1.2 Permasalahan
Pada dasarnya prosedur perawatan prostodontik baik pada pembuatan gigitiruan penuh, gigitiruan sebagian lepasan maupun gigitiruan cekat telah diajarkan
berdasarkan kurikulum yang ditetapkan oleh fakultas kedokteran gigi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dokter gigi tidak melaksanakan
seluruh rangkaian prosedur peawatan yang diajarkan selama masa pendidikan yang penting untuk mencapai keberhasilan perawatan prostodontik. Berdasarkan hal
tersebut di atas, maka perlu diadakan penelitian terhadap aplikasi prosedur perawatan prostodontik GTP, GTSL dan GTC pada praktik dokter gigi umum di Kota Medan.
1.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik dokter gigi umum yang melakukan perawatan
prostodontik di Kota Medan? 2.
Bagaimana aplikasi prosedur perawatan prostodontik GTP, GTSL dan GTC pada praktik dokter gigi umum di Kota Medan?
3. Apa saja masalah yang dihadapi oleh dokter gigi dalam melaksanakan
prosedur perawatan prostodontik GTP, GTSL dan GTC pada praktik dokter gigi umum di Kota Medan?
4. Berapa persentase perawatan GTP, GTSL dan GTC dari seluruh
perawatan prostodontik yang dilakukan pada praktik dokter gigi umum di Kota Medan tahun 2010-2012?
1.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui karakteristik dokter gigi umum yang melakukan
perawatan prostodontik di Kota Medan. 2.
Untuk mengetahui aplikasi prosedur perawatan prostodontik GTP, GTSL dan GTC pada praktik dokter gigi umum di Kota Medan.
3. Untuk mengetahui masalah yang dihadapi oleh dokter gigi dalam
melaksanakan prosedur perawatan prostodontik GTP, GTSL dan GTC pada praktik dokter gigi umum di Kota Medan.
4. Untuk mengetahui persentase perawatan GTP, GTSL dan GTC dari
seluruh perawatan prostodontik yang dilakukan pada praktik dokter gigi umum di Kota Medan tahun 2010-2012.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1
Manfaat Teoritis
1. Untuk memperoleh data mengenai aplikasi prosedur perawatan
prostodontik pada praktik dokter gigi di Kota Medan. 2.
Hasil penelitan ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi dokter gigi tentang prosedur perawatan prostodontik untuk menunjang keberhasilan
perawatan. 3.
Sebagai referensi bagi institusi pendidikan kedokteran gigi untuk lebih meningkatkan pemahaman dan pembelajaran perawatan prostodontik kepada
mahasiswa. 4.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut.
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan Continuing Dental
Education dalam bidang prostodontik bagi dokter gigi. 2.
Sebagai masukan bagi dokter gigi agar menerapkan seluruh prosedur perawatan prostodontik untuk menunjang keberhasilan perawatan.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perawatan Prostodontik
2.1.1 Pengertian
Prosthodontics atau Prosthetic Dentistry dan disebut juga dengan ilmu Prostodonsia adalah salah satu cabang ilmu kedokteran gigi, yang berhubungan
dengan diagnosis, rencana perawatan, rehabilitasi dan pemeliharaan kesehatan mulut, kenyamanan, penampilan dan kesehatan pasien dengan cara mengganti gigi dan
jaringan maksilofasial yang hilang atau tidak sempurna terbentuk dengan alat tiruan biokompatibel untuk pemulihan sistem stomatognasi.
18
Hal ini sesuai dengan filosofi perawatan prostodontik yaitu restore what is missing but also preserve what is
remains, sehingga perawatan prostodontik yang dilakukan oleh dokter gigi tidak hanya untuk menggantikan struktur yang hilang tetapi memelihara struktur rongga
mulut yang masih ada.
2,3
2.1.2 Tujuan Perawatan Prostodontik
Perawatan prostodontik bertujuan untuk memperbaiki dan memelihara kesehatan umum pasien, memperbaiki fungsi, meliputi fungsi pengunyahan dan
fungsi bicara, memperbaiki estetik sehingga menambah kepercayaan diri pasien dalam penampilan, merestorasi dan memelihara kesehatan gigi dan jaringan yang
masih ada serta mencegah terjadinya kerusakan lebih lanjut dari struktur rongga mulut.
2,3
Hasil penelitian Roessler 2003 menyebutkan terdapat dua alasan utama pasien melakukan perawatan prostodontik yaitu untuk memperbaiki estetik terutama
pada kasus pembuatan gigitiruan sebagian lepasan maupun gigitiruan cekat dan untuk meningkatkan fungsi pengunyahan.
8
2.1.3 Jenis Perawatan Prostodontik
2.1.3.1 Gigitiruan Lepasan
Gigitiruan lepasan merupakan jenis perawatan prostodontik yang menggantikan gigi serta jaringan pendukung pada kehilangan sebagian maupun
seluruh gigi dengan gigitiruan yang dapat dipasang dan dilepas sendiri oleh pasien dari rongga mulut. Berdasarkan jumlah gigi yang digantikannya, gigitiruan lepasan
terdiri atas gigitiruan sebagian lepasan GTSL dan gigitiruan penuh GTP.
18,19
2.1.3.1.1 Gigitiruan Penuh
Gigitiruan penuh GTP adalah gigitiruan yang menggantikan seluruh gigi- geligi yang hilang dan jaringan pendukungnya baik di rahang atas dan rahang bawah.
18,19
Tujuan pembuatan GTP adalah untuk memenuhi kebutuhan estetik, fonetik, dukungan oklusal, pengunyahan, kenyamanan dan kesehatan jaringan pendukung.
1
2.1.3.1.2 Gigitiruan Sebagian Lepasan
Gigitiruan sebagian lepasan GTSL adalah gigitiruan yang menggantikan satu atau beberapa gigi yang hilang dan jaringan pendukungnya pada rahang atas atau
rahang bawah serta dapat dibuka pasang oleh pasien, terdiri atas GTSL akrilik dan GTSL kerangka logam. Indikasi pemakaian GTSL, yaitu:
3,5,18,19
1. Panjang daerah tidak bergigi tidak memungkinkan pembuatan GTC
2. Tidak terdapat gigi penyangga di sebelah distal ruang tidak bergigi
3. Resorpsi tulang alveolar berlebih
4. Bila dukungan sisa gigi asli kurang sehat atau belum erupsi sempurna.
2.1.3.2 Gigitiruan Cekat
Gigitiruan cekat GTC didefinisikan sebagai gigitiruan yang memperbaiki mahkota gigi yang rusak atau menggantikan satu atau beberapa gigi yang hilang
dengan bahan tiruan dan dipasangkan ke pasien secara permanen serta tidak dapat dibuka-buka oleh pasien, terdiri dari gigitiruan cekat mahkota crown dan jembatan
bridge.
6,18,19
Perawatan gigitiruan cekat berfokus untuk mengembalikan fungsi, estetik dan kenyamanan. Indikasi pemakaian GTC yaitu:
3,5
1. Menggantikan satu atau beberapa gigi yang hilang
2. Daerah tidak bergigi masih dibatasi oleh gigi asli pada kedua sisinya
3. Gigi yang dijadikan sebagai penyangga harus sehat dan jaringan
periodontal baik 4.
Pasien berumur 20-55 tahun.
2.1.3.3 Gigitiruan Implan
Merupakan gigitiruan yang mempunyai dukungan dari bahan yang ditanamkan ke dalam tulang alveolar untuk mendapatkan retensi dan dukungan yang
cukup terhadap gigitiruan cekat maupun gigitiruan lepasan.
18
2.1.3.4 Protesa Maksilofasial
Protesa maksilofasial merupakan jenis perawatan protodontik yang berhubungan dengan restorasi dan atau penggantian sistem stomatognatik dan
struktur wajah yang disebabkan oleh adanya penyakit, tindakan bedah dan kelainan bawaan dengan alat tiruan yang dapat atau tidak dapat dilepas oleh pasien.
18
Jenis protesa maksilofasial terdiri atas protesa ekstra oral dan intra oral. Protesa ekstra oral
adalah protesa yang merestorasi dan atau menggantikan bagian dari wajah atau struktur kepala yang hilang seperti protesa mata, protesa hidung dan protesa telinga.
Protesa intra oral adalah protesa yang merestorasi dan atau menggantikan kelainan struktur di dalam rongga mulut seperti obturator pada celah palatum, speech aids,
palatal lifts dan feeding plate pada bayi.
19
2.1.4 Keberhasilan Perawatan Prostodontik
2.1.4.1 Faktor
yang Mempengaruhi
Keberhasilan Perawatan Prostodontik
Keberhasilan dalam perawatan prostodontik tergantung pada upaya tiga pihak, yaitu dokter gigi yang membuat diagnosa, persiapan rencana perawatan dan
melaksanakan prosedur klinis, tekniker gigi yang melakukan prosedur laboratorium dan pasien dalam hal menyesuaikan diri terhadap gigitiruan dan menerima
keterbatasan gigitiruan.
8
Prosedur klinis dan prosedur laboratoris merupakan faktor
yang paling menentukan untuk keberhasilan perawatan prostodontik, hal ini disebabkan perawatan prostodontik bagi pasien melibatkan banyak prosedur terpisah
yang saling berkaitan antara satu prosedur dengan prosedur lainnya sehingga harus ada komunikasi, kerjasama yang baik serta saling menghargai antara dokter gigi dan
tekniker gigi selama melakukan pembuatan gigitiruan.
17
2.1.4.2 Syarat Keberhasilan Perawatan Prostodontik
Suatu perawatan prostodontik dikatakan berhasil apabila memenuhi beberapa persyaratan, antara lain retensi dan stabilisasi gigitiruan yang baik, dukungan yang
cukup, oklusi harmonis, estetik serta nyaman dan tidak menimbulkan rasa sakit pada jaringan rongga mulut. Retensi merupakan daya tahan terhadap gaya yang
melepaskan gigitiruan dalam arah yang berlawanan dengan arah pemasangan. Retensi disebut juga sebagai usaha mempertahankan posisi gigitiruan didalam rongga mulut
yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adhesi, kohesi, tegangan permukaan antar fasial, daya tarik-menarik kapiler, tekanan atmosfer dan otot-otot
rongga mulut dan wajah. Stabilitas merupakan kemampuan gigitiruan untuk dapat bergerak secara horizontal dengan baik dan konstan posisinya bila tekanan jatuh
padanya. Kestabilan gigitiruan didapat dari kontak rapat antara basis gigitiruan dengan mukosa, besar dan bentuk daerah pendukung, kualitas cetakan fisiologis,
bentuk permukaan yang dipoles serta lokasi dan susunan anasir gigitiruan. Sedangkan dukungan merupakan daya tahan gigitiruan terhadap komponen vertikal dari
pengunyahan atau tekanan-tekanan lain yang dijatuhkan ke arah daerah pendukung. Dukungan terhadap gigitiruan didapat dari tulang rahang atas dan rahang bawah serta
jaringan mukosa yang menutupinya. Dukungan akan bertambah dengan pemberian tekanan selektif yang serasi dengan kekenyalan jaringan yang tersedia untuk
dukungan.
1,2,3
2.2 Aplikasi
2.2.1 Pengertian
Menurut Notoatmodjo, aplikasi application diartikan sebagai kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari berupa hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip dan sebagainya pada situasi atau kondisi riil sebenarnya. Mencakup kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah metode bekerja pada suatu kasus dan
masalah yang nyata misalnya mengerjakan, memanfaatkan, menggunakan dan mendemonstrasikan.
14,15
2.2.2 Aplikasi Prosedur Perawatan Prostodontik oleh Dokter Gigi
Hasil penelitian Mendez 1985 dan Singh dkk 2011, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara prosedur yang diajarkan di fakultas, dan
prosedur yang benar-benar dipraktikkan.
11,12
Sebagian besar dokter gigi tidak mengikuti prosedur yang telah mereka pelajari selama masa pendidikan dan lebih
mengikuti prosedur singkat dan sesuai kenyamanan mereka sendiri untuk melakukan perawatan prostodontik.
11
Clark dkk 2001 melaporkan bahwa dokter gigi di Amerika Serikat dan di negara lain biasanya tidak menggunakan teknik restoratif
tertentu yang telah dipelajari di fakultas, terdapat teknik alternatif yang sesuai untuk masing-masing kasus yang mereka rawat. Sementara mahasiswa kedokteran gigi
menggunakan teknik yang telah diajarkan, kebanyakan dokter gigi lebih memilih untuk tidak menggunakannya atau memilih teknik yang berbeda yang mereka pelajari
dari luar universitas.
13
Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka sebagian besar dokter gigi tidak mengikuti prosedur yang telah mereka pelajari selama masa
pendidikan.
11-13
2.3 Prosedur Perawatan Prostodontik
Perawatan prostodontik melibatkan banyak prosedur terpisah yang saling berkaitan antara satu prosedur dengan prosedur lainnya. Dalam hal ini, prosedur
klinis dilaksanakan oleh dokter gigi terhadap pasien di ruang praktik. Setiap prosedur perawatan yang diaplikasikan, telah banyak dijelaskan di dalam berbagai buku dan
telah diajarkan di dalam kurikulum oleh seluruh institusi pendidikan kedokteran gigi untuk memandu dokter gigi dalam melakukan perawatan prostodontik secara
optimal.
9-13
Apabila salah satu prosedur yang dilakukan kurang tepat, maka gigitiruan yang dihasilkan tidak akan memuaskan, baik bagi pemakainya maupun
operatornya.
1,8
Penelitian ini dilakukan di Kota Medan, oleh sebab itu, sebagai bahan acuan prosedur perawatan prostodontik disesuaikan dengan kurikulum yang diajarkan di
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, yang meliputi:
2.3.1 Prosedur Perawatan Gigitiruan Penuh
Proses perawatan gigitiruan penuh yang harus dilakukan oleh dokter gigi terdiri dari beberapa tahap, antara lain:
2.3.1.1 Prosedur Diagnostik
Prosedur diagnostik perlu diaplikasikan pada pasien yang akan membuat gigitiruan penuh untuk membantu dalam menetapkan diagnosa dan rencana
perawatan, meliputi:
1,4,5
A. Informasi Sosial
Identitas pasien penting diketahui meliputi nama, usia, alamat, nomor telepon dan pekerjaan pasien. Informasi ini diperlukan bila akan menghubungi pasien lebih
lanjut dan dapat memberikan petunjuk tentang keadaan sosial-ekonomi pasien.
1,4,5
B. Status Medis
Dokter gigi harus mengetahui kesehatan umum pasien khususnya kondisi yang mungkin berpengaruh terhadap perawatan gigitiruan. Kesehatan umum dapat
diamati dari postur dan kondisi pasien yang terlihat pada saat kunjungan pertama pasien ke dokter gigi. Namun, harus dipastikan dengan mengadakan pemeriksaan
lebih lanjut, baik dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terpilih, pemeriksaan objektif maupun berkonsultasi dengan dokter yang merawat pasien tersebut.
Informasi kesehatan umum meliputi penyakit sistemik yang diderita pasien seperti diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung, alergi, penyakit kronis lainnya serta
obat-obatan yang dikonsumsi oleh pasien harus dapat diketahui dengan jelas karena akan mempengaruhi keberhasilan perawatan yang akan dilakukan.
1,4,5
C. Sikap Mental Pasien
Dr. Milus House berdasarkan pengalaman klinisnya, mengklasifikasikan sikap mental pasien yang membuat gigitiruan menjadi empat kategori, yaitu philosophic,
indifferent, critical dan skeptical. Sikap mental pasien merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan dalam mendiagnosa pasien. Dokter gigi harus
mampu mengerti dan memahami sikap pasien yang akan dilakukan perawatan. Untuk mengatasi sikap mental pasien pada dasarnya dokter gigi harus melakukan perawatan
dengan penuh simpati, kesabaran dan bersikap empati terhadap pasien untuk mencapai keberhasilan perawatan prostodontik yang dilakukan.
1
D. Riwayat Kesehatan Gigi dan Mulut
Dokter gigi harus mengetahui riwayat kesehatan gigi pasien dengan mengajukan beberapa pertanyaan, misalnya mengenai pencabutan terakhir
gigi. Waktu dan gigi dibagian mana yang dicabut terakhir perlu diketahui. Apakah gigi tesebut sengaja dicabut atau tanggal sendiri. Bila tanggal sendiri mungkin ada
sisa akar yang tertinggal. Lama jangka waktu antara pencabutan terakhir dengan saat dimulainya pembuatan gigitiruan akan mempengaruhi hasil perawatan. Informasi lain
seperti prosedur kebersihan rongga mulut pasien, kebiasaan pasien misalnya mengunyah di satu sisi dan bruxism. Selain itu perlu diketahui kelainan rongga mulut
yang pernah diderita serta perawatan yang pernah diterima oleh pasien.
1,4,5
Pada pasien yang pernah memakai gigitiruan, harus diberi kesempatan untuk menyampaikan keluhan tentang gigitiruannya yang lama. Hal ini penting untuk
dijadikan petunjuk bagi dokter gigi agar dapat mengetahui permasalahan utama yang diinginkan oleh pasien sehingga dapat diperbaiki pada gigitiruannya yang baru.
1,4
E. Pemeriksaan Klinis
1. Pemeriksaan ekstra oral dan intra oral
Pemeriksaan ekstra oral meliputi bentuk muka, profil wajah, postur bibir saat istirahat dan selama berfungsi, sendi temporomandibular dan kemungkinan kebiasaan
terkait dengan pemakaian gigitiruan seperti mengangkat gigitiruan rahang bawah dengan lidah.
1,4
Gambar 1. Pemeriksaan ekstra oral. a Bentuk Wajah dan b Profil Wajah
6
Pemeriksaan intra oral meliputi screening seluruh jaringan rongga mulut terhadap kelainan patologis yang dilakukan secara visual dan palpasi pada mukosa
rongga mulut, linggir alveolar, palatum, lidah dan relasi rahang. Pemeriksaan terhadap jumlah serta konsistensi saliva perlu dilakukan karena berpengaruh pada
retensi, stabilisasi serta kenyamanan pemakaian gigitiruan. Bila terdapat jaringan flabby, ridge tajam knife edge, protuberensia tulang seperti torus, eksostosis dan
jaringan hiperplasia perlu dilakukan pertimbangan tindakan pembedahan atau membuat desain khusus. Dokter gigi memegang peranan penting dalam deteksi dini
oral neoplasia, khususnya karsinoma. Prosedur pembuatan gigitiruan harus ditunda bila terdapat kelainan patologis sampai seluruh jaringan rongga mulut dalam keadaan
sehat.
1,4,5
2. Pemeriksaan gigitiruan
Tujuan dari pemeriksaan gigitiruan adalah untuk menentukan kualitas gigitiruan yang berhubungan dengan keluhan pasien mengenai gigitiruannya sehingga
dapat dilakukan perbaikan pada gigitiruan yang baru. Pemeriksaan yang dilakukan
a b
pada saat gigitiruan dikeluarkan dari rongga mulut meliputi kebersihan gigitiruan, bentuk umum, posisi gigi, oklusi, dan keausan gigitiruan. Kemudian dilakukan
pemeriksaan gigitiruan di dalam rongga mulut meliputi adaptasi gigitiruan, border extension, freeway space, dimensi vertikal, oklusi sentrik, estetik, serta posisi gigi dan
hubungannya terhadap lidah, pipi dan bibir, sebelum melakukan penilaian stabilitas dan retensi.
1,4
Keinginan dan harapan pasien terhadap gigitiruan yang akan dibuat sebaiknya harus diketahui pada saat kunjungan pertama. Harus disadari oleh pasien maupun
dokter gigi bahwa gigitiruan yang akan dibuat harus dapat menciptakan fungsi rongga mulut dan keharmonisan hubungan dengan struktur rongga mulut lainnya serta
jaringan sekitarnya.
1
3. Model diagnostik
Pembuatan model diagnostik dimaksudkan untuk mengetahui beberapa hal. Pada saat melakukan pencetakan model diagnostik, sensitivitas pasien terhadap
prosedur yang dilakukan di rongga mulut, koordinasi aktifitas lidah dan faktor-faktor lain yang penting untuk penegakan diagnosa dapat diketahui lebih dini. Apabila
masih terdapat gigi asli pada kedua rahang dan masih dapat dioklusikan, maka model diagnostik dapat dipasangkan ke artikulator sehingga hubungan oklusi yang ada dapat
dicatat. Selain itu dokter gigi dapat mengevaluasi bentuk lengkung dan hubungan rahang serta mengevaluasi pemeriksaan intraoral yang telah dilakukan.
1
4. Pemeriksaan radiografik
Pemeriksaan radiografik pada prinsipnya penting dilakukan untuk mengevaluasi kondisi setiap pasien yang memerlukan perawatan prostodontik
sehingga kondisi di bawah membran mukosa yang secara klinis tidak ditemukan adanya kelainan, tetapi setelah dilakukan pemeriksaan radiografik dapat diketahui
adanya sisa akar, gigi terpendam maupun keadaan patologis seperti kista. Pemeriksaan radiografik juga dapat melihat keadaan jaringan periodontal gigi yang
masih ada serta vitalitasnya, tebal submukosa yang menutupi tulang, lokasi kanalis mandibula, foramen mentale serta adanya tulang yang tajam.
1,4,5
Pemeriksaan radiografik panoramik dari kedua lengkung rahang ditambah dengan foto periapikal atau oklusal bila diperlukan sangat membantu didalam
menegakkan diagnosa, namun perlu dipertimbangkan pemaparan radiasi pada pasien harus seminimal mungkin. Karena itu disarankan untuk melakukan pemeriksaan
radiografik dengan menggunakan foto panoramik, sedangkan foto periapikal atau oklusal hanya bila diperlukan untuk pemeriksaan tambahan.
4
2.3.1.2 Pencetakan Anatomis
Pencetakan anatomis berfungsi untuk mendapatkan batas dukungan gigitiruan dan memperoleh studi model. Sendok cetak yang digunakan untuk melakukan
pencetakan anatomis adalah sendok cetak pabrik yang terbuat dari bahan metal atau plastik. Sendok cetak ini ada yang berlubang dan tidak berlubang. Bentuk sendok
cetak untuk pasien edentulus membulat pada permukaan yang menutupi linggir alveolar. Sendok cetak harus disesuaikan terlebih dahulu pada rongga mulut pasien.
Ukuran sendok cetak edentulus sekitar 5 mm lebih besar dari permukaan linggir alveolar agar memberikan tempat yang cukup untuk bahan cetak.
1,4,20
Gambar 2. Sendok cetak logam dengan desain yang baik dalam berbagai ukuran.Tanda panah menunjukkan bentuk
sendok cetak edentulus melengkung pada permuka- an yang menutupi linggir alveolar dan daerah otot
masseter dari sendok cetak tidak memiliki sudut yang tajam
20
Tepi sendok cetak harus dilapisi dengan soft boxing wax pada tuberositas dan vestibulum bukal untuk membantu adaptasi tepi sendok cetak dengan jaringan,
melindungi jaringan perifer dari kekerasan tepi sendok cetak dan sebagai pembatas bagi bahan cetak alginat agar tidak mengalir jauh dari jaringan yang akan dicetak.
Sendok cetak tidak boleh menyebabkan distorsi atau perubahan bentuk terhadap jaringan dan struktur yang harus berkontak dengan tepi serta permukaan
gigitiruan.
1,20
Gambar 3. Tepi sendok cetak yang telah dilapisi dengan soft boxing wax. Tanda panah menunjukkan
soft boxing wax.
20
Bahan cetak yang sering digunakan untuk pencetakan anatomis adalah alginat irreversible hidrocolloid karena harga yang ekonomis, mudah untuk digunakan dan
mempunyai viskositas yang tinggi.
20
Hasil cetakan, harus meluas mencakup seluruh jaringan pendukung gigitiruan dan perifer. Cetakan rahang atas harus meliputi kedalaman fungsional dari sulkus
labial, bukal dan tuberositas serta mencakup hamular notch dan vibrating line pada bagian posterior. Pada cetakan rahang bawah harus meliputi kedalaman fungsional
dari sulkus labial, bukal dan lingual serta mencakup retromolar pads dan fossa retromylohyoid di bagian posterior.
1,4,5,20
Gambar 4. Hasil cetakan anatomis yang mencakup seluruh daerah pendukung, tidak poreus dan terisi seluruhnya. a Rahang atas b Rahang bawah
20
Hasil cetakan harus segera diisi dengan bahan plaster of paris untuk mendapatkan studi model dan sebagai model untuk pembuatan sendok cetak
fisiologis.
1,20
2.3.1.3 Pencetakan Fisiologis
Prosedur pencetakan fisiologis bertujuan untuk mendapatkan model kerja untuk pembuatan basis gigitiruan. Pencetakan fisiologis menggunakan sendok cetak
fisiologis yang dibuat dari bahan resin akrilik swapolimerisasi.
20
Gambar 5. Sendok cetak fisiologis untuk a Rahang atas dan b Rahang bawah
20
a b
a b
a. Border Molding
Border molding atau disebut juga sebagai muscle trimming, merupakan proses pembentukan tepi-tepi sendok cetak fisiologis untuk mendapatkan anatomi struktur
pembatas gigitiruan yang lebih akurat.
20
Beberapa bahan telah digunakan untuk border molding pada sendok cetak fisiologis, antara lain modeling compound, heavy bodied vinyl polysiloxane dan
polyether. Green stick compound merupakan bahan yang paling bagus digunakan karena memiliki beberapa keuntungan antara lain setting cepat, dapat digunakan
kembali apabila dilakukan pengulangan prosedur border molding, karena kekakuannya dapat digunakan untuk memperpanjang sendok cetak yang terlalu
pendek sekitar 3-4 mm, umumnya bahan cukup kental untuk mempertahankan bentuknya bila dalam keadaan lunak sehingga memberikan lebar yang ideal 2-3 mm
pada tepi sendok cetak, tidak menyebabkan perubahan dimensi yang signifikan setelah pengerasan serta menghasilkan detail jaringan secara halus. Bahan ini juga
memiliki kelemahan yaitu dapat menyebabkan distorsi ketika dikeluarkan dari daerah undercut, dapat mengiritasi mukosa palatal serta menimbulkan aspirasi.
20
Wax spacer masih berada pada sendok cetak selama prosedur border molding berlangsung dan sebelum melakukan prosedur border molding, tepi sendok cetak
dikurangi terlebih dahulu 2 mm dari batas jaringan yang harus dicetak.
1,4
Apabila menggunakan green stick compound sebagai bahan border molding, secara bertahap
compound dipanaskan dengan lampu spiritus dan didinginkan sedikit hingga mencapai suhu kerja sekitar 49
o
C 120
o
F sampai 60
o
C 140
o
F, kemudian dimasukkan ke dalam rongga mulut pasien untuk membentuk tepi yang cocok dengan
gerakan fisiologis dari struktur anatomi pembatas gigitiruan. Prosedur border molding dilakukan secara berurutan dimulai dari vestibulum bukal, kemudian
vestibulum labial, daerah posterior palatum pada rahang atas dan bagian lingual dari rahang bawah.
20
Gambar 6. Hasil border molding dengan green stick compound pada sendok cetak fisiologis yang dilakukan secara berurutan per regio. a Rahang atas
b Rahang bawah
20
Setelah prosedur border molding selesai, wax spacer dibuang dari permukaan dalam sendok cetak fisiologis kemudian dibuat lubang dengan round bur nomor 6
pada daerah median palatine raphe, daerah anterolateral dan posterolateral dari palatum durum untuk sendok cetak rahang atas, serta di tengah-tengah daerah
alveolar dan fosa retromolar untuk sendok cetak rahang bawah. Lubang-lubang ini dimaksudkan sebagai jalan keluar bagi bahan cetak yang berlebih, memberikan
retensi bagi bahan cetak, mengurangi tekanan secara selektif dan mencegah perpindahan jaringan saat pencetakan fisiologis.
1,4,20
Gambar 7. Sendok cetak fisiologis rahang atas dengan border molding dan
lubang.
a b
b. Teknik Mencetak