Pola Perubahan Penggunaan Lahan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pola Perubahan Penggunaan Lahan

Sebelum tahun 1980, penggunaan lahan di Kawasan Batumarta didominasi oleh hutan sekunderhutan rawa, ladangtegalan dan semakbelukar. Namun setelah transmigran datang pada akhir Tahun 1970-an sampai pertengahan tahun 1980-an mereka melakukan kegiatan bercocok tanam padi dan palawija dengan memanfaatkan lahan yang dibagikan kepada mereka. Pada saat yang sama, Pemerintah melaksanakan program bantuan penanaman karet seluas 1,0 ha per KK yang ditanam pada persil lahan yang diperuntukkan bagi masing-masing Transmigran dari total alokasi lahan seluas 5,0 ha per KK TRANS I atau 3,5 ha per KK TRANS III. Pada tahun 1990-an semakin nyata terlihat pertambahan areal perkebunan karet, dan kini semakin meluas mengkonversi lahan-lahan pertanian para transmigran dan penduduk sekitarnya. Banyak ladangtegalan dan sawah yang dikonversi menjadi perkebunan, selain dengan membuka hutan lahan kering atau hutan rawa yang ada. Dari pantauan seri citra Landsat terlihat jelas perubahan tersebut, bertambah luasnya perkebunan dan berkurangnya luas hutan. Banyak pembukaan lahan di area yang tadinya hutan, juga terdapat konversi dari ladangtegalan, semakbelukar dan sawah menjadi perkebunan. Secara visual dari seri citra tersebut memang terlihat kontras perubahannya. Pada tahun 1978, sebagian besar kawasan masih hijau yang dipenuhi oleh hutan lahan kering, hutan rawa dan semakbelukar. Kemudian pada tahun 1992 mulai banyak lahan dibuka rona pink pada citra yang berasal dari wilayah hutan dan semakbelukar yang telah dibersihkan. Tahun 1994 pembukaan tersebut semakin meluas, sepintas terlihat dengan bertambah luasnya rona citra yang berwarna pink. Pada beberapa area perkebunan tersebut sudah terdapat tumbuhan yang sudah masa generatif vegetasi yang berwarna hijau gelap. Pada tahun 2001 terlihat beberapa lokasi perkebunan dengan tanaman muda masa vegetatif. Perkebunan baru ini ditanam pada area hasil pembukaan hutan. Berdasarkan hasil pengolahan dari seri citra satelit tersebut, dapat dilihat dari tahun ke tahun luas hutan semakin berkurang. Tabel 20 menyajikan data 94 perubahan penggunaan lahan yang telah dikelompokkan untuk memudahkan pokok bahasan selanjutnya. Pada tahun 1978 diperkirakan luasnya 41.960 ha tersisa sekitar 9.498 saja pada tahun 2001 atau sekitar 22.6 persen dan terus menurun menjadi 1.233 ha atau kurang dari 3 persen pada tahun 2009. Penambahan luas perkebunan dari hanya 2.599 ha pada tahun 1978 meningkat menjadi 25.776 ha pada tahun 2001 atau hampir 10 kali dan terus meningkat menjadi 50.375 ha atau hampir 20 kali dibandingkan tahun 1978, atau 2 kali dibandingkan tahun 2001. Hasil pengolahan citra berupa informasi spasial penggunaan lahan tersebut disajikan pada Gambar 9 sampai Gambar 15 dan Lampiran 13. Luas lahan ladangtegalan berubah secara fluktuatif, di mana terjadi penurunan luas ladangtegalan pada awalnya, dari 23.543 ha pada tahun 1978 menjadi sekitar 13 ribuan ha pada tahun 1992 dan 1994, kemudian naik lagi seperti semula diatas 20 ribuan pada awal tahun 2000-an 2001, 2003, dan 2004, dan kemudian menurun tajam pada tahun 2009 menjadi 6000-an hektar Tabel 20. Keadaan saling bergantian terjadi pada penggunaan lahan semaklahan-terbuka dengan ladangtegalan, dimana ladangtegalan yang ditinggalkan petani dan dibiarkan begitu saja akan menjadi semakbelukarlahan- terbuka. Sebaliknya semakbelukarlahan-terbuka yang dimanfaatkan petani transmigran akan menjadi ladangtegalan, atau menjadi sawah atau perkebunan, tergantung kondisi lokasi dan aspirasi serta kesiapan permodalan transmigran. Apabila kondisi lahan-terbukasemak sesuai untuk sawah, maka lahan tersebut akan berubah menjadi sawah. Bila kondisi lahan semula adalah lahan kering upland, maka perubahan penggunaan lahan menjadi kebun atau ladang tergantung ketersediaan modal dan aspirasi petani, yang mana untuk pengembangan perkebunan dibutuhkan modalinvestasi awal lebih besar daripada untuk tanaman pangan. Untuk kategori lahan permukiman relatif tidak berubah, meskipun mengalami peningkatan. Hal ini terjadi karena sebagian besar petani bermukim di dalam areal kebun, bahkan lahan pekarangan yang semula termasuk kategori areal untuk permukiman telah dikonversi menjadi areal kebun. Dengan demikian, meskipun jumlah petani bertambah secara signifikan, namun areal untuk 95 permukiman relatif tidak bertambah, karena pertambahan luas areal permukiman hanya terjadi di sekitar pusat desa atau lahan fasilitas umum dan sosial. Adapun untuk kategori sawah terjadi peningkatan luas areal yang cukup signifikan dibandingkan awal penempatan, kemudian relatif stabil. Hal ini menunjukkan bahwa pembukaan areal hutan rawa telah dikonversi menjadi areal sawah, dan tetap dipertahankan sebagai sawah karena tidakkurang sesuai untuk perkebunan. Demikian pula halnya dengan kategori Badan Air, pertambahannya diperkirakan terjadi dari konversi sebagian hutan rawa yang dibuka. Tabel 20 Perubahan Penggunaan Lahan pada Kawasan Batumarta Periode Tahun 1978 – 2009 ha 1978 1992 1994 2001 2003 2004 2009 Ht SekndrHt Rw 41,960.05 20,525.11 15,665.27 9,497.86 7,620.10 3,393.82 1,233.14 Perkebunan 2,599.40 15,269.17 19,101.91 25,776.39 36,585.56 37,040.97 50,375.44 Sawah 3,510.65 6,977.60 10,513.72 5,227.53 7,012.19 7,734.00 10,294.62 LadangTegalan 23,542.87 13,389.94 13,353.22 24,097.85 23,619.25 23,580.07 6,656.95 Permukiman 1,597.75 1,598.49 1,255.32 2,091.61 2,872.13 2,297.85 2,564.79 Lhn-terbuka Semak 8,234.86 22,043.72 21,898.10 15,060.68 3,308.63 3,600.56 7,838.09 Badan air 2,452.20 4,093.76 2,110.25 2,145.86 2,879.93 6,250.52 4,934.76 Jumlah 83,897.79 83,897.79 83,897.79 83,897.79 83,897.79 83,897.79 83,897.79 Pola perubahan penggunaan lahan dari penggunaan lahan tertentu menjadi penggunaan lahan lainnya, dan pola perubahan penggunaan lahan dari berbagai jenis penggunaan lahan menjadi satu jenis penggunaan lahan tertentu disajikan berikut ini: 1 Pola Perubahan Penggunaan Lahan Hutan menjadi Penggunaan Lahan Lainnya. Pola perubahan penggunaan lahan hutan menjadi penggunaan lahan lainnya dapat dilihat pada Tabel 20. Berdasarkan Tabel 20 terlihat bahwa dalam periode 1978-1992 persentase terbesar perubahan lahan hutan menjadi penggunaan lahan lainnya didominasi oleh semakbelukarlahan terbuka 23.44, kebun 19.77 dan ladangtegalan 11.72, kemudian pada periode 1992-2001 didominasi oleh kebun 43.02, semakbelukarlahan terbuka 21.47 dan ladangtegalan 14.17, dan selanjutnya dalam periode 2001-2009 didominasi oleh kebun 60.76, ladang tegalan 12.53, sedangkan semak belukar lahan terbuka 96 Gambar 9 Peta Penggunaan Lahan di Kawasan Transmigrasi Batumarta pada Tahun 1978 97 Gambar 10 Peta Penggunaan Lahan di Kawasan Transmigrasi Batumarta pada Tahun 1992 98 Gambar 11 Peta Penggunaan Lahan di Kawasan Transmigrasi Batumarta pada Tahun 1994 99 Gambar 12 Peta Penggunaan Lahan di Kawasan Transmigrasi Batumarta Pada Tahun 2001 100 Gambar 13 Peta Penggunaan Lahan di Kawasan Transmigrasi Batumarta pada Tahun 2003 101 Gambar 14 Peta Penggunaan Lahan di Kawasan Transmigrasi Batumarta pada Tahun 2004 102 Gambar 15 Peta Penggunaan Lahan di Kawasan Transmigrasi Batumarta pada Tahun 2009 103 hanya 4.06. Data tesebut menunjukkan bahwa kecenderungan perubahan pola penggunaan lahan dari hutan menjadi kebun diawali dari pembukaan lahan menjadi ladangtegalan, atau selama periode tertentu dibiarkan menjadi lahan terbukasemakbelukar untuk selanjutnya ditanami dengan tanaman perkebunan karet. Tabel 21 Pola Perubahan Penggunaan Lahan Hutan menjadi Penggunaan Lahan Lain Periode Tahun 1978-1992, 1992-2001, dan 2001-2009 Persentase 1978-1992 1992-2001 2001-2009 Hutan – Hutan 36.53 16.86 10.63 Hutan – Semak 23.44 21.47 4.06 Hutan – Ladang 11.72 14.17 12.53 Hutan – Sawah 3.82 1.95 4.92 Hutan – Kebun 19.77 43.02 60.76 Hutan – Permukiman 1.24 1.48 0.55 Hutan - Badan air 3.47 1.05 6.55 100.00 100.00 100.00 2 Pola Perubahan Penggunaan Lahan- terbukaSemak menjadi Penggunaan Lahan Lain. Pola perubahan penggunaan lahan dari semakbelukarlahan-terbuka menjadi penggunaan lahan lainnya dapat diikuti melalui Tabel 22. Berdasarkan Tabel 22 terlihat bahwa persentase perubahan penggunaan lahan dari semakbelukarlahan- terbuka ke penggunaan lain dalam periode 1978-1992 didominasi berturut-turut oleh hutan, ladang, kemudian kebun. Besarnya persentase hutan diperkirakan karena pada tahap awal pembangunan, para petani transmigran masih berkonsentrasi menggarap areal yang dibuka oleh pemerintah proyek sehingga sebagian areal yang semula ditumbuhi semak belukar secara berangsur-angsur berkembang menjadi hutan sekunder. Selanjutnya dalam periode awal perkembangan 1992-2001 didominasi oleh ladangtegalan dan kebun, dan dalam periode pasca pengembangan 2001-2009 didominasi oleh kebun. 104 Tabel 22 Pola Perubahan Penggunaan Lahan Semak menjadi Penggunaan Lahan Lain Periode Tahun 1978-1992, 1992-2001, dan 2001-2009 Persentase 1978-1992 1992-2001 2001-2009 Semak – Semak 34.27 23.98 5.76 Semak – Hutan 26.56 9.04 1.12 Semak – Ladang 14.60 30.24 9.80 Semak – Sawah 1.64 4.13 9.55 Semak – Kebun 12.82 22.93 66.13 Semak – Permukiman 4.75 7.14 0.44 Semak - Badan air 5.36 2.54 7.20 100.00 100.00 100.00 3 Pola Perubahan Penggunaan Lahan Ladang menjadi Penggunaan Lahan Lain. Pola perubahan penggunaan lahan dari ladang ke penggunaan lahan lainnya dapat dilihat pada Tabel 23. Pada periode awal pembangunan proyek, persentase perubahan ladangtegalan ke penggunaan lahan lain didominasi berturut-turut oleh semakbelukarlahan-terbuka, sawah dan kebun. Dalam periode awal perkembangan didominasi berturut-turut oleh semakbelukarlahan-terbuka, kebun dan sawah. Selanjutnya dalam periode pasca pengembangan didominasi oleh kebun dan sawah. Tabel 23 Pola Perubahan Penggunaan Lahan Ladang menjadi Penggunaan Lahan Lain Periode Tahun 1978-1992, 1992-2001, dan 2001-2009 Persentase 1978-1992 1992-2001 2001-2009 Ladang – Ladang 23.62 50.51 9.16 Ladang – Hutan 8.94 0.76 0.00 Ladang – Semak 31.75 13.24 2.65 Ladang – Sawah 11.77 7.30 17.33 Ladang – Kebun 17.71 15.23 62.47 Ladang – Permukiman 1.80 12.03 4.40 Ladang - Badan air 4.40 0.93 3.98 100.00 100.00 100.00 4 Pola Perubahan Penggunaan Lahan Sawah menjadi Penggunaan Lahan Lain. Pola perubahan penggunaan lahan sawah ke penggunaan lahan lainnya tertera pada Tabel 24. Pola perubahan penggunaan lahan sawah ke penggunaan lahan lainnya pada tahap awal pembangunan proyek hampir sama dengan pola perubahan ladang ke penggunaan lahan lainnya, yaitu didominasi oleh 105 semakbelukarlahan-terbuka, ladang dan kebun. Dalam hal ini secara persentase berurutan hanya terjadi pertukaran antara ladang dengan sawah satu sama lain. Dalam periode awal perkembangan, pola perubahan antara keduanya hampir sama, kemudian pada periode pasca pengembangan terlihat posisi sawah semakin stabil dibandingkan ladang, meskipun masih terjadi perubahan sawah menjadi kebun dalam skala kecil. Tabel 24 Pola Perubahan Penggunaan Lahan Sawah menjadi Penggunaan Lahan Lain Periode Tahun 1978-1992, 1992-2001, 2001-2009 Persentase 1978-1992 1992-2001 2001-2009 Sawah – Sawah 45.95 31.25 56.50 Sawah – Hutan 1.92 0.21 0.58 Sawah – Ladang 19.78 39.10 2.89 Sawah – Semak 13.08 6.13 3.19 Sawah – Kebun 17.28 10.34 23.11 Sawah – Permukiman 1.36 11.25 1.96 Sawah - Badan air 0.63 1.72 11.77 100.00 100.00 100.00 5 Pola Perubahan Penggunaan Lahan Lain menjadi Kebun. Pola perubahan dari penggunaan lahan lain menjadi kebun tertera melalui Tabel 25, yang mana terlihat bahwa kontribusi terbesar perubahan penggunaan lahan menjadi kebun berturut-turut adalah dari hutan, ladang dan semakbelukarlahan-terbuka. Persentase hutan menjadi kebun semakin menurun seiring dengan semakin berkurangnya lahan hutan, sedangkan persentase ladangtegalan dan semakbelukarlahan-terbuka secara bergantian terus berkontribusi dalam dinamika perubahan penggunaan lahan menjadi kebun sejak awal pembangunan proyek hingga tahun 2009. Perubahan sawah menjadi kebun terlihat stabil dalam jumlah kecil sejak awal pembangunan proyek hingga tahun 2009. Data dalam Tabel 20 dan Gambar 9 sampai 15 menggambarkan bahwa terjadi perubahan penggunaan lahan yang signifikan dari penggunaan lahan lain menjadi kebun karet sejak awal pembangunan proyek hingga 2009, yang diawali dari pembukaan lahan menjadi lahan-terbuka atau semak belukar, kemudian ditanami dengan tanaman pangan menjadi ladangtegalan atau langsung dengan 106 tanaman karet menjadi kebun karet. Para petani pada umumnya melakukan tumpangsari Tabel 25 Pola Perubahan Penggunaan Lahan Lain menjadi Kebun Periode Tahun 1978-1992, 1992-2001, dan 2001-2009 Persentase 1978-1992 1992-2001 2001-2009 Kebun – Kebun 5.76 32.39 33.23 Hutan – Kebun 54.34 34.22 7.84 Ladang – Kebun 27.31 7.90 29.88 Sawah – Kebun 3.97 2.79 2.40 Semak – Kebun 6.91 19.59 19.77 Permukiman – Kebun 1.31 1.40 6.12 Badan Air – Kebun 0.39 1.71 0.77 100.00 100.00 100.00 antara tanaman pangan dengan tanaman karet yang masih muda berusia 1-3 tahun, sampai akhirnya terbangun kebun karet sebagai tulang punggung bagi perekonomian mereka. Saat ini kegiatan usahatani tanaman pangan hanya diusahakan oleh petani pada petak lahan yang merupakan cekungan atau selalu tergenang air, terutama pada musim hujan sebagai sawah tadah hujan, atau pada lahan kebun karet yang baru dibuka untuk peremajaan kebun. Areal persawahan baik beririgasi teknis maupun non-teknis berkembang di dalam kawasan dari desa sekitar yang tidak termasuk permukiman transmigrasi Trans I dan Trans III. Pada sebagian besar permukiman transmigrasi yang termasuk ke dalam proyek Trans I dan Trans III, lahan pekarangan LP telah ditanami dengan tanaman karet. Hal ini terlihat di lapangan bahwa sebagian besar rumah-rumah penduduk telah ditutupi atau dikelilingi oleh kebun karet. Gambaran umum tentang pengusahaan kebun karet atau komoditas lain di lahan pekarangan LP menurut Kelompok Responden disajikan pada Tabel 26. Tabel 26 Keragaan Pemanfaatan Lahan Pekarangan Menurut Kelompok Responden Pemanfaatan Lahan Pekarangan No Kelompok Kepemilikan Lahan Trans per KK Hortikultura Pangan Karet 1 5 Ha OKU 25 75 2 5 Ha OKUT 52 48 3 3,5 Ha OKU 47 6 47 Rata-rata 41 2 57 107 Perubahan pola penggunaan lahan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor baik internal kawasan maupun eksternal kawasan. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan pemerintah dan masyarakat di kawasan transmigrasi Batumarta diketahui bahwa faktor yang mendorong perubahan penggunaan lahan ke perkebunan karet adalah: 1 pendapatan petani dari tanaman karet lebih besar, 2 pemasaran hasil produksi yang lebih mudah, 3 pengalaman usahatani tanaman pangan yang kurang menguntungkan, 4 meningkatnya pengetahuan petani tentang budidaya tanaman karet, 5 kesesuaian lahan untuk tanaman karet yang sangat sesuai, 6 kebutuhan tenaga kerja untuk usahatani tanaman karet yang lebih efisien, 7 biaya produksi usahatani tanaman karet lebih rendah, dan 8 resiko kegagalan produksi relatif lebih rendah.

5.2 Kebutuhan Stakeholder Dalam Pengembangan Kawasan Transmigrasi

Dokumen yang terkait

Analisis Potensi Dan Pengembangan Kawasan Wisata Taman Eden 100 Kecamatan Lumban Julu, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara

4 107 116

Suatu Perbandingan Performans Reproduksi dan Produksi antara Sapi Brahman, Peranakan Ongole dan Bali di Daerah Transmigrasi Batumarta Sumatera Selatan

0 60 527

Model Analisis Kebijakan Pengembangan Kawasan Transmigrasi Berkelanjutan (Studi Kasus Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya, Kabupaten Pontianak)

1 6 208

Model Kebijakan Pengembangan Kawasan Transmigrasi Berkelanjutan Di Lahan Kering (Studi Kasus di Kawasan Transmigrasi Kaliorang Kabupaten Kutai Timur)

2 24 203

Model pengembangan perkebunan karet berkelanjutan pada kawasan transmigrasi batumarta provinsi Sumatera Selatan

2 35 215

Suatu Perbandingan Performans Reproduksi dan Produksi antara Sapi Brahman, Peranakan Ongole dan Bali di Daerah Transmigrasi Batumarta Sumatera Selatan

0 3 259

STRATEGI PENGEMBANGAN KOMODITAS PERKEBUNAN DI KABUPATEN MUSI RAWAS PROVINSI SUMATERA SELATAN (PENDEKATAN TIPOLOGI KLASSEN)

2 19 103

PENGEMBANGAN PROGRAM PENINGKATAN KOMPETENSI MASYARAKAT TRANSMIGRASI BERBASIS POTENSI LINGKUNGAN: Studi Pengembangan Model Pelatihan Tenaga Kerja Bangunan pada Kawasan KTM Lunang Silaut Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat.

0 0 70

STUDI KELAYAKAN INVESTASI PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KARET DI SUMATERA SELATAN

0 0 9

DAMPAK POLA PEREMAJAAN PARTISIPATIF TERHADAP PERKEMBANGAN PERKEBUNAN KARET RAKYAT DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PROVINSI SUMATERA SELATAN

0 0 12