BAB IV PENUTUP
Pada bab ini peneliti akan memberikan beberapa kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan di Kecamatan Medan Perjuangan Kelurahan Sidorame
Timur mengenai opini publik terhadap pencitraan politik yang dilakukan SBY- Budiono dalam rangka meningkatkan elektabilitas politik dalam kerangka Pilpres
2009 yang lalu. Kesimpulan disini juga merupakan hasil dari sebagaimana yang telah diuraikan pada Bab sebelumnya. Selain itu juga peneliti akan memberikan
saran-saran yang berhubungan dengan opini masyarakat.
4.1 Kesimpulan
Sejak pertama kali menjadi suatu strategi politik populer, terjadi perkembangan yang sangat pesan terhadap teknik-teknik pencitraan itu sendiri di
Indonesia Pencitraan politik yang sebenarnya telah dikenal sejak lama bahkan sejak belum ada satupun Negara dengan sistem demokrasi di dunia ini, dimana
politik pencitraan itu sendiri ini bisa berkembang secara populer. Politik pencitraan sendiri tidak bisa dibendung di tengah-tengah kebebasan arus
komunikasi dan informasi. Karena pada dasarnya kebebasan berkomunikasi dan informasi atau juga kebebasan berekspresi memberikan ruang tersendiri bagi
pencitraan politik itu sendiri untuk berkembang.
Universitas Sumatera Utara
Citra politik yang dicitrakan bisa merupakan sesuatu yang berasal dari dalam pribadi orang yang dicitrakan seperti halnya apa yang dilakukan SBY pada
pilpres 2009 dimana SBY mencitrakan dirinya sebagai pemimpin yang amanah dan berhasil memberikan perubahan kepada masyarakat pemilih dan calon
pemilihnya. Namun bisa juga berasal dari luar pribadi orang lain. Misalnya apa yang terjadi pada SBY pada tahun 2004 saat SBY mencitrakan diri sebagai
pemimpin yang lahir dari seorang yang “dizholimi” oleh kekuasaan dan mampu untuk bersuara bagi orang-orang yang ditindas oleh kekuasaan.
Salah satu kegiatan yang sangat penting dalam kerangka membangun dan mempertahankan citra positif adalah melalui pembentukan opini. Opini publik
dapat dibentuk melalui pesan-pesan yang disampaikan. Pesan-pesan yang disampaikan dapat mempengaruhi pendapat dan perilaku publik internal dan
eksternal baik pada aspek kognitif, afektif maupun konatif. Untuk menunjang penyampaian pesan tersebut perlu dilakukan kegiatan yang terencana dan teratur
dan berkesinambungan. Substansi dari pencitraan politik adalah realitas yang dibangun dalam
proses pencitraan tersebut. Realitas itu lah yang nantinya akan diterjemahkan publik sebagai stimulan untuk membangun persepsi hingga pada akhirnya
memberikan sikap terhadap tujuan dari pencitraan politik itu sendiri. Namun pada kenyataannya, realitas yang dibangun dalam pencitraan politik sering merupakan
realitas yang merupakan hasil simulasi dari orang yang memiliki kepentingan terhadap pencitraan politik tersebut. Apakah simulasi realitas itu berfungsi untuk
Universitas Sumatera Utara
menghadirkan realitas palsu maupun hanya sebatas menghadirkan realitas yang tidak hadir pada realias sebenarnya.
Keberadaan realitas tersebutlah yang pada akhirnya melahirkan perdebatan di kalangan masyarakat. Perdebatan antara yang mendukung realitas yang
sebenarnya dan mendukung realitas yang dicitrakan oleh orang yang memiliki kepentingan terhadap pencitraan politik tersebut. Perdebatan itu juga didasari
karena perbedaan persepsi masing-masing orang yang berdebat terhadap apa yang dicitrakan.
Terbangunnya opini publik di dalam masyarakat tentang pencitraan politik, menjadi suatu evaluasi sendiri bagi kelompok yang memiliki kepentingan
terhadap pencitraan dalam rangka membangun realitas agar pencitraan menjadi semakin efisien. Dari opini-opini yang terbangun di masyarakat ini peneliti dapat
menganalisa berbagai macam faktor yang mempengaruhi pro dan kontra opini publik terhadap pencitraan politik yang dilakukan oleh pasangan SBY-Budiono.
Berangkat dari perencanaan umum yang ingin diteliti pada tujuan penelitian awal, maka diperoleh beberapa indikator dan variabel yan menentukan
opini yang terbangun di dalam masyarakat. Dalam hal ini, indikator dan variabel tersebut dapat melihat jawaban dari pertanyaan yang penentu pro dan kontra
masyarakat sebagai pemilih dilihat dari opini yang terbangun. Opini masyarakat, baik itu opini yang pro maupun kontra terhadap
pencitraan politik sangat dipengaruhi oleh substansi dari pencitraan itu sendiri. Baik itu pesan-pesan pencitraan maupun realitas yang dibangun dalam pencitraan
tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Dari penelitian ini, penulis menyoroti beberapa hal, yaitu: 1.
Pencitraan politik yang cenderung bermain di ranah persepsi membuat orang yang telah terbangun persepsinya berusaha untuk selalu menjaga
persepsi tersebut dari pengaruh orang lain dan berusaha untuk mengajak orang lain meyakini apa yang menjadi persepsinya.
2. Masyarakat dengan usia yang lebih tua tidak selamanya memiliki
pemikiran yang cukup kritis. Adakalanya pola pemikiran seseorang yang berusia di atas 35 tahun menjadi semakin konservatif.
3. Sama halnya dengan seseorang dalam kategori usia dewasa, remaja atau
bisa dikategorikan dalam golongan muda, juga masih menggunakan pola piker tanpa dilandasi teori-teori dan kepentingan bersama. Hal ini bisa saja
menandakan bahwa generasi muda juga masih perlu banyak belajar dan mengasah pemikiran serta analisis pribadinya, khususnya dalam penelitian
ini mengenai isu-isu politik yang berkembang dalam rangka membangun persepsi terhadap pencitraan yang dilakukan.
4. Fenomena yang cukup menarik adalah saat seseorang yang seharusnya
memiliki lebih luas karena berlatarbelakang pendidikan lebih tinggi tetapi dalam aplikasinya masih memakai pemikiran lokal. Menjadi suatu catatan
khusus yaitu walaupun seseorang bisa dikatakan sebagai seseorang yang liberal, namun menyangkut persoalan aliran politik baik itu etnis, agama
Universitas Sumatera Utara
dan kebudayaan, seorang dengan pemikiran global bisa berubah menjadi seorang pemikir yang tradisional.
5. Masyarakat yang dengan pendidikan tidak begitu tinggi, namun dalam
melihat atau menganalisa sebuah isu, khususnya yang berkaitan dengan pencitraan politik, bisa menggunakan wawasan yang dimiliki tanpa
terpaku dengan pemikiran orang lain. Hal tersebut tidak lepas dari terbukanya keran informasi yang memungkinkan semua orang
mendapatkan informasi yang sama. Disamping itu kebebasan berekspresi memungkinkan semua orang termasuk masyarakat dengan pendidikan
yang tidak terlalu tinggi untuk saling melemparkan wacana dalam bentuk diskusi kecil dalam rangka mengembangkan wacana politiknya. Hal
tersebut juga mengkaburkan stigma dimana orang yang berpendidikan lebih tinggi lebih mampu mengambil keputusan yang lebih baik sesuai
dengan pendidikannya, namun keputusan yang baik tergantung sebanyaka apa informasi yang diterima dan bagaimana daya serap terhadap informasi
tersebut. 6.
Dalam isu pencitraan politik, ternyata pencitraan politik tidak serta merta membumi hanguskan politik aliran yang selama ini berkembang
dimasyarakat. Sebagian orang, khususnya kelompok-kelompok atau individu-individu yang memang mengikat dirinya pada garis-garis tertentu
seperti ideologi, agama, kultur dan sebagainya cenderung setia pada aliran yang dianutnya, sehingga pencitraan cenderung menjadi kurang efisien.
Universitas Sumatera Utara
7. Berkurangnya pengaruh politik aliran ternyata tidak mengurangi peran
tokoh-tokoh lokal seperti pemuka agama dan pemuka masyarakat dalam mempengaruhi opini publik. Tokoh-tokoh lokal tersebut masih mampu
menggunakan basis aliran yang dimilikinya untuk membantu melegitimasi pencitraan politik yang dilakukan secara masiv.
8. Kelompok masyarakat yang cenderung mapan dan kurang berminat untuk
berspekulasi cenderung memilih sesuatu yang real ada di pandangan meraka yaitu melanjutkan apa yang sekarang telah ada dibandingkan
berspekulasi terhadap sesuatu yang baru. 9.
Dalam upaya membentuk citra politik, media sebagai salah satu pilar demokrasi mengambil peranan sangat penting. Media dianggap mampu
untuk mengarahkan opini publik untuk menjustifikasi seseorang itu baik atau tidak, sehingga dalam era pencitraan politik, penguasaan terhadap
lumbung informasi tersebut menjadi mutlak dilakukan.
Hal yang menyebabkan masyarakat pro terhadap pencitraan politik yang disampaikan oleh SBY-Budiono antara lain:
1. Pencitraan SBY dinilai baik secara tampilan maupun secara tematis.
2. SBY dianggap sebagai pemimpin yang relatif berhasil oleh sebagian
kalangan dengan program-program kerakyatan yang telah dijalankan selama 5 tahun kepemimpinan dalam periode sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
3. Pencitraan yang dilakukan SBY merupakan publikasi dari apa yang selama
ini telah dijalankan pemerintah yang secara langsung bisa dinilai rakyat secara langsung.
4. SBY dinilai dekat dengan rakyat karena sering melibatkan diri dalam
moment-moment dengan psikologi politik yang baik sehingga terbangun satu persepsi baik terhadap SBY itu sendiri.
Hal yang menyebabkan masyarakat kontra terhadap pencitraan politik yang disampaikan oleh SBY-Budiono antara lain:
1. Pencitraan SBY dinilai terlalu di dramatisir sehingga substansi yang ada
dalam pencitraan tersebut tenggelam bersama drama yang ada dalam pencitraan tersebut.
2. Pencitraan yang terkesan meniru salah satu tokoh internasional dinilai
SBY tidak memiliki karakter yang khas. 3.
Adanya realitas palsu yang dibangun SBY dalam substansi pencitraan politiknya, baik itu yang bertujuan untuk memberikan kesan positif kepada
SBY sendiri maupun realitas palsu sebagai pencitraan negatif terhadap lawan politiknya.
4.2 Saran