Pendapatan Petani Dari Kebun Karet

77 ‘Rasionalitas semu’ juga berlanjut pada saat petani melakukan peremajaan tanaman karet mereka. Hal itu diterapkan pada dua aspek berikut: 1. Petani hanya melakukan penebangan batang karet lama, dan meninggalkan pokoknya tunggulnya. Padahal petani tahu persis, bahwa dalam peremajaan tanaman karet itu harus memperhatikan kaidah: Pertama, pokok karet harus diangkat sampai ke akarnya, karena dekomposisi akar karet akan mengundang jamur akar yang bisa memusnahkan tanaman karet berikutnya. Padahal petani sudah memahami hal itu, namun tetap mereka lakukan kesalahan itu seraya berdoa mudah-mudahan tanaman karet muda itu tidak terserang hama jamur akar. Kedua, sebelum dilakukan peremajaan karet, sangat dianjurkan untuk menanami hamparan itu dengan jenis tanaman lain selama 2-3 tahun dalam rangka menghilangkan alelopati pada zona perakaran kebun karet tua mereka. 2. Dalam rangka memperoleh populasi tanaman yang lebih tinggi, dengan harapan akan dicapai produktifitas hamparan yang lebih tinggi pula, petani telah menanami kebunnya dengan tingkat kerapatan tanaman yang lebih tinggi. Padahal peningkatan kerapatan tanaman itu tidak akan meningkatkan produksi lateks per hektar lahan. ICRAF telah meneliti bahwa untuk meningkatkan produktifitas lahan, sangat mungkin untuk melakukan tanaman sisipan, baik dengan tanaman kayu maupun rotan manau, bukan dengan meningkatkan kerapatan tanaman karetnya. Pada tahun 2008 yang lalu terjadi guncangan pasar yang mengakibatkan kemerosotan harga dari Rp.10.000kg menjadi Rp.2.500kg. Guncangan ini kian mengukuhkan ‘rasionalitas semu’ para petani. Alih-alih melakuan porto-folio investasi misalnya dengan melakukan budidaya tanaman lainnya, baik tanaman pangan maupun tanaman sisipan pada kebun karetnya, petani tampaknya kian yakin bahwa praktek-praktek mereka saat ini merupakan ‘best practices’ yang masuk akal.

4.5.5. Pendapatan Petani Dari Kebun Karet

Kehadiran kebun karet telah menimbulkan aliran manfaat. Setiap kebun yang baik rata-rata menghasilkan lateks 300 kghabulan. Dengan masa simpan selama 10-15 hari, lateks itu akan laku dijual seharga Rp.9.000kg. Jika kadar air 78 lebih rendah, misal telah ditiriskan selama sebulan, harga lateks bisa meningkat menjadi Rp.12.000kg. Namun jarang petani yang menjual lateks dengan kadar air rendah. Petani lebih suka menjual pada tingkat harga Rp.9.000. Dengan demikian, setiap hektar kebun karet per bulan memberikan penghasilan kotor sebesar Rp.2.700.000. Distribusi manfaat kebun karet tersebut adalah: 1. Sepertiga untuk buruh sadap, yaitu Rp.900.000habulan. 2. Dua pertiga untuk pemilik kebun, yaitu Rp.1.800.000habulan. Pemilik masih harus melakukan pemupukan dua kali setahun masing-masing 400 kg pupuk dan herbisida untuk pembersihan gulma terutama alang-alang. 3. Pedagang pengumpul yang biasanya bertindak sebagai pengusaha angkutan, dipercaya memperoleh marjin sebesar 25 termasuk ongkos angkut, yaitu Rp.675.000habulan. Seorang buruh sadap mampu menyadap 2 ha kebun karet. Berarti setiap bulan bisa diperoleh upah sadap sebesar Rp.1.800.000. Gambaran tingkat pendapatan tersebut diatas didukung oleh data hasil wawancara dengan responden pada 3 kelompok cluster kepemilikan lahan yaitu 65 dan 80 dari masing-masing responden dengan kelompok kepemilikan lahan 5,0 ha per KK di OKU Kelompok 1 dan OKUT Kelompok 2 berpendapatan antara 1,5 – 2,0 juta per bulan, sedangkan pada responden dengan kelompok kepemilikan lahan 3,5 ha per KK di OKU Kelompok 3 sebanyak 60 berpendapatan di atas 2,0 juta per bulan, dan hanya 16 yang berpendapatan antara 1,5 – 2,0 juta per bulan Tabel 9. Gambaran rata-rata tingkat pendapatan yang lebih tinggi pada Kelompok 3 diindikasikan pula dengan persentase responden yang luas kepemilikan lahannya bertambah pada Kelompok 3 melebihi Kelompok 1 dan 2, yaitu berturut-turut 44, 30, dan 10 bagi Kelompok 3, Kelompok 2 dan Kelompok 1 Tabel 9. Rata-rata tingkat pendapatan yang lebih tinggi pada Kelompok 3 disebabkan tingkat produktifitas kebun yang lebih tinggi dibandingkan pada Kelompok 1 dan 2. Perbedaan tingkat produktifitas berkaitan dengan perbedaan umur kebun, yang mana usia kebun Kelompok 3 berkisar antara 15 – 20 tahun, sedangkan Kelompok 1 dan 2 berkisar antara 25 – 34 tahun. 79 Tabel 9 Persentase Perubahan Kepemilikan Lahan Saat Ini dan Kisaran Pendapatan Kelompok Responden di Kawasan Batumarta Perubahan Kepemilikan Lahan Kisaran Pendapatan KKbln dalam Juta Rupiah No Kelompok Kepemilikan Lahan Trans per KK Teta p Bertamba h Berkuran g 0,5 - 1,0 1,0 - 1,5 1,5 - 2,0 2,0 1 5 Ha OKU 75 10 15 5 12,5 65 17,5 2 5 Ha OKUT 55 30 15 5 5 80 10 3 3,5 Ha OKU 36 44 20 20 4 16 60 Rata-rata 55 28 17 10 7 54 29

4.5.6. Fragmentasi Lahan

Dokumen yang terkait

Analisis Potensi Dan Pengembangan Kawasan Wisata Taman Eden 100 Kecamatan Lumban Julu, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara

4 107 116

Suatu Perbandingan Performans Reproduksi dan Produksi antara Sapi Brahman, Peranakan Ongole dan Bali di Daerah Transmigrasi Batumarta Sumatera Selatan

0 60 527

Model Analisis Kebijakan Pengembangan Kawasan Transmigrasi Berkelanjutan (Studi Kasus Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya, Kabupaten Pontianak)

1 6 208

Model Kebijakan Pengembangan Kawasan Transmigrasi Berkelanjutan Di Lahan Kering (Studi Kasus di Kawasan Transmigrasi Kaliorang Kabupaten Kutai Timur)

2 24 203

Model pengembangan perkebunan karet berkelanjutan pada kawasan transmigrasi batumarta provinsi Sumatera Selatan

2 35 215

Suatu Perbandingan Performans Reproduksi dan Produksi antara Sapi Brahman, Peranakan Ongole dan Bali di Daerah Transmigrasi Batumarta Sumatera Selatan

0 3 259

STRATEGI PENGEMBANGAN KOMODITAS PERKEBUNAN DI KABUPATEN MUSI RAWAS PROVINSI SUMATERA SELATAN (PENDEKATAN TIPOLOGI KLASSEN)

2 19 103

PENGEMBANGAN PROGRAM PENINGKATAN KOMPETENSI MASYARAKAT TRANSMIGRASI BERBASIS POTENSI LINGKUNGAN: Studi Pengembangan Model Pelatihan Tenaga Kerja Bangunan pada Kawasan KTM Lunang Silaut Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat.

0 0 70

STUDI KELAYAKAN INVESTASI PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KARET DI SUMATERA SELATAN

0 0 9

DAMPAK POLA PEREMAJAAN PARTISIPATIF TERHADAP PERKEMBANGAN PERKEBUNAN KARET RAKYAT DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PROVINSI SUMATERA SELATAN

0 0 12