Persepsi Responden Petani terhadap Gangguan Kenyamanan

Rata-rata biaya produksi yang dikeluarkan responden petani penggarap untuk biaya tenaga kerja sebelum terjadi banjir sebesar Rp 1 913 127.27MT . Responden petani penggarap membagi dua biaya saprodi dengan pemilik lahan sehingga rata-rata biaya saprodi sebesar Rp 555 672.73MT. Rata-rata biaya produksi per hektar sebelum banjir sebesar Rp 2 468 800MT. Rusaknya tanaman padi yang sudah diberikan perlakuan seperti benih, pupuk, dan obat mengakibatkan petani mengeluarkan kembali biaya saprodi. Pengelolaan lahan sawah yang cukup luas sangat memerlukan bantuan tenaga kerja, untuk itu petani harus mengeluarkan biaya tenaga kerja untuk memperbaiki kerusakan akibat banjir. Biaya untuk memperbaiki kerusakan ini sangat diperlukan guna mengembalikan fungsi dari lahan sawah itu sendiri. Berdasarkan hasil survei, rata-rata biaya tambahan produksi setelah banjir yang dikeluarkan oleh responden petani pemilik dapat dilihat pada Tabel 25 perhitungan dapat dilihat di Lampiran 8 sedangkan rata-rata biaya tambahan produksi setelah banjir yang dikeluarkan oleh responden petani penggarap dapat dilihat pada Tabel 26 perhitungan dapat dilihat di Lampiran 9. Tabel 25 Total dan rata-rata biaya tambahan produksi per reponden petani pemilik setelah banjir di Kecamatan Kresek tahun 2013 dalam satu musim tanam Jenis Biaya Tambahan Jumlah Biaya RpMT Biaya Rata-rata Produksi RpMT Biaya Tenaga Kerja 34 169 500 854 237.50 Biaya Saprodi 29 030 500 725 762.50 Jumlah 63 200 000 1 580 000.00 Sumber: data primer diolah 2013 Keterangan: MT = masa tanam Rata-rata biaya tambahan tenaga kerja responden petani pemilik untuk memperbaiki kerusakan setelah banjir sebesar Rp 854 237.5MT sedangkan rata- rata biaya sarana produksi yang dikeluarkan responden petani pemilik dalam memperbaiki kerusakan setelah banjir sebesar Rp 725 762.5MT sehingga diperoleh rata-rata jumlah biaya tambahan produksi setelah banjir secara keseluruhan sebesar Rp 1 580 000MT. Tabel 26 Total dan rata-rata biaya tambahan produksi per reponden petani penggarap setelah banjir di Kecamatan Kresek tahun 2013 dalam satu musim tanam Jenis Biaya Tambahan Jumlah Biaya RpMT Biaya Rata-rata Produksi RpMT Biaya Tenaga Kerja 47 352 000 860 945.45 Biaya Saprodi 34 133 000 620 600.00 Jumlah 81 485 000 1 481 545.45 Sumber: data primer diolah 2013 Keterangan: MT = masa tanam Rata-rata biaya tambahan tenaga kerja responden petani penggarap untuk memperbaiki kerusakan setelah banjir sebesar Rp 860 945.45MT sedangkan rata- rata biaya sarana produksi yang dikeluarkan responden petani penggarap dalam memperbaiki kerusakan setelah banjir sebesar Rp 620 600MT sehingga diperoleh rata-rata jumlah biaya tambahan produksi setelah banjir secara keseluruhan sebesar Rp 1 481 545.45MT. Responden petani yang memiliki lahan sawah milik sendiri mengalami kerugian yang lebih besar dibandingkan responden petani dengan mengolah lahan sawah garapan namun tergantung dari luas kepemilikan lahan sawah yang terkena banjir. Hal ini disebabkan responden petani yang mengelola lahan sawah sendiri memiliki keinginan lebih besar untuk melakukan perbaikan jika terjadi kerusakan akibat banjir.

7.1.3 Perubahan Pendapatan Petani

Penurunan produksi setelah banjir mempengaruhi nilai penerimaan petani, biaya produksi, dan nilai pendapatan petani. Tabel 27 menunjukkan rata-rata penerimaan petani pemilik berkurang sebesar Rp 7 347 087.50MT dibandingkan rata-rata penerimaan saat kondisi normal sedangkan biaya produksi mengalami peningkatan sebesar Rp 1 580 000MT dari kondisi normal sehingga pendapatan petani berkurang sebesar Rp 8 927 087.50MT. Tabel 27 Perubahan pendapatan responden petani pemilik di Kecamatan Kresek akibat banjir tahun 2013 dalam satu musim tanam Uraian Nilai Penerimaan Produksi Padi RpMT Biaya Produksi Padi RpMT Pendapatan Petani RpMT Sebelum banjir 17 766 400.00 3 304 562.50 14 461 837.50 Setelah banjir 10 419 312.50 4 884 562.50 5 534 750.00 Selisih perubahan 7 347 087.50 1 580 000.00 8 927 087.50 Sumber: data diolah peneliti 2013 Tabel 28 menunjukkan rata-rata penerimaan petani penggarap berkurang sebesar Rp 5 512 681.82MT dibandingkan rata-rata penerimaan saat kondisi normal sedangkan biaya produksi yang dikeluarkan mengalami peningkatan sebesar Rp 1 481 549.45MT dari kondisi normal sehingga pendapatan petani berkurang sebesar Rp 6 994 231.27MT. Tabel 28 Perubahan pendapatan responden petani penggarap di Kecamatan Kresek akibat banjir tahun 2013 dalam satu musim tanam Uraian Nilai Penerimaan Produksi Padi RpMT Biaya Produksi Padi RpMT Pendapatan Petani RpMT Sebelum banjir 16 790 472.73 2 468 800.00 14 321 672.73 Setelah banjir 11 277 790.91 3 950 349.45 7 327 441.46 Selisih perubahan 5 512 681.82 1 481 549.45 6 994 231.27 Sumber: data diolah peneliti 2013 Total kerugian yang dialami oleh seluruh petani yang mengelola lahan milik sendiri di Kecamatan Kresek akibat penurunan pendapatan yaitu sebesar Rp 1 904 574 711MT dan total kerugian akibat penurunan pendapatan yang dialami seluruh petani yang mengelola lahan milik orang lain atau petani penggarap sebesar Rp 2 081 848 142MT. Data tersebut dapat dilihat di Tabel 29. Tabel 29 Total kerugian pendapatan petani berdasarkan kepemilikan lahan yang terkena dampak banjir tahun 2013 dalam satu musim tanam No Kerugian Nilai Kerugian RpMT Persen 1 Kehilangan pendapatan petani pemilik 1 904 574 711 47.78 2 Kehilangan pendapatan petani penggarap 2 081 848 142 52.22 Total 3 986 422 853 100.00 Sumber: data diolah peneliti 2013

7.2 Biaya Kerusakan yang Dikeluarkan oleh Pemerintah

Kebijakan mengurangi suatu dampak lingkungan akan dipengaruhi oleh perhitungan biaya yang harus dikeluarkan untuk mengurangi preventif atau memperbaiki dan manfaat yang akan diperoleh kemudian Spash 1997. Pengambilan kebijakan ataupun keputusan apakah preventif atau perbaikan harus dibuat terutama untuk melihat besar investasi yang dikeluarkan untuk tindakan preventif maupun melihat biaya untuk memperbaiki dampak yang sudah terjadi. Permasalahan banjir yang terjadi pada tahun 2013 dikarenakan tidak adanya