Tujuan Manfaat Penelitian Evaluasi Kinerja Kebijakan

1.2 Tujuan

Tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah 1 Menganalisis produksi tuna yang didaratkan di PPS Bungus, 2 Mengevaluasi kebijakan investasi terkait dengan pengembangan perikanan tuna di PPS Bungus.

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat dari diadakannya penelitian ini adalah : 1 Memberikan manfaat bagi pemerintah dalam pengembangan pelabuhan perikanan di Sumatera Barat. 2 Memberikan informasi bagi para investor yang akan berinvestasi di PPS Bungus. 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perikanan Tuna

2.1.1 Jenis dan penyebaran tuna

Sumberdaya tuna merupakan salah satu dari beberapa sumberdaya potensial yang sudah terbukti besar sumbangannya bagi perekonomian perikanan nasional. Produksi tuna di perairan Indonesia pada tahun 2008 adalah sebesar 912.847 ton yang terdiri dari Tunas, Skipjack tunas dan Eastern little tunas Data Statistik Perikanan 2009, walaupun secara nasional pemanfaatannya tidak merata diseluruh perairan Indonesia. Sumberdaya tuna cukup menyebar di perairan Indonesia, dari barat hingga ke timur dan lebih banyak menyebar diperairan bebas. Oleh karena itu, tidak banyak nelayan tradisional yang turut memanfaatkan sumberdaya ini. Pemanfaatan sumberdaya tuna lebih banyak dilakukan oleh perusahaan skala menengah ke atas, karena memerlukan investasi yang besar. Tuna menyebar luas di seluruh perairan tropis dan sub-tropis. Di Samudera Hindia dan Samudera Atantik, tuna menyebar diantara 40° LU dan 40° LS Collete dan Naven 1983 diacu dalam Julianingsih 2004. Khususnya di Indoneia, tuna hampir didapatkan menyebar di seluruh perairan Indonesia. Di Indonesia bagian barat meliputi Samudera Hindia di sepanjang pantai utara dan timur Aceh, pantai barat Sumatera, selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Di perairan Indonesia bagian timur meliputi laut Banda Flores, Halmahera, Maluku, Sulawesi, perairan Pasifik di sebelah utara Papua dan selat Malaka. Salah satu faktor yang menyebabkan penyebarannya dapat meliputi skala ruang wilayah geografis yang cukup luas, termasuk diantaranya beberapa spesies yang dapat menyebar dan bermigrasi lintas samudera. Tuna merupakan jenis ikan pelagis besar yang memiliki khas sebagai perenang cepat dan peruaya jauh. Bentuknya menyerupai cerutu dan memanjang. Ikan tuna tergolong jenis ikan yang aktif dan umumnya menyebar di perairan oceanik hingga perairan dekat pantai. Ikan tuna dapat dibagi menjadi beberapa jenis produk. Menurut Ilyas 1980 diacu dalam Ross 2008, macam-macam utilisasi produk-produk ikan antara lain : 1 Ikan segar adalah ikan yang baru tertangkap,dibersihkan dan ditangani sedemikian hingga ketika ikan tersebut sampai pada konsumen masih dalam keadaan segar. 2 Ikan beku adalah ikan yang setelah diangkat dari laut dibekukan dengan suhu -50⁰C samapi -60⁰C, biasanya ikan ini diperuntukkan sebagai ikan ekspor. 3 Curing adalah ikan yang diolah secara tradisional dapat diasinkan, dipindang, diasap atau diberikan perlakuan yang lain. 4 Reduksi adalah sisa-sisa dari ikan yang rusak atau memiliki kualitas terendah, biasanya banyak ikan-ikan ini dimanfaatkan untuk tepung ikan yang biasa dipakai untuk pakan ternak. Penangkapan tuna dapat digolongkan menjadi empat daerah penangkapan, yaitu Samudera Atlantik, Samudera Fasifik bagian timur, Samudera Pasifik bagian barat dan Samudera Hindia. Berikut ini adalah jenis ikan tuna beserta daerah penyebarannya di Perairan Pasifik dan Hindia Uktolseja 1998 diacu dalam Julianingsih 2004. Tabel 1 Jenis tuna dan penyebarannya No. Jenis Lokasi Perairan 1. Madidihang Thunnus albacares Pasifik dan Hindia 2. Tuna mata besar Thunnus obesus Pasifik dan Hindia 3. Albakora Thunnus alalunga Pasifik dan Hindia 4. Tuna ekor panjang Thunnus tonggol Pasifik barat tengah, termasuk Indonesia 5. Cakalang katsuwonus pelamis Pasifik Selatan Sumber : Uktolseja 1998 diacu dalam Julianingsih 2004 Tabel 1 di atas terlihat bahwa penyebaran atau daerah penangkapan tuna begitu luas, hal ini menuntut peran aktif dalam usaha pengelolaan dari negara- negara yang terkait dengan pemanfaatan sumberdaya tuna. Peran yang sama juga menjadi tanggung jawab bagi Indonesia, baik sebagai negara pemanfaat maupun sebagai sebagai negara yang yurisdiksinya terdapat pada daerah penyebaran tuna tersebut. Peran yang diberikan atau dikonstribusikan termasuk ke dalam penetapan kebijakan pengelolaan sehingga pemanfaatan sumberdaya tuna dapat berdaya guna dan efektif. Sumber: http:www.damandiri.or.id Gambar 1 Jenis-jenis Ikan Tuna

2.1.2 Ekspor tuna dan distibusi

Ekspor merupakan kegiatan perdagangan baik itu barang maupun jasa yang dilakukan oleh suatu negara terhadap negara lain. Barang yang akan diekspor harus didaftarkan ke bea cukai agar dapat dikeluarkan dari Kepabeanan Indonesia. Ekspor ikan tuna di Indonesia cukup besar, sasaran ekspor tuna yang terbesar adalah Jepang. Biasanya tuna yang diekspor ke Jepang adalah tuna yang masih segar untuk dibuat sashimi atau sushi. Kedua terbesar setelah Jepang adalah Amerika, tetapi umumnya diekspor sudah dalam bentuk kalengan.

2.1.3 Penangangan ikan tuna dan distribusi ikan tuna

Ikan tuna pada umumnya diekspor dalam bentuk segar utuh disiangi fresh whole gilled and gutted , produk beku utuh disiangi frozen whole gilled and gutted , loin frozen loin dan steak beku frozen steak, serta produk dalam kaleng canned tuna. Produk-produk ikan tuna tersebut sebagian besar diekspor kemancanegara dan hanya sebagian kecil yang dipasarkan didalam negeri. Sasaran ekspor ikan tuna yang terbesar adalah Jepang, Amerika, dan Uni Eropa. Produk- produk perikanan tergolong “most perishable foods”, yang cepat sekali mundur mutunya secara autolysis, biochemics, dan microbiologis, terutama dipengaruhi oleh suhu. Penanganan selama proses ditribusi perlu diperhatikan, agar ikan yang diangkut tidak mengalami penurunan kualitas. Selama proses distribusi dan saat tiba di tempat tujuan, ikan dijaga agar tidak dicemari, kotoran, bau yang berasal dari luar dan dari wadah yang diangkut Ross 2008. Ikan harus diangkut dengan suhu 0⁰C supaya kesegarannya dapat bertahan hingga lebih dari sepuluh hari. Berhasil atau tidaknya usaha mempertahankan kerendahan suhu ini juga tergantung dari mutu ikan. Karenanya untuk memperoleh “shelf life maximum”, hendaknya ikan yang sudah diberi es sebelum mengalami fase rigor mortis yaitu keadaan kaku yang dipengaruhi berkurangnya glikogen dalam tubuh ikan Moeljanto 1982 diacu dalam Ross 2008. Cara pendinginan selama proses distribusi dapat dilakukan dengan pemberian es atau penempatan ikan dalam wadah atau dalam tangki berisi air yang didinginkan dengan es atau direfrigerasi Ilyas 1983 diacu dalam Ross 2008.

2.2 Pelabuhan Perikanan

2.2.1 Pengertian dan fungsi pelabuhan perikanan

Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Permen KP Nomor PER.16MEN2006 tentang Pelabuhan Perikanan, pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh dan bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan. Menurut Lubis 2006, ditinjau dari berbagai kegiatan khusus maka pelabuhan perikanan termasuk sebagai pelabuhan khusus. Pelabuhan perikanan sebagai pelabuhan khusus adalah suatu wilayah perpaduan antara wilayah daratan dan lautan yang dipergunakan sebagai pangkalan pendaratan ikan dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas sejak ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan. Oleh karena itu pelabuhan perikanan merupakan pusat pengembangan ekonomi perikanan ditinjau dari aspek produksi, pengolahan, pemasaran, baik skala lokal, nasional maupun internasional. UU No. 31 Tahun 2004 jo UU No. 45 Tahun 2009, pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas- batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang digunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, danatau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan. Secara teknis pelabuhan perikanan adalah salah satu bagian ilmu bangunan maritim, dimana dimungkinkan kapal- kapal berlabuh atau bersandar kemudian dilakukan bongkar muat Kramadibrata 2002. Berdasarkan Permen KP No. PER.16MEN2006, pelabuhan perikanan diklasifikasikan menjadi empat kategori utama yaitu: pelabuhan perikanan samudera PPS, pelabuhan perikanan nusantara PPN, pelabuhan perikanan pantai PPP, pangkalan pendaratan ikan PPI. Peran dan fungsi pelabuhan dalam hubungannya dengan dukungan terhadap pengembangan armada nasional adalah sebagai pintu gerbang ekonomi dan penggerak kegiatan perdagangan dalam rangka meningkatkan dan mempercepat aktivitas ekonomi regional serta membuka isolasi daerah yang tertinggal. Berdasarkan Pasal 41A ayat 1 dan 2 Undang-undang No. 45 Tahun 2009 menjelaskan tentang fungsi pelabuhan yaitu, pelabuhan perikanan mempunyai fungsi pemerintahan dan pengusahaan guna mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran. Fungsi pelabuhan perikanan dalam mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-undang No. 45 Tahun 2009 menjelaskan : 1 Pelayanan tambat dan labuh kapal perikanan; 2 Pelayanan bongkar muat; 3 Pelayanan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan; 4 Pemasaran dan distribusi ikan; 5 Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan; 6 Tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan; 7 Pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan; 8 Tempat pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumber daya ikan; 9 Pelaksanaan kesyahbandaran; 10 Tempat pelaksanaan fungsi karantina ikan; 11 Publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas kapal perikanan; 12 Tempat publikasi hasil riset kelautan dan perikanan; 13 Pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari; danatau 14 Pengendalian lingkungan. Pelabuhan perikanan diantaranya mempunyai fungsi sebagai tempat pendaratan ikan hasil tangkapan dan pusat distribusi dan pemasaran hasil perikanan. Fungsi pelabuhan perikanan seperti tersebut di atas dinilai cukup strategis, karena dirasakan mempunyai dampak pengganda multiplier effect bagi pertumbuhan sektor ekonomi lainnya, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan kata lain, pembangunan pelabuhan perikanan dapat memajukan perekonomian di suatu dan sekaligus dapat meningkatkan penerimaan negara dan pendapatan asli daerah diantaranya melalui usaha industri pengolahan ikan Kurniawan 2004. Pelabuhan perikanan merupakan sentra perikanan laut yang sangat penting perannya dalam mata rantai sistem perikanan tangkap. Pelabuhan perikanan memberikan kemudahan bagi kapal-kapal penangkap ikan, sebagai tempat berlabuh kapal, membongkar dan memasarkan hasil tangkapannya sehingga menjadi titik sentral dalam kelancaran kegiatan produksi di sub-sektor perikanan tangkap. Dilihat dari aspek hinterlandnya, pelabuhan perikanan merupakan salah satu pusat utama dalam penyediaan bahan baku ikan baik untuk kebutuhan masyarakat sehari-hari yang dikonsumsi dalam bentuk segar maupun bagi keberlangsungan usaha industri pengolahan ikan Kurniawan 2004.

2.3 Kebijakan Investasi

2.3.1 Pengertian kebijakan

Kebijakan merupakan langkah-langkah yang dibuat oleh sekelompok orang, didukung oleh fasilitas publik dan diharapkan dapat memberikan suatu hasil serta tujuan yang dikehendaki oleh masyarakat. Sanim 2000 diacu dalam Suryaningsih 2007 mendefinisikan kebijakan sebagai peraturan yang telah dirumuskan dan disetujui untuk dilaksanakan guna mempengaruhi suatu keadaan, baik besaran maupun arahnya yang melingkupi kehidupan masyarakat umum. Kebijakan dibedakan menjadi dua, yaitu kebijakan publik dan kebijakan privat. Kebijakan publik merupakan tindakan yang dibuat oleh lembaga pemerintahan atau dibuat berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan pemerintah, dan sifatnya memaksa tindakan privat, sedangkan kebijakan privat adalah tindakan yang diambil dan dilaksanakan oleh seseorang atau lembaga swasta yang sifatnya tidak memaksa pihak lain www.wikipedia.org . Sebuah kebijakan publik tidak bisa dilepas begitu saja, kalau kebijakan dipandang sebagai suatu proses, maka pusat perhatian akan tertuju pada siklus kebijakan, meskipun tidak harus terjadi secara linear dan kaku. Pada umumnya siklus kebijakan meliputi: formulasi, implementasi, dan evaluasi kebijakan Dunn 2008. Formulasi kebijakan publik adalah langkah paling awal dalam proses kebijakan publik secara keseluruhan, sedangkan apa yang terjadi pada fase ini akan sangat menentukan berhasil tidaknya kebijakan yang telah dibuat di masa yang akan datang. Oleh karena itu perlu kehatian-hatian yang lebih dari para pembuat kebijakan ketika akan melakukan formulasi suatu kebijakan publik. Setelah dirumuskannya suatu kebijakan tidak dengan sendirinya akan terimplementasikan, artinya kebijakan perlu diwujudkan dan dilaksanakan oleh berbagai pihak sehingga mempunyai dampak sebagaimana yang diharapkan. Kebijakan harus diawasi dan salah satu mekanisme pengawasan tersebut sebagai evaluasi kebijakan. Evaluasi biasanya ditujukan untuk menilai sejauh mana keefektifan kebijakan publik guna dipertanggungjawabkan kepada konstituennya, sejauh mana tujuan dapat dicapai. Tujuan pokok dari evaluasi kebijakan adalah untuk melihat seberapa besar kesenjangan antara pencapaian dan harapan dari suatu kebijakan publik. Tugas selanjutnya adalah bagaimana mengurangi atau menutup kesenjangan tersebut, jadi evaluasi kebijakan publik harus dipahami sebagai sesuatu yang bersifat positif Nugroho 2003. Majchrzak 1984 diacu dalam Julianingsih 2004 mengemukakan bahwa terdapat 3 tiga latar penelitian kebijakan yang harus dipahami oleh peneliti, yaitu: 1 Penemuan yang diperoleh dalam penelitian kebijakan hanyalah salah satu dari banyak masukan yang diperlukan bagi pembuatan kebijakan. Dalam hal ini tidak ada penemuan tunggal yang dapat menjadi masukan tunggal untuk menyusun kebijakan. 2 Kebijakan itu tidak dibuat, tetapi merupakan suatu akumulasi. Kebijakan merupakan suatu siklus, kebijakan itu secara kontinu dianjurkan, dilaksanakan, dinilai, dan diperbaiki. 3 Kompleksitas kebijakan pada hakikatnya sama dengan kompleksitas masalah sosial. Proses pembuatan kebijakan adalah kompleks, sebab proses tersebut melibatkan banyak aktor yang berbeda dan bervariasi dan harus menyerap banyak sekali perbedaan mekanisme dengan perbedaan konsekuensi yang dapat ditentukan dan yang tidak dapat ditentukan. Aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan Supandi dan Sanusi 1988 diacu dalam Danim 1997 adalah: 1 Pembentuk undang-undang atau legislature, 2 Eksekutif, 3 Partai politik, 4 Kelompok yang berkepentingan interest group, 5 Tokoh perorangan.

2.3.2 Pengertian investasi penanaman modal

UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal menjelaskan, yang dimaksud dengan penanaman modal adalah bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia. Kegiatan investasi mengandung pengertian yang luas, karena investasi dapat dilakukan secara langsung direct investment maupun secara tidak langsung , yang lebih dikenal dengan portfolio investment. Sumantoro diacu dalam Munandar 2003 mengemukakan: “Investasi adalah kegiatan menanamkan modal, baik langsung maupun tidak langsung dengan harapan pada waktunya nanti pemilik modal akan mendapatkan sejumlah keuntungan dari hasil penanaman modal tersebut”. Terdapat perbedaan pengertian antara investasi secara tidak langsung portfolio investment yaitu biasanya dengan membeli instrumen-instrumen di pasar modal, sedangkan investasi secara langsung direct investment yaitu biasanya yang bersangkutan ingin mengasai dan menjalankan mengelola langsung investasi. Pada kasus investasi yang pertama portfolio investment, para investor tidak tertarik dan tidak berkepentingan untuk menjalankan usaha dari perusahaan yang ia beli sahamnya, mereka lebih berkepentingan terhadap deviden dan capital gain dari saham yang dibeli. Sedangkan pada kasus investasi yang kedua direct investment , investor yang nersangkutan ingin menguasai dan menjalankan langsung investasi dimaksud. Berkaitan dengan penelitian, pengertian investasi hanya ditujukan pada investasi yang dilakukan secara langsung direct investment, yang lazim disebut den gan “penanaman modal”. Penanaman modal yang dimaksud adalah melakukan penanaman modal secara langsung direct investment untuk mendirikan dan mengoperasikan perusahaan yang dapat memproduksi barang atau jasa yang diperlukan masyarakat. Orang atau badan yang melakukan penanaman mosal disebut “investor” atau “pemodal”.

2.3.3 Tujuan investasi dan bentuk investasi

Kegiatan investasi dalam dunia usaha dapat dilakukan oleh beberapa pihak, yakni dapat dilakukan oleh pemerintah melalui Badan Usaha Milik Negara BUMN, pihak swasta swasta asing maupun swasta nasional bahkan dapat dilakukan oleh suatu badan usaha dalam bentuk koperasi yang seluruh ataupun sebagian modalnya dimiliki oleh para anggota koperasi yang bersangkutan. Tujuan dilakukannya investasi haruslah dilihat dari beberapa kepentingan, yakni antara kepentingan investor dengan kepentingan pemerintah, yang mana antara kedua kepentingan tersebut jika dilihat dari motivasi dan tujuan yang ingin dicapai jelas akan berbeda satu sama lain. Sumantoro diacu dalam Munandar 2003 menjelaskan tujuan investasi adalah: untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak dimasa yang akan datang. Ini merupakan hakikat hidup yang senantiasa berupaya bagaimana meningkatkan taraf hidup dari waktu ke waktu atau setidak-tidaknya berusaha bagaimana mempertahankan tingkat pendapatan yang ada sekarang agar tidak berkurang dimasa yang akan datang. Dengan melakukan investasi dalam bidang usaha yang produktif atau dalam pemilikan perusahaan atau objek lain, dapat menghindarkan diri agar kekayaanharta miliknya tidak merosot nilainya karena investasi. Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 menjelaskan secara lebih rinci tujuan dari penyelenggaraan penanaman modal atau investasi antara lain untuk: 1 Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional; 2 Menciptakan lapangan kerja; 3 Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan; 4 Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional; 5 Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional; 6 Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan; 7 Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri; 8 Meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Investasi merupakan suatu kegiatan penanaman modaluang, disatu sisi bertujuan untuk memperoleh keuntungan. Oleh karena itu dalam arti luas kegiatan investasi dapat dilakukan dalam berbagai bentuk seperti, menyimpan uang atau menabung di bank; membeli emas atau tanahrumah; investasi di pasar modal; atau melakukan investasi secara langsung pada bidang usaha tertentu. Mengingat sangat luasnya bentuk-bentuk investasi yang dapat dilakukan investor, maka berkaitan dengan penelitian bentuk kegiatan investasi lebih ditekankan pada kegiatan investasi yang dilakukan secara langsung direct investment. Penanaman modal secara langsung, jika dilihat dari perizinan, dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok, yaitu: 1 Investasi yang tidak menggunakan fasilitas, 2 Investasi yang menggunakan fasilitas. Investasi atau penanaman modal yang tidak menggunakan fasilitas, sering juga disebut perusahaan non fasilitas atau non PMAPMDN menurut Keppres No. 22 Tahun 1986 tentang Daftar Skala Prioritas Bidang-Bidang Usaha Penanaman Modal adalah perusahaan yang tidak tunduk dan tidak mendapatkan fasilitas berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 jo. Undang-Undang No. 11 Tahun 1970 Tentang Penanaman Modal asing dan Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 jo. Undang-Undang No. 12 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Perizinan dari perusahaan yang tidak menggunakan fasilitas baik fasilitas PMA ataupun PMDN diterbitkan langsung oleh departemeninstansi teknis yang membidangi secara langsung, tanpa melalui jalur Badan Koordinasi Penanaman Modal. T Mulya Lubis diacu dalam Munandar 2003 mengatakan, investasi menggunakan fasilitas, masih dapat digolongkan lagi kedalam: investasi yang menggunakan fasilitas PMDN dan investasi yang menggunakan fasilitas PMA, dimana kedua jenis fasilitas investasi tersebut diatur oleh UUPM. Bentuk-bentuk usaha penanaman modal yang menggunakan fasilitas PMDN dan usaha penanaman modal yang menggunakan fasilitas PMDN, dapat berbentuk : 1 Perusahaan Perorangan Usaha dagang; 2 Firma Fa; 3 Persekutuan Komanditer C.V; 4 Pereroan Terbatas PT; 5 BUMNBUMD; dan 6 Koperasi. Perusahaan dalam bentuk PT, CV, Firma maupun usaha perorangan adalah bentuk-bentuk dari usaha swasta yang berinvestasi atau modalnya untuk keseluruhan atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh swasta. Perusahaan dalam bentuk BUMN atau BUMD seluruh modal atau sebagian modalnya dimiliki oleh pemerintah negara, tingkat propinsi ataupun tingkat kabupaten.

2.3.4 Kebijakan dalam bidang investasi di Indonesia

Secara garis besar, penanaman modal dalam rangka investasi ditinjau dari sumbernya dibagi 2 dua, yaitu penanaman modal dengan modal berasal dari dalam negeri dan penanaman modal dengan modal dari pihak asing luar negeri. Adapun dalam pelaksanaannya, penanaman modal baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri diatur, yaitu Undang-undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal dalam Negeri dan Undang-Undang No.1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Menurut UU No. 6 tahun 1968 yang kemudian diganti dengan UU No. 25 tahun 2007. Berdasarkan UU No. 25 Tahun 2007 menjelaskan Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia. Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri, sedangkan Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. Penanaman modal di Indonesia, baik berupa Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN maupun Penanaman Modal Asing PMA, terdapat prosedur regulasi penanaman modal yang tercantum di bawah ini: 1 Investasi dalam rangka Penanaman Modal Dalam dan Penanaman Modal asing adalah investasi yang sesuai dengan yang dimaksudkan di dalam UU No. 25 Tahun 2007. 2 Prosedur permohonan PMDN dan PMA diatur berdasarkan Peraturan Kepala Perka BKPM No. 12 Tahun 2009 tentang pedoman dan tata cara penanaman modal. 3 Jenis persetujuan dan perijinan : Sesuai dengan Keppres No. 117 1999, wewenang untuk menerbitkan persetujuan dan perijinan investasi didelegasikan kepada Gubernur provinsi-provinsi di wilayah RI, dalam hal ini akan ditangani oleh Badan Pengembangan Ekonomi dan Koperasi BPEK. 4 Perusahaan Penanaman Modal Asing PMA di Indonesia didirikan dalam bentuk 100 sahamnya dimiliki oleh pihak asing dan atau kemitraan antara pihak asing dan Indoensia PT dan berdomisili di Indonesia. 5 Untuk berinvestasi di Indonesia, investor harus terlebih dahulu melihat apa yang disebut dengan Daftar Negatif Investasi. Daftar ini memuat investasi usaha dan bidang usaha yang tertutup untuk investasi. Sektor usaha yang diatur di sisni mengacu kepada peluang yang masih terbuka untuk investor apabila telah memenuhi persayaratn yang ditetapkan, misalnya kemitraan dengan perusahaan daerah, bekerja sama dengan pengusaha kecil, lokasi- lokasi tertentu, dll. Ketentuan khusus untuk bidang usaha tertentu yang terbuka untuk penanaman modal yang harus dipahami oleh investor, baik pada saat permohonan maupun pelaksanaan kegiatan investasi di Indonesia tertuang di dalam Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penanaman Modal. 6 Daftar Negatif Investasi, sebagaimana diatur di dalam Keppres No. 962000 yang mengatur yang tertutup untuk perusahaan asing, dan tertutup untuk semua penanaman modal termasuk PMA. 7 Daftar bidang usaha yang tertutup dan terbuka yang diatur sesuai dengan Perpres No. 111 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang terbuka Denggan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. 8 Daftar bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, seperti perjudiankasino, peninggalan sejarah dan purbakala candi, keratin, prasasti, pertilasan, bangunan kuno, dll, museum pemerintah, pemukimanlingkungan adat, monumen, objek ziarah, pemanfaatan koral alam serta bidang- bidangusaha lain sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Perpres No.111 Tahun 2007. 9 Daftar bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan Sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Perpres No.111 Tahun 2007: 1 Dicadangkan untuk UMKMK, 2 Kemitraan, 3 Kepemilikan Modal, 4 Lokasi tertentu, 5 Perizinan khusus, 6 Modal dalam negeri 100 7 Kepemilikan modal serta lokasi 8 Perizinan khusus kepemilikan modal, 9 Modal dalam negeri 100 perizinan khusus. 1 Kebijakan sektoral terkait dengan pengembangan dan pengelolaan komoditi sub sektor perikanan Pengaturan eksploitasi terhadap sumberdaya ikan diatur oleh pemerintah melalui peraturan perundang-undangan, persyaratan dan atau standar internasional yang diterima secara umum. Peraturan terkait dengan pengelolaan perikanan dan usaha perikanan diatur melalui UU No. 31 Tahun 2004 Jo UU No. 45 Tahun 2009. Berkaitan dengan pengelolaan perikanan disebutkan bahwa pengelolaan dilakukan harusmemperhatikan kelestarian sumberdaya ikan. Dukungan kebijakan terhadap pengelolaan perikanan diperlukan melalui ketetapan-ketetapan berkaitan dengan www.investment.com : 1 Rencana pengelolaan perikanan, 2 Jumlah tangkapan yang diperbolehkan, 3 Peralatan penangkapan ikan, 4 Jenis ikan yang dilindungi, dilarang diperdagangkan, dilarang dikeluarkan ke dan dari wilayah indonesia, 5 Pengaturan usaha penangkapan ikan, 6 Kelayakan penolahan ikan. UU No. 31 Tahun 2004 Jo UU No. 45 Tahun 2009, pengaturan tentang usaha perikanan dijelaskan bahwa usaha perikanan dilaksanakan dalam bisnis perikanan yang meliputi praproduksi, produksi, pengolahan, dan pemasaran. Pelaku usaha perikanan di bidang penangkapan, pembudidayaan, pengangkutan, pengolahan, dan pemasaran ikan di wilayah pengelolaan perikanan wajib memiliki SIUP Surat Izin Usaha Perikanan. Dalam Undang-undang ini, setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan pengelolaan perikanan wajib mematuhi ketentuan yang di antaranya meliputi : 1 Jenis, jumlah, dan ukuran alat penangkapan ikan, 2 Jenis, jumlah, ukuran, dan penempatan alat bantu penangkapan ikan, 3 Daerah, jalur, dan waktu atau musim penangkapan ikan, 4 Persyaratan atau prosedur operasional penangkapan ikan, 5 Pencegahan pencemaran dan kerusakan sumber daya ikan, 6 Ukuran atau berat minimum jenis ikan yang boleh ditangkap. Usaha perikanan di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia hanya boleh dilakukan oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia, sedangkan di wilayah perairan ZEEI orang atau badan hukum asing diperbolehkan melakukan penangkapan ikan berdasarkan persetujuan internasional atau ketentuan hukum internasional yang berlaku. Untuk lebih mengembangkan sektor perikanan ini, maka pemerintah membuka peluang investasipenanaman modal baik dari dalam dan luar negeri yang diatur dengan undang-undang www.investment.com .

2.3.5 Kendala dan penanaman modal di Indonesia

Kebijakan investasi dirumuskan dalam rangka menjawab masalah-masalah pokok yang menjadi perhatian dan pertanyaan investor menjelang pengambilan keputusan untuk melakukan investasi yaitu DKP 2008: 1 Seberapa besar potensi sumberdaya yang dapat dikelola 2 Kebijakan dan iklim investasi yang menjamin penanaman modal di daerah 3 Ketersediaan mitra lokal yang handal dan dapat dipercaya 4 Sistem penyebaran informasi secara efisien kepada calon investor yang potensial Beberapa hal yang dapat mempengaruhi investasi selama ini terutama dapat disebabkan oleh beberapa permasalahan pokok terutama kondisi daerah yang mempengaruhi langsung daya tarik investor yaitu DKP 2008 : 1 Status keamanan daerah sebagai daerah konflik 2 Ketersediaan infrastruktur yang belum memadai apalagi sebagian telah rusak parah akibat konflik dan bencana gempa besar dan gelombang tsunami 3 Masih rendahnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kesinambungan aktivitas investasi daerah. Sedangkan tantangan permasalahan pokok sistem regulasi adalah DKP 2008 : 1 Masih panjangnya rentang waktu yang diperlukan oleh seorang investor untuk menempuh prosedur perizinan investasi, 2 Rendahnya kepastian hukum yang tercermin dari masih banyaknya tumpang- tindih kebijakan antara pusat dan daerah dan antar sektor akibat belum diundangkannya RUU Penanaman Modal, 3 Belum adanya PerdaQanun yang khusus mengatur tentang penanaman modal di daerah, 4 Masih lemahnya koordinasi antar instansi vertikal dan horizontal serta antara instansi horizontal dengan kalangan dunia usaha dalam mengimplementasikan program peningkatan investasi daerah, 5 Belum efektifnya kinerja promosi potensi dan misi investasi daerah yang dilakukan selama ini, 6 Kurangnya upaya untuk menindaklanjuti hasil kesepakatan kerjasama ekonomi regional dan sub –regional yang telah dijalin. Dengan adanya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, maka arah kebijakan deregulasi perikanan dan kelautan sebagai berikut DKP 2008 : 1 Salah satu yang sering dikeluhkan oleh investor ataupun calon investor secara umum adalah ruwetnya birokrasi perizinan dan banyaknya aturan hukum yang membingungkan sehingga menciptakan ekonomi biaya tinggi, dimana pengeluaraan biaya transaksi transaction cost menjadi mahal. 2 Dalam menunjang peluang dan menciptakan iklim investasi adalah adanya paket insentif dan disinsentif termasuk salah satu daya tarik minat usaha dan investasi 3 Segala bentuk perizinan usaha dan investasi seyogyanya melalui satu badaninstansi untuk memudahkan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi 4 Melakukan pengaturan, pengendalian dan penerbitan perizinan di bidang perikanan sesuai dengan UU No. 31 Tahun 2004 dan peraturanketentuan lainnya yang berlaku, serta menyesuai Perda yang teintegratif. Upaya pemberdayaan pelakucalon pelaku investasi maupun pembina investasi meliputi DKP 2008: 1 Meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia maupun unit usaha investorcalon investor dengan meningkatkan dan memperluas jiwa wirausaha atau semangat investasi, kemampuan profesional di bidang manajemen usaha, keahlian dan keterampilan teknis, melalui kegiatan- kegiatan bimbingan penyuluhan sesuai dengan prioritasnya. 2 Mengidentifikasi pengusaha lokal yang potensial untuk menjalin kemitraan usaha di bidang perikanan, baik dengan pengusaha pusat maupun dengan pengusaha asing. 3 Membantu penyelesaian masalah yang dihadapi investor baik yang selama ini sudah beroperasi maupun yang baru beroperasi melalui pembinaan yang sebaik-baiknya. 4 Menumbuh kembangkan kerjasama yang saling menguntungkan antara perusahaan besar, menengah, kecil dan koperasi melalui pola kemitraan. Peningkatan efektivitas pelaksanaan kegiatan promosi investasi perikanan melalui DKP 2008 : 1 Memperkaya ragam jenis mutu layanan informasi, seperti kebijakan investasi perikanan, potensi dan peluang usaha perikanan serta pengusaha perikanan lokal calon mitra yang tersedia. 2 Menyelenggarakan dan mengikuti seminar-seminar dan pameran investasi, baik dalam maupun di luar negeri. 3 Membangun sistem informasi berupa Pusat Jaringan Usaha dan Investasi PUSJUI secara on-line melalui internet yang telah difasilitasi oleh pemerintah pusat yang mudah diakses oleh para calon investor. 4 Peningkatan kegiatan koordinasi dan sinkronisasi antara daerah KabupatenKota dan dengan antar provinsi dengan pusat pada bidang perencanaan dan pengembangan investasi mengingat kemungkinan adanya kesamaan potensi SDA yang dimiliki ataupun karena keterbatasan daya tampung pasar yang ada. Demikian juga untuk maksud promosi investasi sebagai upaya untuk efisiensi pelaksanaan kegiatan promosi seperti seminar dan pameran investasi tingkat daerah provinsi atau nasional, ataupun dalam rangka pengiriman misi-misi promosi investasi ke luar negeri.

2.3.6 Penyelenggaraan penanaman modal di Indonesia

UU No. 25 Tahun 2007 dapat dikatakan sudah mencakup semua aspek penting termasuk soal pelayanan, koordinasi, fasilitas, hak dan kewajiban investor, ketenagakerjaan, dan sektor-sektor yang bisa dimasukin oleh investor yang terkait erat dengan upaya peningkatan investasi dari sisi pemerintah dan kepastian berinvestasi dari sisi pengusahainvestor. Dua diantara aspek-aspek tersebut yang selama ini merupakan dua masalah serius yang dihadapi pengusaha, dan oleh karena itu akan sangat berpengaruh positif terhadap kegiatan penanaman modal di Indonesia. Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 mengamanatkan bahwa perusahaan penanaman modal yang akan melakukan kegiatan usaha wajib memperoleh izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi yang memiliki kewenangan dan izin tersebut diperoleh melalui pelayanan satu pintu. Pelayanan terpadu satu pintu tersebut bertujuan membantu penanam modal dalam memperoleh kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal dan informasi. Mengenai penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu dilakukan oleh lembaga atau instansi seperti BKPM di tingkat Pusat atau BKPMD atau sejenisnya di tingkat daerah. Dengan demikian, dalam waktu yang tidak terlalu lama, perizinan investasi di seluruh Indonesia akan dilaksanakan melalui pelayanan terpadu Satu Pintu, sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Bab I Pasal 1 No. 10 mengenai ketentuan umum: pelayanan terpadu satu pintu adalah kegiatan penyelenggaraan suatu perizinan dan nonperizinan yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat. Sistem pelayanan satu atap ini diharapkan dapat mengakomodasi keinginan investorpengusaha untuk memperoleh pelayanan yang lebih efisien, mudah, dan cepat. Memang membangun sistem pelayanan satu atap tidak mudah, karena sangat memerlukan visi yang sama dan koordinasi yang baik antara lembaga-lembaga pemerintah yang berkepentingan dalam penanaman modal. Dapat dipastikan apabila ketentuan ini benar-benar dilakukan, dengan asumsi faktor-faktor lain seperti kepastian hukum, stabilitas, pasar buruh yang fleksibel, kebijakan ekonomi makro, termasuk rezim perdagangan yang kondusif dan ketersediaan infrastruktur mendukung, pertumbuhan investasi di dalam negeri akan mengalami akselerasi. Keppres No. 29 Tahun 2004 mengenai penyelenggaraan penanaman modal, baik asing PMA maupun dalam negri PMDN melalui sistem pelayanan satu atap menyatakan bahwa penyelenggaraan penanaman modal khususnya yang berkaitan dengan pelayanan persetujuan, perizinan dan fasilitas penanaman modal dilaksanakan oleh BKPM. Pelayanan satu atap ini meliputi penanaman modal yang dilakukan baik di tingkat propinsi, kabupaten maupun kotamadya berdasarkan kewenangan yang dilimpahkan oleh GubernurBupatiWalikota kepada BKPM. Jadi, BKPM bertugas melakukan koordinasi antara seluruh departemen atau instansi pemerintah lainnya, termasuk dengan pemerintah kabupaten, kota, serta propinsi yang membina bidang usaha penanaman modal. Bab III Pasal 4 UU No. 25 Tahun 2007 mengenai kebijakan dasar penanaman modal: menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha, dan keamanan berusaha bagi penanam modal sejak proses pengurusan perizinan sampai dengan berakhirnya kegiatan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan . Kebijakan mengenai penanaman modal atau investasi oleh pemerintah telah diatur UU No. 25 Tahun 2007. Pemerintah memberi perlakuan yang sama bagi penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional dan pemerintah juga menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha, dan keamanan berusaha bagi penanam modal sejak proses pengurusan perizinan sampai dengan berakhirnya kegiatan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan membuka kesempatan bagi perkembangan dan memberi perlindungan kepada usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi. Memberikan perlakuan yang sama kepada semua penanam modal yang berasal dari negara manapun untuk melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan. Perlakuan sama ini tidak berlaku bagi penanam modal dari suatu negara yang memperoleh hak istimewa berdasarkan perjanjian dengan Indonesia. Perusahaan penanam modal dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja harus mengutamakan tenaga kerja Warga Negara Indonesia. Sementara itu perusahaan penanaman modal berhak menggunakan tenaga ahli warga negara asing untuk jabatan dan keahlian tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemerintah memberikan fasilitas kepada penanaman modal yang melakukan penanaman modal baru maupun yang melakukan perluasan usaha. Perusahaan penanam modal yang akan mendapat fasilitas tersebut harus memenuhi kriteria: 1 Menyerap tenaga kerja, 2 Termasuk prioritas skala tinggi, 3 Termasuk pengembangan infrastruktur, 4 Melakukan alih teknologi, 5 Melakukan industri pionir, 6 Berlokasi di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan atau daerah lain dianggap perlu, 7 Bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah, atau koperasi atau, 8 Industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi di dalam negeri.

2.3.7 Peraturan Pemerintah No 45 tahun 2008 tentang Kemudahan

Penanaman Modal di Daerah Prinsip-prinsip mengenai kemudahan dalam melakukan penenaman modal di daerah sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2008 dijelaskan bahwa pemberian insentif dan pemeberian kemudahan dilakukan berdasarkan prinsip kepastian hukum, kesetaraan, transparansi, akuntabilitas, serta efektifitas dan efisien. Dalam PP No 45 Tahun 2008 juga dijelaskan mengenai pemberian kemudahan dalam melakukan penanaman modal di daerah dapat dilakukan dalam bentuk penyediaan data dan informasi peluang penanaman modal; penyediaan sarana dan prasarana; penyedian lahan atau lokasi; pemberian bantuan teknis; dan percepatan pemberian izin.

2.3.8 Peraturan mengenai penanaman modal di Sumatera Barat

Peraturan yang mengatur tentang penanaman modal di Sumatera Barat adalah sesuai dengan kebijakan pelayanan terpadu satu pintu PTSP sehingga pengurusan perijinan yang terpencar menjadi terpusat di satu lembaga. Peraturan Gubernur Sumatera Barat No. 49 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal menjelaskan peraturan gubernuur ini dimaksudkan sebagai dasar penyelenggaraan perizinan dan non perizinan bidang penanaman modal yang dilaksanakan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal Provinsi BKPMP, berdasarkan kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah. Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Gubernur No. 49 Tahun 2010, PTSP bidang penanaman modal bertujuan untuk membantu penanaman modal dalam memperoleh kemudahan pelayanan perizinan dan non perizinan, fasilitas fiskal dan informasi mengenai penanaman modal dengan cara mempercepat dan menyederhanakan pelayanan. Jenis pelayanan perizinan dan non perizinan yang dimaksudkan antara lain adalah : 1 Pendaftaran penanaman modal, 2 Izin prinsip penanaman modal, 3 Izin prinsip perluasan penanaman modal, 4 Izin prinsip perubahan penanaman modal, 5 Izin usaha, izin usaha perluasan, izin usaha perubahan dan izin usaha penggabungan perusahaan merger, 6 Izin lokasi, 7 Izin mendirikan bangunan, 8 Izin gangguan HO, 9 Hak atas tanah, 10 Izin-izin lain dalam rangka pelaksanaan penanaman modal. Sedangkan jenis pelayanan non perizinan yang dimaksudkan antara lain adalah : 1 Fasilitas bea masuk atas impor mesin, 2 Fasailitas bea masuk atas impor barang dan bahan baku, 3 Usulan untuk mendapatkan fasilitas PPh badan, 4 Angka pengenal importir produsen, 5 Rencana penggunaan tenaga kerja asing, 6 Rekomendasi visa untuk bekerja, 7 Izin memperkerjakan tenaga kerja asing, 8 Insentif daerah, 9 Layanan informasi dan layanan pengaduan. Dalam menyelenggarakan PTSP di bidang penanaman modal, BKPMP mempunyai tugas : 1 Menerima berkas permohonan perizinan dan non perizinan dari penanam modal, 2 Memproses permohonan penanaman modal sesuai dengan kewenangannya, 3 Mengkoordinasikan pelaksanaan pelayanan perizinan pada SKPDUnit KerjaInstansi terkait, 4 Menyerahkan dokumen perizinan yang telah selesai kepada penanam modal. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Provinsi Sumatera Barat dalam melaksanakan pemberian perizinan penanaman modal wajib menyampaikan tembusan atas perizinan penanaman modal yang dikeluarkan kepada Gubernur Sumatera Barat dan menyampaikan laporan setiap bulannya kepada Gubernur Sumatera Barat.

2.4 Evaluasi Kinerja Kebijakan

Istilah evaluasi mempunyai arti yang berhubungan, masing-masing menunjuk pada aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan program. Secara umum istilah evaluasi dapat disamakan dengan dengan penaksiran appraisal, pemberian angka rating dan penilaiian assessment, kata-kata yang menyatakan usaha untuk menganalisis hasil kebijakan dalam arti satuan nilainya. Secara lebih spesifik evaluasi berkenaan dengan dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan. Hasil kebijakan pada kenyataannya mempunyai nilai, hal ini karena hasil tersebut memberi sumbangan pada tujuan dan sasaran. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa kebijakan atau program telah mencapai tingkat kinerja yang bermakna, yang berarti bahwa masalah-masalah kebijakan dibuat jelas atau diatasi Dunn 2008. Gambaran utama evaluasi adalah bahwa evaluasi menghasilkan tuntutan- tuntutan yang bersifat evaluatif. Evaluasi mempunyai sejumlah karakteristik yang membedakannya dari metode-metode analisis kebijakan lainnya: 1 Fokus Nilai Evaluasi berbeda dengan pemantauan, dipusatkan pada penilaian menyangkut keperluan atau nilai dari suatu kebijakan dan program. Evaluasi terutama merupakan usaha untuk menentukan manfaat atau kegunaan sosial kebijakan atau program, dan bukan sekedar usaha untuk mengumpulkan informasi mengenai hasil aksi kebijakan yang terantisiasi dan tidak terantisipasi. Karena ketepatan tujuan dan sasaran kebijakan dapat selalu dipertanyakan, evaluasi mencakup prosedur untuk mengevaluasi tujuan-tujuan dan sasaran itu sendiri. 2 Interdependensi Fakta-Nilai Untuk menyatakan bahwa kebijakan atau program tertentu telah mencapai tingkat kinerja yang tertinggi atau rendah diperlukan tidak hanya bahwa hasil-hasil kebijakan berharga bagi sejumlah individu, kelompok atau seluruh masyarakat; untuk menyatakan demikian, harus didukung oleh bukti bahwa hasil-hasil kebijakan secara aktual merupakan konsekuensi dari aksi-aksi yang dilakukan untuk memecahkan masalah tertentu. 3 Orientasi Masa Kini dan Masa Lampau Tuntutan evaluatif, berbeda dengan tuntutan-tuntutan advokatif, diarahkan pada hasil sekarang dan masa lalu, ketimbang hasil dimasa depan. 4 Dualitas Nilai Nilai-nilai yang mendasari tuntutan evaluasi mempunyai kualitas ganda, karena mereka dipandang sebagai tujuan dan sekaligus cara. Evaluasi memainkan sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan. Evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan , yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik. Evaluasi menjelaskan seberapa jauh tujuan- tujuan tertentu dan target tertentu telah tercapai. Evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Nilai juga dikritik dengan menanyakan secara sistematis kepantasan tujuan dan target dalam hubungan dengan masalah yang dituju Dunn 2008. Metode untuk melakukan evaluasi terhadap suatu kebijakan dapat dilakukan dengan menggunakan tiga jenis metode, yaitu : 1 Evaluasi Semu; 2 Evaluasi Formal; 3 Evaluasi Keputusan Teoritis. Evaluasi Semu adalah evaluasi yang menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai hasil kebijakan, tanpa berusaha untuk menanyakan tentang manfaat atau nilai dari hasil-hasil tersebut terhadap perseorangan, kelompok maupun masyarakat. Evaluasi Formal adalah evaluasi yang menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai hasil kebijakan, dengan melakukan evaluasi atas dasar tujuan program kebijakan yang secara formal telah diumumkan oleh para pembuat kebijakan dan administrator program. Evaluasi Keputusan Teoritis adalah evaluasi yang menggunakan pendekatan deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai hasil-hasil kebijakan yang secara eksplisit dinilai oleh berbagai pelaku kebijakan Dunn 2008. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan evaluasi formal untuk mengevaluasi kebijakan yang berlaku.

2.5 Analisis Produksi Hasil Tangkapan