35 gambut. Dibandingkan dengan tanaman pangan, seharusnya komoditas-
komoditas perkebunan perlu dikembangkan di lokasi-lokasi transmigrasi khususnya di lahan kering, karena secara agronomis tidak memerlukan
teknologi yang rumit. Pengembangan tanaman pangan pada tanah kering marjinal menghasilkan produktifitas yang rendah jika tanpa diberi input,
seperti kapur dan pupuk dan ini harganya cukup mahal. 3. Komoditas kehutanan, mempertahankan lahan-lahan marjinal yang secara
alamiah bervegetasi hutan alam primer merupakan tindakan yang sangat baik bagi lingkungan. Tetapi pada kenyataannya kebutuhan ekonomi masyarakat
dan pemerintah lebih dominan untuk mendorong penebangan hutan untuk dimanfaatkan kayunya. Oleh karena itu, pemanfaatan lahan kering marjinal
dapat diarahkan dengan mengusahakan pola-pola Hutan Tanaman Industri HTI yang komoditas tanaman kehutanan dipilih dan disesuaikan dengan
hasil klasifikasi kesesuaian lahan dan perhitungan kelayakan usaha. Pembangunan kawasan transmigrasi lahan kering dilakukan dengan
pengembangan komoditi pertanian unggulan dengan kriteria komoditi yang akan dikembangkan yakni: 1 mendukung kebijakan pengembangan pertanian secara
regional dan nasional, 2 memiliki kesesuaian lahan dengan kawasan pengembangan, 3 memiliki kelayakan ekonomi dan finansial khususnya bagi
masyarakat, 4 tersedia teknologi budidaya yang dapat dilakukan oleh masyarakat, 5 memiliki permintaan yang tinggi baik pasar lokal, regional,
maupun nasional, dan 6 mendukung kelestarian sumberdaya lahan.
2.5. Pengembangan Perkebunan Karet
Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor karet Indonesia selama 20
tahun terakhir terus menunjukkan adanya peningkatan dari 1.0 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1.3 juta ton pada tahu 1995 dan 1.9 juta ton pada tahun 2004.
pendapatan devisa dari komoditi ini pada tahun 2004 mencapai US 2.25 milyar, yang merupakan 5 dari pendapatan devisa non-migas Anwar, 2006a
Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk pertanaman karet, sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan.
36 Luas areal perkebunan karet tahun 2005 tercatat mencapai lebih dari 3.2 juta ha
yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Diantaranya 85 merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7 perkebunan besar negara serta 8
pekebunan milik swasta. Produksi karet secara nasional pada tahun 2005 mencapai angka sekitar 2.2 juta ton. Jumlah ini masih akan bisa ditingkatkan lagi
dengan memberdayakan lahan-lahan pertanian milik petani dan lahan kosongtidak produktif yang sesuai untuk perkebunan karet.
Anwar 2006b mengemukakan bahwa perkembangan pasar karet alam dalam kurun waktu tiga tahun terakhir relatif kondusif bagi produsen, yang
ditunjukkan oleh tingkat harga yang relatif tinggi. Hal tersebut dikarenakan permintaan yang terus meningkat, terutama dari China, India, Brazil dan negara-
negara yang mempunyai pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Asia-Pasifik. Diperkirakan akan terjadi kekurangan pasokan karet alam dalam dua dekade ke
depan. Karena itu pada kurun waktu 2006-2025, diperkirakan harga karet alam akan stabil sekitar US 2.00kg.
Peranan karet dan barang karet terhadap ekspor nasional tidak dapat dianggap kecil mengingat Indonesia merupakan produsen karet no 2 dua
terbesar di dunia dengan produksi sebesar 2.55 juta ton pada tahun 2007 setelah Thailand produksi sebesar 2,97 juta ton dan negara yang memiliki luas lahan
karet terbesar di dunia dengan luas lahan mencapai 3.4 juta hektar di tahun 2007 Parhusip, 2008. Pengembangan karet alam diharapkan dapat dioptimalisasi
melalui kedua line usaha baik on farm maupun off farm. Permasalahan produktivitas lahan merupakan utama dalam pengembangan on farm termasuk
kualitas bahan baku olahan yang masih rendah. Kondisi tersebut diharapkan dapat dijembatani dengan pola plasma antara perkebunan rakyat dengan perkebunan
besar dalam peningkatan hasil dan harga. Pola plasma tersebut diharapkan juga dapat menjembatani perbankan dalam pemberian fasilitas kredit terkait dengan
kemampuan manajemen dan jaminan yang selama ini menjadi kendala utama dalam meningkatkan kemampuan permodalan perkebunan.
Selanjutnya dikemukakan oleh Parhusip 2008 bahwa untuk pengembangan industri barang karet, pemerintah telah memiliki roadmap hingga 2025 berupa
pengembangan jenis produk barang karet yang bernilai tambah tinggi seperti
37 pemenuhan untuk industri farmasi, otomotif yang membutuhkan kualifikasi karet
yang berkualitas tinggi serta barang teknik. Pemerintah diharapkan dapat konsisten dalam pencapaian tujuan roadmap terutama terkait dengan prasyarat
pengembangan yang berupa peremajaan lahan karet dan ekstensifikasi pohon karet. Selain permasalahan jenis produk, industri barang karet juga kerap
dihadang oleh permasalahan ketersediaan energi pendukung dan kebijakan yang kurang mendukung optimalisasi industri.
Menurut Wibawa dan Rosjid 2000 permasalahan kegagalan kebun karet petani terlantar, terbakar banyak timbul setelah petani tidak menanam tanaman
sela diantara karet. Pola tanaman berbasis karet untuk memenuhi tujuan jangka pendek, menengah dan jangka panjang secara teknis dapat dilakukan. Tanaman
pangan dapat ditanam pada periode 2-3 tahun pertama. Untuk jangka menengah dapat ditanam tanaman toleran naungan atau tanaman penghasil kayu pulp dan
atau lateks, sedangkan karet sebagai tanaman utama akan menjadi tumpuan penghasilan jangka panjang. Hasil penelitian di tingkat petani dan kebun
percobaan Sembawa menunjukkan bahwa tingkat intensitas pengelolaan tanaman sela sangat mempengaruhi pertumbuhan karet. Peningkatan produktivitas lahan
dengan teknologi tumpangsari telah menjadi kebijakan pada sebagian besar proyek pengembangan karet. Teknologi ini secara teknis menguntungkan
pertumbuhan karet dan dapat dilaksanakan serta mudah diaadopsi oleh petani. Pemilihan jenis tanaman sela yang ditanam sangat kondisional, tergantung dari
tujuan petani; untuk kebutuhan keluarga atau untuk dijual. Nancy dan Supriadi 2005 mengatakan bahwa adopsi teknologi budidaya
karet di Kabupaten OKU secara umum masih relatif rendah, terutama adopsi bahan tanam unggul dan pemupukan, karena keterbatasan modal. Keuntungan
yang diperoleh petani melalui program peremajaan antara lain: a Petani mengetahui dan menerapkan teknologi budidaya karet anjuran b Petani dapat
mulai mengenal sistem perbankan dan memperoleh kredit dengan bunga murah c Lahan petani dapat disertifikatkan. Secara umum petani terbiasa menanam
tanaman sela paling tidak 2 tahun pertama yaitu padi dan palawija, jagung, kacang tanah dan sayur-sayuran. Pada beberapa lokasi banyak gangguan hama babi,sapi
38 dan kerbau, karena itu diperlukan sistem proteksi seperti pemagaran yang dapat
bertahan minimal 3 tahun. Usaha memanfaatkan potensi tenaga kerja dan lahan yang dimiliki keluarga
petani karet telah diteliti, bahwa potensi tersebut jika dikelola dengan baik akan mampu memberikan pendapatan sebesar US 1.500 per keluarga per 2 hektar.
Usahatani tersebut merupakan usahatani terpadu yang meliputi tanaman karet, tanaman pangan dan ternak. Pola usahatani terpadu ini merupakan pelaksanaan
program pemerintah di bidang pertanian, yaitu penerapan pola diversifikasi tanaman.Pola diversifikasi ini mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai penghasil
komoditi sampingan dan konservasi lahan yang sangat penting artinya di daerah lahan kering. Bagi petani karet rakyat, secara tidak langsung penanaman sela akan
merupakan perangsang bagi mereka untuk memelihara kebunnya pada masa tanaman belum menghasilkan.
Kayu karet mempunyai prospek yang sangat cerah sebagai substitusi kayu hutan alam mengingat ketersediaannya cukup besar, permintaan terus meningkat,
dan mempunyai keunggulan setara dengan kayu hutan alam. Pemanfaatan kayu karet perlu didukung dengan industri pengolahan. Kontinuitas penyediaan bahan
baku bagi industri pengolahan dapat ditempuh melalui pengembangan pola kemitraan antara petani dan industri pengolahan, sekaligus untuk mendukung
peremajaan karet rakyat Boerhendhy dan Agustina, 2006. Menurut Nugroho dan Istianto 2009, dalam persyaratan agronomis
pengusahaan tanaman karet, penambah hara dari pupuk secara teratur terbukti dapat memenuhi kebutuhan hara tanaman dan peningkatan produksi. Respon
pemupukan pada pertumbuhan lilit batang tanaman karet yang belum menghasilkan adalah sebesar 29 . Pemupukan pada tanaman menghasilkan
dapat meningkatkan produksi sebesar 15-25. Banyak efek yang ditimbulkan akibat tidak dilakukannya pemupukan.
Dalam jangka pendek kulit tanaman menjadi kerastidak lunak seperti tanaman yang dipupuk. Kulit kayu yang keras berakibat pada sulitnya penyadapan
sehingga pisau akan cepat tumpul dan pemakaian kulit menjadi boros. Selain itu dalam penyadapan akan menimbulkan luka kayu sehingga kulit pulihan tidak
dapat lagi diharapkan dan jaringan lateks terputus. Tanaman yang tidak dipupuk
39 juga akan mudah terkena penyakit terutama penyakit daun karena kesehatan
tanaman yang tidak dilakukannya pemupukan berupa penurunan kesuburan tanah yang akan menyebabkan penurunan produksi Nugroho dan Istianto, 2009.
2.6. Pendekatan Sistem