Pengelolaan Kepariwisataan Kerangka Teori

8. Keputusan-keputusan strategi seringkali bersifat kompleks Kompleksitas itu terjadi karena adanya beberapa alasan sebagai berikut : Pertama : keputusan-keputusan strategi biasanya mencakup ketidakpastian tingkat tinggi. Kedua : keputusan-keputusan strategi, kiranya menuntut adanya suatu tugas-tugas manajemen, tetapi, ia terutama bersifat problematik bagi keputusan- keputusan strategi. Ketiga : keputusan-keputusan strategi biasanya menyebabkan timbulnya dampak berupa perubahan besar pada organisasi. Bukan saja problematik untuk mengambil keputusan dan mengimplementasi perubahan-perubahan tersebut, tetapi jauh lebih problematik untuk mengimplementasinya.

1.5.2 Pengelolaan Kepariwisataan

1.5.2.1 Tata Kelola Kepariwisataan Yang Baik

Kesemua arah kemumgkinan terjadinya dampak baik positif maupun negatif pada kepariwisataan dan lingkungan pada dasarnya akan sangat tergantung pada manajemen dan tata pengelolaan kepariwisataan yang diperankan oleh segenap pemangku kepentingan Stake Holders baik dari unsure Pemerintah-Industri-Masyarakat yang ada di destinasi pariwisata. Prinsip dari penyelenggaraan tata kelola kepariwisataan yang baik ini pada intinya adalah koordinasi dan sinkronisasi program antar pemangku kepentingan yang ada serta perlibatan partisipasi aktif yang sinergis antara pihak pemerintah, swastaindustri pariwisata, dan masyarakat setempat yang terkait. Universitas Sumatera Utara Secara teoritis pola manajemen dari penyelenggaraan pembangunan kepariwisataan yang berlanjut dan berwawasan akan dapat dengan mudah dikenali melalui berbagai cirri penyelenggaraannya yang berbasis pada prinsip-prinsip sebagai berikut 15 : 1. Partisipasi Masyarakat Terkait Masyarakat setempat harus mengawasi atau mengontrol pembangunan kepariwisataan yang ada dengan ikut terlibat dalam menentukan visi, misi dan tujuan pembangunan kepariwisataan serta berpartisipasi dalam mengimplementasikan rencana dan program yang telah disusun sebelumnya. 2. Keterlibatan Segenap Pemangku Kepentingan Para pelaku dan pemangku kepentingan yang harus terlibat secara aktif dan produktif dalam pembangunan kepariwisataan. 3. Kemitraan Kepemilikan Lokal Pembangunan kepariwisataan harus mampu memberikan kesempataan lapangan pekerjaan yang berkualitas untuk masyarakat setempat. 4. Pemanfaatan Sumber Daya Secara Berlanjut Pembangunan kepariwisataan harus dapat menggunakan sumber daya yang dibutuhkan secara berlanjut, yang artinya kegiatan-kegiatannya harus menghindari penggunaan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui irreversible secara berlebihan. 15 Bambang Sunaryo. 2013. Kebijkan Pembangunan Destinasi Pariwisata Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta, hal. 78 Universitas Sumatera Utara 5. Mengakomodasikan Aspirasi Masyarakat Aspirasi dan tujuan masyarakat setempat hendaknya dapat diakomodasikan dalam program kegiatan kepariwisataan, agar kondisi yang harmonis antara pengunjung, pelaku dan masyarakat setempat dapat diwujudkan dengan baik. 6. Daya Dukung Lingkungan Daya dukung lingkungan dalam pembangunan kepariwisataan yang harus dipertimbangkan dan dijadikan pertimbangan utama dalam mengembangkan berbagai fasilitas dan kegiatan kepariwisataan. 7. Monitor dan Evaluasi Program Kegiatan monitor dan evaluasi dalam program pembangunan kepariwisataan yang berlanjut mencakup mulai dari kegiatan penyusunan pedoman, evaluasi dampak kegiatan wisata serta pengembangan indikator- indikator dan batasan-batasan untuk mengukur dampak pariwisata sampai dengan pelaksanaan pemantauan dan evaluasi kegiatan. 8. Akuntabilitas Lingkungan Perencanaan program pembangunan kepariwisataan harus selalu memberi perhatian yang besar pada kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan, peningkatan pendapatan dan perbaikan kesehatan masyarakat setempat. 9. Pelatihan Pada Masyarakat Terkait Pembangunan kepariwisataan secara berlanjut selalau membutuhkan pelaksanaan program-program pendidikan dan pelatihan untuk membekali pengetahuan dan keterampilan masyarakat. Universitas Sumatera Utara 10. Promosi dan Advokasi Nilai Budaya Kelokalan Pembangunan kepariwisataan secara berlanjut juga membutuhkan program-program promosi dan advokasi penggunaan lahan dan kegiatan yang memperkuat karakter lansekap sense of place dan identitas budaya masyarakat setempat secara baik.

1.5.2.2 Reformasi Birokrasi Kepariwisataan

Sebagai respon terhadap adanya perubahan yang bersifat global, maka reformasi birokrasi tata kelola kepariwisataan di Indonesia sudah merupakan kebutuhan yang amat mendesak untuk dilakukan penataan ulang. Reformasi kepariwisataan adalah keseluruhan upaya untuk menata ulang, mengubah, menyempurnakan, dan memperbaiki sistem dan prosedur birokrasi dibidang kepariwisataan agar menjadi lebih efisien, efektif dan produktif serta akuntabel 16 . Oleh karena itu reformasi birokrasi di sektor kepariwisataan pada hakekatnya memiliki dua tujuan utama yaitu: 1. Menciptakan aparatur kepariwisataan yang bersih, profesional, dan bertanggung jawab yang bebas dari praktik KKN dan perbuatan tercela 2. Menciptakan birokrasi kepariwisataan yang efisien, efektif dan produktif sehingga dapat memberikan pelayanan publik yang prima. 16 Bambang Sunaryo. 2013. Kebijkan Pembangunan Destinasi Pariwisata Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta, hal. 84 Universitas Sumatera Utara Beberapa program utama yang dikembangkan dalam reformasi kepariwisataan adalah 17 : 1. Program-program penataan atau restrukturisasi organisasi 2. Program-program untuk penyempurnaan proses birokrasi kepariwisataan 3. Program-program untuk meningkatkan manajemen SDM 4. Program-program untuk perbaikan struktur rumenerasi sistem penggajian yang berbasis kinerja dengan menerapkan penghargaan dan hukuman secara adil kepada aparatur.

1.5.2.3 Keterpaduan Pengelolaan Pariwisata

Sektor kepariwisataan merupakan kegiatan yang memiliki keterkaitan dan melibatkan banyak sektor, antara lain meliputi sektor kehutanan, kelautan, pertanian, dan perkebunan, industri dan perdagangan, telekomunikasi, perhubungan, kimpraswil, lingkungan, kebudayaan, pendidikan, imigrasi dan hubungan luar negri. Oleh karena itu, harus di tempuh langkah-langkah: 1. Pengembangan kebijakan di sektor perhubungan. 2. Pengembangan kebijakan di sektor keimigrasian. 3. Pengembangan kebijakan di sektor kehutanan, pertanian, perkebunan, kelautan dan kebudayaan. 4. Pengembangan kebijakan di sektor pendidikan dapat meningkatkan kualitas SDM. Melalui koordinasi terpadu yang dijalin antarsektor tersebut, maka dapat disiapkan kerangka pengembangan terpadu yang akan memberikan nilai 17 Bambang Sunaryo. 2013. Kebijkan Pembangunan Destinasi Pariwisata Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta, hal. 85 Universitas Sumatera Utara manfaat yang besar dalam jangka panjang, baik dalam hal penerimaan devisa, penyerapan tenaga kerja, pemanfaatan produk lokal, pemberdayaan ekonomi rakyat, maupun konservasi lingkungan dan sumber daya alam.

1.5.2.4 Kemitraan Publik Dan Swasta

Konstruksi strategi Public-private partnership PPP atau kemitraan pemerintah-swasta dalam pembangunan kepariwisataan merupakan salah satu cara yang sangat strategis dalam penyediaan infrastruktur pelayan publik, yang dalam hal ini pihak pemerintah tetap bertanggung jawab dan harus akuntabel bagi penyediaan jasa publik dan tetap menjaga kelangsungan kepentingan publik 18 . Beberapa hal yang perlu mandapatkan perhatian dalam kerjasama Pemerintah dan Swasta dalam pengelolaan pembangunan kepariwisataan antara lain adalah: 1. Pentingnya bagi semua pihak untuk saling memahami misi, fungsi, tugas, hak dan kewajiban masing-masing sebagai pelaku pembangunan kepariwisataan. 2. Melakukan penyatuan persepsi dalam negosiasi kegiatan kemitraan yang sangat memerlukan keterbukaan dan komitmen dari para pelaku pembangunan kepariwisataan agar dicapai hasil yang saling menguntungkan. 3. Perlunya keterlibatan langsung seluruh pihak, terutama Pemerintah Daerah, DPRD, masyarakat, karyawan, dan lain-lain. 4. Keberadaan dan akses data yang relevan, mudah, benar, dan konsisten. 18 Bambang Sunaryo. 2013. Kebijkan Pembangunan Destinasi Pariwisata Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta, hal. 88 Universitas Sumatera Utara 5. Dukungan yang jelas dan benar kepada pemberi keputusan baik tingkat Pusat, Provinsi, maupun KabupatenKota. 6. Kriteria persyaratan lelangnegosiasi yang jelas, transparan, dan konsisten dari setiap proyek pembangunan kepariwisataan. 7. Struktur dan tugas Tim Negosiasi yang jelas dan kemampuan dalam penguasaan materi bidang hokum, teknis, dan keuangan dalam setiap proyek pembangunan kepariwisataan. Untuk menjamin keberhasilan penerapan model PPP, diperlukan kondisi-kondisi seperti di bawah ini, yang juga dikenal sebagai “process conditions”, dari PPP yaitu: 1. Perlindungan untuk kepentingan dan hak- hak pihak ketiga 2. Dukungan yang cukup dan control terhadap fasilitas 3. Orientasi bisnis dan pasar 4. Koordinasi internal 5. Pengelolaan proyek yang baik

1.5.3 Pariwisata