Susut bobot salak pondoh kematangan 90

19 Berdasarkan hasil analisis ragam Lampiran 12, jenis kemasan yang digunakan berpengaruh nyata α=0.05 terhadap susut bobot sedangkan perlakuan coating kitosan pada salak pondoh kematangan 80 tidak berpengaruh nyata α=0.05 selama penyimpanan. Hasil uji lanjut Duncan Lampiran 12 menyatakan bahwa penyimpanan tanpa kemasan memberikan susut bobot terbesar. Tidak adanya pengaruh nyata antara ketiga perbandingan coating kitosan terhadap susut dapat disebabkan oleh karakteristik dari masing-masing coating yang tidak berbeda jauh sehingga memberikan lapisan yang relatif sama. Lapisan coating yang terbentuk pada permukaan salak pondoh dapat menjadi penghalang pertukaran gas sehingga susut bobot kecil. Susut bobot yang tinggi pada perlakuan tanpa kemasan karena tidak adanya penghalang pertukaran oksigen yang digunakan untuk respirasi dengan uap air dan karbondioksida yang dihasilkan dari proses respirasi. Keadaan ini menyebabkan proses respirasi dan transpirasi lebih cepat dibandingkan perlakuan penyimpanan dengan kemasan plastik sehingga uap air lebih banyak yang terlepas ke lingkungan. Salak pondoh kematangan 80 perlakuan kemasan polipropilen serta polietilen memiliki susut bobot yang rendah karena adanya permeabilitas plastik terhadap oksigen, karbondioksida, dan uap air sehingga menjaga dari kehilangan air yang besar. Penggunaan pelapis yang optimum dapat mengurangi susut bobot karena adanya lapisan yang dapat memperlambat respirasi dan keluarnya air dari bahan. Menurut Kader 1985, laju respirasi dapat menyebabkan kehilangan air pada bahan. Adanya kehilangan air pada buah menyebabkan pelayuan dan pengeriputan buah sehingga susut bobot meningkat. Pengaruh susut bobot salak pondoh kematangan 80 terhadap kerusakan selama penyimpanan berbanding lurus pada perlakuan tanpa pengemasan. Susut bobot salak Pondoh tanpa kemasan tinggi begitu juga dengan kerusakannya. Hal tersebut dapat disebabkan oleh proses respirasi yang relatif lebih cepat dibandingkan perlakuan pengemasan plastik sehingga berpengaruh pada kerusakan jaringan dan kehilangan air yang tinggi.

4.3.2.2 Susut bobot salak pondoh kematangan 90

Berdasarkan Gambar 10, susut bobot terbesar salak pondoh kematangan 90 selama penyimpanan terdapat pada perlakuan tanpa kemasan. Susut bobot pada perlakuan tanpa kemasan berkisar 10.1 - 21.7 selama 18 hari penyimpanan. Salak pondoh kematangan 90 memiliki susut bobot rendah pada perlakuan pengemasan dengan plastik polipropilen lubang, polipropilen tanpa lubang, polietilen lubang, dan polietilen tanpa lubang dengan susut bobot kurang dari 2 selama penyimpanan. Berdasarkan hasil analisa ragam Lampiran 13, perlakuan coating kitosan tidak memberikan pengaruh yang nyata pada perubahan susut bobot sedangkan jenis kemasan berpengaruh nyata terhadap susut bobot salak pondoh kematangan 90 selama penyimpanan. Uji lanjut Duncan Lampiran 13 menyatakan bahwa susut bobot salak pondoh yang disimpan tanpa kemasan memiliki persentase susut bobot paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Berdasarkan laju perubahan susut bobot selama penyimpanan pada Gambar 10, susut bobot pada perlakuan pengemasan plastik polipropilen dan polietilen bernilai rendah yang berarti perubahan susut bobot selama penyimpanan tidak besar. Hal tersebut diduga karena pada salak pondoh kematangan 90 sudah memasuki fase senescene pelayuan sehingga proses respirasi cenderung menurun yang berakibat pada susut bobot yang rendah pada perlakuan plastik polietilen dan polipropilen. Menurut Syarief 1993, buah yang berada pada fase senescene memiliki proses respirasi yang menurun dilihat dari laju produksi karbondioksida yang menurun. 20 Gambar 10 . Laju perubahan susut bobot salak pondoh kematangan 90 selama penyimpanan Kemasan plastik memiliki sifat permeabilitas terhadap udara tertentu yang berpengaruh terhadap respirasi dan transpirasi. Buah salak pondoh yang disimpan dalam kemasan plastik polipropilen dan polietilen memiliki keadaan respirasi yang lebih lambat sehingga pemecahan senyawa kompleks seperti karbohidrat menjadi uap air dan karbondioksida yang mudah menguap lebih kecil dibandingkan dengan penyimpanan salak pondoh tanpa kemasan yang berakibat pada kehilangan bobot yang kecil. Polipropilen memiliki permeabilitas yang lebih rendah terhadap oksigen, karbondioksida, dan uap air dibandingkan dengan polietilen tetapi pengaruhnya terhadap susut bobot tidak berbeda nyata. Menurut Pantastico et al. 1986 produk hortikultura dianggap tidak layak untuk dipasarkan ketika susut bobot telah mencapai 5-10 sehingga susut bobot yang tinggi pada salak pondoh yang disimpan tanpa kemasan memiliki penurunan mutu yang tinggi sedangkan pada perlakuan pengemasan dengan plastik polipropilen dan polietilen baik tanpa lubang ataupun lubang memiliki penurunan mutu yang rendah apabila dilihat dari persentase susut bobot. Susut bobot salak pondoh kematangan 90 berkaitan dengan kerusakan selama penyimpanan. Susut bobot salak pondoh kematangan 90 tanpa kemasan tinggi begitu juga dengan kerusakannya. Hal tersebut dapat disebabkan oleh proses respirasi dan transpirasi yang relatif lebih cepat dibandingkan perlakuan pengemasan plastik polipropilen dan polietilen karena tidak adanya penghalang sehingga berpengaruh pada kerusakan jaringan dan kehilangan air yang tinggi.

4.3.2.3 Susut bobot salak pondoh kematangan curah