commit to user
karakter dapat diimplementasikan secara baik. nilai-nilai karakter yang bisa diintegrasikan melalui proses pembelajaran ini antara lain: nilai religious, nilai
kebersamaan, nilai persahabatan, kedisiplinan, tanggung jawab, dan rasa toleransi antar sesama. Jika mengacu pada De Induk pendidikan karakter guru
telah berhasil mengimplementasikan Konfigurasi karakter dalam kontek totalitas proses psikologis dan sosial-kultural seperti: 1 olah hati
spiritual emotional development
; 2 olah pikir
intellectual development
; 3 olah raga dan kinestetik
physical kinesthetic development
; dan 4 olah rasa dan karsa
affective and creativity development
. Jika ditinjau dari segi evaluasi belum berjalan dengan baik karena
belum adanya format penilaian yang jelas dari guru Penjaskes. Tanpa proses pengukuran yang sesuai dengan penilaian maka suatu secara ilmiah belum
dapat dikatakan berhasil.
2. Kendala Dalam Proses Implementasi Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan,
kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa YME, diri sendiri, sesama,
lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen
stakeholders
harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi
kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan
commit to user
atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan
ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah. Dalam implementasinya sehari-hari sering sekali guru-guru di
sekolah mengalami kendala-kendala dalam pengintegrasian nilai-nilai karakter. Sehingga pembentukan karakter anak di sekolah mengalami
hambatan. Berbagai macam upaya-upayapun dilakukan guru-guru di sekolah- sekolah agar implentasi pendidikan karakter dapat berjalan dengan baik.
Dalam hal ini peneliti memotret upaya-upaya yang dilakukan guru-guru SLBA N Denpasar-Bali di dalam membentuk karakter anak berkebutuhan
khusus yang notabennya adalah anak-anak yang memiliki hendaya penglihatan atau sering disebut tunanetra.
Dari hasil analisis data melalui wawancara mendalam, dan observasi langsung dapat diamati guru-guru di SLBA N Denpasar sudah melakukan
upaya-upaya maksimal untuk selalu memasukkan nilai-nilai pendidikan karakter di dalam pembelajaran di sekolah. Berikut hasil pemaparan mengenai
solusi atau upaya yang dilakukan guru-guru di dalam membentuk karakter anak-anak tunanetra di SLBA N Denpasar- Bali yang di fokuskan pada
empat mata pelajaran antara lain Kesenian, IPA, IPS, Penjaskes. Untuk mensukseskan implementasi pendidikan karakter bukanlah
suatu perkara yang mudah untuk direalisasikan. Karena dalam suatu implementasi terdapat kendala-kendala yang berimplikasi dapat mengagalkan
suatu implementasi itu sendiri. Integrasi pendidikan karakter pada mata
commit to user
pelajaran di sekolah merupakan sesuatu yang sangat penting untuk direalisasikan. Oleh karena itu guru merupakan sosok utama dibalik pencapain
tersebut. Dalam implementasi pendidikan karakter, secara realitas terdapat bermacam-macam kendala-kendala yang dihadapi oleh guru.
Fenomena ini dapat diamati di SLBA Negeri Denpasar - Bali pada tingkat SMPLB khususnya dalam mata pelajaran IPA, IPS, Kesenian, dan
Penjaskes. Pada hasil wawancara menunjukkan bahwa kendala-kendala yang sering dihadapi guru dalam implementasi pendidikan karakter di SLBA
Negeri Denpasar khusunya pada jenjang SMPLB. Karena dilatarbelakangi siswa-siswinya merupakan anak-anak yang mempunyai hendaya penglihatan
tunanetra jadi secara psikologis mereka berbeda dengan anak-anak awas normal, mereka memiliki daya kognitif, psikomotorik, dan afektif yang
berbeda-beda. Sehingga secara kognitifitas, motorik, maupun afektifitas mengalami keterbatasan yang berimplikasi pada suatu keterbatasan integritas
di dalam melakukan kolaborasi dalam hal berpikir, bergerak, serta berprilaku. Walupun dalam dalam realitasnya tidak semua siswa-siwi di SLBA Negeri
Denpasar-Bali khusunya pada jenjang SMPLB mengalami kesulitan di dalam melakukan kolaborasi dalam berpikir, bertindak serta menyerap nilai-nilai
pendidikan karakter. Untuk lebih jelasnya dapat diamati dari hasil wawancara dengan guru-guru di SLBA Negeri Denpasar Bali. Berikut penggalan
transkrip wawancara yang peneliti lakukan dengan Guru: Pen: Apakah kendala-kendala yang bapak hadapi dalam
penerapan pendidikan karakter pada mata pelajaran yang bapak ajarkan.
commit to user
Guru IPA: Kendala yang sering saya hadapi adalah dalam implementasinya siswa sulit menterjemahkan dalam tindakan
nyata yang selalu harus diingat dalam prilaku sehari-hari: untuk anak visual impairment hanya dapat merasakan dan mendengar
saja. Secara faktual dengan melihat mereka sangat terbatas. Pendidikan karakter yang sempurna mesti memadukan antara
melihat, mendengar dan merasakan CLHW 0204: Pande Udayana.
Guru Kesenian 1: Untuk kendala-kendala dalam penerapan pendidikan karakter tidak ada karena dalam pelajaran seni
budaya, karakter bangsa sangat banyak sekali bisa disisipkan CLHW 0402: I Gede Eka Saputra.
Guru Kesenian 2: “Kendala - kendala yang sering saya hadapi antara lain. Dalam penerapannya tidak semua siswa
yang ada di sekolah ini khususnya pada tingkat SMPLB mempunyai pemahaman yang memadai dilihat dari segi afektif.
Sehingga integrasi pendidikan karakter pada mata pelajaran kesenian sulit terealisasikan secara holistik pada anak-anak
tunanetra.
Tapi saya
sudah berupaya
untuk selalu
mengintegrasikan pendidikan karakter bangsa pada saat pembelajaran di sekolah secara teori maupun pada saat
pembelajaran secara praktek” CLHW 0303: Dewa Gede Sujana.
Guru IPS: “Kendala-kendala yang sering saya hadapi pada saat saya berusaha mengintegrasikan pendidikan karakter pada
mata pelajaran yang saya ampu. Terkadang tidak semua materi pelajaran bisa diintegrasikan ke pendidikan karakter. Kendala
lain, karena mereka anak-anak yang boleh dikatakan secara karakteristik mempunyai hendaya dalam penglihatan mereka.
Jadi
secara gerak
dan kepekaan
mereka hanya
menggantungkan diri pada daya penglihatan dan rabaan saja, sehingga kadang-kadang sulit untuk memberikan pembelajaran
secara maksimal kepada mereka” CLHW 0103: Ngakan Putu Silayusa.
Guru Penjaskes: “Kendala-kendalanya antara lain karena mereka anak-anak tunanetra jadi secara motorik mereka
mempunyai gerakan yang terbatas. Sehingga nilai-nilai karakter yang berhubungan dengan gerak sulit terintegrasikan
dengan baik pada siswa-siswi di sekolah ini” CLHW 0505: I Wayan Sukada.
Linear dengan hasil observasi dapat ditemukan fakta kendala-kendala yang sering dihadapi guru dalam pembentukkan karater anak-anak tunannetra
khususnya pada jenjang SMPLB dan integrasi nilai-nilai karakter bangsa ke
commit to user
dalam mata pelajaran yang mereka ajarkan antara lain: a. Dalam pembelajaran di dalam kelas siswa memiliki daya kognitif yang berbeda-beda.
Ada yang memiliki daya kognitif normal, dan ada yang di bawah normal. Sehingga guru tidak bisa mengintegrasikan pendidikan karakter ini secara
holistic
pada siswa di SLBA Negeri Denpasar Jenjang SMPLB; b. Guru- guru yang ada di SLBA Negeri Denpasar khususnya pada tingkat SMPLB
mengalami kesulitan di dalam menentukan nilai-nilai karakter pada mata pelajaran yang mereka ajarkan; c. Dalam tahap aplikasi, apa yang
dicontohkan guru belum tentu dalam afektifitas secara realitas diikuti oleh siswa. Kerena notabennya siswa-siswa di SLBA Negeri Denpasar adalah
anak tunanetra yang memiliki psikologis yang berbeda-beda; d. Pedoman tentang unsur-unsur yang masuk dalam pendidikan karakter belum jelas.
Sehingga kurang dapat terealisasi secara baik.
3. Solusi Mengatasi Kendala Implementasi Pendidikan Karakter