52 remaja adalah remaja lebih mudah untuk mendapat informasi-
informasi dalam kegiatan pengajaran atau bimbingan. Hal ini dapat terjadi secara efektif dan efisien jika diselaraskan dengan periode
pertumbuhan dan perkembangan otak yang cepat. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa pertumbuhan dan perkembangan kognitif remaja adalah sudah masuk kedalam pemikiran operasional formal, pertumbuhan otak yang
cepat menjadikan remaja dapat memecahkan masalah yang lebih abstrak dan konkret dengan perencanaan secara strategis yang tidak
lepas dari cara pikir orang tuanya, sehingga dia dapat mengambil keputusan dalam pemecahan masalahnya.
c. Perkembangan Emosi
Menurut Santrock 2012:436, terdapat beberapa perubahan yang menandai perkembangan sosioemosi pada remaja. Perubahan ini
mencakup meningkatnya usaha untuk memahami diri sendiri serta pencarian identitas. Perubahan-perubahan yang ada juga berlangsung
di dalam konteks kehidupan remaja, disertai dengan transformasi yang berlangsung di dalam relasi dengan keluarga dan kawan sebaya di
dalam konteks budaya. Di samping itu, remaja juga dapat mengembangkan masalah-masalah sosioemosi, seperti kenakalan
remaja dan depresi. Dari pendapat tersebut, dapat dipahami bahwa perkembangan emosi yang dimiliki pada masa remaja cenderung
53 meningkat dibandingkan saat anak-anak, dengan munculnya keinginan
untuk mencari identitas dirinya menjadikan terjadinya perubahan pada kehidupannya baik dengan keluarga maupun orang lain, dimana hal itu
dapat menimbulkan terjadinya kenakalan remaja. Masa remaja dianggap seb
agai periode “badai dan tekanan”, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari
perubahan fisik dan kelenjar. Tidak semua remaja mengalami masa badai dan tekanan, namun benar juga bila sebagian besar remaja
mengalami ketidakstabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola perilaku baru dan harapan sosial
yang baru. Pola emosi masa remaja adalah sama dengan pola emosi masa kanak-kanak. Perbedaaanya terletak pada rangsangan yang
membangkitkan emosi dan derajat, khususnya pada pengendalian latihan individu terhadap ungkapan emosi mereka. Remaja tidak lagi
mengungkapkan amarahnya dengan cara gerakan amarah yang meledak-ledak, melainkan dengan menggerutu, tidak mau berbicara,
atau dengan suara keras mengkritik orang yang menyebabkan amarah. Hurlock, 1980:212-213
Selain pendapat diatas, Andi Mappiare 1982:58-60, memaparkan bahwa sikap, perasaan atau emosi seseorang telah ada
dan berkembang semenjak ia bergaul dengan lingkungannya. Timbulnya sikap, perasaan atau emosi itu positif atau negatif
54 merupakan produk pengamatan dari pengalaman individu secara unik
dengan benda-benda pisik lingkungannya, dengan orang tua, dan saudara, serta pergaulan sosial yang lebih luas. Sikap remaja awal
yang berkembang, terutama menonjol dalam sikap sosial, terlebih sikap sosial yang berhubungan dengan teman sebaya. Remaja sangat
khawatir ketika dia dikucilkan atau terisolir dari kelompoknya. Hal tersebut menjadikan remaja memiliki hubungan yang intim dan
bersikap merasa bahwa dirinya terikat dengan teman sepergaulannya. Bentuk-bentuk emosi yang sering nampak dalam masa remaja awal
antara lain adalah marah, malu, takut, cemas, cemburu, iri hati, sedih, gembira, kasih sayang, dan ingin tahu. Dalam hal emosi yang negatif,
umumnya remaja belum dapat mengontrolnya dengan baik, sehingga saat berperilaku dia sangat dikuasai oleh emosinya.
Beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa perkembangan emosi pada remaja bertitik pada pemahaman terhadap
dirinya sendiri, dimana muncul berbagai tekanan yang dapat menjadikan emosi yang dimilikinya meningggi dan tidak terkontrol.
Perasaan takut akan dikucilkan oleh teman sebayanya menjadikan remaja lebih memiliki hubungan yang intim dengan teman sebayanya
dibanding dengan orang tua. Kebanyakan remaja belum bisa mengontrol emosinya dengan baik, sehingga sikap yang muncul tidak
55 jarang adalah sikap-sikap yang emosional dan tidak mau menerima
pendapat orang lain.
d. Perkembangan Moral