoh kematangan
90. Setelah 18 hari penyimpanan, salak pondoh kematangan 90 yang memiliki kerusakan kurang dari 50 disukai panelis dengan persentase kesukaan 10-20.
10 20
30 40
50 60
70 80
Kesu k
aa n
P an
elis
Perlakuan
Hari ke-0 Hari ke-6
Hari ke-18
37 Keterangan:
A1= 0.3:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv A2= 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
A3= 0.7:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv B1= Polipropilen lubang
B2= Polipropilen tanpa lubang B3= Polietilen lubang
B4= Polietilen tanpa lubang B5= Tanpa kemasan
Gambar 28. Persentase panelis yang memberikan penilaian suka terhadap aroma buah salak pondoh kematangan 90 selama penyimpanan
Hasil organoleptik aroma salak pondoh kematangan curah berdasarkan persentase panelis yang memberikan penilaian suka ditunjukkan pada Gambar 29. Berdasarkan gambar tersebut,
aroma salak pondoh kematangan curah pada 6 hari penyimpanan masih dapat diterima panelis pada semua perlakuan dengan persentase kesukaan panelis hingga 60. Pada 18 hari
penyimpanan, aroma salak pondoh kematangan curah dengan kerusakan rendah disukai panelis hingga 20.
Keterangan: A1= 0.3:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
A2= 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv A3= 0.7:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
B1= Polipropilen lubang B2= Polipropilen tanpa lubang
B3= Polietilen lubang B4= Polietilen tanpa lubang
B5= Tanpa kemasan Gambar 29. Persentase panelis yang memberikan penilaian suka terhadap aroma buah salak
pondoh kematangan curah selama penyimpanan 10
20 30
40 50
60 70
80
Kesu k
aa n
P an
elis
Perlakuan Hari ke-0
Hari ke-6 Hari ke-18
10 20
30 40
50 60
70 80
Kesu k
aa n
P an
elis
Perlakuan Hari ke-0
Hari ke-6 Hari ke-18
38 Pada awal penyimpanan, salak pondoh memiliki aroma yang khas kemudian pada 6 hari
penyimpanan rasa khas salak mulai sedikit menghilang. Perubahan aroma tersebut terasa pada buah yang dikemas pada semua jenis kemasan tetapi lebih terasa pada salak pondoh yang disimpan
dengan plastik tanpa lubang. Pada salak pondoh yang dikemas pada plastik polietilen dan polipropilen tanpa lubang aroma yang tercium sedikit asam seperti overipe dibandingkan dengan
salak pondoh yang disimpan tanpa kemasan. Kemudian, salak pondoh yang disimpan pada plastik tanpa lubang selain aroma sedikit asam juga tercium aroma etanol setelah hari penyimpanan ke-18.
Gejala tersebut karena terbatasnya oksigen dalam kemasan menimbulkan terjadinya fermentasi yang menghasilkan etanol dan asam. Kecenderungan penurunan total asam yang rendah pada salak
pondoh yang dikemas dengan plastik polietilen dan polipropilen tanpa lubang dapat juga disebabkan oleh asam yang dihasilkan dari fermentasi sehingga mempengaruhi aroma buah.
Dalam hal ini, pengaruh coating kitosan tidak memberikan perbedaan aroma salak pondoh selama penyimpanan. Menurut Ulrich 1986, aroma dan rasa yang tidak dikehendaki pada buah dapat
disebabkan oleh penimbunan etanol.
4.3.6.4 Tekstur daging buah salak pondoh
Tekstur daging berhubungan dengan kerenyahan dan kekerasan dari daging buah salak pondoh. Gambar 30, Gambar 31, dan Gambar 32 memperlihatkan perubahan tingkat kesukaan
panelis terhadap tekstur daging buah salak pondoh kematangan 80, 90, dan curah selama penyimpanan.
Keterangan: A1= 0.3:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
A2= 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv A3= 0.7:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
B1= Polipropilen lubang B2= Polipropilen tanpa lubang
B3= Polietilen lubang B4= Polietilen tanpa lubang
B5= Tanpa kemasan Gambar 30. Persentase panelis yang memberikan penilaian suka terhadap tekstur buah salak
pondoh kematangan 80 selama penyimpanan Gambar 30 memperlihatkan bahwa pada 6 hari penyimpanan tekstur salak pondoh
kematangan 80 masih dapat diterima panelis dengan tingkat kesukaan mencapai 50 pada beberapa perlakuan. Pada 18 hari penyimpanan, tingkat kesukaan tertinggi sebesar 30 pada
perlakuan pelapisan kitosan perbandingan 0.3:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv dengan kemasan polietilen tanpa lubang. Pada 18 hari penyimpanan, tekstur salak pondoh kematangan
10 20
30 40
50 60
70 80
Kesu k
aa n
P an
elis
Perlakuan Hari ke0
Hari ke-6 Hari ke-18
39 80 pada perlakuan yang memiliki kerusakan terendah disukai panelis dengan persentase
kesukaan 10.
Keterangan: A1= 0.3:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
A2= 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv A3= 0.7:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
B1= Polipropilen lubang B2= Polipropilen tanpa lubang
B3= Polietilen lubang B4= Polietilen tanpa lubang
B5= Tanpa kemasan Gambar 31. Persentase panelis yang memberikan penilaian suka terhadap tekstur buah salak
pondoh kematangan 90 selama penyimpanan
Keterangan: A1= 0.3:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
A2= 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv A3= 0.7:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
B1= Polipropilen lubang B2= Polipropilen tanpa lubang
B3= Polietilen lubang B4= Polietilen tanpa lubang
B5= Tanpa kemasan Gambar 32. Persentase panelis yang memberikan penilaian suka terhadap tekstur buah salak
pondoh kematangan curah selama penyimpanan Pada Gambar 31, tekstur buah salak pondoh kematangan 90 disukai panelis hingga 18
hari penyimpanan dengan tingkat kesukaan terkecil sebesar 10 dan sebagian besar panelis memberikan penilaian netral terhadap tekstur salak pondoh kematangan 90 Lampiran 24. Pada
10 20
30 40
50 60
70 80
Kesu k
aa n
P an
elis
Perlakuan Hari ke-0
Hari ke-6 Hari ke-18
10 20
30 40
50 60
70 80
K esu
k aa
n P
an eli
s
Perlakuan Hari ke-0
Hari ke-6 Hari ke-18
40 18 hari penyimpanan, salak pondoh dengan kerusakan kurang dari 50 memiliki persentase
kesukaan panelis berkisar 10-30 sedangkan pada perlakuan dengan kerusakan terendah persentase kesukaan panelis sebesar 10.
Berdasarkan Gambar 32, tekstur salak pondoh kematangan curah disukai panelis hingga 18 hari penyimpanan pada perlakuan yang memiliki kerusakan kurang dari 50 dengan persentase
kesukaan panelis 10-50. Pada 6 hari penyimpanan, tekstur salak pondoh masih disukai panelis dengan persentase kesukaan panelis mencapai 60. Pada 18 hari penyimpanan, tingkat kesukaan
panelis teterendah terhadap tekstur salak pondoh kematangan curah sebesar 10 . Penurunan tingkat kesukaan panelis dapat disebabkan oleh mulai menurunnya tingkat
kerenyahan dari salak pondoh. Pelunakan buah dapat disebabkan oleh terjadinya pemecahan protopektin menjadi pektin yang larut air maupun karena terjadinya hidrolisis pati atau lemak dan
lignin Pantastico, 1986. Menurunnya ketegaran tekstur salak pondoh juga disebabkan adanya proses transpirasi pada buah sehingga kehilangan air lebih besar yang terlihat dari susut bobot
yang tinggi dan terjadinya pengeriputan daging buah.
4.3.6.5 Rasa buah salak pondoh
Rasa merupakan parameter yang sangat mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap produk. Rasa salak pondoh didominasi oleh perpaduan antara kandungan gula dan asam yang
terkandung. Secara umum tingkat kesukaan panelis terhadap rasa salak pondoh menurun selama penyimpanan. Menurut Mattoo et al. 1986, rasa adalah sesuatu yang halus dan rumit yang
ditangkap dengan indera yang berupa kombinasi rasa manis, asam, sepet dan aroma. Rasa salak pondoh masih dapat diterima panelis hingga 6 hari penyimpanan sedangkan pada 18 hari
penyimpanan tingkat kesukaan panelis cenderung menurun.
Keterangan: A1= 0.3:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
A2= 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv A3= 0.7:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
B1= Polipropilen lubang B2= Polipropilen tanpa lubang
B3= Polietilen lubang B4= Polietilen tanpa lubang
B5= Tanpa kemasan Gambar 33. Persentase panelis yang memberikan penilaian suka terhadap rasa buah salak pondoh
kematangan 80 selama penyimpanan Pada Gambar 33, rasa salak pondoh kematangan 80 masih dapat disukai pada 6 hari
penyimpanan dengan tingkat kesukaan panelis mencapai 60. Salak pondoh kematangan 80 dengan kerusakan yang rendah hingga 18 hari penyimpanan memiliki persentase kesukaan panelis
10 20
30 40
50 60
70 80
Kesu k
aa n
P an
elis
Perlakuan Hari ke-0
Hari ke-6 Hari ke-18
41 yang rendah hanya berkisar 10-30. Pada salak pondoh kematangan 80 dengan perlakuan
pengemasan polipropilen tanpa lubang, persentase kesukaan panelis terhadap rasa buah salak sebesar 10 dan sisanya memberikan penilaian netral dan tidak suka. Pada 6 hari penyimpanan,
rasa salak pondoh kematangan 80 dengan perlakuan tanpa kemasan dan pelapisan kitosan 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv memiliki persentase kesukaan panelis sebesar 60, lebih
tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal tersebut diduga karena rasa yang terbentuk tidak terlalu hambar dan tidak terlalu dipengaruhi oleh aroma alkohol. Pada perlakuan tanpa
kemasan dan plastik polietilen tanpa lubang, ketersediaan oksigen lebih banyak sehingga proses respirasi aerobik masih dapat berlangsung dibandingkan dengan perlakuan dengan plastik
polipropilen tanpa lubang.
Keterangan: A1= 0.3:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
A2= 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv A3= 0.7:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
B1= Polipropilen lubang B2= Polipropilen tanpa lubang
B3= Polietilen lubang B4= Polietilen tanpa lubang
B5= Tanpa kemasan Gambar 34. Persentase panelis yang memberikan penilaian suka terhadap rasa buah salak pondoh
kematangan 90 selama penyimpanan Pada Gambar 34, rasa salak pondoh kematangan 90 masih dapat diterima panelis pada 6
hari penyimpanan. Rasa salak pondoh dengan kerusakan rendah memiliki persentase kesukaan panelis yang rendah, yaitu sebesar 10 pada perlakuan pengemasan dengan plastik polipropilen
tanpa lubang. Rasa salak pondoh yang dikemas pada plastik polipropilen tanpa lubang dengan pelapisan kitosan perbandingan 0.7:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv memiliki persentase
kesukaan panelis tertinggi pada 18 hari penyimpanan dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal tersebut diduga karena laju penurunan total asam dan total padatan terlarut pada perlakuan tersebut
lambat serta aroma overipe atau alkohol yang tercium tidak mempengaruhi rasa buah salak. Rasa salak pondoh kematangan curah masih diterima panelis pada 6 hari penyimpanan.
Pada Gambar 35, disajikan bahwa pada 6 hari penyimpanan, tingkat kesukaan panelis dapat mencapai 60. Pada 18 hari penyimpanan, salak pondoh kematangan curah dengan kerusakan
terendah yaitu pelapisan dengan coating kitosan perbandingan 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv dan pengemasan dengan polipropilen tanpa lubang disukai panelis dengan tingkat kesukaan
20. 10
20 30
40 50
60 70
80
Kesu k
aa n
P an
elis
Perlakuan Hari ke-0
Hari ke-6 Hari ke-18
42 Keterangan:
A1= 0.3:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv A2= 0.5:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv
A3= 0.7:100 Kitosan:Asam asetat 1 bv B1= Polipropilen lubang
B2= Polipropilen tanpa lubang B3= Polietilen lubang
B4= Polietilen tanpa lubang B5= Tanpa kemasan
Gambar 35. Persentase panelis yang memberikan penilaian suka terhadap rasa buah salak pondoh kematangan curah selama penyimpanan
Rasa salak pondoh dipengaruhi oleh kandungan total padatan terlarut, total asam, dan senyawa lain yang dihasilkan dari proses metabolisme. Penurunan tingkat kesukaan panelis
terhadap rasa salak pondoh dapat disebabkan rasa khas salak pondoh semakin menurun dan didominasi oleh rasa yang hambar dan sedikit asam. Rasa hambar diduga disebabkan oleh adanya
penurunan total asam dan total padatan terlarut pada salak pondoh sehingga rasa asam dan rasa manis menurun.
4.4 MEKANISME KITOSAN DAN PLASTIK KEMASAN DALAM MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN SALAK PONDOH
Kitosan merupakan polisakarida yang dapat menjadi barrier penghalang yang baik karena dapat membentuk matriks yang kuat dan kompak Krochta et al. 1994. Lapisan pelindung dengan
menggunakan kitosan memiliki kemampuan untuk menunda atau memperlambat proses kematangan dan memperpanjang masa penyimpanan pasca panen. Buah salak pondoh yang
dilapisi kitosan pada permukaan kulit buahnya akan memiliki permeabilitas terhadap oksigen dan karbondioksida sehingga mengurangi kegiatan respirasi yang menggunakan oksigen dan
menghasilkan karbondioksida. Hal tersebut akan berakibat pada kerusakan yang lebih rendah karena kegiatan respirasi yang rendah akan menyebabkan perombakan substrat lambat sehingga
tingkat kebusukan rendah. Selain membentuk lapisan film, kitosan memiliki struktur khusus dengan kelompok amino
reaktif sehingga menjadi senyawa bioaktif yang memperlihatkan fungsi antimikrobial Kumar et al
. 2004. Aktivitas antimikroba kitosan dapat menghambat pertumbuhan berbagai mikroorganisme seperti bakteri dan cendawan Sagoo et al. 2002. Cendawan yang menyebabkan
kerusakan pada buah salak pondoh berupa kapang yang berwarna putih kemudian berwarna hitam seiring dengan semakin lama penyimpanan. Hasil penelitian Putra 2011, kapang yang tumbuh
pada salak pondoh selama penyimpanan antara lain Fusarrium sp, Aspergillus sp, Penicillium sp, 10
20 30
40 50
60 70
80
Kesu k
aa n
P an
elis
Perlakuan Hari ke-0
Hari ke-6 Hari ke-18
43 dan Mucor sp. Mekanisme antimikroba dari kitosan yaitu muatan positif dari kitosan hasil dari
protonisasi kelompok fungsional amino bereaksi dengan dinding sel kapang bermuatan negatif yang menyebabkan peningkatan permeabilitas membran sel sehingga mengganggu metabolisme
yang menyebabkan kematian sel Sebti et al. 2005. Plastik kemasan memiliki kemampuan untuk melindungi produk dari keadaan atau
kontaminasi yang tidak diinginkan. Oksigen, karbondioksida, dan uap air merupakan gas yang keberadaannya harus dibatasi disekitar buah agar tidak mempercepat proses kerusakan. Selain itu,
dengan adanya plastik kemasan dapat melindungi buah salak pondoh dari kontaminasi mikroba tertutam kapang yang dapat menyebabkan kebusukan. Plastik kemasan polipropilen dan polietilen
memiliki permeabilitas terhadap oksigen, karbondioksida serta uap air sehingga aktivitas metabolime terutama respirasi buah salak pondoh yang dikemas pada plastik tersebut menurun
yang berakibat pada penurunan mutu yang lebih lambat. Menurut Robertson dan Gordon 1993, transpirasi yang menyebabkan kehilangan air pada buah dapat dipengaruhi oleh respirasi karena
dihasilkan panas yang akan meningkatkan suhu jaringan sehingga ketika kegiatan respirasi rendah maka transpirasi juga rendah. Aktivitas respirasi yang rendah akan memperlambat penggunaan
asam organik pada tahap siklus krebs karena ketersediaan oksigen yang terbatas Phan et al. 1986. Asam askorbat akan lebih cepat menurun dengan adanya oksigen karena aktifnya enzim askorbat
oksidase Tranggono dan Sutardi 1989 sehingga adanya permeabilitas terhadap oksigen dapat memperlambat degradasi vitamin C.
44
5. KESIMPULAN DAN SARAN