3 Tabel 1. Kandungan gizi buah salak dalam 100 gram buah
No Kandungan Gizi
Jumlah 1
Kalori Kal 77
2 Protein g
0.4 4
Karbohidrat g 20.9
5 Kalsium mg
28 6
Fosfor g 18
7 Zat besi mg
4.2 8
Vitamin B mg 0.04
9 Vitamin C mg
2 10
Air g 78
Sumber : Departemen Kesehatan RI 2000 Salak pondoh yang siap panen ditandai dengan jarak sisik pada kulit terlihat jarang, berkilat
dan mudah dikupas, warna kulit buah kuning kecoklatan, duri-duri halus pada kulit telah hilang, mudah terlepas dari tangkai, warna daging buah tidak pucat dengan biji yang keras dan
mengeluarkan aroma khas salak Anarsis 1996. Masa panen buah salak terbagi menjadi empat musim, yaitu panen raya pada bulan November-Januari, panen sedang pada bulan Mei- Juli, panen
kecil pada bulan Februari-April, dan masa kosong pada bulan Agustus-Oktober. Salak pondoh merupakan komoditas unggulan Banjarnegara yang tersebar di 18
kecamatan. Menurut Direktorat Pertanian Banjarnegara 2011, kapasitas produksi buah salak pondoh Kabupaten Banjarnegara sebanyak 193.662,1 tontahun dengan produksi salak pondoh
tertinggi terdapat di Kecamatan Madukara 135,958.2 ton, Kecamatan Banjarmangu 26,522.3 ton, Kecamatan Pagentan 18,474.7 ton dan Kecamatan Sigaluh 5,584.9 ton.
Secara umum, buah mengalami perubahan fisiko-kimia setelah dipanen yang berhubungan dengan metabolisme oksidatif termasuk respirasi. Menurut Suter 1988, pola respirasi buah salak
terus menurun tanpa adanya lonjakan produksi CO
2
sehingga salak digolongkan ke dalam buah non-klimakterik. Buah non-klimakterik tidak akan menunjukan perubahan peningkatan mutu
setelah dipetik sehingga pemanenan dilakukan pada buah yang benar-benar masak di pohon.
2.2 FISIOLOGI PASCA PANEN
Setelah panen, komoditas pertanian masih melakukan proses metabolisme seperti respirasi, transpirasi, dan aktivitas biokimia lainnya yang dapat menyebabkan kerusakan. Menurut Wills et
al . 1981, respirasi merupakan reaksi oksidasi dari bahan dalam sel berupa pati, gula, dan asam
organik menjadi CO
2
, air, dan energi untuk reaksi sintesis. Menurut Phan et al. 1986, respirasi dibedakan menjadi tiga tingkat, yaitu a pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana; b
oksidasi gula menjadi asam piruvat; dan c transformasi piruvat dan asam-asam organik lainnya secara aerobik menjadi CO
2
, H
2
O, dan energi. Selama proses respirasi buah, karbondioksida dan uap air dihasilkan sebesar ±99 dari seluruh gas yang dihasilkan dan sisanya terdiri dari alkohol,
aldehida, keton, dan ester-ester. Respirasi dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dapat berupa tingkat perkembangan organ, komposisi kimia pada jaringan, ukuran,
pelapis alami pada permukaan kulit, dan jenis jaringan sedangkan faktor eksternal berupa suhu, etilen, oksigen, karbondioksida, adanya senyawa pengatur pertumbuhan, dan adanya luka pada
buah Phan et al. 1986. Berikut ini persamaan kimia terjadinya proses respirasi: C
6
H
12
O
6
+ 6 O
2
6CO
2
+ 6H
2
O + Energi ATP+Panas
4 Menurut Syarief 1993, apabila persediaan oksigen berkurang maka buah-buahan
cenderung melakukan fermentasi untuk memenuhi kebutuhan energi. Senyawa organik yang biasa digunakan dalam proses fermentasi pada umumnya adalah glukosa yang akan menghasilkan
beberapa bahan lain seperti aldehida, alkohol, atau asam. Bila buah-buahan melakukan proses fermentasi maka energi yang diperoleh lebih sedikit per-satuan substrat dibandingkan dengan
respirasi aerob. Pada buah-buahan yang melakukan proses fermentasi untuk memenuhi kebutuhan energinya diperlukan substrat dalam jumlah yang lebih banyak sehingga dalam waktu yang singkat
persediaan substrat akan habis dan akhirnya buah tersebut akan busuk. Konsentrasi O
2
yang rendah memiliki pengaruh terhadap beberapa hal, antara lain: a laju respirasi dan oksidasi substrat
menurun; b pematangan tertunda dan sebagai akibatnya umur komoditi menjadi lebih panjang; c perombakan klorofil tertunda; d produksi C
2
H
4
rendah; e laju pembentukan asam askorbat rendah; f perbandingan asam-asam lemak tak jenuh berubah; dan g laju degradasi senyawa
pektin tidak secepat pada saat udara tersedia Ulrich 1986. Menurut Syarief 1993, klimakterik adalah keadaan autosimulation dari dalam buah
sehingga buah menjadi matang yang disertai dengan adanya peningkatan proses respirasi. Terdapat suatu periode mendadak pada klimakterik yang menyebabkan serangkaian perubahan biologis
yang diawali dengan proses pembuatan etilen. Respirasi klimakterik dicirikan dengan laju produksi CO
2
dan konsumsi O
2
sangat rendah saat praklimakterik, diikuti dengan peningkatan mendadak saat klimakterik dan penurunan laju produksi CO
2
dan O
2
pada fase senescene. Respirasi nonklimakterik dicirikan dengan laju produksi CO
2
dan konsumsi O
2
tetap tidak ada peningkatan laju respirasi Pantastico et al. 1986. Buah-buahan yang termasuk ke dalam
klasifikasi klimakterik antara lain pisang, tomat, dan alpukat. Buah-buahan yang tidak mengalami periode mendadak terhadap proses respirasi termasuk kedalam golongan nonklimakterik seperti
semangka, jeruk, nenas, anggur, dll. Etilen merupakan suatu gas yang dihasilkan tanaman yang dapat digolongkan sebagai
hormon yang aktif dalam proses pematangan. Etilen dapat memulai proses klimakterik dan dapat juga mempercepat terjadinya klimakterik. Senyawa ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan-
perubahan yang penting dalam proses pertumbuhan dan pematangan hasil-hasil pertanian Syarief 1993. Etilen disamping dapat memulai proses klimakterik juga dapat mempercepat terjadinya
klimakterik. Pada buah-buahan nonklimakterik, penambahan etilen dalam konsentrasi tinggi akan menyebabkan terjadinya klimakterik pada buah-buahan tersebut. Aktivitas etilen dalam
pematangan buah akan menurun dengan turunnya suhu ruang penyimpanan. Pembentukan etilen pada jaringan tanaman dapat dirangsang oleh kerusakan-kerusakan mekanis dan infeksi sehingga
akan mempercepat pematangan. Menurut Syarief 1993, penyimpanan pada suhu rendah dapat a mengurangi kegiatan
respirasi dan kegiatan metabolik lainnya; b mengurangi proses penuaan karena adanya proses pematangan, pelunakan, dan perubahan-perubahan warna dan tekstur; c mengurangi kehilangan
air dan pelayuan; d mengurangi kerusakan karena aktivitas mikroba; dan e mengurangi proses pertumbuhan yang tidak dikehendaki. Penyimpanan dingin pada prinsipnya bertujuan menekan
laju respirasi dan transpirasi sehingga proses tersebut lambat dan daya simpan bahan pangan dapat diperpanjang dengan susut bobot minimal serta mutu masih baik.
2.3 PELAPISAN