Karakteristik Dokter Gigi Umum yang Melakukan Perawatan Kesimpulan

BAB 5 PEMBAHASAN

Penelitian ini merupakan studi deskriptif tentang aplikasi prosedur perawatan prostodontik yang meliputi prosedur perawatan gigitiruan penuh GTP, prosedur gigitiruan sebagian lepasan GTSL dan prosedur perawatan gigitiruan cekat GTC pada praktik dokter gigi umum di Kota Medan berdasarkan jenis kelamin, usia, lama praktik, tamatan universitas dan juga tahun tamatnya.

5.1. Karakteristik Dokter Gigi Umum yang Melakukan Perawatan

Prostodontik di Kota Medan Pada penelitian ini jumlah dokter gigi umum yang melakukan perawatan prostodontik di Kota Medan sebanyak 40 orang, dengan jumlah responden berjenis kelamin perempuan lebih banyak yaitu sebanyak 3 orang, sedangkan yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 7 orang. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Kronstrom 2000 yang menyebutkan dokter gigi perempuan lebih banyak melakukan perawatan prostodontik dikarenakan waktu kerja yang lebih banyak. 38 Kelompok usia responden 26-35 tahun dan 36-45 tahun serta masa praktik ≤ 10 tahun terlihat lebih mendominasi sehubungan dengan ketersediaan waktu mereka untuk menjadi subjek penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan hampir seluruh responden berasal dari lulusan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, dengan tahun tamat ≤ 2006, hal ini disebabkan banyaknya dokter gigi alumni Fakultas Kedokteran Gigi USU yang menetap dan mengabdikan ilmunya di Kota Medan.

5.2 Aplikasi Prosedur Perawatan Prostodontik pada Praktik Dokter Gigi Umum di Kota Medan

Hasil penelitian mengenai aplikasi prosedur perawatan prostodontik pada praktik dokter gigi umum di Kota Medan menunjukkan hanya 8 responden 20 dokter gigi umum mengaplikasikan seluruh prosedur perawatan GTP maupun GTSL dan 10 responden 25 mengaplikasikan seluruh prosedur perawatan GTCTabel 6. Data tersebut menunjukkan bahwa pada umumnya dokter gigi umum di Kota Medan tidak mengaplikasikan seluruh prosedur perawatan prostodontik, baik prosedur perawatan GTP, prosedur perawatan GTSL maupun prosedur perawatan GTC. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mendez 1985, Clark dkk 2001 dan Singh dkk 2011 yang menyatakan sebagian besar dokter gigi tidak mengikuti prosedur yang telah mereka pelajari selama masa pendidikan. Ada pemisahan antara kurikulum prostodontik sarjana dan praktik umum kedokteran gigi. Mayoritas dokter gigi menggunakan prosedur singkat dan banyak dari mereka mengikuti metode mereka sendiri yang sesuai kenyamanan untuk melakukan perawatan prostodontik. 11-13,32

5.2.1 Aplikasi Prosedur Perawatan Gigitiruan Penuh pada Praktik

Dokter Gigi Umum di Kota Medan Hasil penelitian tentang aplikasi prosedur perawatan GTP pada praktik dokter gigi umum menunjukkan bahwa dokter gigi umum di Kota Medan tidak mengaplikasikan seluruh prosedur perawatan GTP. Tahap prosedur perawatan GTP yang sebagian besar tidak diaplikasikan oleh dokter gigi umum di Kota Medan adalah border molding pada sendok cetak fisiologis. Berdasarkan literatur, border molding sendok cetak fisiologis sangat penting dilakukan untuk mendapatkan anatomi struktur pembatas gigitiruan yang lebih akurat yang berfungsi untuk memperluas jaringan pendukung gigitiruan terutama pada gigitiruan rahang bawah yang memiliki daerah pendukung gigitiruan lebih sedikit daripada gigitiruan rahang atas, sehingga akan meningkatkan retensi gigitiruan yang akan dihasilkan. 2,19 Hasil penelitian Chang dkk, 2011 melaporkan bahwa border molding pada sayap lingual anterior dari gigitiruan rahang bawah, meningkatkan retensi secara signifikan. 33 Pada penelitian ini sebanyak 17 responden 42,5 mengaplikasikan prosedur tersebut. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mendez 1985 pada 107 orang dokter gigi umum yang menyebutkan 36 responden mengaplikasikan border molding pada sendok cetak fisiologis. 11 Hasil penelitian Clark dkk 2001 pada 1265 orang dokter gigi di Amerika Serikat juga menyebutkan 58,67 responden mengaplikasikan border molding pada sendok cetak fisiologis. 13 Dari hasil penelitian juga didapati tahap prosedur perawatan GTP yang diaplikasikan dengan persentase terendah oleh dokter gigi umum di Kota Medan yaitu pemeriksaan radiografik. Pemeriksaan radiografik pada prinsipnya penting dilakukan untuk mengevaluasi kondisi setiap pasien yang memerlukan perawatan prostodontik sehingga kondisi di bawah membran mukosa yang secara perawatan tidak ditemukan adanya kelainan, tetapi setelah dilakukan pemeriksaan radiografik dapat diketahui adanya sisa akar, gigi terpendam maupun keadaan patologis seperti kista. Selain itu, pemeriksaan radiografik berfungsi untuk melihat keadaan tebal submukosa yang menutupi tulang, lokasi kanalis mandibula, foramen mentale serta adanya tulang yang tajam. 1,4,5 Pada penelitian ini pemeriksaan radiografik sangat jarang diaplikasikan oleh dokter gigi umum di Kota Medan, hanya 8 responden 20 yang mengaplikasikan prosedur tersebut Tabel 7. Pemeriksaan radiografik biasanya dilakukan hanya bila diperlukan sebagai pemeriksaan tambahan. 4 Hasil penelitian tentang aplikasi prosedur perawatan GTP pada praktik dokter gigi umum di Kota Medan berdasarkan variabel-variabel penelitian menunjukkan: 1 Berdasarkan jenis kelamin, hasil penelitian menunjukkan dokter gigi umum di Kota Medan dominan untuk tidak mengaplikasikan seluruh prosedur perawatan GTP baik pada dokter gigi umum laki-laki maupun perempuan, dengan persentase terbesar pada dokter gigi umum perempuan 81,82 yang tidak mengaplikasikan seluruh prosedur perawatan GTP pada praktik Tabel 9, sedangkan pada dokter gigi umum laki-laki sebesar 71,43 Tabel 8. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa tahap prosedur perawatan GTP yang diaplikasikan oleh dokter gigi umum perempuan dengan persentase terendah ialah prosedur pemeriksaan radiografik, sedangkan pada dokter gigi umum laki-laki meliputi prosedur radiografik dan pemasangan kembali GTP ke artikulator remounting. Pada tabel juga dapat dilihat bahwa prosedur remounting tampak lebih dominan diaplikasikan pada dokter gigi perempuan 63,6 daripada dokter gigi laki-laki 28,6 Tabel 10. 2 Berdasarkan usia, hasil penelitian menunjukkan dokter gigi umum di Kota Medan pada kelompok usia 36-45 tahun dan 46-55 tahun cenderung untuk tidak mengaplikasikan seluruh prosedur perawatan GTP Tabel 11. Pada penelitian ini dokter gigi pada kelompok usia 26-35 tahun serta masa praktik ≤ 10 tahun terlihat lebih mendominasi, hal ini dikarenakan dokter gigi umum di Kota Medan tidak langsung praktik segera setelah tamat dari universitas Tabel 11 dan Tabel 13. Dari hasil penelitian juga ditemukan bahwa pemeriksaan radiografik merupakan tahap prosedur perawatan GTP dengan persentase yang terendah pada setiap kelompok usia, namun pada kelompok usia 56-65 tahun pemeriksaan radiografik dan border molding pada sendok cetak fisiologis merupakan tahap prosedur perawatan GTP dengan persentase yang terendah Tabel 12. 3 Berdasarkan lama praktik, hasil penelitian menunjukkan bahwa dokter gigi umum di Kota Medan pada kelompok lama praktik ≤ 10 tahun dan 11-20 tahun cenderung untuk tidak mengaplikasikan seluruh prosedur perawatan GTP Tabel 13. Berdasarkan penelitian Mendez 1985 hal ini dapat terjadi karena dokter gigi umum yang baru lulus dari perguruan tinggi sering memiliki kepercayaan diri yang sangat tinggi sehingga cenderung untuk melaksanakan teknik-teknik singkat yang sudah dikompromikan yang hasilnya belum tentu sesuai dengan yang diinginkan. Dokter gigi umum yang baru lulus dari perguruan tinggi seharusnya mampu memilih teknik terbaik dalam penanganan setiap pasien dan bukan menggeneralisasikan teknik- teknik prostodontik. Selanjutnya, adanya kemutakhiran bahan-bahan baru berpeluang untuk melakukan prosedur baru. Namun, ada konsep-konsep prostodontik yang tidak boleh dimodifikasi ataupun diganti. 11 Dari hasil penelitian juga ditemukan bahwa prosedur pemeriksaan radiografik merupakan tahap prosedur perawatan GTP yang diaplikasikan dengan persentase terendah pada kelompok lama praktik ≤ 10 tahun dan 11-20 tahun. Sementara itu, dokter gigi umum dengan lama praktik 30 tahun yang berjumlah 1 responden 100 mengaplikasikan hampir seluruh tahap prosedur perawatan GTP, kecuali prosedur pemeriksaan radiografik dan border molding pada sendok cetak fisiologis Tabel 14. 4 Berdasarkan tamatan universitas, hasil penelitian menunjukkan dokter gigi umum di Kota Medan dominan untuk tidak mengaplikasikan seluruh prosedur perawatan GTP baik pada dokter gigi umum tamatan USU maupun tamatan Non USU, dengan persentase terbesar pada dokter gigi umum tamatan USU 84,85 yang tidak mengaplikasikan seluruh prosedur perawatan GTP pada praktik, sedangkan pada dokter gigi umum tamatan Non USU 57,14 Tabel 15. Hal ini sejalan dengan penelitian Singh dkk 2011 dan Singh dkk 2014 bahwa sebagian besar dokter gigi tidak mengikuti prosedur yang telah mereka pelajari selama masa pendidikan dan lebih mengikuti prosedur singkat dan sesuai kenyamanan mereka sendiri untuk melakukan perawatan prostodontik. 12,32 Hasil penelitian Petropoulos dan Rashedi 2005 mengenai kurikulum GTP pada institusi pendidikan kedokteran gigi di Amerika Serikat menunjukkan sebagian besar institusi pendidikan menggunakan bahan maupun teknik yang sama dalam perawatan GTP. 9 Dari hasil penelitian juga ditemukan bahwa prosedur pemeriksaan radiografik merupakan tahap prosedur perawatan GTP yang diaplikasikan dengan persentase terendah, baik pada dokter gigi tamatan USU maupun Non USU Tabel 16. 5 Berdasarkan tahun tamat, hasil penelitian menunjukkan dokter gigi umum di Kota Medan lebih banyak tidak mengaplikasikan seluruh prosedur perawatan GTP baik pada dokter gigi umum dengan tahun tamat ≤ 2006 maupun ≥ 2006, dengan persentase terbesar pada dokter gigi umum dengan tahun tamat ≤ 2006 80,77 yang tidak mengaplikasikan seluruh prosedur perawatan GTP pada praktik, sedangkan pada dokter gigi umum dengan tahun tamat ≥ 2006 78,57 Tabel 17. Hal ini kemungkinan disebabkan Standar Kompetensi Dokter Gigi baru ditetapkan pada tahun 2006, sehingga dokter gigi umum dengan tahun tamat ≥ 2006 lebih mentaati tahap prosedur perawatan GTP yang telah diajarkan di universitas sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Gigi tersebut. 7 Dari hasil penelitian juga dapat terlihat bahwa pemeriksaan radiografik merupakan tahap prosedur perawatan GTP yang diaplikasikan dengan persentase terendah oleh dokter gigi umum dengan tahun tamat ≤ 2006, sedangkan pada dokter gigi dengan tahun tamat ≥ 2006 meliputi prosedur pemeriksaan radiografik dan border molding pada sendok cetak fisiologis Tabel 18.

5.2.2 Aplikasi Prosedur Perawatan Gigitiruan Sebagian Lepasan pada

Praktik Dokter Gigi Umum di Kota Medan Hasil penelitian tentang aplikasi prosedur perawatan GTSL pada praktik dokter gigi umum menunjukkan bahwa dokter gigi umum di Kota Medan tidak mengaplikasikan seluruh prosedur perawatan GTSL. Hal ini sesuai dengan penelitian Lynch dan Allen 2006 pada 107 responden yang tidak mengaplikasikan seluruh prosedur perawatan GTSL. 34 Tahap prosedur perawatan GTSL yang sebagian besar tidak diaplikasikan oleh dokter gigi umum di Kota Medan adalah prosedur border molding dan pencetakan fisiologis. Border molding dilakukan untuk mendapatkan batas anatomi struktur pembatas GTSL yang lebih akurat dan pembentukkan sekitar rongga mulut sehingga dapat terbentuk seal yang baik. Namun, pada penelitian ini sebanyak 11 responden 27,5 mengaplikasikan border molding pada sendok cetak fisiologis untuk kasus free end. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mendez 1985 pada 107 orang dokter gigi umum yang menyebutkan sebanyak 36 responden mengaplikasikan border molding pada sendok cetak fisiologis dan hasil penelitian Clark dkk 2001 pada 1455 orang dokter gigi di Amerika Serikat yang menyebutkan 58,67 responden mengaplikasikan border molding pada sendok cetak fisiologis. 11,13 Pencetakan fisiologis bertujuan untuk mendapatkan cetakan fisiologis yang lebih akurat dari segi keakuratan jaringan pendukungnya maupun anatomi struktur pembatasnya sehingga mendapatkan dukungan pada gigi penyangga lebih akurat dan stabilisasi pada gigi penyangga lebih baik. 2,3 Pada penelitian ini sebanyak 19 responden 47,5 mengaplikasikan pencetakan fisiologis. Dari hasil penelitian juga didapati tahap prosedur perawatan GTSL yang diaplikasikan dengan persentase terendah oleh dokter gigi umum di Kota Medan yaitu pemeriksaan radiografik. Pemeriksaan radiografik pada perawatan GTSL berfungsi untuk mengevaluasi struktur tulang alveolar gigi penyangga, evaluasi morfologi, panjang dan jumlah akar gigi penyangga, memeriksa adanya lesi karies, sisa akar gigi, gigi terpendam, resorpsi maupun sclerosis tulang alveolar dan kelainan periapikal, serta mengevaluasi perawatan gigi yang telah dilakukan. 2,3,5,6,20,21 Pada penelitian ini pemeriksaan radiografik sangat jarang diaplikasikan oleh dokter gigi umum di Kota Medan, hanya 8 responden 20 yang mengaplikasikan prosedur perawatan tersebut Tabel 19. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Bohay dkk 1995 pada 963 dokter gigi di Ontario, Kanada yang menemukan 80 responden melakukan pemeriksaan radiografik pada pasien mereka. 35 Hasil penelitian tentang aplikasi prosedur perawatan GTSL pada praktik dokter gigi umum di Kota Medan berdasarkan variabel-variabel penelitian menunjukkan: 1 Berdasarkan jenis kelamin, secara umum dapat menjadi gambaran bahwa dokter gigi umum di Kota Medan dominan tidak mengaplikasikan seluruh prosedur perawatan GTSL baik pada dokter gigi umum laki-laki maupun perempuan, dengan persentase terbesar 85,71 pada dokter gigi umum laki-laki yang tidak mengaplikasikan seluruh prosedur perawatan GTSL Tabel 20, sedangkan pada dokter gigi umum perempuan 78,79 Tabel 21. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa tahap prosedur perawatan GTSL yang diaplikasikan dengan persentase terendah oleh dokter gigi umum perempuan dan dokter gigi umum laki-laki ialah prosedur pemeriksaan radiografik. Pada tabel juga dapat dilihat bahwa pemeriksaan ekstra oral tampak lebih dominan diaplikasikan pada dokter gigi perempuan 90,9 daripada dokter gigi laki-laki57,1 Tabel 22. 2 Berdasarkan usia, hasil penelitian menunjukkan dokter gigi umum di Kota Medan pada kelompok usia 36-45 tahun dan 46-55 tahun cenderung untuk tidak mengaplikasikan seluruh prosedur perawatan GTSL Tabel 23. Dari hasil penelitian juga ditemukan bahwa prosedur border molding merupakan tahap prosedur perawatan GTSL dengan persentase yang terendah pada kelompok usia 26-35 tahun, sedangkan pemeriksaan radiografik merupakan tahap prosedur perawatan GTSL dengan persentase yang terendah pada kelompok usia 36-45 tahun dan 46-55 tahun, namun pada kelompok usia 56-65 tahun border molding pada sendok cetak fisiologis dan pencetakan fisiologis merupakan tahap prosedur perawatan GTSL dengan persentase yang terendah Tabel 24. 3 Berdasarkan lama praktik, hasil penelitian menunjukkan bahwa dokter gigi umum di Kota Medan pada kelompok lama praktik 30 tahun dan 11-20 tahun cenderung untuk tidak mengaplikasikan seluruh prosedur perawatan GTSL Tabel25. Berdasarkan hasil penelitian Clark dkk 2001 hal ini dapat terjadi karena dokter gigi yang telah berpengalaman menganggap mereka dapat memberikan perawatan yang efektif untuk kasus tertentu menggunakan teknik yang bukan bagian dari kurikulum. 13 Dari hasil penelitian juga ditemukan bahwa prosedur pemeriksaan radiografik merupakan tahap prosedur perawatan GTSL yang diaplikasikan dengan persentase terendah pada kelompok lama praktik ≤ 10 tahun dan 11-20 tahun. Sementara itu, dokter gigi umum dengan lama praktik 30 tahun yang berjumlah 1 responden 100 mengaplikasikan hampir seluruh tahap prosedur perawatan GTSL, kecuali prosedur pemeriksaan radiografik dan border molding pada sendok cetak fisiologis Tabel 26. 4 Berdasarkan tamatan universitas, hasil penelitian menunjukkan dokter gigi umum di Kota Medan dominan untuk tidak mengaplikasikan seluruh prosedur perawatan GTSL baik pada dokter gigi umum tamatan USU maupun tamatan Non USU, dengan persentase terbesar pada dokter gigi umum tamatan USU 84,85 tidak mengaplikasikan seluruh prosedur perawatan GTSL, sedangkan dokter gigi umum tamatan Non USU 57,14 Tabel 27. Hal ini sejalan dengan penelitian Singh dkk 2011 bahwa sebagian besar dokter gigi tidak mengikuti prosedur yang telah mereka pelajari selama masa pendidikan dan lebih mengikuti prosedur singkat dan sesuai kenyamanan mereka sendiri untuk melakukan perawatan prostodontik. 12 Namun, hasil penelitian Petropoulos dan Rashedi 2006 mengenai kurikulum GTSL pada institusi pendidikan kedokteran gigi di Amerika Serikat menunjukkan sebagian besar institusi pendidikan menggunakan bahan maupun teknik yang sama dalam perawatan GTSL. 10 Dari hasil penelitian juga ditemukan bahwa prosedur pemeriksaan radiografik merupakan tahap prosedur perawatan GTSL yang diaplikasikan dengan persentase terendah, baik pada dokter gigi tamatan USU maupun Non USU Tabel28. 5 Berdasarkan tahun tamat, hasil penelitian menunjukkan dokter gigi umum di Kota Medan lebih banyak tidak mengaplikasikan seluruh prosedur perawatan GTSL baik pada dokter gigi umum dengan tahun tamat ≤ 2006 maupun ≥ 2006, dengan persentase terbesar pada dokter gigi umum dengan tahun tamat ≤ 2006 84,62 yang tidak mengaplikasikan seluruh prosedur perawatan GTSL, sedangkan pada dokter gigi umum dengan tahun tamat ≥ 2006 71,43 Tabel 29. Hal ini kemungkinan disebabkan Standar Kompetensi Dokter Gigi baru ditetapkan pada tahun 2006, sehingga dokter gigi umum dengan tahun tamat ≥ 2006 lebih mentaati tahap prosedur perawatan GTSL yang telah diajarkan di universitas sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Gigi tersebut. 7 Dari hasil penelitian juga dapat terlihat bahwa pemeriksaan radiografik merupakan tahap prosedur perawatan GTSL yang diaplikasikan dengan persentase terendah oleh dokter gigi umum dengan tahun tamat ≤ 2006, sedangkan pada dokter gigi dengan tahun tamat ≥ 2006 meliputi prosedur pemeriksaan radiografik dan border molding pada sendok cetak fisiologis Tabel 30. Berdasarkan penelitian Azevedo-Vas dkk 2013 yang menyatakan bahwa dokter gigi yang tidak mengaplikasikan prosedur pemeriksaan radiografik terkait erat dengan pelatihan yang tidak adekuat selama masa perkuliahan. 36

5.2.3 Aplikasi Prosedur Perawatan Gigitiruan Cekat pada Praktik Dokter Gigi Umum di Kota Medan

Hasil penelitian tentang aplikasi prosedur perawatan GTC pada praktik dokter gigi umum menunjukkan bahwa dokter gigi umum di kota Medan tidak mengaplikasikan seluruh prosedur perawatan GTC. Tahap prosedur perawatan GTC yang sebagian besar tidak diaplikasikan oleh dokter gigi umum di Kota Medan adalah pemeriksaan II pasca pemasangan GTC. Hanya 18 responden 45 yang mengaplikasikan pemeriksaan II pasca pemasangan GTC. Hal ini sedikit berbeda dengan penelitian Singh dkk 2011 yang menemukan 595 responden 80,7 melakukan pemeriksaan II pasca pemasangan GTC. 12 Berdasarkan Literatur, pemeriksaan tersebut perlu dilakukan untuk mengevaluasi kesehatan pasien, memperkuat kebiasaan kontrol plak pasien, mengidentifikasi penyakit incipient dan mengetahui apakah diperlukan tindakan perbaikan sebelum terjadi kerusakan yang ireversibel. 24 Dari hasil penelitian juga didapati tahap prosedur perawatan GTC yang diaplikasikan dengan persentase terendah oleh dokter gigi umum di Kota Medan yakni pemasangan sementara GTC. Pemasangan sementara GTC bertujuan agar pasien dan dokter gigi dapat menilai fungsi dan penampilan gigitiruan dalam kurun waktu lebih lama dari satu kali kunjungan. 5,24 Pada penelitian ini pemasangan sementara GTC sangat jarang diaplikasikan oleh dokter gigi umum di Kota Medan, hanya 10 responden 25 yang mengaplikasikan prosedur perawatan tersebut. Hal ini dikarenakan dokter gigi langsung melakukan pemasangan GTC secara permanen, apabila pada saat pasang percobaan GTC, pasien telah merasa nyaman dengan GTC yang dihasilkan. Hasil penelitian tentang aplikasi prosedur perawatan GTC pada praktik dokter gigi umum di Kota Medan berdasarkan variabel-variabel penelitian menunjukkan: 1 Berdasarkan jenis kelamin, hasil penelitian menunjukkan bahwa dokter gigi umum di Kota Medan dominan tidak mengaplikasikan seluruh prosedur perawatan GTC baik pada dokter gigi umum laki-laki maupun perempuan, dengan persentase terbesar 75,75 dokter gigi umum perempuan tidak mengaplikasikan seluruh prosedur perawatan GTC Tabel 33, sedangkan pada dokter gigi umum laki- laki 71,43 Tabel 32. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa tahap prosedur perawatan GTC yang diaplikasikan dengan persentase terendah oleh dokter gigi umum perempuan ialah pemasangan sementara GTC, sedangkan pada dokter gigi umum laki-laki meliputi pasang percobaan GTC dan pemasangan sementara GTC. Pada tabel juga dapat dilihat bahwa pasang percobaan GTC tampak lebih dominan diaplikasikan pada dokter gigi perempuan 72,7 daripada dokter gigi laki- laki28,6 Tabel 34. 2 Berdasarkan usia, hasil penelitian menunjukkan dokter gigi umum di Kota Medan pada kelompok usia 46-55 tahun dan 36-45 tahun cenderung untuk tidak mengaplikasikan seluruh prosedur perawatan GTC Tabel 35. Dari hasil penelitian juga ditemukan bahwa prosedur pemasangan sementara GTC merupakan tahap prosedur perawatan GTC dengan persentase yang terendah pada kelompok usia 26-35 tahun dan 36-45 tahun, sedangkan prosedur pemasangan sementara GTC dan pemeriksaan II pasca pemasangan GTC merupakan tahap prosedur perawatan GTC dengan persentase yang terendah pada kelompok usia 46-55 tahun, namun pada kelompok usia 56-65 prosedur pencetakan fisiologis dan pemasangan sementara GTC merupakan tahap prosedur perawatan GTC dengan persentase yang terendah Tabel36. 3 Berdasarkan lama praktik, hasil penelitian menunjukkan bahwa dokter gigi umum di Kota Medan pada kelompok lama praktik 30 tahun dan 11-20 tahun cenderung untuk tidak mengaplikasikan seluruh prosedur perawatan GTC Tabel 37. Dari hasil penelitian juga ditemukan bahwa prosedur pemasangan sementara GTC merupakan tahap prosedur perawatan GTC yang diaplikasikan dengan persentase terendah pada kelompok lama praktik ≤ 10 tahun dan 11-20 tahun. Sementara itu, dokter gigi umum dengan lama praktik 30 tahun yang berjumlah 1 responden 100 mengaplikasikan hampir seluruh tahap prosedur perawatan GTC, kecuali prosedur pencetakan fisiologis Tabel 38. 4 Berdasarkan tamatan universitas, hasil penelitian menunjukkan dokter gigi umum di Kota Medan dominan untuk tidak mengaplikasikan seluruh prosedur perawatan GTC baik pada dokter gigi umum tamatan USU maupun tamatan Non USU, dengan persentase terbesar pada dokter gigi umum tamatan Non USU 85,72 tidak mengaplikasikan seluruh prosedur perawatan GTC, sedangkan dokter gigi umum tamatan USU 72,73 Tabel 39. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa prosedur pemasangan sementara GTC merupakan tahap prosedur perawatan GTC yang diaplikasikan dengan persentase terendah, baik pada dokter gigi tamatan USU maupun Non USU. Pada tabel juga dapat dilihat bahwa pemeriksaan II pasca pemasangan GTC tampak lebih dominan diaplikasikan pada dokter gigi umum tamatan Non USU 71,4 daripada dokter gigi umum tamatan USU 39,4 Tabel40. 5 Berdasarkan tahun tamat, hasil penelitian menunjukkan dokter gigi umum di Kota Medan lebih banyak tidak mengaplikasikan seluruh prosedur perawatan GTC baik pada dokter gigi umum dengan tahun tamat ≤ 2006 maupun ≥ 2006, dengan persentase terbesar pada dokter gigi umum dengan tahun tamat ≤ 2006 76,92 yang tidak mengaplikasikan seluruh prosedur perawatan GTC, sedangkan pada dokter gigi umum dengan tahun tamat ≥ 2006 71,43 Tabel 41. Hal ini kemungkinan disebabkan Standar Kompetensi Dokter Gigi baru ditetapkan pada tahun 2006, sehingga dokter gigi umum dengan tahun tamat ≥ 2006 lebih mentaati tahap prosedur perawatan GTC yang telah diajarkan di universitas sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Gigi tersebut. 7 Dari hasil penelitian juga dapat terlihat bahwa prosedur pemasangan sementara GTC yang diaplikasikan dengan persentase terendah oleh dokter gigi umum dengan tahun tamat ≤ 2006 maupun ≥ 2006 Tabel 42. 5.3 Persentase Dokter Gigi yang Mengalami Permasalahan dalam Mengaplikasikan Seluruh Prosedur Perawatan Prostodontik pada Praktik di Kota Medan Hasil penelitian tentang persentase dokter gigi yang mengalami permasalahan dalam mengaplikasikan seluruh prosedur perawatan prostodontik pada praktik di Kota Medan menunjukkan, sebanyak 28 responden 70 mengalami permasalahan dalam mengaplikasikan prosedur perawatan GTP, sebanyak 26 responden 65 mengalami permasalahan dalam mengaplikasikan prosedur perawatan GTSL dan sebanyak 24 responden 60 mengalami permasalahan dalam mengaplikasikan prosedur perawatan GTC Tabel 43. Dokter gigi yang mengalami permasalahan dengan persentase terbesar dalam mengaplikasikan perawatan GTP pada praktik di Kota Medan, kemungkinan dikarenakan tahap prosedur perawatan GTP lebih banyak apabila dibandingkan dengan tahap prosedur perawatan GTSL maupun GTC. 5.3.1.1 Persentase Dokter Gigi yang Mengalami Permasalahan dalam Mengaplikasikan Tahap Prosedur Perawatan Gigitiruan Penuh pada Praktik di Kota Medan Hasil penelitian tentang persentase dokter gigi yang mengalami permasalahan dalam mengaplikasikan tahap prosedur perawatan GTP pada praktik di Kota Medan menunjukkan, pemeriksaan radiografik merupakan tahap prosedur perawatan dengan persentase permasalahan terbesar 55. Berdasarkan observasi selama penelitian, hal ini disebabkan karena tidak tersedia alat di praktik dokter gigi, sehingga untuk melaksanakan pemeriksaan radiografik tersebut, perlu dilakukan rujukan yang memerlukan waktu dan biaya tambahan. Pemeriksaan radiografik biasanya dilakukan hanya bila diperlukan sebagai pemeriksaan tambahan, sehingga dokter gigi umum di Kota Medan cenderung merasa tidak perlu mengaplikasikan prosedur pemeriksaan radiografik tersebut. De Azevedo-Vas dkk 2013 juga menyatakan pada hasil penelitiannya bahwa perilaku dokter gigi yang tidak tepat terkait dengan pemeriksaan radiografik berkaitan dengan pelatihan yang tidak baik selama masa pendidikan di Universitas. 36 Sebanyak 14 responden 35 mengalami permasalahan dalam mengaplikasikan prosedur border molding pada sendok cetak fisiologis. Sebanyak 12 responden 30 mengalami permasalahan dalam mengaplikasikan prosedur pencetakan fisiologis. Sementara itu, sebanyak 11 responden 27,5 mengalami permasalahan dalam mengaplikasikan prosedur remounting yaitu pemasangan kembali GTP ke artikulator dan pemeriksaan II pasca pemasangan GTP Tabel 44.

5.3.1.2 Persentase Dokter Gigi yang Mengalami Permasalahan dalam

Mengaplikasikan Tahap Prosedur Perawatan Gigitiruan Penuh pada Praktik di Kota Medan Berdasarkan Permasalahannya Hasil penelitian tentang persentase dokter gigi yang mengalami permasalahan dalam mengaplikasikan tahap prosedur perawatan GTP pada praktik di Kota Medan berdasarkan permasalahannya menunjukkan, permasalahan terbesar 40 adalah keterbatasan waktu dokter gigi umum untuk mengaplikasikan prosedur perawatan GTP. 15,56 dokter gigi umum mengalami permasalahan biaya yang diperlukan untuk mengaplikasikan prosedur perawatan GTP. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Singh dkk 2014 yang menyebutkan 9,2 dokter gigi mengalami permasalahan ketersediaan waktu dalam mengaplikasikan prosedur perawatan GTP. 32 Hasil Penelitian Clark dkk 2001 juga menyebutkan 6,67 dokter gigi mengalami permasalahan ketersediaan waktu dan biaya. 13 Banyaknya dokter gigi umum di Kota Medan mengalami permasalahan ketersediaan waktu kemungkinan disebabkan karena perawatan GTP memerlukan jadwal kunjungan yang berulang untuk mengaplikasikan rangkaian tahap prosedur perawatan GTP. Sebanyak 13,89 dokter gigi umum merasa tidak perlu mengaplikasikan prosedur perawatan GTP tertentu, sedangkan 10,56 dokter gigi umum mengalami permasalahan ketersediaan alat dan bahan di praktik. Selain itu, 8,89 dokter gigi umum kurang menguasai teori dan 6,11 dokter gigi umum kurang menguasai teknik dalam mengaplikasikan prosedur perawatan GTP. Masih adanya dokter gigi yang kurang menguasai teknik maupun teori kemungkinan disebabkan oleh dokter gigi kurang mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan Kedokteran Gigi yang terbaru. Hasil penelitian juga menunjukkan jenis permasalahan yang terendah adalah faktor lain 5 Tabel 45.

5.3.2.1 Persentase Dokter Gigi yang Mengalami Permasalahan dalam

Mengaplikasikan Tahap Prosedur Perawatan Gigitiruan Sebagian Lepasan pada Praktik di Kota Medan Hasil penelitian tentang persentase dokter gigi yang mengalami permasalahan dalam mengaplikasikan tahap prosedur perawatan GTSL pada praktik di Kota Medan menunjukkan bahwa border molding pada sendok cetak fisiologis merupakan tahap prosedur perawatan dengan persentase permasalahan terbesar 47,5. Hasil penelitian Clark dkk 2001 menyebutkan 60 dokter gigi menyatakan border molding yang diaplikasikan pada perawatan prostodontik tidak efisien. 13 Sedangkan sebanyak 16 responden 40 mengalami permasalahan dalam mengaplikasikan prosedur pemeriksaan radiografik. Berdasarkan observasi selama penelitian, hal ini disebabkan karena tidak tersedia alat di praktik dokter gigi, sehingga untuk melaksanakan pemeriksaan radiografik tersebut, perlu dilakukan rujukan yang memerlukan waktu dan biaya tambahan. Sementara itu, sebanyak 14 responden 35 mengalami permasalahan dalam mengaplikasikan prosedur pencetakan fisiologis. Sebanyak 10 responden 25 mengalami permasalahan dalam mengaplikasikan prosedur pemeriksaan II pasca pemasangan GTSL Tabel 46. Hasil penelitian Allen dkk 2008 menyebutkan dokter gigi yang melakukan perawatan GTSL resin akrilik tidak menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan pasca pemasangan GTSL apabila gigitiruan tidak mengalami permasalahan. 37

5.3.2.2 Persentase Dokter Gigi yang Mengalami Permasalahan dalam

Mengaplikasikan Tahap Prosedur Perawatan Gigitiruan Sebagian Lepasan pada Praktik di Kota Medan Hasil penelitian tentang persentase dokter gigi yang mengalami permasalahan dalam mengaplikasikan tahap prosedur perawatan GTSL pada praktik di Kota Medan menunjukkan, permasalahan terbesar 41,46 adalah keterbatasan waktu dokter gigi umum untuk mengaplikasikan prosedur perawatan GTSL. Sebanyak 21,34 dokter gigi umum merasa tidak perlu mengaplikasikan prosedur perawatan GTSL tertentu. Sementara itu, sebanyak 14,63 dokter gigi umum mengalami permasalahan biaya yang diperlukan untuk mengaplikasikan prosedur perawatan GTSL. Hasil Penelitian Singh dkk 2014 melaporkan sebanyak 28,7 dokter gigi mengalami masalah biaya yang tinggi dalam pembuatan GTSL. 32 Selain itu, 10,37 dokter gigi umum kurang menguasai teori dalam mengaplikasikan prosedur perawatan GTSL. Sebanyak 6,71 dokter gigi mengalami permasalahan ketersediaan alat dan bahan di praktik. 3,66 dokter gigi umum mengalami permasalahan faktor lain. Sedangkan jenis permasalahan yang terendah adalah dokter gigi kurang menguasai teknik dalam mengaplikasikan prosedur perawatan GTSL 1,83 Tabel 47.

5.3.3.1 Persentase Dokter Gigi yang Mengalami Permasalahan dalam

Mengaplikasikan Tahap Prosedur Perawatan Gigitiruan Cekat pada Praktik di Kota Medan Hasil penelitian tentang persentase dokter gigi yang mengalami permasalahan dalam mengaplikasikan tahap prosedur perawatan GTC pada praktik di Kota Medan menunjukkan bahwa pemasangan sementara merupakan tahap prosedur perawatan dengan persentase permasalahan terbesar 50. Berdasarkan observasi selama penelitian, hal ini disebabkan pemasangan sementara GTC jarang dilakukan karena apabila pada saat pasang percobaan GTC, pasien telah merasa nyaman dengan GTC yang dihasilkan, maka dokter gigi langsung melakukan pemasangan GTC secara permanen. Selanjutnya, 13 responden 32,5 mengalami permasalahan dalam mengaplikasikan prosedur pemeriksaan II pasca pemasangan GTC dan 9 responden 22,5 mengalami permasalahan dalam mengaplikasikan prosedur pemeriksaan I pasca pemasangan GTC Tabel 48. Hal ini kemungkinan besar dikarenakan kepatuhan pasien untuk menjalani prosedur pemeriksaan pasca pemasangan GTC.

5.3.3.2 Persentase Dokter Gigi yang Mengalami Permasalahan dalam

Mengaplikasikan Tahap Prosedur Perawatan Gigitiruan Cekat pada Praktik di Kota Medan Hasil penelitian tentang persentase dokter gigi yang mengalami permasalahan dalam mengaplikasikan tahap prosedur perawatan GTC pada praktik di Kota Medan menunjukkan, permasalahan terbesar 39,87 adalah keterbatasan waktu dokter gigi umum untuk mengaplikasikan prosedur perawatan GTC. Sebanyak 21,52 dokter gigi umum merasa tidak perlu mengaplikasikan prosedur perawatan GTC tertentu. 15,82 dokter gigi umum mengalami permasalahan biaya yang diperlukan untuk mengaplikasikan prosedur perawatan GTC. Sementara itu 9,49 dokter gigi umum mengalami permasalahan kurang menguasai teori dalam mengaplikasikan prosedur data ini dapat disimpulkan bahwa kriteria estetik menjadi pertimbangan utama dalam perawatan GTC serta ketersediaan alat dan bahan di praktik. Sebanyak 2,53 dokter gigi umum mengalami permasalahan faktor lain. Sedangkan jenis permasalahan yang terendah adalah dokter gigi kurang menguasai teknik dalam mengaplikasikan prosedur perawatan GTC 1,27 Tabel 49. 5.4 Persentase Jenis Perawatan GTP, GTSL dan GTC dari Seluruh Perawatan Prostodontik yang Dilakukan pada Praktik Dokter Gigi Umum di Kota Medan Tahun 2010-2012 Hasil penelitian tentang persentase perawatan prostodontik yang dilakukan pada praktik dokter gigi umum di Kota Medan tahun 2010-2012 menunjukkan jumlah seluruh perawatan prostodontik meningkat setiap tahunnya. Perawatan GTSL resin akrilik merupakan perawatan prostodontik yang paling banyak dilakukan pada praktik dokter gigi umum di Kota Medan setiap tahunnya. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Kronstrom dkk 2000 yang menyebutkan perawatan GTC lebih banyak dilakukan pada praktik pribadi dokter gigi di Swedia. 38 Hal ini mungkin dikarenakan GTSL resin akrilik dapat dengan mudah dipasang dan dilepas oleh pasien, selain itu bahan resin akrilik manipulasinya mudah, murah, ringan dan bisa dibuat berwarna sesuai dengan gigi asli dan gingiva. 3 Berdasarkan penelitian Allen dkk 2008 dokter gigi lebih banyak melakukan perawatan GTSL resin akrilik daripada GTSL kerangka logam untuk menggantikan kehilangan sebagian gigi hal ini dikarenakan alasan biaya. namun, keberhasilan perawatan pada GTSL kerangka logam lebih tinggi daripada perawatan GTSL resin akrilik. 37 Dari data penelitian juga menunjukkan bahwa terjadi penurunan perawatan GTSL resin akrilik dari tahun 2010 hingga 2012. Sebaliknya perawatan GTC mahkota dan jembatan, juga mengalami peningkatan jumlah perawatan setiap tahunnya, dilihat perkembangannya dari tahun 2010-2012. Berdasarkan data ini dapat disimpulkan bahwa kriteria estetik menjadi pertimbangan utama dalam perawatan prostodontik. Pada penelitian ini terdapat beberapa kelemahan dan pengaruh pada keakuratan hasil, antara lain terdapat perbedaan jumlah sampel pada setiap kelompok, hal ini disebabkan kurang bersedianya dokter gigi ikut serta dalam penelitian ini. Selain itu, tidak dapat diketahui dengan pasti seberapa akurat laporan pribadi dari aplikasi prosedur perawatan prostodontik, apakah prosedur perawatan sering atau terkadang diaplikasikan karena tidak memiliki informasi tentang aplikasi prosedur perawatan prostodontik yang diaplikasikan oleh dokter gigi umum di Kota Medan yang bukan menjadi responden penelitian. Kelemahan lainnya adalah kurangnya pengetahuan dan penguasaan teori remounting klinis dengan remounting laboratoris, selain itu jumlah variabel penelitian yang banyak sehingga pembahasan pada penelitian ini tidak diuraikan secara mendalam.

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian deskriptif yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Karakteristik dokter gigi umum yang melakukan perawatan prostodontik di Kota Medan paling banyak pada kelompok usia responden 26-35 tahun, jenis kelamin perempuan, lama praktik ≤ 10 tahun, berasal dari lulusan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan dengan tahun tamat ≤ 2006. 2. Dokter gigi umum di Kota Medan tidak mengaplikasikan seluruh prosedur perawatan prostodontik yang telah mereka pelajari selama masa pendidikan, baik prosedur perawatan GTP, prosedur perawatan GTSL maupun prosedur perawatan GTC. Pemeriksaan radiografik merupakan tahap prosedur perawatan yang diaplikasikan dengan persentase terendah oleh dokter gigi umum di Kota Medan pada perawatan GTP dan GTSL. Sedangkan pada perawatan GTC, tahap prosedur perawatan yang diaplikasikan dengan persentase terendah oleh dokter gigi umum di Kota Medan adalah pemasangan sementara GTC. 3. Dokter gigi mengalami permasalahan dengan persentase terbesar dalam mengaplikasikan jenis perawatan GTP pada praktik di Kota Medan. Prosedur pemeriksaan radiografik merupakan tahap prosedur perawatan dengan persentase permasalahan terbesar dalam mengaplikasikan perawatan GTP, sedangkan prosedur border molding pada sendok cetak fisiologis merupakan tahap prosedur perawatan dengan persentase permasalahan terbesar dalam mengaplikasikan perawatan GTSL dan prosedur pemasangan sementara merupakan tahap prosedur perawatan dengan persentase permasalahan terbesar dalam mengaplikasikan perawatan GTC. Keterbatasan waktu, biaya serta cenderung merasa tidak perlu mengaplikasikan prosedur tertentu merupakan jenis permasalahan yang paling sering dihadapi oleh dokter gigi dalam mengaplikasikan tahap prosedur perawatan GTP, GTSL maupun GTC. 4. Persentase perawatan prostodontik terbesar pada praktik dokter gigi umum di Kota Medan dari tahun 2010 hingga 2012 adalah perawatan GTSL resin akrilik dengan persentase 35,16 2010, 28,61 2011 dan 25,95 2012.

6.2 Saran